Analisa distribusi zakat dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik : Studi pada baz kota Bekasi

(1)

ANALISA DISTRIBUSI ZAKAT DALAM MENINGKATKAN

KESEJAHTERAAN MUSTAHIK

(STUDI PADA BAZ KOTA BEKASI)

OLEH :

HENDRA MAULANA

KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ﺣﺮ ا

ﺣﺮ ا

ﷲا

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbi al-âlamîn, sujud syukur penulis haturkan ke Dzat yang Maha Rahmân bagi semesta alam dan Rahîm bagi semua hamba yang selalu menjalankan perintah-Nya, yang telah menciptakan rasa cinta dan kasih pada hati manusia.

Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang tak pernah lelah untuk selalu membimbing umatnya dengan penuh kasih sayang, kepada keluarganya, sahabatnya serta ummatnya sepanjang zaman. Semoga kita mendapat syafa’atnya, amîn.

Penulis bersyukur, setelah proses yang cukup panjang yang syarat akan gangguan dan hambatan, akhirnya dengan limpahan kasih sayang-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul "ANALISA DISTRIBUSI ZAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIK (STUDI PADA BAZ KOTA BEKASI).

Penulis menyadari betapa sederhana karya tulis ini dan jauh dari sempurna. Namun penulis juga tidak menutup mata akan peran berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan kata terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bpk. Prof. DR. H. M. Amin Suma SH., MA., MM., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(3)

2. Ibu. Euis Amalia, M.Ag dan Bpk. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid Jakarta.

3. Ibu. Dra. Hj. Halimah Ismail, dan Bpk. H. Muhammad Taufiki, M.Ag selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing dan meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ketua serta seluruh staf dan karyawan Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bekasi, yang telah sudi menerima penulis untuk melakukan riset dan mau membantu memberikan data yang diperlukan guna penyelesaian skripsi ini.

5. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid Jakarta, tempat penulis memperoleh berbagai informasi dan sumber-sumber skripsi.

6. Para dosen yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid Jakarta sekaligus membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

7. Yang tercinta Ayahanda (Bpk.Samud Saepudin) dan Ibunda (Sofiah), yang dengan ikhlas selalu mengajarkan dan memberikan dorongan kepada penulis dalam menjalani kehidupan ini. Sebagai seorang anak, penulis belum bisa membalas jasa keduanya kecuali berdo’a semoga Allah SWT memberikan hati yang sabar serta balasan yang terbaik atas semua amal mereka dan selalu melimpahkan rahmat dan Inayah-Nya.

8. Kakak tercinta, Heti Herawati SE dan suami (Mas Budi), Asep Fachrudin yang selalu memberikan dorongan moral, spirit dan materi serta


(4)

nasehat-nasehatnya agar penulis menjadi lebih baik. Kaulah kakak dan sahabat terbaikku. Adikku tersayang Lilis Nurjanah yang selalu menjadi motivasi bagi penulis dalam menjalani hidup ini. Semoga kalian lebih baik dari penulis. 9. Buat keluarga besar IKAPA JAYA yang telah memberikan inspirasi dan

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Buat sahat-sahabatku Fathurahman Aziz, Munawir Syadzali, Ali Mahali, Iqbal, dan Dede. Semoga persahabatan kita tak pernah usang termakan waktu. 11.Buat teman-teman PS. C angkatan 2002 Rifa, Ozy, Cecep, Fauzi Nurdin, Erni,

Lisa, Fitri dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga tali silaturahmi kita tetap tejalin.

12.Untuk anak-anak TUMAREV, Ahud, Buchori, dan Ipul, yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Kepada pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih semoga semua amalan yang telah anda lakukan dicatat sebagai amalan kebaikan kelak di akhirat. Amin.

Akhir kata, penulis berharap kritik dan saran terhadap karya tulis ini yang jauh dari sempurna. Dan semoga karya sederhana ini bermanfaat khususnya bagi pihak-pihak yang peduli terhadap Zakat dan umumnya untuk semua pihak-pihak. Wassalam.

Ciputat, 11 Januari 2008 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. IndikatorPenelitian ... ... 9

E. Metode Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KONSEPSI DISTRIBUSI ZAKAT A. Tinjauan Umum Distribusi Zakat ... 13

B. Landasan Hukum Distribusi Zakat ... 16

C. Kriteria Mustahik Zakat ... 20

D. Sumber Zakat dan Model Distribusi Zakat Produktif ... 26


(6)

BAB III GAMBARAN UMUM BAZ KOTA BEKASI

A. Profil Badan Amil Zakat Kota Bekasi ... 34

1. Sejarah Berdiri BAZ Kota Bekasi... 34

2. Visi dan Misi ... 37

3. Struktur Organisasi BAZ Kota Bekasi ... 38

B. Sistem Pengelolaan Zakat ... 42

C. Program dan Langkah Strategis BAZ Kota Bekasi... 45

BAB IV ANALISA DISTRIBUSI ZAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIK A. Peranan BAZ Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik ... 49

B. Mekanisme Distribusi Zakat di Kota Bekasi ... 51

C. Analisis Dasar Hukum Distribusi Zakat di BAZ Kota Bekasi ... 54

D. Analisa Distribusi Zakat ... 55

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 ... 64

LAMPIRAN 2 ... 65

LAMPIRAN 3 ... 66

LAMPIRAN 4 ... 69

LAMPIRAN 5 ... 72


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman modern banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan dan ketidak merataan, terutama dalam masalah sosial ekonomi. Banyak orang-orang kaya yang semakin kaya dan tidak sedikit pula orang-orang miskin yang semakin terpuruk dengan kemiskinannya. Dan apabila kita berbicara tentang ekonomi Islam maka tidak akan lepas dari masalah zakat. Baik zakat secara global ataupun zakat secara spesifiknya. Secara demografis dan kultural, bangsa Indonesia khususnya masyarakat muslim Indonesia, sebenarnya memiliki potensi strategis yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan yaitu konsumsi zakat, infak dan sedekah (ZIS). Karena secara demografis masyarakat Indonesia adalah beragama Islam dan secara kultural, kewajiban zakat dan dorongan berinfak dan bersedekah di jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi masyarakat muslim.

Dengan demikian mayoritas penduduk Indonesia, secara ideal bisa terlibat dalam mekanisme pengelolaan zakat. Apabila hal itu bisa terlaksana dalam aktivitas sehari-hari umat Islam maka secara hipotetik, zakat berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional. Dana zakat diambil dari harta orang yang berlebihan dan disalurkan kepada orang yang kekurangan. Zakat tidak


(9)

bermaksud untuk memiskinkan orang kaya, juga tidak melecehkan jerih payah orang kaya,1 hal itu disebabkan karena zakat diambil dari sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria tertentu dari harta yang wajib dizakatinya. Oleh karena itu, alokasi dana zakat tidak bisa diberikan secara sembarangan dan hanya dapat disalurkan kepada kelompok tertentu.

Secara subtantif, zakat secara bahasa berarti suci, berkembang, berkah, tumbuh, bersih dan baik.2 Infak berarti mendermakan atau memberikan rezeki (karunia Allah) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas karena Allah semata.3 Dan sedekah berarti memberikan atau mendermakan sesuatu kepada orang lain.4

Dalam al-Qur’an sering kali kata zakat digabung dengan kata shalat. Hal ini menegaskan ada kaitan antara ibadah shalat dengan zakat. Jika shalat berdimensi vertikal ketuhanan, maka zakat merupakan ibadah horizontal kemanusiaan.5

1

Yusuf al-Qardlawy, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, (Jakarta : Gema Insani Pers, 1998), h. 105

2

Abdul Aziz Dahlan..(et al.) “ Zakat Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 1996), h. 1985

3

Cholid Fadhullah, Mengenal Hukum Zakat dan Pengalamannya di DKI Jakarta, (Jakarta : BAZIS DKI Jakarta, 1993), h. 5

4

Ibid, h. 7

5

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI Pers, 1998), Cet. I, h. 90


(10)

Adapun Nash al-Qur’an tentang dan asas pelaksanaan zakat tercantum dalam perintah Allah SWT :

1. At-Taubah ayat 60 :

)

ﺔ ﻮ ا

/

:

(

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk yang di jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (At-Taubah, 9:60)

2. At-Taubah ayat 103 :

)

ﺔ ﻮ ا

:

103

(

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (At-Taubah, 9:103)


(11)

Dari kedua ayat diatas menjelaskan bahwa zakat merupakan sebagai alat bantu dalam mengurangi kemiskinan. Dengan zakat dapat menghapus atau menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Zakat juga sebagai rukun Islam yang merupakan kewajiban bagi kelompok masyarakat mampu memiliki implikasi individu dan sosial. Untuk itu, sudah saatnya zakat tidak semata dilihat dari gugurnya kewajiban seorang muslim yang berkewajiban mengeluarkan zakat, tetapi juga harus dilihat sejauh mana dampak sosial yang ditimbulkan dari pelaksanaan kewajiban zakat tersebut bagi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.

Adapun sifat dari pendayagunaan zakat ada 2, yaitu bersifat konsumtif dan bersifat produktif. Zakat yang bersifat konsumtif adalah zakat yang diberikan hanya satu kali atau sesaat saja (digunakan hanya sekali). Sesuai dengan penjelasan Undang-undang, mustahik delapan ashnaf ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab,gharimin, sabilillah, dan ibnu sabil. Sedangkan zakat yang bersifat produktif adalah zakat yang lebih diprioritaskan untuk usaha yang produktif, zakat produktif dapat diberikan apabila kebutuhan mustahik delapan ashnaf sudah terpenuhi dan terdapat kelebihan. Dan pendayagunaan dana infak, sedekah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat diutamakan untuk usaha yang produktif agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.6 Zakat yang bersifat produktif bisa dianalogikan sebagai Qard al-Hasan atau pinjaman lunak yang diberikan kepada mustahik.

6

Didin Hafhifuddin..(et al.), Problematika Zakat Kontemporer : Arikulasi Proses Sosial Politik Bangsa, (jakarta : Forum Zakat, 2003), Cet, I, h. 95


(12)

Dalam perspektif dunia usaha, zakat dapat dipandang sebagai sumber dana potensial yang seharusnya dikelola sebagai asset dan investasi sosial ekonomi. Zakat akan menjadi bagian penting dalam meningkatkan produktivitas sosial ekonomi jika pendistribusian dana zakat dilakukan dengan secara tepat. Zakat juga hendaknya diposisikan sebagai instrumen penting dalam pemberdayaan ekonomi umat dan bangsa baik dalam skala kecil, menengah maupun besar. Oleh karena itu, kita perlu bersama-sama mengubah pandangan kita mengenai zakat sebagai “dana bantuan” yang semata-mata sebagai alat belas kasihan orang kaya kepada orang miskin.

