PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP DENGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF ANTARA TEKNIK PEMBELAJARAN TALKING STICK DENGAN MAKE A MATCH PADA MATERI GAYA

(1)

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP DENGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF ANTARA

TEKNIK PEMBELAJARAN TALKING STICK DENGAN MAKE A MATCH PADA MATERI GAYA

Oleh Yulistina

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP DENGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF ANTARA

TEKNIK PEMBELAJARAN TALKING STICK DENGAN MAKE A MATCH PADA MATERI GAYA

Oleh Yulistina

Kegiatan belajar mengajar saat ini kebanyakan berpusat pada guru, pembelajaran seharusnya berpusat pada siswa dan tidak lagi menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Penelitian ini membandingkan hasil belajar fisika siswa antara teknik pembelajaran talking stick dengan make a match. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui, (1) perbedaan rata-rata hasil belajar antara teknik

pembelajaran talking stick dengan teknik pembelajaran make a match; (2) kelas mana yang hasil belajarnya mendapat nilai lebih tinggi antara penggunaan teknik pembelajaran talking stick dengan make a match. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 di SMP Gajah Mada Bandar

Lampung. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013 di SMP Gajah Mada Bandar Lampung. Sampel penelitian ini terdiri dari 2 kelas yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel yang diperoleh adalah kelas VIIIA sebagai kelompok eksperimen 1 dan kelas VIIIB sebagai kelompok eksperimen 2.

Dengan desain penelitian menggunakan bentuk Eksperimen Design dengan tipe One-Shot Case Study. Teknik analisis data hasil belajar menggunakan skor hasil


(3)

Yulistina belajar ternormalisasi. Pada pengujian hipotesis menggunakan uji Independent Sample T -Test. Berdasarkan hasil tes, hasil uji perbedaan hasil belajar siswa menunjukkan thitung>ttabel (2,11 > 1,69) dan signifikansi (0,038 < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif antara teknik pembelajaran Talking Stick dengan teknik pembelajaran make a match.

Kata kunci : teknik pembelajaran talking stick, teknik pembelajaran make a match, dan hasil belajar


(4)

(5)

(6)

(7)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Kooperatif ... .. 7

2. Pengertian Belajar ... .. 10

3. Pengertian Pembelajaran ... . 12

4. Hasil Belajar ... .. 13

5. Model Pembelajaran Talking Stick ... .. 19

6. Model Pembelajaran Make a Match... 22

7. Konsep Gaya... ... 25

B. Kerangka Pemikiran ... 28

C. Hipotesis ... 31

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 32

B. Waktu dan Tempat Pendidikan ... 32

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

D. Desain Penelitian... ... 33


(8)

i

F. Instrumen Penelitian... 35

G. Analisis Instrumen... 35

1. Uji Validitas ... 35

2. Reliabilitas ... 36

H. Teknik Pengumpulan Data ... 37

I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Analisis Data ... 38

2. Pengujian Hipotesis ... 38

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

1. Tahapan Pelaksanaan ... 42

2. Hasil Uji Coba Penelitian ... 48

3. Data Kuantitatif ... 50

B. Pembahasan ... 53

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 Pemetaan ... 59

2 Silabus ... 60

3 RPP Talking Stick ... 63

4 RPP Make a match ... 70

5 Soal Uji Soal ... 77

6 Soal Postes HB ... 83

7 Kisi-Kisi Uji Soal ... 87

8 Kisi-kisi Postes ... 93

9 Lembar Kerja Kelompok 1 ... 97


(9)

i

11 Lembar Kerja Kelompok 2 ... 105

12 Kunci Jawaban Lembar Kerja Kelompok 2 ... 109

13 Rubrik Uji Soal ... 113

14 Rubrik Postes HB ... 115

15 Lembar Penilaian Proses ... 116

- LP Proses VIII A LKK 1 Pertemuan 1 ... 117

- LP Proses VIII A LKK 2 Pertemuan 2 ... 118

- LP Proses VIII B LKK 1 Pertemuan 1 ... 119

- LP Proses VIII B LKK 2 Pertemuan 2 ... 120

16 Lembar Penilaian Keterampilan Sosial ... 121

- LP Keterampilan Sosial VIII A ... 122

- LP Keterampilan Sosial VIII B ... 123

17 Lembar Perilaku Berkarakter ... 124

- LP Perilaku Berkarakter VIII A ... 125

- LP Perilaku Berkarakter VIII B ... 126

18 Data Hasil Uji Coba Soal ... 127

19 Hasil Uji Validitas Soal ... 129

20 Hasil Uji Reliabilitas Soal ... 131

21 Analisis Hasil Belajar Talking Stick ... 132

22 Analisis Hasil Belajar Make A Match ... 134

23 Hasil Uji Normalitas ... 136


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Kegiatan belajar mengajar saat ini kebanyakan yang berpusat pada guru, ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini. Guru bukan orang yang serba tau dan siswa bukan orang yang serba tidak tau sehingga diperlukan suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan dapat mengarahkan peserta didik untuk dapat terlihat secara langsung dan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru mempunyai tugas untuk memilih teknik pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan.


(11)

2 Pembelajaran yang dilakukan oleh sebagian besar guru hanya menekankan pada penguasaan konsep, belum membudayakan keterampilan yang berpusat pada siswa. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilaksanakan di SMP Gajah Mada Bandar Lampung, diketahui bahwa hampir sebagian besar siswa kelas VIII A dan siswa kelas VIII B memperoleh nilai yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM). Nilai rata-rata uji blok mata pelajaran IPA Fisika kelas VIII A dan kelas VIII B pada semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 <40% siswa yang belum memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan >60% siswa sudah memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal(KKM) sedangkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah adalah 64,00. Informasi yang diperoleh dari Guru Fisika SMP Gajah Mada Bandar Lampung, siswa kelas VIII A yang berjumlah 38 siswa, hanya 60% yang mencapai ketuntasan belajar. Hal ini menunjukkan hasil belajar siswa masih sangat rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi IPA Fisika yang mengajar kelas VIII A SMP Gajah Mada Bandar Lampung diketahui, walaupun berbagai usaha telah dilakukan namun aktivitas dan hasil belajar IPA Fisika siswa masih rendah. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa disebabkan suatu masalah seperti lemahnya hitungan siswa dalam pembelajaran fisika, rumus yang sulit mereka mengerti, dan siswa selalu berpatokan dalam satu LKS atau satu sumber buku. Selain itu faktor lain yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa khususnya di fisika, yaitu penerapan teknik yang digunakan oleh guru dalam aktivitas belajar. Penilaian yang selama ini digunakan oleh Guru hanya menilai dari aspek kognitif saja. Penerapan teknik penilaian yang tidak tepat diduga akan


