PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Sindroma Guillain-Barre

I. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Sindroma Guillain Barre SGB menggambarkan sekumpulan manifestasi sindroma klinis dari poliradikulopati inflamasi akut yang menyebabkan kelemahan dan terganggunya refleks 1 . Sindroma Guillain Barre merupakan penyebab paralisis flaksid akut tersering di Eropa. Penyakit ini umumnya akan mengalami perbaikan secara sempurna, namun pada sebagian kasus mengalami kecacatan menetap dan bahkan pada sekitar 4-15 kasus meninggal dunia. Sindroma Guillain Barre dikenal sebagai beberapa gangguan yang ditandai oleh suatu serangan immune-mediated pada saraf tepi, khususnya pada myelin sheath atau sel Schwann dari saraf motorik atau sensorik. 2 Infeksi gastrointestinal atau pernafasan ringan mendahului gejala neuropatik pada 1 hingga 3 minggu sebelumnya kadang-kadang lebih lama pada sekitar 60 kasus. Penelitian ini menunjukkan bahwa Campylobacter jejuni adalah organisme penginfeksi yang paling sering dijumpai namun hanya dijumpai pada proporsi kecil kasus. 3 Tiga macam pengobatan telah diuji secara luas pada SGB yaitu terapi kortikosteroid, plasma exchange , dan intravenous immunoglobulin IVIG. Dari ketiganya, plasma exchange dan IVIG yang memperlihatkan keefektifan. 4 2

I.2. Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinik, penegakan diagnosa, perkembangan terapi serta prognosis dari penderita Sindroma Guillain Barre

I.3. Manfaat Penulisan

Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai penatalaksaan yang tepat sehingga memberikan prognosa yang baik bagi penderita Sindroma Guillain Barre Universitas Sumatera Utara

II. LAPORAN KASUS

II.1. ANAMNESE PRIBADI

Seorang pria ES, umur 50, suku Karo, pekerja petani, menikah, alamat Dusun I Bintang Meriah Kecamatan Kuta Buluh, masuk ke RS H.Adam Malik Medan pada tanggal 18 November 2009.

II.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Keluhan Utama : Lemah keempat anggota gerak Telaah : Lemah keempat anggota gerak telah dialami os sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, berlangsung secara perlahan-lahan. Diawali dengan rasa kebas pada kedua tungkai yang kemudian dikuti dengan rasa lemah namun os masih dapat berjalan dengan bantuan orang lain sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan pada tungkai bawah kemudian semakin memberat keesokan harinya sehingga os tidak dapat berjalan. Tiga hari kemudian rasa lemah ini terasa menjalar sampai ke lengan, juga disertai dengan rasa kebas dan semakin memberat sehingga os tidak dapat menggerakkan keempat anggota gerak sejak 1 minggu ini. Kemudian os juga mengeluh sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Riwayat demam + 5 hari sebelumnya, disertai batuk. Riwayat mencret -. Riwayat trauma -. Riwayat batuk lama - RPT : - RPO : tidak jelas

II.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sensorium : Compos Mentis Tekanan Darah : 140 80 mmHg Nadi : 84 x menit, reguler Pernapasan : 26 x i Temperatur : 37,2° C Universitas Sumatera Utara Kepala : norrmosefalik Thoraks : Simetris fusiform Jantung : Bunyi jantung normal, Desah - Paru-paru : Pernapasan vesikuler, suara tambahan - Abdomen : Soepel, peristaltik normal Ekstremitas : Tetraparesis

II.4. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Sensorium : Compos Mentis Tanda perangsangan meningeal : Kaku kuduk - Brudzinsky I : - Kernig - Brudzinsky II : - Tanda peninggian TIK : Sakit kepala - Kejang - Muntah - NERVUS KRANIALIS : N I : Normosmia N II, III : Refleks cahaya + +, pupil isokor, Ø 3 mm N III, IV, VI : Gerakan bola mata + normal N V : Buka tutup mulut + normal N VII : Sudut mulut simetris N VIII : Pendengaran + normal N IX, X : Uvula medial, arcus faring simetris N XI : Sulit dinilai N XII : Lidah istirahat dan dijulurkan medial Sistem Motorik Trofi : Eutrofi Tonus : hipotonus Kekuatan Otot : 11111 11111 ESD : ESS : 11111 11111 11111 11111 EID : EIS : 11111 11111 Universitas Sumatera Utara Refleks Fisiologis : kanan kiri Biceps Triceps : + ↓ +↓ + ↓ +↓ KPR APR : + ↓ +↓ + ↓ +↓ Refleks Patologis : kanan kiri Hofmann Tromner : - - Babinski : - - Klonus kaki : - - Sistem sensibiltas : Hipestesi setinggi Thoracal 4-5 ke bawah Vegetatif : Miksi : Inkontinensia urine Defekasi : Inkontinensia alvi Vertebra : Dalam batas normal Gejala serebellar : Tidak dijumpai Gejala Ekstrapiramidal : Tidak dijumpai Fungsi Luhur : baik