Maka, sudah selayaknya zakat diletakkan dalam sebuah kerangka mekanisme investasi sosial dan ekonomi yang harus dapat menjadikan seseorang yang semula mustahik menjadi seorang muzakki, melalui berbagai program yang sistematis dan terencana. Dengan demikian zakat tidak melanggengkan ketergantungan mustahik kepada muzakki. Untuk itu dalam setiap tahapan mulai dari sosialisasi, pengumpulan, pengelolaan, pendayagunaan dan pengaruh, makna dan fungsi zakat dikembalikan kepada kerangka pemberdayaan masyarakat.

Para muzakki (orang yang wajib zakat) dapat diberikan pengertian bahwa fungsi zakat selain sebagai salah satu bentuk mensyukuri nikmat Allah SWT, juga merupakan investasi terhadap peningkatan kualitas kehidupan sosial ekonomi. Sementara bagi mustahik (orang yang menerima zakat), zakat merupakan stimulus guna membangkitkan motivasi untuk mengembangkan potensi, karya dan produktivitas ekonomi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan


(13)

bernegara. Kita seharusnya meyakini bahwa para mustahik pun memiliki potensi dan kontribusi terhadap kehidupan masyarakat yang selama ini dihargai sangat rendah atau belum sama sekali oleh masyarakat.

Potensi zakat untuk pemberdayaan ekonomi dengan berupaya menciptakan iklim masyarakat yang berjiwa wirausaha akan terwujud, apabila penyalurannya tidak langsung diberikan kepada mustahik untuk keperluan konsumtif, tetapi dihimpun, dikelola dan didistribusikan oleh badan atau lembaga yang amanah dan profesional.

Dalam pengertian seperti itu, tepat kiranya keberadaan Undang-Undang RI No. 38 Tahun 1999 tentang zakat dan peraturan pendukungnya, sesungguhnya telah menegaskan fungsi zakat sebagai instrumen pemberdayaan dan pengelolaan ekonomi atau usaha produktif. Dalam bab V tentang pendayagunaan zakat Pasal 16 ayat 2 dijelaskan : ”Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif”.7 Lebih ditegaskan lagi pada pasal 17, bahwa ”Hasil penerimaan infak, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 digunakan

untuk usaha produktif’”.8 Peran lembaga-lembaga amil zakat seperti BAZIS menjadi fasilitator sangat penting dalam pengelolaan dan pendayagunaan zakat sebagai instrumen yang dapat mempengaruhi pemerataan sosial ekonomi.

7

Institut Manajemen Zakat, Modul Pelatihan dan Manajemen Zakat, (Jakarta : IMZ, 2002), h. 90

8


(14)

Berdasarkan pada pemikiran dan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk menjawab, mengamati, mengkaji, menganalisa lebih jauh dan mendalam pertanyaan-pertanyaan tersebut dan meneliti tentang adanya pengaruh distribusi zakat dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik di Kota Bekasi. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengangkat judul :

ANALISA DISTRIBUSI ZAKAT DALAM MENINGKATKAN

KESEJAHTERAAN MUSTAHIK : STUDI PADA BAZ KOTA BEKASI ”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian, maka skripsi ini akan dibatasi pada : distribusi zakat dalam skripsi ini pada pembagian zakat kepada mustahik, mustahik dalam skripsi ini dibatasi hanya pada mustahik permanen yaitu, fakir, miskin, amil dan muallaf, dan juga beberapa mustahik temporer yaitu, gharimin,

fisabilillah dan ibnu sabil, kecuali riqab, karena di Kota Bekasi tidak ada kasus

riqab. Mekanisme BAZ dalam mendistribusikan zakat, analisa distribusi zakat terhadap kesejahteraan mustahik dan kesesuaian distribusi zakat dengan konsep perundang-undangan dan konsep Islam.

Dari batasan masalah yang disebutkan maka dirumuskan sebagai berikut, yaitu :

1. Bagaimana peran BAZ Kota Bekasi dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik ?


(15)

3. Apakah distribusi zakat di BAZ Kota Bekasi dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik tidak bertentangan dengan konsep perundang-undangan dan konsep Islam ?

4. Adakah pengaruh distribusi zakat dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui gambaran umum tentang BAZ Kota Bekasi ditinjau dari sejarah berdiri, visi dan misi, struktur organisasi, sistem pengelolaan zakat dan program-program yang dikembangkan BAZ.

b. Untuk mengetahui mekanisme pendistribusian zakat.

c. Untuk mengetahui kesesuaian distribusi zakat dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik dengan konsep perundang-undangan dan konsep Islam.

d. Untuk mengetahui pengaruh distribusi zakat dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik.

2. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kegunaan teoritis, adalah dapat menambah khazanah keilmuan di bidang Ekonomi Islam umumnya, khususnya di bidang keilmuan tentang zakat.


(16)

b. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa, akademisi lainnya dan terutama para pelaku ekonomi syariah.

c. Kalangan kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pemerintah, khususnya Departemen Agama dan Departemen Sosial dalam menentukan kebijakan.

D. Indikator Penelitian

Indikator dari kesejahteraan mustahik dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel I. Indikator Kesejahteraan Mustahik

Variabel (x) Indikator Kesejahteraan Mustahik

1. Terpenuhinya kebutuhan sandang dan pangan 2. Tidak ada ketergantungan lagi terhadap zakat 3. Sudah mempunyai pekerjaan tetap

4. Sudah mempunyai penghasilan tetap 5. Tercapainya ketenangan batin

6. Tingkat pendapatan lebih besar dari pengeluaran 7. Dapat menafkahi tanggungannya

8. Sudah terbebas dari jeratan utang 9. Sudah memahami makna zakat

Distribusi Za

kat

10.Telah menjadi seorang muzakki

E. Metode Penelitian


(17)

Penelitian ini memakai pendekatan metode penelitian kualitatif yang berupaya menarik faktor-faktor dan informasi-informasi dari data lapangan yang ditemui untuk dianalisa lebih lanjut yang kemudian diambil kesimpulan.

2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian adalah pada BAZ Kota Bekasi yang terletak di Jl. Ahmad Yani No. 22 Komplek Islamic Center Bekasi

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data dibagi dalam dua kategori :

a. Sumber data primer, yaitu data yang tertuang dalam item-item pertanyaan yang terangkum dan dihasilkan dalam bentuk wawancara.

b. Sumber data sekunder adalah sumber data

pendukung dan pelengkap data penelitian. Sumber data sekunder diambil dari berbagai literatur yang ada seperti buku-buku, dokumen-dokumen BAZ, surat kabar, internet, dan kepustakaan lain yang berkaitan dengan pembahasan dalam skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Ada dua cara yang ditempuh untuk kepentingan pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu :

a. Riset lapangan ( field research )

Dalam riset lapangan ini, penulis bermaksud untuk mendapatkan data primer dengan menggunakan 2 cara :


(18)

1).Wawancara, cara ini adalah untuk memperoleh dan menggali data dengan mengadakan tanya jawab langsung ketua dan pengurus BAZ perihal mekanisme distribusi zakat.

2). Dokumenter, cara ini untuk memperoleh data-data mustahik yang mendapatkan zakat dari BAZ.

b. Riset kepustakaan ( library research )

Dalam riset kepustakaan ini penulis membaca, meneliti, mempelajari bahan-bahan tertulis seperti majalah-majalah, buku-buku, artikel, jurnal dan informasi-informasi tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembahasan dalam skripsi ini. Melalui riset ini akan didapat konsep, teori, dan definisi-definisi yang akan penulis pergunakan sebagai landasan berpikir dan analisa dalam proses penulisan. Data yang diperoleh melalui pendekatan ini adalah data sekunder.

5. Metode Analisa Data

Setelah data diperoleh dari kegiatan wawancara dan observasi, maka langkah berikutnya adalah analisa dan pengolahan data. Analisa data merupakan proses pencandraan (description) dan penyusunan transkip interviu. Data-data yang telah terkumpul itu dianalisis dalam terminologi respon-respon individual dengan kesimpulan deskriptif. Metode yang digunakan dalam menganalisa data yaitu deskriptif analisis.


(19)

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini mengacu kepada buku “PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.

F. Sistematika Penulisan

Adapun Sistematika dalam penulisan skripsi ini penulis membagi menjadi lima Bab, yakni :

BAB I : Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, indikator penelitian, ,metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Konsepsi distribusi zakat yang meliputi : tinjauan umum distribusi zakat, landasan hukum distribusi zakat, kriteria mustahik zakat, sumber zakat dan model distribusi zakat produktif.

BAB III : Gambaran umum tentang BAZ Kota Bekasi terdiri dari profil yang meliputi sejarah berdiri, visi dan misi, serta struktur organisasi, sistem pengelolaan zakat serta program dan langkah strategis BAZ Kota Bekasi. BAB IV : Pada bab ini akan dijelaskan tentang peran BAZ, mekanisme distribusi

zakat, analisis dasar hukum distribusi zakat di BAZ Kota Bekasi dan analisa pengaruh distribusi zakat dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik.


(20)

BAB II

KONSEPSI DISTRIBUSI ZAKAT

A. Tinjauan Umum Distribusi Zakat

Zakat sebagai pondasi Islam, sepertinya sangat ideal untuk dijadikan satu model alternatif dalam upaya pengentasan orang-orang yang termasuk kelompok ekonomi lemah. Dengan demikian bahwa zakat dapat melindungi umat dari kemiskinan dan dari segala bentuk bahaya yang ditimbulkannya, serta menghindarkan umat atau negara dari ideologi-ideologi luar yang menunggangi kemiskinan sebagai kudanya.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, distribusi adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) dari yang kelebihan kepada yang kekurangan ke beberapa orang atau ke beberapa tempat.9 Jadi distribusi zakat adalah penyaluran atau pembagian harta yang kelebihan kepada orang-orang yang kekurangan harta yaitu mustahik. Terdapat dua faktor kunci dalam menyediakan jasa menuju pasaran dan sasaran yaitu, pemilihan lokasi dan saluran distribusi. Dua keputusan tersebut menyangkut bagaimana menyampaikan jasa di mana transaksi itu dilakukan. Pada BAZ, yaitu suatu lembaga pengelola zakat yang salah satu tujuannya adalah mewujudkan dan mengangkat kesejahteraan ekonomi mustahik.

9

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pusataka, 1999), h. 209


(21)

Salah satu programnya adalah pendayagunaan ZIS diwujudkan dengan pengembangan usaha ekonomi seperti bantuan, modal usaha (dipermanenkan).

Distribusi atau penyaluran dana zakat hanya dapat diberikan kepada 8 ashnaf sebagaimana yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa zakat harus diambil dan didistribusikan di daerah di mana zakat itu diambil. Jadi, sebelum membantu masyarakat lain, maka harus dibantu terlebih dahulu masyarakat di sekitar wilayah muzakki.

Memang dalam konsep zakat itu harus didistribusikan di daerah muzakki kepada semua kelompok penerima zakat (ashnaf) di wilayah di mana zakat itu diperoleh. Golongan fakir miskin di daerah terdekat dengan muzakki adalah sasaran pertama yang berhak menerima zakat. Karena memberikan kecukupan kepada mereka merupakan tujuan utama dari zakat yang membutuhkan perhatian khusus. Tidak dibenarkan orang fakir miskin dibiarkan terlantar dan kelaparan. Zakat yang disalurkan kepada fakir miskin ini dapat bersifat konsumtif dan produktif. Konsumtif yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan bersifat produktif yaitu untuk menambah modal usahanya.