(12)

3 menimbulkan hambatan-hambatan yang dapat mengganggu kegiatan belajar sehingga siswa malas belajar yang akan berpengaruh buruk terhadap aktivitas dan hasil belajar, sedangkan teknik penilaian yang tepat akan memicu siswa untuk memanfaatkannya dan menumbuhkan semangat belajar karena ia merasa memperoleh kemudahan dalam belajar, sehingga siswa menjadi aktif dan hasil belajar yang diperoleh juga akan baik. Oleh karena itu, diperlukan suatu model penilaian yang menunjang siswa untuk mengerjakan tugasnya. Selain itu, diperlukan pula aktivitas yang tinggi.

Berdasarkan permasalahan di atas, untuk memperbaiki hal tersebut perlu di susun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat

mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Salah satu teknik pembelajaran yang dapat digunakan adalah termasuk dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu teknik pembelajaran talking stick dan make a match. Teknik pembelajaran talking stik adalah suatu teknik pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru. Teknik ini bertujuan untuk menguji kesiapan siswa, melatih berpikir siswa dan memahami materi dengan cepat,agar lebih giat dalam belajar.

Teknik pembelajaran lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pembelajaran make a match. Teknik pembelajaran make a match atau bisa disebut juga dengan mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat


(13)

4 diterapkan kepada siswa. Teknik ini dimulai dari teknik yaitu siswa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Penilaian pada teknik pembelajaran make a match berorientasi pada proses dengan tujuan untuk menilai keterampilan berkomunikasi, bekerja sama.

Kedua teknik pembelajaran ini diharapkan akan terjadi interaksi guru dengan siswa akan terjalin, kemandirian siswa akan tumbuh dan kerja sama antar siswa akan terbina. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa setelah diterapkannya kedua model pembelajaran tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, telah dilakukan penelitian yang membandingkan Teknik pembelajaran talking stick dengan teknik pembelajaran make a match untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir siswa dengan

judul “Perbandingan hasil belajar pada siswa kelas VIII SMP dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif antara teknik pembelajaran talking stick dengan make a match pada materi gaya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Adakah perbedaan hasil belajar fisika siswa dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif antara teknik pembelajaran talking stick dengan teknik pembelajaran make a match?


(14)

5 2. Manakah yang memperoleh hasil belajar lebih tinggi dengan penggunaan

model pembelajaran kooperatif antara teknik pembelajaran talking stick dengan teknik pembelajaran make a match?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah, untuk mengetahui:

1. Perbedaan hasil belajar fisika siswa dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif antara teknik pembelajaran talking stick dengan teknik pembelajaran make a match.

2. Hasil belajar yang lebih tinggi dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif antara teknik pembelajaran talking stick dengan teknik pembelajaran make a match?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan alternatif teknik pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan hasil belajar fisika siswa.

2. Menambah pengetahuan dalam proses pembelajaran siswa di.kelas.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar jelas arah penelitian yang dilaksanakan, maka ruang lingkup penelitian ini adalah:


(15)

6 1. Siswa kelas VIII IPA SMP Gajah Mada, terdiri dari kelas VIII A (untuk teknik pembelajaran make a match) dan kelas VIII B (untuk teknik pembelajaran talking stick).

2. Teknik pembelajaran make a match merupakan teknik pembelajaran dimana guru menyebarkan kartu yang masing-masing kartu tertulis soal dan jawaban siswa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin inisiatif sendiri dan talking stick merupakan salah satu jenis teknik pembelajaran yang menggunakan teknik pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

3. Materi pokok dalam penelitian ini adalah gaya mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah.

4. Penelitian ini membandingkan antara teknik pembelajaran talking stick dan make a match.


(16)

II. KERANGKA TEORETIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir secara kritis, pemecahan masalah dan komunikasi antar pribadi. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dengan teman dalam satu kelompok kecil untuk memecahkan masalah, serta menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur demi mencapai tujuan bersama. Menurut As’ari (2003: 5):

Cooperative Learning merupakan suatu pendekatan dimana para siswa dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk

memecahkan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mencapai tujuan bersama.

Hal ini senada dengan pendapat Lie (2008: 12) yang menyatakan bahwa:

Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dalam tugas-tugas yang terstruktur dengan guru bertindak sebagai fasilitator.

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan-keterampilan kooperatif.


(17)

8 Keterampilan keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut:

Keterampilan kooperatif tingkat awal

Meliputi: (a) menggunakan kesepakatan; (b) menghargai kontribusi; (c) mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang orang lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (i) menghormati perbedaan individu.

Keterampilan kooperatif tingkat menengah

Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; ( b) mengungkapkan

ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; (c) mendengarkan dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f) menafsirkan; (g) mengatur dan

mengorganisir; (h) menerima, tanggung jawab; (i) mengurangi ketegangan.

Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Meliputi: (a) mengelaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d) menetapkan tujuan; (e) berkompromi.

(Ranita, 2011: 3)

Meskipun model pembelajaran kooperatif dalam pelaksanaannya siswa belajar dalam kelompok kecil, namun tidak ada kesempatan bagi siswa untuk hanya mengandalkan teman yang berkemampuan tinggi dalam penyelesaian tugas kelompok. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran kooperatif harus


(18)

9 menerapkan lima unsur menurut Lie (2008: 31) yaitu “(1) Saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar

anggota, (5) evaluasi proses kelompok”. Jika kelima unsur tersebut dilaksanakan

dengan baik, maka akan tercipta suasana kerja kelompok yang maksimal dan dapat memberikan semangat belajar yang tinggi, sehinggga kemungkinan hasil belajar pun akan meningkat.