II.5. DIAGNOSA

Diagnosa Fungsional : Tetraparese tipe LMN + Hipestesia setinggi Th 4-5 ke bawah + Inkontinensia urin + Inkontinensia alvi Diagnosa Anatomis : Saraf perifer Diagnosa Etiologis : Autoimun Diagnosa Banding : 1. Sindroma Guillain Barre 2. Miopati 3. Myelitis transversalis Diagnosa Kerja : Tetraparese tipe LMN+ Hipestesia setinggi Th 4-5 ke bawah + Inkontinensia urin + Inkontinensia alvi ec Sindroma Guillain Barre Universitas Sumatera Utara

II.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

II.6.1. Hasil Laboratorium 19 November 2009

Hb : 17,9 g dl Ureum : 68 mgdl Ht : 51,5 Kreatinin : 1,0 mgdl Leukosit : 12900 mm 3 Trombosit : 319.000 mm3 Natrium : 131 mEqL KGD ad random : 149 mgdl LED : 8 mmjam Kalium : 4,52 mEqL SGPT : 29 Ul Chlorida : 94 mEqL SGOT : 141 Ul Albumin : 3,59 gdl

II.6.2. Hasil EKG

Kesan : EKG dalam batas normal

II.6.3. Hasil Konsul Paru

Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada jantung dan paru II..7.4. Hasil Lumbal punksi 26 November 2009 Warna : jernih PH : 7,5 LDH : 32 UL PMN sel : sulit dinilai Protein : 11 mgdl MN sel : sulit dinilai Jumlah sel : 2 mm 3 Glukosa : 123 mgdl Reaksi pandy : - Reaksi none : -

II.7.5 Konsul Anestesi dan Reaminasi 19 November 2009

Jawaban : Acc perawatan di ICU

II.7. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Telah dirawat di RS HAM seorang pria ES, 50 tahun, Karo, Kristen protestan, petani, dengan keluhan utama lemah keempat anggota gerak. Dari anamnese didapati bahwa lemah keempat anggota gerak telah dialami penderita sejak 1 minggu sebelum masuk RS HAM, berlangsung secara perlahan- lahan. Awalnya rasa kebas pada kedua tungkai yang kemudian dikuti dengan rasa lemah namun os masih dapat berjalan dengan bantuan orang lain sejak 2 minggu yang lalu. Keesokan harinya memberat sehingga os tidak dapat berjalan. Rasa lemah ini terasa menjalar sampai ke lengan tiga hari kemudian yang juga disertai dengan rasa Universitas Sumatera Utara kebas dan semakin memberat sehingga os tidak dapat menggerakkan kedua lengan dan tungkai sejak 1 minggu terakhir. Sesak nafas dialami os sejak 1 hari yang lalu. Riwayat demam + 5 hari sebelumnya, disertai batuk. Riwayat mencret -. Riwayat trauma -. Riwayat batuk lama - Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai sensorium compos mentis, vital sign frekuensi nafas 26xmenit. Hasil pemeriksaan neurologis didapatkan; sistem motorik tetraparesis tipe LMN, penurunan reflek fisiologis pada keempat ekstremitas. Pada pemeriksaan sensibilitas dijumpai hipoestesia setinggi Th4-5 ke bawah. Pemeriksaan vegetatif dijumpai inkontinensia urine dan inkontinensia alvi. Dari hasil pemeriksaan penunjang lumbal punksi dijumpai kadar protein serta jumlah sel normal.

