commit to user 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KERANGKA TEORI
1. Tinjauan Tentang Teori Pemidanaan Masalah pemidanaan merupakan masalah yang kurang mendapat
perhatian dalam perjalanan hukumnya, bahkan ada yang menyatakan sebagai anak tiri. Padahal, masalah pemidanaan dan pidana merupakan masalah yang
sama sekali tidak boleh dipisahkan. Hal ini ditegaskan oleh Dwidja Priyatno: Apabila dikaji lebih dalam filsafat pemidanaan bersemayam ide-ide
dasar pemidanaan yang menjernihkan pemahaman tentang hakikat pemidanaan sebagai tanggung jawab subyek hukum terhadap perbuatan
pidana dan otoritas publik kepada Negara berdasarkan atas hukum untuk melakukan pemidanaan. Sedangkan teori pemidanaan berada
dalam proses keilmuan yang mengorganisasi, menjelaskan dan memprediksi tujuan pemidanaan bagi Negara, masyarakat, dan subyek
hukum terpidana Dwidja Priyatno, 2009:13. Oleh karena itu, untuk mengorganisasi, menjelaskan, dan memprediksi
tujuan pemidanaan, terdapat dua teori tentang pemidanaan, yaitu: a. Teori AbsulotTeori Pembalasan
Sanksi pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Menurut teori ini, sanksi pidana wajib
mutlak dikenakan pada pelaku kejahatan tanpa dipikirkan manfaat pemidanaan, hanya sebagai suatu pembalasan kepada orang yang
melakukan kejahatan atau tindak pidana. b. Teori Relatif
Sanksi pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, melainkan mempunyai
tujuan-tujuan tertentu yaitu untuk menjamin tertib hukum dan masyarakat dan mencegah terjadinya kejahatan prevensi. Adapun pencegahan
kejahatan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu:
commit to user 14
1 Prevensi Umum Pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh hokum pidana dengan
mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan kejahatan atau tindak pidana.
2 Prevensi Khusus Pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh hokum pidana dengan
mempengaruhi tingkah laku si terpidana untuk tidak melakukan suatu tindak pidana lagi. Ini berarti pidana bertujuan agar si terpidana
berubah menjadi lebih baik dan berguna bagi masyarakat. Selain kedua teori tersebut, terdapat pula teori gabungan tentang
pemidanaan sebagaimana dikemukakan oleh Pellegrino Rossi dalam Muladi dan Barda Nawawi. “Ia tetap menganggap bahwa pembalasan sebagai asas
dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, namun dia berpendirian bahwa pidana mempunyai
pelbagai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi umum” Muladi Barda Nawawi, 1998:50.
2. Tinjauan Umum Tentang Kaidah Hukum dan Asas Hukum Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berlaku efektif, maka
secara substansial harus memperhatikan beberapa asas yaitu : a. Undang-undang tidak berlaku surut; artinya suatu hanya boleh diterapkan
terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku;
b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula Lex Superior Derograt Lex Impriori;
c. Undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan undang-undang yang bersifat umum Lex Specialis Derograt Lex General, apabila
pembuatnya sama; artinya terhadap peristiwa-peristiwa khusus wajib diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa tersebut,
walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula diberlakukan undang- undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun yang lebih
umum, yang juga dapat mencakup peristiwa khusus tersebut;
commit to user 15
d. Undang-undang yang baru mengalahkan undang-undang yang lama Lex Posteriori Derograt Lex Priori; artinya undang-undang lain yang lebih
dahulu berlaku dan mengatur hal mengenai suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi apabila telah ada undang-undang baru yang berlaku
belakangan dan mengatur hal tertentu tersebut, akan tetapi makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan undang-undang yang lama
tersebut; e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; artinya adalah undang-
undang hanya dapat dicabut dan atau diubah oleh lembaga yang membuatnya. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan
yang salah satunya adalah menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 10 ayat 1
huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sedangkan Mahkamah Agung diberikan wewenang untuk
menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang saja Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Kewenangan tersebut memberikan
makna bahwa Mahkamah Agung dapat menyatakan bahwa suatu peraturan tertentu di bawah undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum
harus ditinjau kembali karena bertentangan dengan peraturan di atasnya; f. Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual
dan material bagi masyarakat maupun pribadi melalui pelestarian maupun pembaharuan inovasi.