Jika kelompok ashnaf yang delapan tidak ada di tempat itu, maka pembagian zakat boleh dipindahkan ke wilayah yang paling dekat dengannya,10 kemudian kepada desa yang lebih jauh dan seterusnya secara berurutan. Idealnya, pengelolaan zakat dapat menunjang kemandirian daerah muzakki untuk

10

Wahbah Al-Zuhayly, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adilatuh, Terjemah : Agus Efendi dan Bahrudin Fananny, ( Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 1995 ), cet. ke 4, h 317


(22)

didistribusikan kepada mustahik di wilayahnya. Sebagaimana pada masa awal kerasulan Muhammad SAW di mana zakat merupakan tonggak pembangunan ekonomi kedaerahan. Kalaupun ingin membantu masyarakat di luar daerahnya, harus tetap mempertimbangkan batas maksimum kesejahteraan masyarakat. Nantinya, pendayagunaan zakat akan mendorong sebuah peningkatan taraf hidup sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat tanpa menggantungkan pada sistem bantuan dari pusat.11

Dalam bentuk dan sifat penyaluran zakat jika kita melihat pengelolaan zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, kemudian diaplikasikan pada kondisi sekarang, maka kita dapati bahwa penyaluran zakat dapat dibedakan dalam dua bentuk, yakni :

1. Bantuan Sesaat (konsumtif)

Bantuan sesaat bukan berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada mustahik hanya satu kali atau sesaat saja. Namun berarti bahwa penyaluran kepada mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi (pemberdayaan) dalam diri mustahik. Hal ini dilakukan karena mustahik yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri,12 yang dalam aplikasinya dapat

11

Muhtar Sadili, “ Urgensi Peraturan Daerah (PERDA) Dalam Pengelolaan Zakat”, dalam Problematika Zakat Kontemporer, ( Jakarta, Forum Zakat, 2003 ), h. 106

12

Hertanto Widodo, Teten Kustiawan, Akuntansi dan Manajemen Keuangan Untuk Organisasi Pengelola ZakatI, ( Ciputat, Institut Manajemen Zakat, 2001 ), h. 84


(23)

meliputi orang tua yang sudah jompo, orang cacat, pengungsi yang terlantar atau korban bencana alam.

2. Pemberdayaan (produktif)

Pemberdayaan adalah penyaluran zakat secara produktif, yang diharapkan akan terjadinya kemandirian ekonomi mustahik. Pada pemberdayaan ini disertai dengan pembinaan atau pendampingan atas usaha yang dilakukan.13

Islam tidak sekedar mengatur secara rinci mengenai aturan pengumpulan maupun pendistribusian zakat dan tidak pula pembayaran zakat sekedar menolong fakir miskin untuk memenuhi kebutuhannya, lebih dari itu tujuan utamanya adalah agar manusia lebih tinggi nilainya dari pada harta sehingga ia menjadi tuannya harta bukan budaknya harta.

B. Landasan Hukum Distribusi Zakat

1. QS. At-Taubah ayat 60

)

ﺔ ﻮ ا

/

:

(

13


(24)

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. ( At-Taubah, 9:60 )

2. QS. Al-Baqarah ayat 177

Artinya :“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir dan orang-orang yang meminta-minta; dan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam


(25)

kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar ; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” ( Al-Baqarah, 2: 177 )

3. QS. Al-Baqarah ayat 273

Artinya : ”Kepada orang-orang fakir yang terikat di jalan Allah; mereka tidak dapat di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan , maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” ( Al-Baqarah, 2:273 )

4. QS. Al-Israa ayat 26

Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan secara boros.” ( Al-Israa, 17:26 )

Hadits Rasulullah SAW Ketika Mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman Untuk Menjadi Amil Zakat


(26)

ْ

اْ

سﺎ

ﻰﺿر

ﷲا

أ

ن

ا

ﷲا

و

ًذﺎ

ا

ﻰ إ

ا

نﺎ

ل

أْد

ْ

إ

دﺎ

ة

أ

ْن

إ

ﻻإ

ﷲا

و

إ

ر

لﻮ

ﷲا

ﻓﺈ

ْ

أ

ﺎﻃ

ْﻮا

ﻓﺄ

ْ

ْﻬ

ْ

أ

ن

ﷲا

ْﻓإ

ض

ْﻬ

ْ

ْ

تا

ﻰﻓ

آ

ْﻮ

م

و

ْ

ﻓﺈ

ْ

أ

ﺎﻃ

اﻮ

ﻓﺄ

ْ

ْﻬ

ْ

أ

ن

ﷲا

إْﻓ

ض

ْﻬ

ْ

ًﺔ

ﻰﻓ

أْ

ﻮا

ْ

ْﺆ

ْ

أ

ْﻏ

ﻬﺋ

ْ

د

ﻰﻓ

ا

ﻬﺋ

ْ

)

اور

ىرﺎ ا

(

“ Dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Nabi SAW pernah mengutus Mu’adz ke Yaman, maka beliua bersabda : “ Ajaklah mereka untuk mengucapkan syahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku ( Muhammad ) Rasulullah. Jika mereka menaati pada hal itu maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan bagi mereka lima kali shalat dalam se hari semalam. Jika mereka menaati kepada hal itu maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka sedekah ( zakat ) harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka di kembalikan ( dibagikan ) kepada orang-orang fakir di antara mereka”. ( HR. Bukhari )

Selain dalil-dalil al-Qur’an dan Hadits ada juga hukum positif yang menjadi landasan hukum distribusi zakat, antara lain :

1. Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 yaitu BAB II pasal 9 ayat 1 dikemukakan secara eksplisit tentang tugas, wewenang dan tanggung jawab BAZ yang meliputi proses penghimpunan, distribusi dan pendayagunaan. 2. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat

Pasal 5 ayat 1, 2 dan 3 tentang tujuan pengelolaan zakat :

a. Meningkatnya pelayanan bagi masyararakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.

14


(27)

b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

c. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

Distribusi atau penyaluran zakat yang ditarik dari orang-orang kaya haruslah melihat skala prioritas. Skala prioritas disini maksudnya adalah mendahulukan orang yang paling membutuhkan, yaitu orang fakir miskin yang terdekat dengan muzakki, sesuai dengan QS. At-Taubah ayat 60, QS. Al-Baqarah ayat 177, QS. Al-Isra ayat 26 dan HR. Bukhari. Maka kita dapat mengacu pada ayat-ayat dan hadits diatas dalam pendistribusian zakat. Pada QS. Al-Baqarah 273 diatas juga dijelaskan tentang zakat konsumtif yang disalurkan kepada kaum fakir miskin.

C. Kriteria Mustahik Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat ditentukan dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60. Dari ayat tersebut sudah ditetapkan bahwa mustahik zakat dibagi menjadi delapan ashnaf, kedelapan golongan tersebut adalah :

1. Fakir

Orang fakir berarti orang yang sangat miskin dan hidupnya menderita, tidak memiliki apa-apa untuk hidup atau orang-orang yang sehat dan jujur tetapi tidak mempunyai pekerjaan sehingga tidak mempunyai penghasilan.15 Atau orang fakir adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan

15


(28)

yang mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, dia tidak memiliki suami, ayah ibu dan keturunan yang dapat membiayainya baik untuk membeli makanan, pakaian, maupun tempat tinggal. Misalnya kebutuhannya berjumlah 10 tetapi hanya mendapatkannya atau mencukupinya tidak lebih dari 3 sehingga meskipun dia sehat dan meminta-minta kepada orang untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggalnya serta pakaiannya, namun kebutuhannya belum tercukupi.

2. Miskin

Orang miskin adalah orang yang mempunyai mata pencaharian atau penghasilan tetap, tetapi penghasilannya belum mencukupi standar hidup bagi diri dan keluarganya. Orang miskin disebut juga orang yang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat dipakai untuk memenuhi hajat hidupnya. Seperti orang yang memerlukan 10, tetapi dia hanya mendapatkan 8 sehingga masih belum dianggap layak dari segi makanan, pakaian, dan tempat tinggalnya.

Orang fakir, menurut mazhab Syafi’i dan Hambali, lebih sengsara dibandingkan dengan orang miskin. Orang fakir ialah orang yang tidak memiliki harta benda dan tidak memiliki pekerjan atau dia memiliki sesuatu dan juga bekerja, tetapi penghasilannya tidak melebihi daripada setengah


(29)

keperluannya sendiri dan orang-orang yang berada dibawah tanggungjawabnya.16

Adapula yang mendefinisikan orang miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan atau mampu bekerja, tetapi penghasilannya hanya mampu memenuhi lebih dari sebagian kebutuhannya, tidak mencukupi seluruh hajat hidupnya. Yang dimaksudkan dengan cukup adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3. Amil

Mustahik zakat yang ketiga adalah pengelola zakat yang ditunjuk oleh kepala negara atau pemerintah setempat untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat. Kata pengelola mencakup semua pegawai seperti pengumpul, pekerja, pembagi, ditributor, penjaga, akuntan dan lain sebagainya yang mungkin ditunjuk untuk membantu pengumpulan, penyimpanan, distribusi dan administrasi dana zakat.

Para amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan, semua berhubungan dengan pengaturan soal zakat, yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam-macam zakat yang diwajibkan padanya, juga besar harta yang wajib dizakati. Kemudian mengetahui para mustahik zakat, berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka serta besar biaya yang

16

Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, alih bahasa oleh Agus Effendi dan Bahruddin Fannany, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya 1995), cet ke 1, h. 281


(30)

dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta stafnya.

Dalam bekerja memungut zakat, panitia ini disyaratkan harus memiliki sifat kejujuran dan menguasai hukum zakat, beragama Islam, mukallaf, memiliki sifat amanah, memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan bersungguh-sungguh.

4. Muallaf

Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain orang-orang yang lemah niatnya untuk masuk Islam, mereka diberikan bagian dari zakat agar niat mereka masuk Islam menjadi kuat dan kelompok ini diharapkan kecenderungan hati dan keyakinannya untuk beriman atau tetap beriman kepada Allah SWT, mencegah agar mereka tidak berbuat jahat bahkan diharapkan mereka akan membela atau menolong kaum muslimin sehingga orang-orang yang baru memeluk Islam yang mungkin kehilangan hartanya sangat terbantu untuk keperluan peningkatan keimanan dan kehidupannya. 5. Riqab

Riqab jamak dari raqabah, fir riqab artinya mengeluarkan zakat untuk memerdekakan budak sehingga terbebas dari dunia perbudakan.

Para budak yang dimaksud disini adalah para budak muslimin yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak memiliki


(31)

uang untuk membayar tebusan atas diri mereka, meskipun mereka telah bekerja keras membanting tulang mati-matian.17

Mereka tidak mungkin melepaskan diri dari orang yang tidak menginginkan kemerdekaannya kecuali telah membuat perjanjian. Jika ada seorang budak yang dibeli, uangnya tidak akan diberikan kepadanya melainkan kepada tuannya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada para budak itu agar memerdekakan diri mereka.