II.8. DIAGNOSA AKHIR

Tetraparese tipe LMN+ Hipestesia setinggi Th 4-5 ke bawah + Inkontinensia urin + Inkontinensia alvi ec Sindroma Guillain Barre

II.9. PENATALAKSANAAN

• Bed Rest • Diet MB TKTP • O2 face mask 6-8Li • Inj. Dexamethasone 1 ampul6 jam  tapering off • Inj. Ranitidin 1 amp12 jam • Total Plasma Exchange • Fisioterapi

II.10. PROGNOSA

- Ad vitam : dubia ad bonam - Ad functionam : dubia ad bonam - Ad sanationam : dubia ad malam Universitas Sumatera Utara

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1 DEFENISI Sindroma Guillain Barre SGB adalah suatu polineuropati ascending, simetris, akut yang sering terjadi pada 1-3 minggu dan kadang-kadang hingga 8 minggu setelah suatu infeksi akut. III.2 EPIDEMIOLOGI 5 Penyakit ini dijumpai di seluruh dunia dengan tingkat insidens yang bervariasi dari 0,4 sampai 1,7 kasus per 100.000 penduduk tiap tahun. 4 Berdasarkan survey epidemiologi di Amerika Serikat mendapatkan insidens rerata tahunan SGB sekitar 3 kasus per 100.000 populasi. Perbandingan menurut kelompok umur, angka rerata rawat inap pasien SGB meningkat sejalan dengan usia, dijumpai 1,5 kasus per 100.000 populasi pada penduduk berusia kurang dari 15 tahun dan puncaknya 8,6 kasus per 100.000 populasi pada penduduk berusia 70-79 tahun. 1 Sindroma Guillain Barre dapat mengenai semua usia, walaupun jarang dijumpai pada bayi 1 6 . Penyakit ini mempunyai dua puncak usia yakni 15-35 tahun dan 50-75 tahun. Rasio pria berbanding wanita 1,5 : 1. 7 III.3 ETIOLOGI Sindroma Guillain Barre telah dihubungkan dengan infeksi virus dan bakteri yang mendahuluinya, pemberian vaksin tertentu serta penyakit sistemik lainnya 7 . Penyakit ini dianggap sebagai penyakit paska infeksi yang diperantarai sistem imun yang menyerang saraf perifer 1 . Sindroma Guillain Barre sering terjadi paska infeksi pernafasan atau penyakit saluran cerna tetapi telah dilaporkan suatu infeksi spesifik seperti cytomegalovirus, Epstein- Barr virus, enterovirus, Campylobacter jejuni, mycoplasma dan paska imunisasi. Agen pencetus yang paling sering teridentifikasi adalah C.jejuni 13-39 kasus, cytomegalovirus 5-22, Epstein-barr virus 1-13 kasus dan Mycoplasma pneumonia 5 kasus. Seluruh kuman ini memiliki sekuens karbohidrat antigen yang menyerupai jaringan saraf tepi. 5 6 Universitas Sumatera Utara III.4 KLASIFIKASI Tabel 1. Klasifikasi Sindroma Guillain-Barre Dikutip dari : Gooch C, Fatimi T. Autoimmune Neuropathies Guillain-Barre Syndrome. In: Brust JCM, ed. Current Diagnosis and Treatment in Neurology. New York. Mc Graw-Hill; 2007. P.302-4 III.5 PATOGENESIS Organ penginfeksi menyebabkan respon imun humoral dan selular. Respon imun humoral terjadi sebagai hasil dari aktivasi komplemen di bagian luar dari plasmalemma sel Schwann. Respon imun seluler melibatkan makrofag dan sel T yang menyerang myelin sehat di saraf perifer dan kranial, menyebabkan blok konduksi dari impuls saraf. 9 Sindroma Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai suatu penyakit autoimmune, dimana sistem imun secara “keliru” menyerang myelin atau akson, saraf pembawa signal dari dan menuju otak. Kekeliruan serangan imun ini dapat timbul akibat permukaan C. jejuni mengandung polisakarida yang menyerupai glikokunjugat jaringan saraf manusia. Kemiripan ini disebut “ molecular mimicry “, yang didefinisikan sebagai pengenalan ganda oleh reseptor sel-B atau sel-T dari suatu struktur mikroba dan suatu antigen host, dan merupakan mekanisme dimana infeksi mencetuskan reaksi silang antibodi atau sel-T yang dapat menyebabkan penyakit autoimun. Sel T memegang peranan penting pada penyakit SGB, dimana sel T help merupakan prasyarat yang penting untuk maturasi sel B dan produksi antibodi. Pada penderita SGB, sel T dijumpai di saraf perifer. 