1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagaimana seharusnya mengelola pariwisata, sangat tergantung siapa dan ingin ke mana konsep pengembangan pariwisata diarahkan.Banyak praktisi dan
akademisi telah mencoba mensintesa beberapa konsep dengan mengkombinasikan ilmu pariwisata modern dengan kebiasaan dan tradisi lokal. Bila dicermati,
bahwa kecenderungan trend pariwisata dunia ke depan adalah back to nature, to the indigenous. Modernisasi, kapitalisme, dan globalisasi akan memakan dirinya
sendiri dan orang akan mencari sesuatu yang hilang, yaitu keunikan lokal. Konsep yang bisa dijadikan landasan pendukung pariwisata kerakyatan
yang salah satunya bermotifkan pelestarian alam adalah konsep yang sudah ada sejak dahulu di Bali sebagai filosofi kehidupan , yaitu konsep “Tri Hita Karana “.
Dalam modul pembelajaran “Tropical Plant Curriculum Project Made S.Utama dan Kohdrata, 2011, “Tri Hita Karana” THK berasal dari bahasa sansekerta,
dimana Tri berarti tiga, Hita berarti sejahtera, dan Karana berarti penyebab. Tri Hita karana memiliki arti tiga hubungan harmonis yang menyebabkan
kebahagiaan. Pengelolaan pariwisata lebih cenderung memanfaatkan sumber daya local yang ada baik sumber daya berbasis alam, budaya maupun buatan. Kajian
tentang hubungan antara penduduk dengan sumberdaya alam dan lingkungan mempunyai arti penting, karena pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan
oleh penduduk
apabila kurang memperhatikan
karakteristiknya, akan
mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya dan lingkungan Verstappen, 1983; Dietz, 2000.
Kearifan lokal erat kaitannya dengan pencapaian konsep “Ajeg Bali” yang sampai saat ini keberhasilannya belum juga terlaksana dengan maksimal. Menurut
Prof. Nyoman Sirtha dalam tema “Menggali Kearifan Lokal untuk AjegBali” dalam
http:www.balipost.co.id 2003 ;bentuk-bentuk kearifan lokal dalam
masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hokum
2
adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-
macam.Jika dilihat dari sudut kacamata budaya, Fuad Hasan menyampaikan bahwa budaya Nusantara yang plural merupakan kenyataan hidup living reality
yang tidak dapat dihindari.Kebhinekaan ini harus dipersandingkan bukan dipertentangkan.Keberagaman ini merupakan manifestasi gagasan dan nilai
sehingga saling menguat dan untuk meningkatkan wawasan dalam saling apresiasi. Kebhinekaannya menjadi bahan perbandingan untuk menemukan
persamaan pandangan hidup yang berkaitan dengan nilai kebajikan dan kebijaksanaan virtue and wisdom.
Dalam pandangan sosial dan budaya, peran kearifan lokal pada sektor pariwisata kerakyatan khususnya di kancah pariwisata sangatlah penting. Menurut
pandangan penulis, kunci penting dari keberhasilan pelaksanaan pariwisata kerakyatan adalah sinergi antara dua golongan, yaitu partisipasi antara pemerintah
dan masyarakat. Pencapaian sukses tidak akan terwujud, jika hanya diimplementasikan pada satu sisi golongan saja. Berikutnya adalah kontinyuitas
dari program-program penunjang pariwisata kerakyatan perlu diperhatikan. Tanpa memperhatikan kontinyuitas, maka program akan tidak berjalan dengan baik
sesuai harapan kita bersama. Pada kasus sejumlah daerah, sector pariwisata memberikan kontribusi
ekonomi yang cukup bagi sebuah daerah. Dampak pariwisata secara umum dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu dampak terhadap devisa denagara
secara makro dan dampak ekonomi mikro terhadap masyarakat dan daerah. Terhadap masyarakat dan daerah, pariwisata memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan sektor swasta, pembangunan infrastruktur, mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja Nizar, 2011. Hubungan komplementer
perdagangan dan pariwisata dapat diperlihatkan dengan hubungan substitusi sebagai bentuk wujud nyata perdagangan antar daerah. Wisata untuk tujuan
berlibur dikatakan dapat mempengaruhi perdagangan akibat adanya kebutuhan konsumsi wisatawan yang tidak ada di tempat tujuan wisata. Hal ini mendorong
kebutuhan impor bagi daerah tujuan wisata dari daerah lain untuk memenuhi
3
kebutuhan wisatawan Gallego, 2011. Hal yang sangat berbeda dijabarkan oleh Kadir dan Yusoff 2010 yang menjabarkan bahwa tidak terdapat hubungan
jangka panjang antara perdagangan dengan pariwisata, namun diperoleh hubungan satu arah pengaruh kausalitas dari perdagangan terhadap pariwisata.
Shan dan Wilson 2001 berpendapat bahwa ada hubungan saling mempengaruhi antara perjalanan dengan perdagangan. Dengan sejumlah teori dan pendapat para
pakar tersebut, diharapkan kegiatan pariwisata berpengaruh atau bahkan memberikan kontribusi positif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat yang ada
disekitar daya tarik wisata.
1.2 Rumusan Masalah