Karakteristik dari model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Nurhadi, dkk 2004):

1. Siswa bekerja secara kooperatif di dalam kelompok untuk menguasai materi-materi.

2. Kelompok dibuat berdasarkan prestasi tinggi, sedang dan rendah bila memungkinkan, kelompok meliputi suatu ras, kebudayaan, dan campuran jenis kelamin dari siswa- siswa.

3. Sistem berhadiah diberikan kepada kelompok yang lebih berorientasi dari pada orientasi secara individual.

Ibrahim (2000: 10) mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif yang terdiri atas 6 langkah, yaitu:

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. 2) Menyajikan informasi

3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. 4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

5) Evaluasi

6) Memberikan penghargaan

Langkah-langkah di atas menunjukkan bahwa pelajaran dimulai yaitu guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. langkah ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini


(19)

10 diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Langkah terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu agar siswa dapat termotivasi dalam mengikuti model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok. Jadi pembelajaran kooperatif sangat positif dalam menumbuhkan kebersamaan dalam belajar pada setiap siswa sekaligus menuntut kesadaran dari siswa untuk aktif dalam kelompok, karena jika ada siswa yang pasif dalam kelompok maka hal itu dapat mempengaruhi kualitas pelaksanaan pembelajaran kooperatif khususnya berkaitan dengan rendahnya kerjasama dalam kelompok.

2. Pengertian Belajar

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Menurut Bruner inti belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif. Pendekatannya


(20)

11 terhadap belajar ada dua asumsi, yaitu: (1) perolehan, pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif; (2) orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi ysng disimpan yang diperoleh sebelumnya.

Gagne dalam Dahar (1989: 28), mengemukakan bahwa dalam suatu tindakan belajar terdapat fase belajar, yaitu fase motivasi, fase pengenalan, fase perolehan, fase retensi, fase pemanggilan, fase generalisasi, fase penampilan, dan fase umpan balik. Dari beragam pengertian atau teori belajar di atas pada intinya adalah sama, yaitu adanya proses perubahan perilaku terhadap seseorang, perubahan itu dilakukan melalui suatu proses yang beragam pula. Proses belajar merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang siswa, pelajar atau mahasiswa untuk mengerti tentang suatu hal yang sebelumnya tidak diketahuinya atau diketahuinya tetapi belum menyeluruh tentang sesuatu hal. Melalui belajar seseorang dapat meningkatkan kualitas dan kemampuannya seperti yang dikemukakan di atas. Apabila dalam proses belajar seseorang tidak memperoleh peningkatan kualitas dan kuantitas tentang kemampuannya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar,atau orang tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diartikan bahwa selain belajar merupakan suatu proses perubahan secara sadar, bersifat kontinu dan positif baik dalam hal tingkah laku, ataupun pengetahuan sebagai hasil dari interaksi dengan


(21)

12 lingkungannya. Belajar jg merupakan suatu proses kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman,maka siswa perlu diberi waktu yang memadai untuk melakukan proses itu. Artinya memberikan waktu yang cukup untuk berpikir ketika siswa menghadapi masalah sehingga siswa memiliki kesempatan untuk membangun sendiri gagasannya. Tidak membantu siswa terlalu dini,akan menghargai usaha siswa walaupun hasilnya belum begitu memuaskan,dan menantang siswa sehingga berbuat dan berpikir merupakan strategi guru yang membuat siswa menjadi orang yang belajar seumur hidup. Belajar akan membawa perubahan dan akan menghasilkan hasil belajar pada individu yang belajar.

3. Pengertian Pembelajaran

Proses pembelajaran dialami setiap orang sepanjang hayat serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perilaku kearah yang lebih baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pada dasarnya Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.

Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.


(22)

13 Menurut Gagne dan Briggs (1979: 3) mengartikan:

pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancangm disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

Dapat disimpulkan pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

4. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku peserta didik yang diperoleh setelah mengikuti pembelajaran selama kurun waktu tertentu yang relatif menetap. Hasil belajar siswa diperoleh setelah berharirnya proses pembelajaran.

Menurut Hamalik (2002: 155):

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya.

Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan dari proses pembelajaran tersebut.

Menurut Djamarah dan Zain (2006: 107):

Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.


(23)

14 Hal ini menunjukkan bahwa setelah melakukan proses pembelajaran, maka akan diperolah hasil belajar hasil belajar yang menjadi akhir dari proses belajar.

Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2002: 3) mengatakan bahwa

Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Bagi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya proses belajar sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan suatu pencapaian tujuan pembelajaran.

Menurut (Slameto 2003: 131) hasil belajar itu sendiri meliputi 3 aspek yaitu :

(1) Keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta (kognitif), (2) Kepribadian atau sikap (afektif), dan (3) Keterampilan atau penampilan (psikomotor). Sedangkan Hasil Belajar dalam kecakapan kognitif memiliki beberapa tingkatan yaitu: (1) Informasi non verbal, (2) Informasi fakta dan pengetahuan verbal, (3) Konsep dan prinsip, (4) Pemecahan masalah dan kreatifitas.

Hasil belajar menurut Anni (2004: 4) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.

Hasil belajar menurut Sudjana (1990: 22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya.

Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar. Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni : informasi verbal, kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang


(24)

15 merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil

belajar, yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik

(Sudjana, 1990: 22)

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu : a. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya,

motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

b. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil belajar yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran .

Hasil belajar menunjukkan pada prestasi belajar sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya perubahan tingkah laku siswa. Hasil belajar sebagai tanda terjadinya perubahan tingkah laku dalam bentuk perubahan pengetahuan. Perubahan tersebut terjadi dengan peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu.

Hasil belajar seseorang ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang ada di luar individu adalah tersedianya bahan ajar yang memberi kemudahan bagi individu untuk mempelajarinya, sehingga menghasilkan belajar yang lebih baik. Aspek-aspek yang mempengaruhi hasil belajar dapat diketahui dari perkembangan aspek kognitif, psikomotor dan afektif siswa.