Cara membebaskan budak dapat dilakukan dengan dua hal :

a. Menolong budak yang telah ada perjanjian dan kesepakatan dengan tuannya, bahwa ia sanggup menghasilkan harta dengan nilai dan ukuran tertentu maka terbebaslah ia.

b. Seseorang dengan harta zakatnya atau seseorang bersam-sama dengan temannya membeli seorang budak kemudian ia membebaskannya.

6. Gharimin

Gharimin adalah orang yang terlibat dalam jeratan utang, utang itu dilakukan bukanlah karena mereka berbelanja yang berlebihan, membelanjakan untuk hal-hal yang diharamkan, melainkan karena kemiskinan mereka. Pengertian ini berkembang pada orang yang dinyatakan pailit dalam usahanya sehingga ia kesulitan memenuhi keperluan hidupnya disamping kewajiban hutang yang harus dibayar.

17


(32)

7. Fisabilillah

Fisabilillah adalah kelompok mustahik yang dikategorikan sebagai orang yang dalam segala usaha untuk kejayaan agama Islam, oleh karena itu

fisabilillah dapat diartikan pula sebagai usaha peorangan atau badan yang bertujuan untuk kejayaan agama atau kepentingan umum. Ungkapan

fisabilillah ini mempunyai cakupan yang sangat luas dan bentuk praktisnya hanya dapat ditentukan oleh kondisi kebiasaan dan kebutuhan waktu.

Kata tersebut dapat mencakup berbagai macam perbuatan seperti bantuan-bantuan yang diberikan untuk persiapan perang orang Islam untuk jihad, menyediakan kemudahan fasilitas pengobatan bagi yang sakit dan terluka, pendidikan bagi orang-orang yang tidak mampu membiayai pendidikan sendiri. Pendeknya, kata tersebut mencakup semua perbuatan yang penting dan berfaedah bagi umat Islam dan negara Islam.18

Diantara para ulama dahulu maupun sekarang, ada yang meluaskan arti sabilillah tidak hanya khusus pada jihad dan yang berhubungan dengannya, akan tetapi ditafsirkannya pada semua hal yang mencakup kemaslahatan,

takarrub dan perbuatan-perbuatan baik, sesuai dengan penerapan asal dari kalimat tersebut.

8. Ibnu Sabil

18


(33)

Orang yang sedang melakukan perjalanan adalah orang-orang yang bepergian (musafir) untuk melaksanakan suatu hal yang baik tidak termasuk maksiat. Dia diperkirakan tidak akan mencapai maksud dan tujuannya jika tidak dibantu, sesuatu yang termasuk perbuatan baik ini antara lain, ibadah haji, berperang dijalan Allah.19

Syarat-syarat ibnu sabil yang berhak menerima zakat adalah : a. Dalam keadaan membutuhkan

b. Perjalanannya bukan perjalanan maksiat

c. Pada saat membutuhkan tidak ada orang yang memberi pinjaman

D. Sumber Zakat dan Model Distribusi Zakat Produktif

1. Sumber Zakat

Al-Qur’an hanya menyebutkan apa yang wajib dikeluarkan zakatnya dengan kata-kata yang sangat umum yaitu harta benda atau kekayaan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 103.

Harta yang ada di dunia ini bermacam-macam jenisnya, namun demikian pada umumnya jenis-jenis kekayaan itu dapat diklasifikasikan. Kalau diperinci satu persatu, maka jenis harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya sebagai berikut :

19


(34)

a. Emas dan Perak

Adapun nisab emas dan perak para ulama berpendapat sama, yaitu 20

dinar atau 94 gram emas murni dan 200 dirham atau 672 gram perak murni. Sedangkan haulnya, masing-masing satu tahun. Mengenai kadar zakatnya baik emas maupun perak adalah dua setengah persen.20

b. Binatang Ternak

Jumhur ulama berpendapat bahwa jenis hewan yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah kambing, sapi atau kerbau dan unta.

Mengenai nisab dan kadar zakat dari binatang-binatang terasebut adalah :21 kambing atau biri-biri nisabnya adalah 40 ekor, 40 sampai 120 ekor, zakatnya 1 ekor kambing, 121 sampai 200 ekor, zakatnya 2 ekor kambing, 201 sampai 300 ekor, zakatnya 3 ekor kambing. Selanjutnya setiap pertambahan seratus ekor zakatnya ditambah 1 ekor kambing.

Adapun sapi atau kerbau nisabnya 30 ekor, 30 sampai 39 ekor, zakatnya 1 ekor sapi. Berumur setahun lebih, 40 sampai 59 ekor, zakatnya 1 ekor sapi berumur 2 tahun lebih, 60 sampai 69 ekor, zakatnya 2 ekor sapi berumur 2 tahun lebih. Selanjutnya setiap pertambahan 30 ekor, zakatnya 1 ekor sapi berumur 2 tahun lebih. Nisab unta, kendatipun dalam

20

Syauqi Ismail Syahhatih, Penerapan Zakat Dalam Dunia Modern, ( Jakarta : Pustaka Dian, 1987 ), h. 155

21


(35)

kitab-kitab Islam disebut secara terperinci, tidak dimuat disini, karena di Indonesia sampai saat ini tidak ada peternakan unta.

c. Tanam-tanaman dan Buah-buahan

Semua ulama sependapat bahwa padi, gandum, kurma dan anggur kering wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai nisabnya pada waktu memanen. Yang menjadi perbedaan pendapat diantara para ulama adalah jenis hasil pertanian diluar empat yang telah disebut. Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa zakat wajib atas segala makanan yang dimakan dan yang disimpan dari biji-bijian dan buah-buahan kering seperti gandum, jagung, padi dan sejenisnya.22 Adapun Ahmad berpendapat bahwa zakat wajib atas biji-bijian dan buah-buahan yang memiliki sifat ditimbang, tetap dan kering.

Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa semua hasil tanaman wajib dikeluarkan zakatnya. Ia tidak mensyaratkan hasil tanaman yang harus dizakati itu harus berupa makanan pokok, kering, bisa disimpan, bisa ditakar dan bisa dimakan. Oleh karena itu, menurut Abu Hanifah dan kawan-kawannya, tebu, kunyit, kapas, ketubar, buah jambu, mangga dan lain-lain baik basah maupun kering wajib dikeluarkan zakatnya.

22


(36)

Demikian pula sayur-sayuran seperti ketimun, labu, wortel, lobak dan lain-lain.23

Adapun kadar pungutan zakat dari tanam-tanaman adalah 10% apabila tanaman itu diairi atau disiram hanya dengan iar hujan. Dan jika disiram atau diairi dengan mempergunakan alat, maka kadar zakatnya adalah 5%. Bila suatu tanaman diairi dengan air hujan dan dengan mempergunakan alat dengan perbandingan yang sama, maka zakatnya adalah 7,5%.

d. Harta Perdagangan

Menurut jumhur ulama, harta perdagangan baru terkena kewajiban zakat apabila nisab dan haulnya telah tercapai. Dasar kewajiban tersebut telah juga disandarkan kepada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 267.

Pengeluaran zakat perdagangan dilakukan apabila sudah mencapai satu tahun sesudah tutup buku dan mencapai satu nisab, yaitu 85 gram emas murni, dan kadar pungutan zakatnya adalah 2,5%. Perhitungan yang sama juga berlaku terhadap harta benda lancar yang terdiri dari uang kertas, uang di bank, surat-surat berharga. Setelah dikurangi hutang-hutang dan nafkah keluarga apabila tidak ada sumber ekonomi lain. Bagi harta benda tetap seperti tanah dan gedung, dan harta benda setengah seperti mobil dan meubel dikenakan zakat dari harga beli atau buat.

e. Harta Perusahaan

23


(37)

Harta perusahaan yaitu harta benda yang tidak diperdagangkan, tetapi dikembangkan dengan jalan mempersewakan atau menjual hasil produksinya, dengan kata lain harta bendanya tetap, tetapi manfaatnya berkembang.24 Yang termasuk dalam jenis ini antara lain hotel, perusahaan penerbangan, perkapalan, pengangkutan, penyewaan rumah, penyewaan tanah dan pabrik-pabrik.

Mengenai bagaimana dan bila zakat dipungut, sebagian ulama mengkiaskan harta perusahaan kepada zakat tanam-tanaman, karena perusahaan pada umumnya adalah usaha dengan menyewakan harta yang barangnya masih atau dengan mengambil hasil produksinya, sedangkan harta bendanya masih tetap.25

2. Model-model distribusi zakat produktif

Beberapa tahun belakangan ini para pakar mulai memunculkan gagasan baru mengenai pengelolaan dana zakat berupa zakat produktif. Gagasan tersebut dianggap cukup efisien guna mengentaskan kemiskinan melalui dana zakat, meskipun secara hukum Islam (Syari’ah) hal tersebut masih perlu waktu untuk dibahas lebih lanjut lagi. Dari hal diatas dapat dikemukakan

24

Dasril, Upaya BAZIS DKI Jakarta Mengatasi Kemiskinan di Jakarta Pusat, Disertasi, ( Jakarta : Perpustakaan IAIN, 2000 ),.h. 52

25


(38)

bahwa pemanfaatan alokasi dana zakat selama ini dapat digolongkan kedalam empat kategori, yaitu :

a. Bersifat konsumtif tradisional, yaitu zakat langsung di manfaatkan oleh yang bersangkutan sebagaimana zakat fitrah.

b. Zakat konsumtif kreatif, yaitu diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula seperti beasiswa.

c. Zakat produktif tradisional, yakni zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif seperti kambing, sapi, mesin jahit, dan lain-lain. d. Zakat produktif kreatif, yakni pendayagunaan zakat yang diwujudkan

dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan, baik untuk membangun suatu proyek sosial maupun untuk menambah modal seorang pedagang atau pengusaha kecil.26

Dari keempat poin di atas diharapkan arah dan kebijaksanaan pendayagunaan zakat dapat berhasil sesuai dengan sasaran yang dituju. Adapun yang dimaksud arah dan kebijaksanaan pendayagunaan zakat adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha pemerintah dalam rangka memanfaatkan hasil-hasil pengumpulan zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas sesuai dengan cita dan rasa syara’, secara tepat guna, efektif manfaatnya dengan sistem distribusi yang serba guna dan

26


(39)

produktif sesuai dengan pesan dan kesan syari’at serta tujuan sosial ekonomis dari zakat.