3. Tinjauan Umum Tentang Pemasyarakatan Diantara jenis sanksi pidana yang berlaku dalam hukum pidana di
Indonesia, yang paling sering digunakan adalah pidana penjara. Seperti yang diungkapkan Barda Nawawi dalam salah satu bukunya, yaitu:
Salah satu jenis sanksi pidana yang paling sering digunakan sebagai sarana untuk menanggulangi masalah kejahatan ialah pidana penjara.
Dilihat dari sejarahnya, penggunaan pidana penjara sebagai “cara untuk menghukum” para penjahat baru dimulai pada bagian terakhir abad 18
commit to user 16
yang bersumber pada paham individualisme. Dengan makin berkembangnya paham individualisme dan gerakan perikemanusiaan,
maka pidana penjara ini semakin memegang peranan penting dan menggeser kedudukan pidana mati dan pidana badan yang dipandang
kejam Barda Nawawi, 2010: 43-44.
Dalam menjalankan pidana penjara tersebut, dengan adanya Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dibentuklah
Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang tersebut,
dijelaskan bahwa: Sistem pemasyarakatan adalah tatanan mengenai arah dan batas serta
cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan
masyarakat
untuk meningkatkan
kualitas Warga
Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang bebas dan bertanggung jawab Pasal 1 ayat 2 UU No.12 Tahun 1995.
Sistem Pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan
hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan
konsepsi umum
mengenai pemidanaan.
“Tujuan pemasyarakatan sebenarnya dua:
a. Memasukkan bekas narapidana ke dalam masyarakat sebagai warga yang baik jika berdasar perikemanusiaan.
b. Melindungi masyarakat
dari kambuhnya
kejahatan bekas
narapidana dalam masyarakat karena tidak mendapatkan pekerjaan” Andi Hamzah, 1986:90.
Kedua tujuan tersebut dapat tercapai apabila pelaksanaan sistem pemasyarakatan tersebut sesuai dengan instrumen atau peraturan perundang-
undang yang mengaturnya. 4. Tinjauan Umum Tentang Narapidana
Narapidana adalah salah satu komponen yang penting dalam sistem pemasyarakatan. Narapidana merupakan salah satu Warga Binaan
commit to user 17
Pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, memberikan pengertian “narapidana adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS” Pasal 1 ayat 7 UU PAS. Narapidana dalam hal ini, terdiri dari narapidana wanita dan narapidana laki-
laki. Narapidana sering dipandang oleh masyarakat sebagai seseorang yang
jahat dan terkadang sulit untuk diterima kembali dalam masyarakat. Oleh karena itu, lembaga pemasyarakatan berusaha untuk memperbaiki narapidana
baik kepribadiannya maupun sikapnya. Narapidana juga diberikan bekal keterampilan skill supaya setelah terjun kembali ke masyarakat, ia dapat
diterima kembali dengan baik oleh masyarakat dan diharapkan dapat lebih produktif.
5. Tinjauan Umum Tentang Pembinaan Narapidana a. Pengertian dan Asas Pembinaan Narapidana
Perlindungan hak asasi pelanggar Hukum Internasional yang ditetapkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2005, yaitu “sistem penjara harus mencakup
pembinaan terhadap narapidana, yang tujuan utamanya adalah perbaikan dan rehabilitasi sosial narapidana” Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2005. Pelanggar hukum yang belum dewasa harus dipisahkan dari orang
dewasa dan diberikan perlakuan sesuai dengan usia dan status hukumnya. Oleh sebab itulah dalam Sistem Pemasyarakatan menganggap bahwa
wadah pembinaan narapidana yang paling ideal adalah masyarakat. Sejalan dengan prinsip ini maka dalam Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah dinyatakan secara jelas dan limitatif berbagai hak narapidana, temasuk hak mendapatkan
pembinaan di tengah-tengah masyarakat yakni hak asimilasi, hak mengunjungi keluarga, hak cuti bersyarat dan pembebasan bersyarat. Hal
commit to user 18
ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak yang negatif dari pemenjaraan. Sedangkan di sisi lain secara bertahap ia diberikan pelatihan
untuk menerima tanggung jawab sosial yang diperlukan dalam kegiatan bermasyarakat.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dijelaskan
bahwa “pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan” Pasal 1 ayat 1 PP No.31 Tahun 1999.