(25)

16 Anderson dan Krathwohl (2002: 4) merevisi Taksonomi Bloom prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat dikelompokan menjadi tiga kawasan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

a. Aspek kognitif

1) Mengingat (remembering)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali (recall) atau mengenali (recognizing). Kata operasional mengetahui, yaitu: mengutip, menjelaskan, membilang, mengidentifikasi, memasangkan, menandai, menamai.

2) Memahami (understanding)

Adalah kemampuan seseorang yang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Kata operational memahami, yaitu: menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan.

3) Menerapkan (applying)

Kata operasionalnya, yaitu: melaksanakan, melakukan,

mempraktekkan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi.


(26)

17 4) Menganalisis (Analyzing)

Kata operasionalnya, yaitu: menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, membedakan, menyamakan, mengintegrasikan

5) Mengevaluasi (evaluating)

Merupakan suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Kata operasionalnya, yaitu: menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.

6) Mencipta (Creating)

Kata operasionalnya, yaitu: merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan,

memperkuat, memperindah, mengubah.

b. Aspek afektif

1) Receiving (penerimaan)

Indikator kecakapan yaitu: mempercaya (sesuatu atau seseorang untuk di ikuti), memilih (seseorang atau sesuatu untuk di ikuti), mengikuti, bertanya, (untuk di ikuti dan mengalokasikan).

2) Responding (tanggapan)

Indikatoor kecakapan yaitu: mengonfirmasi, memberi jawaban, membaca (pesan-pesan), membantu, melaksanakan, melaporkan dan menampilkan.


(27)

18

3) Valuing (penanaman nilai)

Indikator kecakapan yaitu: menginisiasi, mengundang (orang untuk terlibat),mengusulkan dan melakukan.

4) Organization (pengorganisasian nilai-nilai)

Indikator kecakapan yaitu: memverifikasi nilai-nilai, meenetapkan beberapa pilihan nilai, mengsintetiskan (antar nilai), mengintegrasikan (antar nilai), mempengaruhi (kehidupan dengan nilai-nilai).

5) Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan

suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola

kepribadian dan tingkah lakunya.

c. Aspek Psikomotorik 1) peniruan

Indikator kecakapan yaitu: melatih, mengubah sebuah bentuk,

membongkar sebuah struktur, dan menggunakan sebuah konstruk atau model.

2) Manipulasi

Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan.


(28)

19 3) Ketetapan

Memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan.

4) Artikulasi

Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat

5) Pengalamiahan

Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis.

5. Pengertian Teknik Pembelajaran Talking Stick a. Talking stick

Talking stick adalah teknik yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antarsuku), sebagaimana dikemukakan Carol Locust berikut ini.

Talking stick telah digunakan selama berabad-abad oleh suku-suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Talking stick sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pemimpin rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang ingin mengemukan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke pimpinan. Dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran/bergantian.


(29)

20 Menurut (Eggen and Kauchak, 1996: 279) Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan

mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Dengan sudut pandang di atas, dapat disimpulkan bahwa sebuah teknik penguasaan haruslah sesuai dengan tujuan pendidikan di atas, yaitu partisipasi murid untuk membangun kemandirian dalam memahami materi pelajaran. Begitu pula dengan teknik talking stick, bagaimanapun juga harus sesuai dengan tujuan pendidikan di atas. Adapun tujuan dari dirumuskannya teknik talking stick bila dilihat dari rumusan konsep teknik tersebut, yang didalamnya memperhatikan partisipasi siswa dalam memperoleh dan memahami pengetahuan serta mengembangkannya, karena teknik talking stick merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran kooperatif, maka tujuan pada teknik talking stick adalah untuk mewujudkan tujuan pembelajaran kooperatif.

Jadi, teknik talking stick ini adalah sebuah teknik pendidikan yang dilaksanakan dengan cara memberi kebebasan kepada peserta didik untuk dapat bergerak dan bertindak dengan leluasa sejauh mungkin menghindari unsur-unsur perintah dan


(30)

21 keharus paksaan sepanjang tidak merugikan bagi peserta didik dengan maksud untuk menumbuhkan dan mengembangkan rasa percaya diri.

Langkah-langkah model pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut : a. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan mempelajari materi pegangannya.

b. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, peserta didik dipersilahkan untuk menutup bukunya.

c. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik, setelah itu , guru memberikan pertanyaan dan peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya, sampai sebagian besar peserta didik mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. d. Guru memberikan kesimpulan.

e. Evaluasi f. Penutup.

Setiap teknik pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan Kekurangan dibanding dengan teknik pembelajaran lainnya. Begitu juga halnya dengan teknik pembelajaran talking stick, diantara kelebihan dan kekurangannya adalah sebagai berikut :

Kelebihannya:

a. Menguji kesiapan siswa,


(31)

22 c. Agar lebih giat belajar.

Kekurangannya :

Membuat siswa yang tidak siap gugup ketika mendapat bagian tongkat dan menjawab pertanyaan dari guru. Penggunaan teknik pembelajaran dalam proses belajar mengajar mempunyai maksud agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Oleh karena itu teknik pembelajaran harus memperhatikan kondisi siswa, sifat materi, bahan ajar, fasilitas media yang tersedia, dan kondisi

guru itu sendiri.

(Wina Sanjaya, 2007: 3)

6. Teknik Pembelajaran Make a Match

Teknik make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan teknik ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Teknik pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik pembelajaran ini lahir sebagai alternatif lain untuk mengefektifkan proses pembelajaran di sekolah.

Pada dasarnya, teknik pembelajaran ini melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar


(32)

23 materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Dalam hal ini guru berperan sebagai pemonitor dan fasilitator. Teknik pembelajaran make a match ini cocok diterapkan dalam segala jenis mata pelajaran dan semua jenjang pendidikan.

Langkah-langkah penerapan teknik make a match sebagai berikut:

a. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan mempelajari materi yang telah disampaikan.

b. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, peserta didik dipersilahkan untuk menutup bukunya.

c. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

d. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. e. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

f. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).

g. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

h. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.

i. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.


(33)

24 j. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi

pelajaran.