Beberapa ulama modern dan ilmuwan telah mencoba menginterpretasikan pendayagunaan zakat dalam perspektif yang lebih luas mencakup edukatif, produktif dan ekonomis. Dalam kehidupan sosial sekarang, pendayagunaan atau distribusi zakat untuk penduduk miskin harus mencakup :

1. Pembangunan prasarana dan sarana pertanian sebagai tumpuan kesejahteraan ekonomi rakyat, dalam pengertian yang luas;

2. Pembanguan sektor industri yang secara langsung berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak;

3. Penyelenggaraan sentra-sentra pendidikan keterampilan dan kejuruan untuk mengatasi pengangguran;

4. Pemberian modal usaha kepada mustahik sebagai langkah awal mendirikan usaha;

5. Jaminan hidup orang-orang invalid, jompo, yatim piatu, dan orang-orang yang tidak punya pekerjaan;

6. Pengadaan sarana dan prasarana kesehatan bagi setiap warga atau rakyat yang membutuhkan; dan

7. Pengadaan saran dan prasarana yang erat hubungannya dengan usaha mensejahterakan rakyat lapisan bawah.


(40)

Zakat merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tak mampu menolong dirinya sendiri meskipun dengan semua skema jaminan sosial di atas, sehingga kemelaratan dan kemiskinan dapat terhapuskan dari masyarakat Muslim.27Oleh karena itu zakat dapat menjadi instrumen sebagai kesejahteraan mustahik.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kesejahteraan adalah keamanan, keselamatan, ketentraman, dan kesenangan hidup.28 Sedangkan mustahik adalah orang yang patut menerima zakat.29 Jadi kesejahteraan mustahik berarti ketentraman dan kesenangan hidup yang diterima oleh orang yang berhak menerima zakat baik itu ketentraman dan kesenangan hidup secara lahir ataupun batin.

Menurut al-Ghazali, kesejahteraan dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yaitu :

11.Agama.

12.Hidup atau jiwa

13.Keluarga atau keturunan 14.Harta atau kekayaan, dan

27

Umer Chapra, The Futture of Economics: An Islamic Perspective, terj. Amdiar Amir. dkk, ( Jakarta : Shari’ah Economics and Banking Institute, 2001 ), h. 317

28

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus…h. 794

29


(41)

15.Intelek atau akal30

30


(42)

BAB III

GAMBARAN UMUM BAZ KOTA BEKASI

A. Profil Badan Amil Zakat Kota Bekasi

1. Sejarah Berdirinya BAZ kota Bekasi

Dalam laporan Bank Dunia 2000/2001 yang berjudul Attacking Poverty

menyebutkan bahwa pada tahun 1996 jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan besarnya 11,3%. Kemudian, jumlah tersebut terus meningkat, yaitu sebesar 20,3% (1998) dan 66,1% atau 136,8 juta jiwa (1999). Angka tersebut diperoleh dengan mengukur daya beli penduduk Indonesia melalui rumus Purchasing Power Parity (PPP) dengan menggunakan mata uang standar Dollar Amerika Serikat (US$). Dalam perhitungan tersebut, Bank Dunia juga memilah kategori miskin itu menjadi dua kelompok, yaitu: (1) penduduk miskin yang berpenghasilan di bawah US$ 2 dan (2) penduduk miskin yang berpenghasilan US$ 1. di Indonesia penduduk termiskin yang penghasilannya di bawah Rp. 8.000 per hari (asumsi kurs Rp. 8.000/US$1) mencapai 15,2% atau sekitar 31,5 juta orang dari 137 juta jiwa penduduk miskin.31 Akan tetapi menurut Biro Pusat Statistik (BPS)

31


(43)

yang menggunakan konversi jumlah kalori sebagai tolok ukur kemiskinan bahwa diperkirakan di Indonesia terdapat 10,9 juta jiwa (2005).32

Di samping itu juga menurut Sayyid Agil al-Munawwar, potensi zakat di Indonesia minimal sebesar Rp. 7,5 trilyun per tahun.33 Belum lagi jika ditambah infak, sedekah serta wakaf, maka akan diperoleh angka yang cukup bombastis. Angka-angka di atas barulah potensi, belum menjadi kenyataan. Kenyataannya, saat ini baru terkumpul kurang lebih Rp. 150 milyar per tahun (ini menurut data pengumpulan dana zakat oleh lembaga, baik BAZ maupun LAZ). Sangat ironis memang, mengingat potensi zakat yang dimiliki Indonesia yang sangat besar sekali sementara jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai separuh lebih dari total 238,452,952.34

Pada tahun-tahun sebelum dibentuknya organisasi BAZ dan disusunnya Peraturan Daerah mengenai zakat oleh Pemerintah Daerah, kegiatan pemungutan zakat yang dilakukan oleh BAZIS (pada waktu itu) hanya mencapai sedikit sekali dari jumlah potensi zakat, dikarenakan pengeluaran zakat muzakki hanya berlangsung satu kali saja dalam setahun, yang tepatnya hanya dikeluarkan pada bulan Ramadhan saja. Ini merupakan salah satu bukti

32

Kolom Telaah , Special Edition Magazine ; Ramadhan, Dompet Dhuafa Republika, 1426 H, h. 7

33

Zaim Saidi, Membangun dengan Sedekah, Tempo 25 Agustus 2002

34


(44)

nyata bahwa begitu rendahnya pemahaman sebagian besar masyarakat akan permasalahan zakat ini .

Oleh karena itu pada tanggal 10 Desember 2004 dibentuklah sebuah organisasi yang secara khusus menangani permasalahan zakat yaitu Badan Amil Zakat Infak dan Shodaqah (BAZIS) yang berada dibawah naungan Departemen Agama. Pendirian ini berdasarkan Surat Keputusan dari WaliKota Bekasi nomor 451 tahun 2004 tentang pembentukkan dan penataan susunan organisasi BAZIS. Meskipun dalam perkembangannya nama BAZIS ini pun diganti dengan nama Badan Amil Zakat (BAZ) sesuai dengan surat edaran dan keputusan Gubernur Jawa Barat.

Pembentukan organisasi yang mempunyai tanggung jawab atas semua kegiatan pemungutan dan pengelolaan zakat di Kota Bekasi ini diusulkan oleh masyarakat Bekasi yang tergabung di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, organisasi kemasyarakatan Islam dan para cendekiawan Muslim dan didukung oleh Walikota Bekasi.

Dalam perkembangannya, lembaga zakat di Kota Bekasi terus mengalami perkembangan meskipun masih banyak terdapat kendala yang dihadapi BAZ dalam mengoptimalkan pengelolaan zakat. Namun adanya organisasi BAZ yang secara resmi dibentuk oleh Walikota Bekasi dan diaturnya zakat dalam Peraturan Daerah menjadi satu langkah besar bagi organisasi BAZ yang salah satunya adalah, bertambahnya jumlah pendapatan BAZ per tahun. Pada mulanya pengambilan zakat dari muzakki itu hanya satu


(45)

tahun sekali yakni di bulan Ramadhan saja. Berbeda dengan tahun-tahun berikutnya di mana zakat dapat dikumpulkan dari muzakki itu setiap bulan.

Sejak berdirinya BAZ, sekitar 60 persen PNS DEPAG membayarkan zakatnya melalui BAZ. Dan masih sekitar 30 persen dari total PNS Pemda yang membayar dana zakat melalui BAZ. Untuk mengatasi hal ini, BAZ pun merubah pendekatan penghimpunan zakatnya dari pasif menjadi aktif. Caranya dengan mengoptimalkan sosialisasi sadar zakat serta meningkatkan SDM dalam memahami kegunaan dan manfaat zakat.

2. Visi dan Misi a. Visi

Mensyi’arkan Islam dan menjadikan BAZ yang syar’i, prosedural, profesional dan sinergi dalam rangka menuju ahli dzikir, ahli pikir dan ahli

ikhtiar serta meningkat ruhul jihad dalam memerangi kemiskinan. b. Misi

Mensejahterakan masyarakat fakir miskin dan memadukan potensi zakat, infak, sedekah, hibbah, wasiat, waris dan kafarat menjadi kekuatan besar dalam strategi pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi produktif yang berkelanjutan, bantuan sarana keagamaan dan bantuan langsung, sehingga terwujud manusia paripurna dalam masyarakat sejahtera lahir dan batin.


(46)

3. Struktur Organisasi

Dalam BAZ Kota Bekasi, para pengurus terdiri atas unsur ulama dan PNS dari DEPAG yang profesional dalam mengelola dan mendistribusikan zakat. Sedangkan di dalam susunan organisasinya terdapat 3 (tiga) bagian pokok, yaitu :

a. Komisi Pengawasan, yang dijabati oleh seorang ketua. Komisi ini mempunyai tugas pokok dalam mengawasi seluruh kegiatan pengelolaan dan pemberdayaan zakat yang dilaksanakan oleh Badan pelaksana Badan Amil Zakat.

b. Badan Pelaksana, yang terdiri dari seorang Ketua Umum dan dibantu oleh dua orang ketua., seorang sekretaris dan wakilnya, seorang bendahara umum, seksi pengumpulan, seksi pendayagunaan, seksi pendistribusian dan seksi pengembangan. Badan Pelaksanan ini mempunyai tugas pokok meliputi pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pengembangan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan fungsi, sebagai berikut :

1) Penyusunan rencana dan program kerja Badan Pelaksana BAZ;

2) Pengumpulan, pengolahan dan pengkajian data meliputi data muzakki dan mutahik melalui sistem informasi, komunikasi dan edukasi pengelolaan zakat;

3) Penetapan strategi kebijakan sesuai ketentuan pengelolaan zakat; 4) Perhitungan dan penetapan zakat;


(47)

5) Pelaksanaan pengumpulan zakat, infak, sedekah, kifarat dan hibah; 6) Pelaksanaan penyaluran zakat, infak, sedekah, kifarat dan hibah

kepada mustahiknya;

7) Pendayagunaan dan pemanfaatan zakat; 8) Penelitian dan pengembangan potensi zakat;

9) Memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam menunaikan zakat; 10)Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di bidang pengelolaan zakat

meliputi pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat, pemberdayaan ekonomi umat ke arah usaha produktif serta peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola BAZ;

11)Penyelenggaraan kegiatan MUSDA atau RAKERDA

c. Dewan Pertimbangan, yang dijabati oleh seorang ketua umum. Dewan ini mempunyai tugas pokok yaitu, memberikan saran, pendapat dan nasehat yang menyangkut kebijakan operasional dan ketetapan Syari’at Islam kepada Badan Pelaksana BAZ baik diminta ataupun tidak.