3 10 Universitas Sumatera Utara Ganglioside-like epitopes berada pada dinding bakteri C.jejuni yang dikenali oleh limfosit B. Limfosit menghasilkan antibodi yang bereaksi silang dengan gangliosid GM1 yang ada pada myelin saraf tepi pasien SGB. Infeksi oleh organisme lain juga dapat memicu respon antibodi yang sama. Perbedaan pola SGB kemungkinan diakibatkan oleh keanekaragaman keterkaitan antara antibodi dan sel-T dari spesifitas yang berbeda. Gambar 1. Immunopathogenesis Sindroma Guillain Barre 11 Dikutip dari : Kasper Dl, fauci AS, Longo DL, et al.editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th . New York : Mc Graw Hill. 2005 Universitas Sumatera Utara III.6 GAMBARAN KLINIS Sindroma Guillain-Barre muncul sebagai paralisis motorik areflesia yang berkembang cepat dengan atau tanpa gangguan sensorik. Kelemahan biasanya berkembang selama beberapa jam hingga hari dan sering disertai dengan rasa kebas dan disestesia pada ekstremitas. Tungkai biasanya lebih berat terkena dibandingkan lengan. Saraf kranial bawah juga sering terlibat, menyebabkan kelemahan bulbar dan kesulitan mengeluarkan ludah dan menjaga jalan nafas. Sebagian besar pasien memerlukan perawatan rumah sakit, dan hampir 30 memerlukan bantuan ventilator pada perjalanan penyakitnya. Kelemahan yang bersifat asending, simetris bisa melibatkan otot pelvis, abdominal, thorakal dan ekstremitas atas. Kelumpuhan bisa berlanjut sampai 10 hari dan kemudian bertahan tidak berubah secara relatif selama 2 minggu. 4,5,12 Nervus kranialis VII sering terlibat dimana kelemahan fasialis bilateral kira-kira 50 dari kasus. Disfungsi orofaringeal terlihat pada kasus berat dan merupakan tanda awal yang mengancam terjadinya gagal nafas. Tingkat gangguan sensorik biasanya bervariasi dan biasanya ringan. Fungsi saraf otonom dapat terganggu seperti takikardi, aritmia jantung, hipotensi postural atau gejala vasomotor. 1,4,5 Proses penyembuhan biasanya dimulai 2 minggu setelah berhentinya progresifitas klinis. Tetapi proses penyembuhan bisa lebih lambat, memerlukan waktu sampai 6-24 bulan. 5 5 III.7 PROSEDUR DIAGNOSTIK III.7.1 Lumbal Pungsi LP Penemuan Cairan serebrospinal CSS bersifat khas, terdiri dari peningkatan kadar protein CSS [1 sampai 10 gL 100 sampai 1000 mgdL tanpa disertai pleositosis. Gambaran CSS dapat normal jika gejala terjadi kurang dari 48 jam; pada akhir minggu pertama kadar protein biasanya meningkat. Peningkatan sementara pada sel CSS 10 sampai 100 μL bisa dijumpai pada beberapa kasus; namun pleositosis CSS yang menetap menunjukkan kemungkinan diagnosis yang lain seperti mielitis viral. 12,13 III.7.2 Elektromiografi EMG Gambaran elektrodiagnostik sangat ringan atau tidak ada pada tahap awal SGB dan tertinggal dari perkembangan klinis. Pada kasus dengan demielinasi, memanjangnya distal Universitas Sumatera Utara latency, perlambatan kecepatan hantaran, adanya blok konduksi dan dispersi temporal dari potensial aksi gabungan adalah gambaran yang biasa ditemukan. Tabel 2 . Diagnostic Criteria for Guillain-Barre´ Syndrome 12,13 REQUIRED 1. Progressive weakness of 2 or more limbs due to neuropathy 2. Areflexia 3. Disease course _4 weeks 4. Exclusion of other causes [e.g.vasculitis polyarteritis nodosa, systemic lupus erythematosus, Churg-Strauss syndrome, toxins organophosphates, lead, botulism, diphtheria, porphyria, localized spinal cord or cauda equina syndrome] SUPPORTIVE 1. Relatively symmetric weakness 2. Mild sensory involvement 3. Facial nerve or other cranial nerve involvement 4. Absence of fever 5. Typical CSF profile acellular, increase in protein level 6. Electrophysiologic evidence of demyelination Source : Modified from AK Asbury, DR Cornblath: Ann Neurol 27:S21, 1990. Dikutip dari : Kasper Dl, fauci AS, Longo DL, et al.editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th III.8 DIAGNOSA BANDING . New York : Mc Graw Hill Sindroma Guillain-Barre ini didiagnosis banding dengan : 1. Poliomyelitis Penyakit ini ditandai dengan adanya demam dan myalgia yang berat, diikuti dengan kelumpuhan otot tipe flaksid yang asimetris. Pada cairan serebrospinal dijumpai pleocytosis dan tidak dijumpai keterlibatan sensorik. 