Pada penerapan teknik make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa teknik make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari

pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok.”

Keunggulan dari teknik ini adalah:

a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move) b. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.

c. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa. d. Siswa akan lebih mudah menerima materi yang disampaikan.

Kelemahan dari teknik ini adalah :

a.Jika kelas termasuk kelas gemuk (lebih dari 30 0rang/kelas) apabila guru kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika gedung kelas tidak kedap suara.


(34)

25 Tapi hal ini dapat diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum kegiatan belajar-mengajar dimulai. Pada dasarnya menendalikan kelas itu tergantung bagaimana guru memotivasinya pada langkah pembukaan.

b. Guru harus meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu tersebut sebelum masuk ke kelas.

7. Konsep Gaya

a. Pengertian Gaya

Doronglah daun pintu sehingga terbuka. Tariklah sebuah pita karet. Tekanlah segumpal tanah liat. Angkatlah bukumu. Pada setiap kegiatan itu kamu mengerahkan sebuah gaya. Gaya adalah suatu tarikan atau dorongan yang dikerahkan sebuah benda terhadap benda lain. Kadang kadang, akibat suatu gaya tampak demikian jelas, seperti saat sebuah mobil sedang melaju dan menabrak sebatang pohon. Akan tetapi, akibat gaya-gaya lain tidak sejelas pohon yang ditabrak itu. Dapatkah kamu merasakan gaya dari lantai yang bekerja pada kakimu? Catatlah semua gaya yang mungkin kamu lakukan atau alami pada suatu hari tertentu. Bayangkan tindakan-tindakan seperti mendorong, menarik, merenggangkan, meremas, membengkokkan, dan menjatuhkan benda.

b. Macam-macam Gaya

Gaya yang menyebabkan terjadinya perubahan pada benda dapat dikelompokkan berdasarkan penyebabnya dan berdasarnya pada sifatnya. Macam-macam gaya berdasarkan penyebabnya adalah:


(35)

26 1) Gaya listrik, yaitu gaya yang timbul karena adanya muatan listrik.

2) Gaya magnet, yaitu gaya yang berasal dari kutub-kutub magnet, berupa tarikan atau tolakan.

3) Gaya pegas, yaitu gaya yang ditimbulkan oleh pegas.

4) Gaya gravitasi, yaitu gaya tarik yang berasal dari pusat bumi. 5) Gaya mesin, yaitu gaya yang berasal dari mesin.

6) Gaya gesekan, yaitu gaya yang ditimbulkan akibat pergeseran antara dua permukaan yang bersentuhan.

c. Gaya Sentuh dan Gaya Tak Sentuh

Pada saat kamu mendorong meja, kamu harus menyentuh meja itu untuk mengerahkan gaya kepada meja itu. Demikian pula jika kamu hendak melontarkan batu dengan menggunakan ketapel. Gaya otot pada saat kamu mendorong meja dan gaya pegas pada saat kamu melontarkan batu dengan ketapel termasuk gaya sentuh. Disebut gaya sentuh karena sebuah benda yang memberikan gaya harus menyentuh benda lain yang dikenai gaya tersebut. Contoh lain gaya sentuh adalah gaya gesekan, yang akan kita bahas nanti. Jika kamu melepaskan kapur dari ketinggian tertentu, maka kapur itu akan jatuh ke bawah, ditarik oleh gaya gravitasi Bumi. Gaya gravitasi termasuk gaya tak sentuh, karena tanpa harus melalui sentuhan kapur dan Bumi. Gaya listrik dan gaya magnet adalah contoh lain gaya tak sentuh.


(36)

27

d. Akibat Gaya terhadap Benda

Apa yang terjadi pada sebuah benda saat gaya dikenakan pada benda tersebut? Apabila sebuah benda sedang bergerak, apakah gaya tersebut mengubah kecepatan benda itu? Coba bayangkan anak yang sedang menendang bola. Kecepatan bola tersebut tentunya berubah begitu benturan terjadi. Jadi gaya dapat mengubah kecepatan benda. Bayangkan pula plastisin yang ditekan. Pada saat menekan plastisin, tangan itu memberikan gaya kepada plastisin itu. Bagaimana bentuk plastisin setelah ditekan? Ternyata gaya juga dapat menyebabkan bentuk benda berubah.

e. Resultan Gaya

1) Gaya-Gaya Setimbang

Gaya-gaya tidak selalu mengubah kecepatan. Bayangkan dua tim yang sedang tarik tambang. Kedua tim tersebut sama-sama mengerahkan gaya dengan arah berlawanan. Bila kedua tim tersebut tidak bergerak, maka gaya yang dilakukan kedua tim pada tali tersebut sama besar. Gaya yang menarik tali ke kiri diimbangi dengan gaya yang menarik tali ke kanan. Gaya-gaya yang besarnya sama dan arahnya berlawanan yang bekerja pada sebuah benda disebut gaya-gaya setimbang.

2) Gaya-gaya Tak Setimbang

Pernahkah kamu menarik sebuah gerobak yang bermuatan? Untuk membuat gerobak bergerak, kamu harus menarik gerobak tersebut. Jika gaya yang kamu


(37)

28 kerahkan tidak cukup besar, kamu mungkin meminta bantuan temanmu. Temanmu mungkin akan menarik gerobak itu bersamamu atau mendorongnya dari belakang. Dua gaya tersebut, yaitu gaya dari kamu dan temanmu akan bekerja pada arah yang sama. Jika dua gaya bekerja pada arah yang sama, maka kedua gaya itu dijumlahkan.

Gaya total atau gaya resultan pada gerobak tersebut sama dengan jumlah kedua gaya itu. Jikagaya total pada suatu benda menuju ke arah tertentu, gaya tersebut disebut gaya-gaya tak setimbang. Gaya-gaya tak setimbang selalu mengubah kecepatan sebuah benda. Apabila temanmu mendorong gerobak dengan arah yang berlawanan dengan arah gaya dorongmu, gaya-gaya itu digabung dengan cara yang berbeda. Jika dua gaya berlawanan arah, maka gaya total kedua gaya tersebut merupakan selisih kedua gaya. Jika satu gaya lebih besar daripada gaya yang lain, gerobak itu akan bergerak ke arah gaya yang lebih besar. Dalam hal ini temanmu jelas tidak membantu kamu. Menurut pendapatmu apa yang terjadi jika gaya dorongmu dan gaya dorong temanmu sama dan berlawanan arah.