(48)

Dibawah ini adalah struktur organisasi BAZ Kota Bekasi : STRUKTUR ORGANISASI BAZ KOTA BEKASI

KETUA UMUM

KETUA I KAKANDEPAG KEPALA BAWASDA

KOTA BEKASI

DEWAN PERTIMBANGAN

BENDAHARA SEKRETARIS

WAKIL KETUA II KABAG KESSOS

WAKIL SEKRETARIS

SEKSI-SEKSI KOMISI

PENGAWAS

SEKSI PENGUMPULA

SEKSI PENDAYAGUNAA

N

SEKSI PENGEMBANG SEKSI


(49)

Berikut ini adalah susunan pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bekasi periode 2004-2008 :

a. Dewan Pengawas : Kepala BAWASDA Kota Bekasi b. Badan Pelaksana

Ketua Umum : KH. Husein Abbas

Ketua I : KAKANDEPAG

Ketua II : KABAG KESSOS Sekretaris : Drs. H. Abdul Syakur Wakil Sekretaris : H.U. Fachrudin Bendahara : Bayu Prayitno, SE

Seksi Pengumpulan : 1) Ir. H. Siswadi, MBA

2) KASUBBAG T.U. KANDEPAG 3) KA Dinas DIKBUD

4) KH. Syaiful Anwar Yaqin

Seksi Pendayagunaan : 1) KASI Pekapontren dan Penamas Kandepag 2) H. Zarkasy. S.Ag

3) Ade Solihin S.Ag

Seksi Pendistribusian : 1) KASI MAPENDA KANDEPAG

2) KASUBBAG KESRA Bagian KESSOS 3) H. Haerudin Ahmad


(50)

Seksi Pengembangan : 1) KASI URAIS KANDEPPAG 2) Ahmad Dede ZM, S.Ag 3) Acep Mulyadi. MA 4) H.M. Misbah Choir 5) KH. Nurdin A.R

c. Dewan Pertimbangan : Sekretaris Daerah Kota Bekasi

B. Sistem Pengelolaan Zakat

Pengelolaan merupakan satu kesatuan dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendayagunaan dan pendistribusian zakat. Distribusi dalam ekonomi sering diterjemahkan sebagai proses penyimpanan dan penyaluran produk ke pelanggan,35 begitu juga dalam dunia zakat distribusi merupakan suatu proses penyimpanan dan penyaluran zakat ke mustahik dalam bentuk uang tunai atau pun juga dalam bentuk program-program pengembangan diri mustahik.

Dalam sistem pengelolaan dana zakat, BAZ Kota Bekasi mempunyai beberapa sistem yang profesional dan modern yang akan diterapkan, antara lain :

35

Christopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994), h. 162


(51)

1. Mempunyai badan pengawasan, badan pertimbangan dan badan pelaksana. Badan pengawas dan pertimbangan sebagai institusi yang independen untuk mengontrol kinerja BAZ.

2. Mempunyai tenaga pengelola yang profesional dan manajemen yang baik, disamping mereka itu jujur dan dipercaya. Sehingga para wajib zakat merasa yakin bahwa zakat hartanya disalurkan pada mustahik.

Berikut ini beberapa sifat yang harus dimilki oleh para petugas atau pengelola zakat, yang berada di Badan Pengawasan, Badan Pertimbangan dan Badan Pelaksana :

a) Mempunyai rasa tanggung jawab dan berhati-hati dalam bertindak. b) Jujur, sebab jujur membawa kebajikan.

c) Menjaga amanat yang dipercayakan kepadanya.

d) Adil, segala tindakannya tanpa didasari kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

e) Tidak berbuat dosa dan menghindari suap menyuap. Oleh karena itu seorang petugas zakat tidak boleh menerima pemberian apapun dari pihak manapun selain gajinya sebagai petugas zakat, apalagi dengan sengaja mengkorupsinya.

f) Bekerja dengan profesional sesuai dengan bidangnya.

3. Mempunyai sifat transparansi, maksudnya dalam penerimaan dan penyalurannya dapat diketahui dengan jelas oleh para wajib zakat dan masyarakat luas.


(52)

4. Menerapkan sistem birokrasi yang Islami, birokrasi Islami maksudnya birokrasi yang tidak menyulitkan, sebab agama Islam itu mempunyai prinsip tidak menyulitkan penganutnya.

5. Mempunyai sarana yang modern seperti komputer, ruangan yang ber AC dan petugas yang ramah, penataan ruangan yang bersih dan indah. Dengan menerapkan sistem komputerisasi dalam pengelolaan zakat, maka akan mempermudah dalam pelayanan, baik bagi para wajib zakat maupun para mustahik.

6. Mempunyai tenaga ahli yang berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga lembaga zakat itu benar-benar ditangani secara profesional. Dengan demikian, harus diadakan pelatihan-pelatihan bagi para pengelola atau petugas zakat dari tingkat nasional sampai daerah, baik dari segi manajemen, organisasi maupun moralnya.

7. Mempunyai TIM yang terjun ke bawah, maksudnya ada petugas yang melihat langsung di lokasi calon penerima dana zakat untuk menentukan layak tidaknya menerima zakat ( studi kelayakan ).

8. Mempunyai program yang jelas dan terarah. Lembaga zakat yang modern harus mempunyai program yang jelas dan terarah serta menetapkan standarisasi fakir miskin yang berlaku untuk orang Indonesia baik yang yang


(53)

ada di desa maupun di kota, sebab tidak sama ukuran fakir miskin di berbagai negara.36

C. Program dan Langkah Strategis BAZ Kota Bekasi

1. Program Yang Dikembangkan BAZ Kota Bekasi

Islam memandang bahwa antara masyarakat dengan individu adalah saling berkaitan dan saling membutuhkan. Individu merupakan anggota yang tak bisa dipisahkan dari masyarakat keseluruhannya. Atas dasar pemikiran itu, maka tiap-tiap individu itu mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap perkembangan, kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Masih timpangnya antara besaran potensi zakat yang terdapat di kota Bekasi, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam menunaikan zakat masih sangat kurang, begitu juga dengan sebagian para tokoh agama di mana mereka masih belum memahami tentang konsep fikih zakat kontemporer. Banyak di antara mereka (muzakki) yang mendistribusikan langsung ke mustahik dengan tidak melalui BAZ. Ini menjadi masalah tersendiri bagi BAZ Kota Bekasi, karena dengan minimnya dana yang terhimpun maka akan sangat terbatas pula program yang akan dikembangkan oleh BAZ sehingga pihak BAZ harus sangat ”bijak” sekali dalam mengeluarkan dan mendisttribusikan dana zakat kepada mustahik.

36

Abdurrahim, dan KH. Mubarak, Zakat Dan Peranannya Dalam Pembangunan Bangsa Serta Kemaslahatannya Bagi Umat, (Bogor : CV. Surya Handayani Pratama 2002), Cet I, h. 83


(54)

Oleh karena itu, BAZ Kota Bekasi selaku lembaga yang sah dalam pengelola dan penyalur zakat mempunyai program-program yang akan dukembangkan dalam usaha pencapaian yaitu meningkatkan kesejahteraan mustahik.

Program-program yang dikembangkan oleh BAZ Kota Bekasi sebagai berikut :

a. Upaya pemahaman kepada masyarakat sekitar tentang pentingnya potensi dan manfaat zakat. Juga mengupayakan masyarakat yang mampu (muzakki) dalam menunaikan zakat. Dalam hal ini BAZ menyiapkan SDM yang kompeten dan paham serta terlatih dalam mensosialisasikan tentang zakat.

b. Dalam mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat harus sesuai dengan amanat MUSDA atau RAKERDA, dan pengurus harus melaksanakan apa yang telah digariskan oleh MUSDA atau RAKERDA.

c. Program pengentasan 30 % dari sekitar 2 juta (kurang lebih 600.000) masyarakat Bekasi yang mustahik, fakir dan miskin untuk menjadikannya seorang muzakki.37

Melihat kondisi sosial masyarakat Bekasi, program-program di atas ini merupakan langkah atau strategi yang dirasa akan sangat mendukung dalam

37


(55)

usaha pencapaian tujuan pengelolaan dan pendistribusian dana zakat oleh BAZ Kota Bekasi.

Strategi ini saling membutuhkan satu sama lainnya, dengan kata lain BAZ tidak akan berjalan dengan tidak adanya dana yang bisa dikelola, proses peningkatan sadar zakat tidak akan berhasil tanpa ada program sosialisasi yang dibantu pihak lain seperti para ulama, da’i, guru dan lain-lain. Begitu juga tanpa SDM zakat (amilin) yang profesional dan terpercaya, semua tujuan mulia itu tidak akan tercapai.

2. Langkah Strategis

Selain program-program yang dikembangkan, BAZ Kota Bekasi juga memiliki langkah atau rencana strategis dalam distribusi zakat. Langkah-langkahnya sebagai berikut :

a. Pemberdayaan ekonomi umat ; memberikan modal dan bimbingan manajemen kepada kelompok-kelompok masyarakat lemah agar mereka dapat memiliki sumber penghasilan yang layak.

b. Peningkatan kualitas dan pengembangan manusia (human development) :

Peningkatan kualitas institusi pendidikan yaitu memperbaiki sistem pengajaran dan kualitas pengajar di institusi-institusi yang berorientasi pada pembinaan masyarakat lemah.

Pendidikan dan pelatihan, yaitu memberikan keterampilan kepada masyarakat lemah.


(56)

c. Tersedianya modal atau dana sosial abadi dalam jumlah besar sebagai kekuatan finansial umat.

d. Pembinaan masyarakat tidak hanya memerlukan hal-hal yang bersifat materi saja, tetapi mereka juga harus dibimbing agar kehidupannya bisa seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani.

e. Terbangunnya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berkualitas dan terjangkau.

f. Penyantunan anak-anak yatim piatu dan terlantar yang ditampung di panti-panti asuhan baik yang dikelola langsung oleh BAZ ataupun tidak.

g. Pengentasan kaum dhuafa (lemah) dan tertindas, fakir dan miskin. h. Distribusi hewan kurban yang diutamakan kepada daerah-daerah yang


(57)

BAB IV

ANALISA DISTRIBUSI ZAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIK

A. Peranan BAZ Kota Bekasi Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik

Ibadah zakat adalah ibadah yang merupakan perintah Allah yang berkaitan erat dengan harta benda. Kita yakin bahwa setiap perintah Allah itu dilaksanakan, pasti akan membawa dampak positif atau maslahat bagi orang yang melaksanakannya dan orang yang menerimanya serta lingkungan umatnya.38 Dengan zakat ini kiranya dapat mengurangi kaum fakir, miskin serta mustahik yang terdapat di setiap desa atau bahkan di kota sekalipun. Dan melalui zakat pula diyakini umat Islam akan menjadi kuat baik secara materi ekonomi ataupun mental. Agar zakat dapat memainkan perannya secara berarti, sejumlah ilmuwan menyarankan bahwa zakat ini seharusnya menjadi suplemen pendapatan hanya bagi orang-orang yang tidak mampu menghasilkan pendapatan yang cukup melalui usaha-usahanya sendiri.39

Jika dilihat dari segi penerimaannya, zakat memiliki misi, yaitu meningkatkan kesejahteraan umat Islam sehingga terpenuhinya kebutuhan hidup manusia, baik

38

Abdurrahim, dan KH. Mubarak, Zakat Dan Peranannya Dalam Pembangunan Bangsa Serta Kemaslahatannya Bagi Umat (Bogor : CV. Surya Handayani Pratama 2002), Cet I, h. 119

39

Umer, Chapra, The Future Of Economics : An Islamic Perspective, terj. Amdiar Amir. dkk, ( Jakarta : Shari’ah Economics and Banking Institute, 2001 ), h. 334


(58)

secara primer maupun sekunder. Untuk terciptanya kesejahteraan itu maka yang lebih dahulu dibangun adalah sikap mentalnya agar bermental produktif yang mempunyai sumber dana untuk mengembangkan kebutuhan hidup.40

Disamping untuk mendidik sifat dermawan, zakat juga merupakan salah satu wujud syukur atas harta yang dianugerahkan Allah kepada kita selaku umatnya, dan juga sebagai bahan pembelajaran agar kita bisa melakukan sedikit pengorbanan kepada orang-orang yang tidak mampu dengan cara mengeluarkan zakat.