2. Botulism 5 Sering terjadi pada kelompok yang mengkonsumsi makanan kaleng. Gejala diawali dengan diplopia. 3. Neuropati logam berat 5 Onset kelemahan lebih lambat. Pada kebanyakan kasus dijumpai riwayat terpapar logam berat di daerah industri. 4. Paralisis periodik hipo atau hiperkalemik 5 Onset yang tiba – tiba dari paralisis general dengan disertai salah satu apakah hipo atau hiperkalemik. 5 Universitas Sumatera Utara 5. Polymyositis akut Dijumpai kelemahan simetris otot proximal dengan onset akut. Ruam sering didapati pada dermatomysitis. Laju endap darah dan level creatine phosphokinase meningkat. 6. Myasthenia gravis 5 Ptosis dan kelemahan okulomotor yang merupakan gambaran SGB pada beberapa kasus dapat menyerupai myasthenia gravis, tetapi pada perjalanan penyakit selanjutnya tidak dijumpai gangguan sensoris, reflek tendon +. 4,5 III.9 PENATALAKSANAAN III.9.1 Terapi Suportif Manajemen awal meliputi : • Pertahankan ABC jalur intravena dan bantuan ventilasi sesuai indikasi 1,7 • Intubasi harus dilakukan pada pasien yang mengalami gagal nafas. Indikator klinis untuk intubasi mencakup hipoksia, penurunan fungsi respirasi yang cepat, batuk yang lemah, dan dicurigai aspirasi. • Pasien dengan SGB harus dimonitor ketat untuk perubahan tekanan darah, denyut jantung dan aritmia lainnya. - Jarang dibutuhkan pengobatan untuk takikardi - Atropin direkomendasikan untuk bradikardi simtomatik - Karena labilnya disautonomia, hipertensi sebaiknya ditangani dengan obat short acting seperti beta blocker atau nitroprusside - Hipotensi akibat disauotonomia biasanya menunjukkan respon terhadap cairan intravena dan posisi telentang - Alat pacu jantung sementara mungkin dibutuhkan pada pasien dengan blok jantung derajat dua atau derajat tiga. III.9.2 Terapi Spesifik Pengobatan yang telah diuji secara pada SGB ada tiga macam yaitu kortikosteroid, plasma exchange dan intravenous immunoglobulin IVIG. Dari ketiganya, plasma exchange dan IVIG yang memperlihatkan keefektifannya, sedangkan studi yang berulang tidak memperlihatkan keefektifan dari terapi steroid. 2 Universitas Sumatera Utara Efikasi plasma exchange PE dan IVIG tampaknya sama dalam memperpendek durasi penyakit. Terapi kombinasi tidak memperlihatkan penurunan disabilitas yang bermakna. Keputusan untuk menggunakan terapi didasarkan kepada keparahan penyakit, laju progresifitas dan rentang waktu antara simptom pertama dengan presentasi klinis. Pada SGB dikenal sistem skoring untuk menggambarkan kondisi penyakit yang disebut sebagai scale of disability. 1 Tabel 3. Skala disabilitas untuk SGB 14 Skala 0 : Sehat Skala 1 : Tanda dan gejala neuropati tetapi mampu bekerja Skala 2 : Pasien mampu berjalan tanpa bantuan tongkat tetapi tidak mampu berkerja Skala 3 : Pasien mampu berjalan dengan bantuan tongkat, peralatan atau bantuan Skala 4 : Terbatas hanya di tempat tidur atau di kursi roda Skala 5 : Membutuhkan alat bantu napas Skala 6 : Kematian Dikutip dari : Winer JB. Treatment of Guillain-Barre Syndrome. Q J Med 2002; 95: 717-21 1 . Intravenous immunoglobulin Saat ini IVIG merupakan pilihan terapi untuk SGB. Dosis total standar untuk suatu pemberian IVIG adalah 2grkg. Secara konvensional diberikan 0,4gkghari selama 5 hari. Intravenous immunoglobulin IVIG bekerja dengan menetralisir antibodi myelin yang melalui antibodi anti-idiotypic, menurunkan sitokin proinflamasi seperti interferon-gamma INF-gamma, juga menghambat kaskade komplemen dan memicu remielinisasi. 2 Pada prakteknya pemberian IVIG relatif lebih mudah dan aman dibandingkan PE, sehingga umumnya IVIG merupakan pengobatan yang lebih dipilih. Namun terdapat situasi dimana PE lebih dipilih atau diindikasikan, misalnya : 7 - Adanya kontraindikasi penggunaan IVIG 2,15 - Intoleransi atau efek samping yang serius pada penggunaan IVIG - IVIG tidak tersedia sedang PE tersedia