(Arisusilowati, 2012:03)

B. Kerangka Pemikiran

Keberhasilan siswa dalam mencapai suatu hasil belajar sangat ditentukan oleh pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Pembelajaran tersebut tentu saja harus ada interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Interaksi yang baik juga menghendaki suasana pembelajaran yang


(38)

29 tidak membosankan dan memicu motivasi yang terus-menerus sehingga hasil belajarnya baik pula.

Penggunaan teknik pembelajaran yang baik diharapkan dapat meningkatkan penguasaan materi siswa. Keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah teknik pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pembelajaran pada siswa. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik pembelajaran talking stick dengan teknik pembelajaran make a match di SMA Gajah Mada Bandar Lampung. Dari hasil penelitian akan dibahas tentang hasil belajar siswa dengan kemampuan yang berbeda menggunakan teknik pembelajaran talking stick dan teknik pembelajaran make a match.

Teknik pembelajaran talking stick adalah salah satu teknik pembelajaran yang mudah didigunakan, menguji kesiapan siswa, melatih membaca dan memahami dengan cepat, agar lebih giat dalam belajar. Jadi, dengan kelebihan yang dimilikinya maka model pembelajaran talking stick dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif perantara pembelajaran yang efektif. Sebab, talking stick suatu model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru. Dengan demikian, siswa akan termotivasi untuk belajar dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, karena siswa telah mempunyai gambaran yang jelas


(39)

30 dan takut mendapatkan giliran memegang tongkat, sehingga konsep yang ada dapat tertanam dengan baik dalam ingatan siswa dan hal ini mempengaruhi prestasi belajar siswa menjadi lebih baik.

Teknik pembelajaran lain yang digunakan adalah make a match merupakan salah satu teknik pembelajaran yang sangat menarik. Tujuan dari teknik ini dapat memberikan motivasi belajar, guru juga harus dapat memperhatikan kemampuan dan aktivitas siswa yang dapat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran khususnya yang telah dirumuskan oleh guru. Dengan teknik ini, maka proses pembelajaran pun menjadi menarik. Siswa dapat lebih tanggap dan lebih cepat memahami pembelajaran yang berlangsung, sehingga tingkat pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan semakin meningkat.

Dengan menggunakan teknik pembelajaran talking stick dan teknik pembelajaran make a match diharapkan siswa dapat tertarik untuk belajar serta lebih termotivasi dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan teknik ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran fisika. Hasil belajar yang akan dinilai berdasarkan tes awal yang diberikan kepada siswa sebelum proses belajar mengajar dimulai dan tes akhir diperoleh setelah siswa mengikuti pembelajaran mengenai materi yang akan disampaikan dengan teknik pembelajaran talking stick dan teknik pembelajaran make a match.


(40)

31

Dibandingkan

Keterangan :

X1 : Teknik Pembelajaran Talking Stick X2 : Teknik Pembelajaran Make a Match Y1 : Hasil belajar teknik Talking Stick Y2 : Hasil belajar teknik Make a Match

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :

H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa dengan penggunaan teknik pembelajaran talking stick dengan make a match.

H1 : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa dengan penggunaan teknik pembelajaran talking stick dengan make a match.

X1

X2

Y1


(41)

32

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan langkah atau aturan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian. Metode pada penelitian ini bersifat kuantitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Adapun langkahnya dengan membagi kelompok penelitian menjadi dua kelompok eksperimen, yaitu :

1.Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan teknik pembelajaran talking stick.

2.Kelompok kedua adalah kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan menggunakan teknik pembelajaran make a match.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013 di SMP Gajah Mada Bandar Lampung.

C.Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013 di SMP Gajah Mada Bandar Lampung. Kelas


(42)

33 VIII IPA terdiri dari 4 kelas yaitu VIII A, VIII B, VIII C dan VIII D, dengan jumlah siswa 154 orang. Sampel penelitian ini terdiri dari 2 kelas yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, kemudian yang terambil sebagai sampel adalah kelas VIII A, dan VIII B.

D.Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Quasi eksperimen. Dalam penelitian ini dua kelas yang dijadikan sampel diberikan perlakuan yang berbeda. Pada kelas VIII A siswa mendapat perlakuan dengan teknik pembelajaran make a match. Sedangkan pada kelas VIII B siswa mendapat perlakuan dengan teknik pembelajaran talking stick. Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas yaitu teknik pembelajaran, satu variabel terikat yaitu hasil belajar siswa. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah One-Shot Case Study. Secara prosedur rancangan desain penelitian pola seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. berikut:

Gambar 3.1 Desain Eksperimen One-Shot Case Study Keterangan:

X = perlakuan O = nilai hasil belajar setelah perlakuan (ujian akhir)

(Sugiyono. 2010) X O


(43)

34 Adapun langkah-langkah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Observasi, berguna untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa kelas yang ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru fisika selama pembelajaran.

2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas dangan menggunakan teknik pembelajaran make a match untuk kelas VIII A dan teknik pembelajaran talking stick untuk kelas VIII B.

3. Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes .

4. Melakukan validasi instrumen dan perbaikan instrumen.

5. Melakukan uji coba soal tes siswa dan menghitung reliabilitasnya. 6. Melaksanakan penelitian.

7. Mengadakan tes kemampuan siswa. 8. Menganalisis data.

9. Membuat kesimpulan.

E.Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua bentuk variabel, yaitu variabel bebas dan veriabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah teknik pembelajaran talking stick (X1) dan teknik pembelajaran make a match (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar fisika siswa melalui teknik pembelajaran talking stick (Y1) dan hasil belajar fisika siswa melalui teknik pembelajaran make a match (Y2).


(44)

35

F. F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar pada penelitian ini adalah soal essay yang digunakan pada saat tes (posttest). Soal ini terdiri dari 10 butir soal pada saat tes (posttest).