“Tidak ada perubahan dan gerak maju yang lahir tanpa pengorbanan. Demikian pula tak pernah ada perubahan tanpa daya nalar memadai untuk menggerakannya. Tapi, kecuali itu, masih diperlukan sekelompok manusia bening yang mampu menyemangati semua gerakan itu menjadi sebuah bola salju perubahan yang sarat makna,” ungkap Rahmad Riyadi selaku Presiden Dompet Dhuafa Republika di salah satu kolom majalah Dompet Dhuafa Republika edisi spesial Ramadhan.41

Demikian pula dalam menjalankan sebuah Badan Amil Zakat yang merupakan sebuah institusi resmi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa pemerintah dan masyarakat diperlukan sekali 3 (tiga) elemen yang saling berkesinambungan seperti diungkapkan di atas.

40

Ibid, h. 120

41

Rahmat Riyadi, Tanggung Jawab tidak Ringan, Kolom Telaah : Special Edition Magazine Ramadhan Dompet Dhuafa Republika, 1426 H


(59)

Oleh karena itu, BAZ menjalankan perannya melalui :

1. Memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat terutama masyarakat yang mampu membayar zakat (muzakki) tentang pentingnya potensi zakat, infak dan sedekah. Agar masyarakat tahu bahwa besaran potensi ZIS dapat membantu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.

2. Memberikan bantuan modal atau dana bergulir kepada mustahik dan pedagang-pedagang kecil dengan tidak memakai bunga, sekaligus memberikan pengarahan-pengarahan.

3. Memberikan bantuan sandang pangan melalui uang atau zakat yang telah terkumpul oleh BAZ.

4. Memberikan bantuan biaya sekolah kepada yang tidak mampu dan memberikan program beasiswa bagi siswa yang berprestasi.

5. Membantu orang-orang sekitar karena kehilangan barang uang, membantu orang yang akan pulang kampung yang tidak mempunyai ongkos pulang dan lain-lain. Akan tetapi dalam kasus seperti ini pihak BAZ hanya bisa membantu ala kadarnya saja.42

B. Mekanisme Distribusi Zakat Di Kota Bekasi

Berbicara tentang filantropi atau kedermawanan, sesungguhnya hal itu sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Banyak kegiatan memberi pada orang lain

42


(60)

dengan ikhlas yang dapat dikategorikan sebagai filantropi. Baik itu berupa barang, tenaga dan kerelawanan, semuanya merupakan bagian dari kedermawanan. Sebelum BAZ melakukan pendistribusian zakat, maka BAZ terlebih dahulu melakukan pengumpulan zakat dari para muzakki agar bisa tahu besarnya potensi zakat yang akan didistribusikan.

Menurut data pada BAZ Kota Bekasi, pemasukan zakat ke dalam kas pada tahun ini mencapai Rp. 240.745.000,00, dalam pencapaian ini BAZ Kota Bekasi sudah melakukannya dengan maksimal.

Badan Amil Zakat Kota Bekasi mempunyai beberapa mekanisme dalam distribusi zakat, yaitu :

1. Sebelum mendistribusikan zakat, seluruh pengurus BAZ melakukan musyawarah terlebih dahulu atau yang disebut juga dengan MUSDA atau RAKERDA.

2. Dana zakat didistribusikan langsung kepada 8 ashnaf kecuali riqab, baik itu untuk yang bersifat konsumsi ataupun bersifat produktif (untuk modal usaha). 3. Biasanya zakat didistribusikan 3 termin dalam setahun, yaitu :

a. Pada akhir bulan Ramadhan, BAZ memberikan kepada 10% mustahik sebesar 33 %.

b. Awal bulan Muharram, BAZ memberikan kepada 10 % mustahik sebesar 33 %.

c. Pertengahan bulan Rabi’ul Awal, BAZ memberikan kepada 10 % mustahik sebesar 34 %.


(61)

Mekanisme ini untuk memberikan tenggang waktu kepada BAZ dalam mengumpulkan besaran potensi zakat dan juga untuk mencari orang-orang yang berhak menerima zakat atau mustahik. Sehingga BAZ dapat mengelola dana zakat dengan baik.

Dalam distribusi zakat, ada 8 (delapan) ashnaf yang berhak menerima zakat, akan tetapi pada tahap aplikasinya zakat disalurkan kepada 7 (tujuh) ashnaf

karena riqab tidak terdapat di Kota Bekasi. Kelompok mustahik ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu :43

1. Kelompok Permanen

Yang termasuk kelompok ini adalah fakir, miskin, amilin, dan muallaf. Permanen dalam hal ini adalah bahwa 4 (empat) golongan mustahik ini diasumsikan akan selalu ada di wilayah kerja organisasi pengelola zakat. Oleh karena itu, penyaluran zakat kepada mereka akan terus menerus atau dalam waktu yang lama walaupun secara individu penerima berganti-ganti.

2. Kelompok Temporer

Sedangkan yang termasuk dalam kelompok temporer ini adalah gharimin, fisabilillah dan ibnu sabil. Temporer dalam hal ini adalah bahwa 3 (tiga) golongan mustahik ini diasumsikan tidak selalu ada di wilayah kerja organisasi pengelola zakat. Kalaupun ada, distribusi zakat kepada mereka tidak akan terus menerus dan tidak akan dalam waktu panjang sesuai dengan

43

Hertanto Widodo, Teten Kustiawan, Akuntansi dan Manajemen Keuangan Untuk Organisasi Pengelola Zakat, ( Ciputat, Institut Manajemen Zakat, 2001 ), h. 82-83


(62)

sifat permasalahan yang melekat pada 3 golongan ini. Untuk riqab, mustahik ini tidak dicantumkan ke dalam golongan temporer karena di Indonesia tidak terdapat kasus perbudakan.

C. Analisis Dasar Hukum Distribusi Zakat di BAZ Kota Bekasi

Konsep penghimpunan, distribusi dan pendayagunaan zakat yang telah dilakukan BAZ Kota Bekasi memang telah sesuai dengan konsep Islam yang berdasarkan pada QS at-Taubah ayat 60, al-Baqarah ayat 177 dan 273, al-Israa ayat 26 dan hadits Rasulullah SAW, yaitu menyalurkan kepada mustahik baik distribusi zakat yang bersifat konsumtif maupun produktif. Jadi esensi distribusi zakat yang telah dilakukan oleh BAZ Kota Bekasi sama sekali tidak menyimpang dan sesuai dengan syari’at.

Dari isi Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat pasal 5 ayat 1, 2 dan 3 tentang tujuan pengelolaan zakat dapat kita lihat bahwa tujuan dari pengelolaan zakat untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai syari’at. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata untuk meningkatkan kesejahteraan mustahik serta meningkatkan hasil dan daya guna, BAZ Kota Bekasi memang mempunyai final goal untuk mencapai kesejahteraan mustahik secara umum di Kota Bekasi dengan tentu harus melalui usaha meningkatkan hasil dan daya guna zakat itu sendiri.

Menurut Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 581 tahun 1999 tentang


(63)

pelaksanaan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 yaitu BAB II pasal 9 ayat 1 dikemukakan secara eksplisit tentang tugas, wewenang dan tanggung jawab BAZ yang meliputi proses penghimpunan, distribusi dan pendayagunaan.

Setelah dipahami isi dan esensi dari program distribusi zakat yang dijalankan BAZ Kota Bekasi yakni upaya meningkatkan kesejahteraan mustahik dapat dikatakan bahwa program ini tidak menyimpang dari tujuan awal adanya zakat, baik dari konsep perundang-undangan maupun dalam konsep Islam.

D. Analisa Distribusi Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik

Dalam mengukur sebuah pengaruh, penulis hanya menggunakan cara yang sangat sederhana yaitu dengan melihat data-data mustahik yang telah menerima bantuan zakat dari BAZ dan melihat kondisi atau pendapatan para mustahik setelah mendapatkan bantuan zakat. Setelah melihat data-data yang ada lalu penulis mencoba menganalisa data sesuai dengan kondisi mustahik.

Data-data mustahik yang diberi bantuan zakat oleh BAZ Kota Bekasi Kondisi Ekonomi Setelah

Mendapat Bantuan Zakat Dari BAZ

No. Nama

Tetap Membaik Maju

Ket

1 Opik Rahman 2 Rahayu 3 Onih

4 Idam Kurniawan 5 Sodikin

6 Mulyono 7 Asep Hidayat 8 Abdullah


(64)

9 Dadan Himawan 10 Aep Saepuloh 11 Soleh

12 Muhammad Barki 13 Joko

14 Sri Ningsih 15 Yeni 16 Sudrajat 17 Maman 18 Saepul 19 Bahrul 20 Parmin 21 Ajeng

22 Nani Maryani 23 Jono Prioko 24 Muladi

25 Dedi Handoko

Dari data di atas, hampir semua kondisi ekonomi mustahik setelah mendapat bantuan zakat produktif dari BAZ membaik bahkan ada 6 mustahik yang mengalami kemajuan dan hanya 4 orang saja yang kondisi ekonominya tetap. Jadi, distribusi zakat yang diberikan oleh BAZ kepada 25 mustahik bisa dikatakan mempengaruhi kesejahteraan mustahik.

Akan tetapi dalam hal ini penulis mencoba memahami dan menganalisa distribusi zakat di BAZ Kota Bekasi, antara lain :

1. Distribusi zakat yang diberikan oleh BAZ Kota Bekasi dapat mempengaruhi kesejahteraan mustahik walaupun kurang maksimal.

2. Bantuan zakat yang diberikan oleh BAZ tidak banyak sehingga peluang maju untuk mustahik kurang maksimal.


(65)

3. Latar belakang pendidikan para mustahik yang kurang sehingga pengaruh bantuan zakat kurang signifikan.

4. Sejauh ini pengurus BAZ Kota Bekasi sudah cukup baik dalam memberikan pengarahan-pengarahan kepada mustahik.

5. Kurang optimalnya upaya “monitoring” dari BAZ terhadap mustahik yang menerima zakat produktif (dana bergulir), karena masih ada mustahik yang kondisi kesejahteraannya masih tetap.


(66)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Peran BAZ kota Bekasi :

a. Memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat terutama masyarakat yang mampu membayar zakat (muzakki) tentang pentingnya potensi zakat, infak dan shadaqah. Agar masyarakat tahu bahwa besaran potensi ZIS dapat membantu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.

b. Memberikan bantuan modal atau dana bergulir kepada mustahik dan pedagang-pedagang kecil dengan tidak memakai bunga, sekaligus memberikan pengarahan-pengarahan.

c. Memberikan bantuan pangan melalui uang atau zakat yang telah terkumpul oleh BAZ.

d. Memberikan bantuan biaya sekolah kepada yang tidak mampu dan memberikan program beasiswa bagi siswa yang berprestasi.

e. Membantu orang-orang sekitar karena kehilangan barang uang, membantu orang yang akan pulang kampung yang tidak mempunyai ongkos pulang dan lain-lain. Akan tetapi dalam kasus seperti ini pihak BAZ hanya bisa membantu sekedarnya saja.