2. Plasma Exchange

Albumin digunakan pada PE saat plasma pasien ditukar dengan subsitusi plasma. Dapat menghilangkan autoantibodi dan kompleks imun dari serum. Plasma exchange diberikan bersamaan dengan albumin 50 mlkg selama periode 10 hari dan terbukti Universitas Sumatera Utara mempercepat pemulihan dan dapat membantu menghilangkan konstituen sitotoksik dari serum. Plasma exchange dilakukan sebanyak lima kali pada hari yang berselang. Setiap kali PE, 40-50 mlkg plasma dikeluarkan dan digantikan, setengahnya dengan saline 0,9 dan setengahnya dengan albumin 5 dalam 0,9 larutan saline. Regimen replacement dengan menggunakan albumin sama efektifnya dengan regimen yang menggunakan fresh frozen plasma. 1,2 Tabel 4. Treatment of GBS: IVIG vs PE 11 IVIG PE Duration of treatment Venous access Contraindication Risk of infection Adverse reactions 2-5 days Peripherally almost always adequate Previous anaphilaxis to IVIG, renal insufficiency, severe CHF, severe IgA insufficiency Low with new products donors screened for HIV; hepatitis A,B, C; and HTLV-1 Headache, aseptic meningitis, renal failure, anaphylaxis 8-10 days 4-5 exchanges Central frequently require especially in children and elderly Hemodynamic instability, significant autonomic instability, coagulation disorder Variable; definite increase in line infection with placement of central catheters Hypotension,cardiac arrhythmias, sepsis, thrombosis, hemorrhage Dikutip dari: Sheikh KA. Peripheral nerve Disease. In : Jhonson RT, Griffin JW, McArthur JC, editors. Current therapy in neurologic disease.6th ed. USA. Mosby.2002 p.366-70 III.10 PROGNOSA Diperkirakan 85 pasien SGB mencapai perbaikan fungsional penuh dalam waktu 6- 12 bulan, maksimal sampai 18 bulan setelah onset. Sekitar 7-15 mengalami sekuele neurologis yang permanen. Angka mortalitas kurang dari 5, dengan sepsis, emboli paru, dan cardiac arrest sebagai penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga sebagai faktor prognostic buruk SGB antara lain : 6 1. Umur ≥ 60th 6 2. Kecepatan perburukan klinis 3. Amplitudo konduksi saraf rendah pada saat stimulasi distal 4. Penggunaan ventilator yang lama. Secara umum “poor long term prognosis” secara langsung berhubungan dengan beratnya penyakit pada episode akut dan keterlambatan onset terapi spesifik. Universitas Sumatera Utara Relaps hanya terjadi pada 3-5 kasus, dan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh terapi atau faktor lain. 6

IV. DISKUSI KASUS