G.Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.

1. Uji Validitas

Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasinya harus valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

(Arikunto, 2010: 317)

Dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05 maka


(45)

36 koefisien korelasi tersebut signifikan. Item yang mempunyai kerelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3.

(Masrun dalam Sugiyono, 2010: 188).

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated item – total correlation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data merupakan construck yang kuat (valid).

2. Reliabilitas

Reliabilitas tes diukur berdasarkan koefisien reliabilitas dan digunakan untuk mengetahui tingkat keandalan suatu tes. Untuk menghitung koefisien reliabiltas tes digunakan rumus Alpha.





2 2 11

1

1

i i

n

n

r

Keterangan: 11

r

= Koefisien reliabilitas yang dicari 2

i

= Jumlah varians skor tiap-tiap item 2

i

= Varians total

n = banyaknya item angket Dimana:

N

N X

Xi i

i

/

2 2

2   

 


(46)

37 Keterangan:

2 i

X

= Kuadrat skor total i

X = Skor total

N = Banyaknya responden

Harga

r

11 yang diperoleh diimplementasikan dengan indeks reliabilitas,

dengan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.2 Indeks Reliabilitas

No Indesks Reliabilitas Kriteria

1 antara 0,801 sampai dengan 1,000 sangat tinggi 2 antara 0,601 sampai dengan 0,800 Tinggi 3 antara 0,401 sampai dengan 0,600 Sedang 4 antara 0,201 sampai dengan 0,400 Rendah 5 antara 0,000 sampai dengan 0,200 sangat rendah

(Arikunto, 2001: 75) H.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah:

Data hasil belajar berupa posttest. Posttest diambil pada setiap akhir pembelajaran di setiap pertemuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Bentuk soal yang diberikan adalah berupa soal essay.

Teknik pensekoran nilai posttest yaitu :

S =

Keterangan : S = nilai yang diharapkan (dicari); R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar; N = jumlah skor maksimum dari tes tersebut.


(47)

38 I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis Data

Data diambil dari hasil belajar fisika siswa yang berupa posttest. Untuk menguji hipotesis yang diajukan maka hasil belajar yang diperoleh dianalisis terlebih dahulu. Analisis hasil belajar dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.

2. Pengujian Hipotesis 1. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah data penelitian berdistribusi normal, dilakukan uji statistik non-parametrik Kolmogrov-Smirnov. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:

O

H : data tidak terdistribusi secara normal

1

H : data terdistribusi secara normal

Pedoman pengambilan keputusan:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal.

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya adalah normal.

2. Uji Hipotesis

Jika data terdistribusi normal maka pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan statistik parametrik tes.


(48)

39              2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 _____ 2 ____ 1 1 1 2 ) 1 ( ) 1 ( n n n n s n s n X X t

1) Uji T untuk Dua Sampel Bebas (Independent Sample t-Test)

Uji ini dilakukan untuk membandingkan dua sampel yang berbeda (bebas). Independent Sample t-Test digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan.

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

Hipotesis O

H : Tidak ada perbedaan hasil belajar fisika siswa antara teknik pembelajaran talking stick dan teknik pembelajaran make a match.

1

H : Ada perbedaan hasil belajar fisika siswa antara teknik

pembelajaran talking stick dan teknik pembelajaran make a match.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

a. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.

b. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.


(49)

40 Dimana t adalah t hitung. Kemudian t tabel dicari pada tabel distribusi t dengan  = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah diperoleh besar t hitung dan t tabel maka dilakukan pengujian dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

Kriteria pengujian

a. HO diterima jika -t tabel  t hitung t tabel

b. HO ditolak jika -t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

a. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.

b. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.

(Priyatno, 2010: 32-41)

2) Uji Data Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independen)

Pada penelitian ini jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji data dari dua sampel yang tidak berhubungan menggunakan Uji Mann-Whitney.

Hipotesis O

H : Tidak ada perbedaan hasil belajar fisika siswa antara teknik pembelajaran talking stick dan teknik pembelajaran make a match.


(50)

41

1

H : Ada perbedaan hasil belajar fisika siswa antara teknik

pembelajaran talking stick dan teknik pembelajaran make a match.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

a. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.

b. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.


(51)

57

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil dari percobaan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif antara pembelajaran talking stick dengan teknik pembelajaran make a match. Hasil uji perbedaan hasil belajar siswa menunjukkan thitung>ttabel

(2,11 > 1,69) dan signifikansi (0,038 < 0,05) maka H0 ditolak dan H1

diterima.

2. Hasil belajar siswa dengan penggunaan teknik talking stick lebih tinggi dibandingkan hasil belajar dengan penggunaan teknik make a match.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Teknik pembelajaran talking stick dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk menumbuhkan

kemampuan hasil belajar siswa.

2. Pada pelaksanaan pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan indikator-indikator yang harus dicapai pada hasil belajar dan guru mampu mengelola


(52)

58

kelas dengan baik sehingga siswa dapat benar-benar aktif terlibat dalam proses pembelajaran dengan baik.

3. Agar pelaksanaan pembelajaran dengan teknik talking stick dapat berjalan dengan baik, guru harus mempersiapkan secara matang baik mental dan pengetahuan, serta kondisi siswa. Sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson dan Krathwohl. 2002. Revisi Taksonomi Bloom. Jakarta: Rineka Cipta. Anni. 2004. Hasil Belajar. Diakses 24 November 2012 dari

http://mbegedut.blogspot.com/2011/02/pengertian-hasil-belajar-menurut-para.html

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar- dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arisusilowati. 2012. Diakses 20 Februari 2013 dari

http://1001tentangbiologi.blogspot.com/2012/03/ringkasan-materi-gaya-kelas-viii-smp.html

As’ari, A. 2003. Pembelajaran Cooperative Learning. Jakarta : Rineka Cipta.

_______. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Curran, Lorna. 1994. Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match. Diakses 23 November 2012 dari http://prillygeography.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-kooperatif-make.html

Dahar, Ratna Willis. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, S.B dan A. Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka

Cipta.