Untuk dapat melandasi program pembinaan narapidana, sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:
1. Pengayoman; 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan;
3. Pendidikan; 4. Pembimbingan;
5. Penghormatan harkat dan martabat manusia; 6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan;
dan 7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu Pasal 5 UU No.12 Tahun 1995. Penjelasan terhadap asas-asas yang telah disebutkan diatas adalah
sebagai berikut: Pengayoman
adalah perlakuan
terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan
diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar
menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat. Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan
pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang,
commit to user 19
Penghormatan harkat dan martabat manusia” adalah bahwa sebagai orang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetap
diperlakukan sebagai manusia. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
adalah Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk
memperbaikinya. Selama di LAPAS, Warga Binaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia, dengan
kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan,
keterampilan, olah raga, atau rekreasi. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu
adalah bahwa
walaupun Warga
Binaan Pemasyarakatan berada di LAPAS, tetapi harus tetap didekatkan dan
dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk
kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti
program cuti mengunjungi keluarga. b. Tujuan Pembinaan
C.I.Harsono dalam skripsi Apriana Kusumaningrum menyebutkan bahwa:
Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, yang dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:
1 Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi
melakukan tindak pidana. 2 Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya. 3 Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat C.I. Harsono. 1995:47.
commit to user 20
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M. 02- PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan,
tujuan pembinaan dibagi menjadi dua: 1 Tujuan Umum:
a Memantapkan iman ketahanan mental mereka. b Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam
kehidupan kelompok selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas masyarakat setelah menjalani
pidananya. 2 Tujuan Khusus:
a Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya.
b Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal ketrampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan
pembangunan nasional. c Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada
sikap dan perilakunya yang tertib disiplin serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan sosial.
d Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara.
c. Tahapan Pembinaan Narapidana Berikut ini adalah tahap-tahap pembinaan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan:
1. Pembinaan tahap awal. Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang
bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 13 satu pertiga dari masa pidana.Pembinaan tahap awal ini meliputi:
a Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1 satu bulan;
b Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;
commit to user 21
c Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan
d Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal. Tahap ini diawali dengan tahap admisi dan orientasi, yaitu sejak
masuk didaftar, diteliti surat-surat vonisnya, lama pidananya, diperhitungkan kapan bebasnya, hasil penelitian tersebut penting untuk
penyusunan program pembinaan selanjutnya. 2. Pembinaan tahap lanjutan
Pembinaan tahap lanjutan dapat dibagi kedalam 2 periode, yaitu sebagai berikut:
a Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan 12 satu per dua dari masa pidana; dan
b Tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 23 dua per tiga masa pidana.
Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud di atas, meliputi:
a Perencanaan program pembinaan lanjutan; b Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;
c Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan d Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.
3. Pembinaan tahap akhir Pembinaan tahap akhir dilaksanakan sejak berakhirnya tahap
lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan. Pembinaan tahap akhir meliputi:
a Perencanaan program integrasi; b Pelaksanaan program integrasi; dan
c Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir. Tahap Integrasi atau non institusional, tahap ini apabila narapidana
sudah menjalani 23 masa pidanaya dan paling sedikit 9 sembilan bulan, narapidana dapat diusulkan diberikan pembebasan bersyarat. Di sini
narapidana sudah sepenuhnya berada di tengah-tengah masyarakat dan
commit to user 22
keluarga. Setelah pembebasan bersyarat habis, kembali ke lembaga pemasyarakatan untuk mengurus atau menyelesaikan surat bebas atau
surat lepasnya. Apabila dalam tahap ini mendapatkan kesulitan atau hal- hal yang memungkinkan tidak mendapatkan persyaratan pembebasan
bersyarat, maka narapidana diberikan cuti panjang lepas yang lamanya sama dengan banyaknya remisi terakhir, tapi tidak boleh lebih dari 6
enam bulan. Dengan uraian di atas, tampak jelas bahwa proses pemasyarakatan berjalan tahap demi tahap, dan masing-masing tahap ada
gerak ke arah menuju kematangan. Pentahapan pembinaan tersebut ditetapkan oleh Tim Pengamat
Pemasyarakatan TPP melalui sidang TPP. Dalam sidang TPP, kepala lembaga pemasyarakatan wajib memperhatikan hasil lintas.
commit to user 23
B. KERANGKA PEMIKIRAN