1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang sangat pesat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari perubahan-
perubahan dalam bidang pendidikan. Setiap manusia yang berkepribadian dan matang akan membantu tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan
secara umum adalah menciptakan manusia yang mampu melaksanakan tugas kemasyarakatan dan berkepribadian sebaik-baiknya. Untuk mencapai suatu
tujuan, maka manusia guru cenderung mencari keefektifan dan keefisienan dalam menetapkan suatu teknik ataupun metode yang tepat dalam mengajar.
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan telah ditempuh. Akan tetapi perubahan dan perkembangan jaman
juga semakin cepat. Perubahan yang cepat menuntut para guru ataupun pelaku dunia pendidikan harus melakukan perubahan dan inovasi dalam dunia
pendidikan. Inovasi dan perubahan tersebut dapat berupa penerapan teknik dan metode dalam mengajar, perubahan kurikulum, pemanfaatan sarana dan
prasarana yang lebih maksimal, pemanfaatan media pembelajaran dan semua hal yang berhubungan dengan dunia pendidikan harus diperbaiki.
Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan
2
tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta hasil belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan
materi serta hasil belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya dapat dilihat bahwa hasil belajar
matematika yang dicapai siswa masih rendah. Pada awalnya pembelajaran matematika di sekolah bertujuan untuk
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
Depdiknas, 1993, namun dewasa ini tujuan pembelajaran matematika sekolah telah difokuskan pada empat tujuan utama, yaitu: 1.Melatih cara berpikir dan
bernalar, 2.Mengembangkan
kemampuan berpikir
divergen, 3.
Mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi
atau mengomunikasikan gagasan, dan 4. Mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah dan membuat dugaan Subando, 2005. Salah satu dari tujuan pembelajaran matematika di atas adalah
melatih cara berpikir dan bernalar dimana siswa diharapkan menggunakan penalaran dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika. Penalaran matematika adalah suatu cara berpikir yang sistematis, logis, dalam pemecahan masalah matematika
Depdiknas, 2004. Orang-orang bernalar cenderung mencatat pola-pola, struktur-struktur, atau kebiasaan-kebiasaan dalam situasi nyata. Penalaran siswa
biasanya terlihat pada kemampuan siswa menganalisis masalah-masalah yang
3
dihadapi untuk mendapatkan penyelesaian yang logis Mahayukti dan Suharta, 2003.
Kemampuan penalaran sangatlah diperlukan dalam mata pelajaran matematika karena orang yang memiliki kemampuan penalaran yang tinggi serta
mampu mengomunikasikan ide atau gagasan matematikanya dengan baik cenderung mempunyai pemahaman yang baik terhadap konsep yang dipelajari
serta mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari yang nantinya akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Rendahnya kemampuan penalaran matematika diduga disebabkan oleh penekanan pembelajaran di kelas yang masih menekankan pada
keterampilan mengerjakan soal drill, sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuan yang mereka miliki. Hal
ini mengakibatkan siswa kurang terbiasa mengerjakan soal-soal pemecahan masalah yang menuntut mereka untuk bernalar.
Hal ini juga dialami oleh sebagian siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Boyolali, yakni khususnya pada kelas VIII - C. Berbagai usaha telah dilakukan
guru dalam mengatasinya yaitu dengan melakukan kegiatan pembelajaran seperti diskusi atau tanya jawab dalam kelas. Tetapi usaha itu belum mampu
merangsang siswa untuk aktif dalam pembelajaran, karena siswa yang menjawab pertanyaan guru, cenderung didominasi oleh beberapa orang saja. Sedangkan
siswa yang lain hanya mendengarkan dan mencatat informasi yang disampaikan temannya.
4
Usaha lain yang dilakukan guru adalah dengan melaksanakan pembelajaran dalam setting kelompok kecil. Akan tetapi siswa lebih banyak
bekerja sendiri-sendiri dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru, kurang adanya diskusi antar siswa. Usaha-usaha yang telah dilakukan guru
tampaknya belum membuahkan hasil yang optimal dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.
Berdasarkan gambaran-gambaran tersebut terlihat bahwa siswa memiliki kesulitan mengembangkan kemampuan bernalarnya. Pembelajaran
matematika hendaknya dirancang sedemikian sehingga siswa merasa nyaman mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya
siswa diajak untuk berinteraksi dengan seluruh peserta belajar yang ada dalam kelas. Interaksi ini harus berlangsung secara berkesinambungan sehingga guru
tidak terlalu mendominasi kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
penalarannya. Selain itu dalam pembelajaran perlu diberikan soal-soal pemecahan masalah yang menuntut siswa untuk bernalar.
Model pembelajaran Learning Cycle “5E” merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya nalar siswa Dasna dan Fajaroh, 2006. Dalam model pembelajaran Learning Cycle ”5E” dilakukan 5
kegiatan yang saling berkesinambungan satu sama dimana dilakukan kegiatan- kegiatan
antara lain:
engagement membangkitkan,
exploration
5
memanfaatkan, explaination memaparkan, elaboration mengaplikasikan, dan evaluation mengevaluasi.
Learning Cycle “5E” pada dasarnya sesuai dengan teori konstruktivis Vigostky dan teori belajar bermakna Ausubel. Vigostky
menekankan adanya hakikat sosial dari belajar dan menyarankan menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan yang berbeda-beda untuk
mengupayakan perubahan konseptual. Sedangkan Ausubel menekankan pada belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai.
Matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling suliut oleh para siswa baik yang tidal mengalami kesulitan belajar maupun yang
mengalami kesulitan belajar Mulyono Abdurrahman, 1999: 252. Oleh karena itu menyampaikan materi tanpa disertai alat peraga yang sesuai sehingga materi
yang disampaikan menjadi kurang menarik bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika, guru menyampaikan materi ajarnya jarang yang menggunakan alat
peraga yang sesuai. Padahl mereka dituntut untuk mampu menggunakan alat-alat yang tersedia atau bahkan mengembangkan ketrampilan membuat media
pembelajaran yang akan digunakan jika media tersebut belum tersedia. Model pembelajaran Learning Cycle 5-E yang di dukung dengan
penggunaan alat peraga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan cara belajar dan kemampuan penalaran matematika siswa. Alat
peraga dalam pembelajaran memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif. Setiap proses pembelajaran
6
ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain: tujuan, bahan, metode dan alat serta evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan unsur yang tidak bisa
dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam pencapaian
tujuan tersebut, peranan alat bantu atau alat peraga memegang peranan penting sebab adanya alat ini bahan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Dalam
proses pembelajaran alat peraga digunakan dengan tujuan membantu guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien dengan penggunaan alat peraga.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti perlu dan termotivasi untuk melakukan penelitian tentang perlunya peningkatan kemampuan
penalaran bagi siswa kelas VIII - C SMP Negeri 2 Boyolali melalui model pembelajaran Learning Cycle – 5E dengan bantuan alat peraga pada
pembelajaran Matematika.
B. Rumusan Masalah