Eggen dan Kauchak.1996. Pembelajaran Kooperatif Talking Stick. Diakses 25 November 2012 dari

http://id.shvoong.com/social- sciences/education/2156062-pengertian-metode-talking-stick/#ixzz2DEhJ5oB9

Gagne dan Briggs. 1979. Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Diakses 25 November 2012 dari

http://effendi- dmth.blogspot.com/2012/09/pengertian-belajar-menurut-para-ahli.html#.ULIO42dmCnA


(54)

Ibrahim. 2000. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Lie. 2002. Pembelajaran Kooperatif Make A Match. Jakarta: Grasindo. ___. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Nanang, Hanafiah. 2010. Konsep Dasar Penelitian Tindakan Kelas & Model Pembelajaran. Bandung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara Bandung.

Nurhadi, 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ranita. 2011. Diakses 13 Mei 2013 dari

missranita.wordpress.com/2011/05/04/keterampilan-keterampilan-dalam pembelajaran-kooperatif.html

Sanjaya, Wina. 2007. Pembelajaran Kooperatif Metode Talking Stick. Jakarta: Bumi Aksara.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 1990. Hasil Belajar. Diakses 24 November 2012 dari

http://mbegedut.blogspot.com/2011/02/pengertian-hasil-belajar-menurut-para.html

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Surakhmad, Winarno. 1984. Metode Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.


(1)

40 Dimana t adalah t hitung. Kemudian t tabel dicari pada tabel distribusi t dengan  = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah diperoleh besar t hitung dan t tabel maka dilakukan pengujian dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

Kriteria pengujian

a. HO diterima jika -t tabel t hitung t tabel

b. HO ditolak jika -t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

a. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.

b. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.

(Priyatno, 2010: 32-41)

2) Uji Data Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independen)

Pada penelitian ini jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji data dari dua sampel yang tidak berhubungan menggunakan Uji Mann-Whitney.

Hipotesis

O

H : Tidak ada perbedaan hasil belajar fisika siswa antara teknik pembelajaran talking stick dan teknik pembelajaran make a match.


(2)

41

1

H : Ada perbedaan hasil belajar fisika siswa antara teknik pembelajaran talking stick dan teknik pembelajaran make a match.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

a. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.

b. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.


(3)

57

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil dari percobaan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif antara pembelajaran talking stick dengan teknik pembelajaran make a match. Hasil uji perbedaan hasil belajar siswa menunjukkan thitung>ttabel (2,11 > 1,69) dan signifikansi (0,038 < 0,05) maka H0 ditolak dan H1

diterima.

2. Hasil belajar siswa dengan penggunaan teknik talking stick lebih tinggi dibandingkan hasil belajar dengan penggunaan teknik make a match.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Teknik pembelajaran talking stick dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk menumbuhkan

kemampuan hasil belajar siswa.

2. Pada pelaksanaan pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan indikator-indikator yang harus dicapai pada hasil belajar dan guru mampu mengelola


(4)

58

kelas dengan baik sehingga siswa dapat benar-benar aktif terlibat dalam proses pembelajaran dengan baik.

3. Agar pelaksanaan pembelajaran dengan teknik talking stick dapat berjalan dengan baik, guru harus mempersiapkan secara matang baik mental dan pengetahuan, serta kondisi siswa. Sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson dan Krathwohl. 2002. Revisi Taksonomi Bloom. Jakarta: Rineka Cipta. Anni. 2004. Hasil Belajar. Diakses 24 November 2012 dari

http://mbegedut.blogspot.com/2011/02/pengertian-hasil-belajar-menurut-para.html

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar- dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arisusilowati. 2012. Diakses 20 Februari 2013 dari

http://1001tentangbiologi.blogspot.com/2012/03/ringkasan-materi-gaya-kelas-viii-smp.html

As’ari, A. 2003. Pembelajaran Cooperative Learning. Jakarta : Rineka Cipta. _______. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Curran, Lorna. 1994. Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match. Diakses 23 November 2012 dari http://prillygeography.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-kooperatif-make.html

Dahar, Ratna Willis. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, S.B dan A. Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka

Cipta.

Eggen dan Kauchak.1996. Pembelajaran Kooperatif Talking Stick. Diakses 25 November 2012 dari

http://id.shvoong.com/social- sciences/education/2156062-pengertian-metode-talking-stick/#ixzz2DEhJ5oB9

Gagne dan Briggs. 1979. Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Diakses 25 November 2012 dari

http://effendi- dmth.blogspot.com/2012/09/pengertian-belajar-menurut-para-ahli.html#.ULIO42dmCnA


(6)

Ibrahim. 2000. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Lie. 2002. Pembelajaran Kooperatif Make A Match. Jakarta: Grasindo. ___. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Nanang, Hanafiah. 2010. Konsep Dasar Penelitian Tindakan Kelas & Model Pembelajaran. Bandung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara Bandung.

Nurhadi, 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ranita. 2011. Diakses 13 Mei 2013 dari

missranita.wordpress.com/2011/05/04/keterampilan-keterampilan-dalam pembelajaran-kooperatif.html

Sanjaya, Wina. 2007. Pembelajaran Kooperatif Metode Talking Stick. Jakarta: Bumi Aksara.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 1990. Hasil Belajar. Diakses 24 November 2012 dari

http://mbegedut.blogspot.com/2011/02/pengertian-hasil-belajar-menurut-para.html

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Surakhmad, Winarno. 1984. Metode Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

0 11 215

Pengaruh model pembelajaran kooperatif metode make A match terhadap pemahaman konsep matematika siswa

4 18 201

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap Prestasi Belajar Sosiologi dalam Pokok Bahasan Pengendalian Sosial

0 26 151

Efektivitas pembelajaran kooperatif model make a match dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di SMP Islam Al-Syukro Ciputat

0 21 119

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa

2 8 199

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DAN TALKING STICK DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN

0 6 85

PENERAPAN KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DENGAN TALKING STICK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PERBAUNGAN TAHUN PEMBELAJARAN 2013/2014.

0 4 29

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATERI GAYA ANTARA TEKNIK PEMBELAJARAN TALKING STICK DENGAN MAKE A MATCH

0 0 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran

0 0 23

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Belajar - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajara

0 0 24