(67)

2. Mekanisme distribusi zakat BAZ kota Bekasi :

a. Sebelum mendistribusikan zakat, seluruh pengurus BAZ melakukan musyawarah terlebih dahulu atau yang disebut juga dengan MUSDA atau RAKERDA.

b. Dana zakat didistribusikan langsung kepada 8 ashnaf kecuali riqab, baik itu untuk konsumsi ataupun untuk modal usaha.

c. Biasanya zakat didistribusikan 3 termin dalam setahun, yaitu : 1) Pada akhir bulan Ramadhan

2) Awal bulan Muharram dan, 3) Pertengahan bulan Rabi’ul Awal.

Mustahik dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : a. Kelompok Permanen

b. Kelompok Temporer

3. Setelah dipahami isi dan esensi dari program distribusi zakat yang dijalankan BAZ Kota Bekasi yakni upaya meningkatkan kesejahteraan mustahik dapat dikatakan bahwa program ini tidak menyimpang dari tujuan awal adanya zakat, baik dari konsep perundang-undangan maupun dalam konsep Islam. 4. Analisa distribusi zakat di BAZ Kota Bekasi :

a. Distribusi zakat yang diberikan oleh BAZ Kota Bekasi dapat mempengaruhi kesejahteraan mustahik.

b. Bantuan zakat yang diberikan oleh BAZ tidak banyak. c. Latar belakang pendidikan para mustahik yang kurang.


(68)

d. Pengurus BAZ Kota Bekasi sudah cukup baik dalam memberikan pengarahan-pengarahan kepada mustahik.

e. Kurang optimalnya upaya “monitoring” dari BAZ terhadap mustahik yang menerima zakat produktif (dana bergulir).

B. SARAN-SARAN

1. BAZ Kota Bekasi saat ini hanya memprioritaskan kepada tingkat kesejahteraan mustahik saja dan kurang memperhatikan siswa-siswa yang tidak mampu juga siswa yang berprestasi sehingga zakat yang berbentuk beasiswa kurang tersalurkan kepada mereka. Saran : Selain meningkatkan kesejahteraan mustahik BAZ Kota Bekasi juga harus menjalankan perannya dalam membantu siswa yang tidak mampu dan yang berprestasi.

2. Pada saat ini BAZ Kota Bekasi kurang mempunyai data-data mustahik kelompok permanen dan temporer. Saran : Diharapkan BAZ mempunyai data-data tersebut yang lebih akurat.

3. Kurangnya pemasukan zakat ke dalam kas BAZ Kota Bekasi menyebabkan kurang banyaknya bantuan zakat yang diberikan kepada mustahik. Saran : Harus ada koordinasi dan konsolodasi antara BAZ dan perusahaan-perusahaan yang ada di Kota Bekasi sehingga perusahaan tersebut beserta karyawannya dapat membayarkan zakatnya kepada BAZ dengan mudah.

4. Latar belakang pendidikan mustahik yang kurang dan minimnya pengetahuan mustahik tentang dunia usaha menyebabkan usaha-usaha mustahik kurang


(69)

signifikan. Saran : Pengurus BAZ Kota Bekasi diharapkan lebih meningkatkan program penyuluhan, pengarahan motivasi kepada mustahik dalam prospek dunia usaha sehingga mustahik lebih terpacu dalam berusaha. 5. Dari 25 mustahik yang telah diberikan bantuan zakat, ada 4 orang yang tidak

mengalami perbaikan atau kemajuan dalam kesejahteraan hidupnya. Saran : BAZ Kota Bekasi diharapkan harus lebih meningkatkan program monitoring

kepada mustahik yang menerima bantuan zakat produktif sehingga dapat diketahui apa saja yang menjadi kendala-kendala dalam usahanya.

6. Untuk menjaga kesan dan pesan baik BAZ di mata mustahik alangkah baiknya BAZ tetap menjaga dan membudayakan (corporate culture) S.M.A.R.T yaitu dengan Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun, Mudah, Amanah, Ramah, dan Tepat dalam setiap kegiatan serta dalam setiap pelayanan terhadap muzakki maupun mustahik.

7. Kebanyakkan masyarakat Kota Bekasi memberikan atau menyalurkan zakat langsung kepada mustahik yang bersangkutan tanpa melalui BAZ sehingga BAZ kurang optimal dalam menyalurkan zakat. Saran : Diharapkan MUI dan Pemerintah Kota Bekasi lebih koordinatif, kooperatif dan lebih aspiratif sehingga bisa selaras dan satu tujuan dengan BAZ. Juga lebih intensif menyarankan masyarakat dalam membayarkan zakatnya kepada BAZ agar lebih maksimal dalam distribusi zakat.


(1)

HASIL INTERVIEW

ANALISA DISTRIBUSI ZAKAT PRODUKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIQ

(STUDI PADA BAZ KOTA BEKASI) UIN SYAHID JAKARTA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM (EKONOMI ISLAM)

Nama : H. Haerudin Ahmad

Jabatan : Seksi Pendistribusian BAZ Kota Bekasi Hari/ Tgl Wawancara : Jum’at, 23 November 2007

Tempat Wawancara : BAZ Kota Bekasi Pewawancara : Hendra Maulana

1. Bagaimana mekanisme pendistribusian zakat ?

Ada beberapa mekanisme dalam mendistribusikan zakat, yaitu :

a. Sebelum mendistribusikan zakat seluruh pengurus BAZ melakukan

musyawarah terlebih dahulu atau yang disebut juga dengan MUSDA

atau RAKERDA.

b. Dana zakat didistribusikan langsung kepada 8 asnaf, baik itu untuk

konsumsi ataupun untuk dijadikan modal usaha.

c. Biasanya zakat didistribusikan setahun 3 kali, yaitu :

1. Pada akhir bulan Ramadhan

2. Awal bulan Muharram

3. Pertengahan bulan Rabi’ul awal


(2)

Hambatan-hambatan dalam mendistribusikan zakat :

a. Sulitnya mencari atau mendata fakir miskin dan mustahiq di kota

Bekasi. Bahkan banyak masyarakat yang tidak terdata sebagai

mustahiq akan tetapi meminta dana zakat kepada BAZ.

b. Banyaknya pembangunan sarana keagamaan yang tidak terdata oleh

BAZ, akan tetapi malah memungut zakat sendiri.

c. Tiap 3 bulan sekali data mustahiq, fakir miskin, mualaf dan yatim tidak

tetap selalu berubah-ubah.

3. Apakah ada pengelompokkan dalam mendistribusikan zakat ?

Dalam proses pendistribusian dana zakat sebenarnya tidak ada pengelompokkan secara khusus, akan tetapi 8 (delapan) asnâf yang berhak menerima zakat, BAZ membagi mereka menjadi 2 kelompok besar yaitu : 1. Kelompok Permanen

Yang termasuk kelompok ini ialah fakir, miskin, amilîn, Fi Sabilillah dan Ibnu Sabil. Permanen dalam hal ini adalah bahwa 5 (lima) golongan mustahiq ini diasumsikan akan selalu ada di wilayah kerja organisasi pengelola zakat. BAZ memberikan dana zakat kepada 5 (lima) golongan mustahiq ini berupa zakat untuk dikonsumsi ataupun untuk dijadikan sebagai modal usaha. Oleh karena itu, penyaluran zakat kepada mereka akan terus menerus atau dalam waktu yang lama walaupun secara individu penerima berganti-ganti.

2. Kelompok Temporer


(3)

golongan mustahiq ini diasumsikan tidak selalu ada di wilayah kerja organisasi pengelola zakat. kalaupun ada, penyaluran zakat kepada mereka tidak akan terus menerus dan tidak akan dalam waktu panjang sesuai dengan sifat permasalahan yang melekat pada 3 golongan ini.

4. Ada berapa mustahiq yang sudah diberi dana zakat ?

Menurut data yang ada, penduduk kota Bekasi sekitar 2 juta orang.

Sedangkan mustahiqnya sekitar 30% atau sekitar 600 ribu penduduk. Akan

tetapi di karenakan Badan Amil Zakat kota Bekasi masih belum menjadi badan

yang besar yang disebabkan oleh banyaknya lembaga-lembaga zakat yang

resmi, maka BAZ tidak bisa mengatasi semua mustahiq yang ada di kota

Bekasi. Itu semua juga disebabkan karena berubah-ubahnya data mustahiq jadi

BAZ tidak mempunyai data-data mustahiq yang tetap. Namun dalam hal ini

BAZ akan terus berusaha semaksimal mungkin untuk mensejahterakan

mustahik.

Interviewee,

H. Haerudin Ahmad

Interviewer,


(4)

HASIL INTERVIEW

ANALISA DISTRIBUSI ZAKAT PRODUKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIQ

(STUDI PADA BAZ KOTA BEKASI) UIN SYAHID JAKARTA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM (EKONOMI ISLAM)

Nama : Bayu Prayitno, SE

Jabatan : Bendahara BAZ Kota Bekasi Hari/ Tgl Wawancara : Jum’at, 23 November 2007 Tempat Wawancara : BAZ Kota Bekasi

Pewawancara : Hendra Maulana

Berapakah persentase yang telah ditetapkan BAZ Kota Bekasi untuk para mustahiq ?

Mekanisme pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat itu semua ditentukan oleh hasil MUSDA atau RAKERDA. Sementara itu, dari MUSDA atau RAKERDA yang dilakukan BAZ dihasilkan keputusan tentang persentase penyaluran zakat, yaitu :


(5)

jangka pendek, jangka panjang dan program pembinaan mental, pembinaan usaha serta pembinaan pendidikan.

2. Amilin sekitar 10 %. Dan porsi yang 10 % ini digunakan untuk biaya operasional pengurus dalam mengumpulkan dan mendistribusikan zakat. 3. Fi Sabilillah ini mendapatkan porsi sekitar 15 %. Porsi ini digunakan untuk

pengembangan program dakwah, bantuan sarana-sarana ibadah, sarana pendidikan masyarakat dan keagamaan, lembaga keagamaan, Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah, Majlis Ta’lim dan lain-lain.

4. Ibnu Sabil mendapatkan porsi sekitar 10 %. Pada kelompok ini, program yang dikembangkan adalah pendidikan untuk para kader ulama yang merupakan salah satu strategi pengembangan yang dilakukan BAZ serta penyediaan buku-buku pendidikan.

5. Mu’alaf sebesar 5 %. Porsi yang diberikan BAZ pada kelompok ini cukup kecil, mengingat kondisi ini tidak sering terjadi. Akan tetapi ketika kelompok ini ada, dana yang dikeluarkan pun terkadang bisa melebihi dari porsi yang telah ditetapkan.

Interviewee,

Bayu Prayitno, SE

Interviewer,


(6)