Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

commit to user 37 Keterangan: MT = Pidana Mati SH = Pidana Penjara Seumur Hidup B I = Pidana Penjara lebih dari 1 tahun + 1 hari B IIa = Pidana Penjara 3 bulan + 1 hari sampai dengan 1 tahun B IIb = Pidana Penjara 1 hari sampai dengan 3 bulan B III = menjalani subsidair karena tidak membayar denda

B. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIA Yogyakarta 1. Janji, Tata Tertib, Sanksi, Hak dan Kewajiban Narapidana a. Janji Narapidana Setiap upacara yang di selenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, narapidana diwajiblan untuk mengucapkan janji narapidana. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kepada narapidana atas tindak pidana yang telah dilakukan sehingga narapidana harus menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan dan untuk mendorong serta memberikan semangat dalam diri mereka agar mempunyai niat dan kemauan untuk dapat hidup kembali di dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang baik dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Janji narapidana yang wajib diucapkan dalam upacara dan wajib ditepati tersebut adalah “Catur Dharma Narapidana”, yang isinya adalah sebagai berikut: 1 Kami narapidana, berjanji menjadi manusia susila yang ber-Pancasila, dan menjadi manusia pembangunan yang aktif dan produkif. 2 Kami narapidana, menyadari dan menyesali sepenuhnya perbuatan pelanggaran hukum yang pernah kami lakukan, dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut. commit to user 38 3 Kami narapidana, berjanji untuk memelihara tata karma dan tata tertib, melakukan perbuatan yang utama dan menjadi teladan dalam lembaga pemasyarakatan. 4 Kami narapidana, dengan tulus ikhlas bersedia menerima bimbingan, dorongan dan teguran serta patuh, taat dan hormat kepada petugas dan pembimbing pemasyarakatan. Janji tersebut diharapkan tidak hanya diucapkan oleh narapidana, tetapi juga dihayati dan diaplikasikan dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan, baik selama menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan maupun ketika sudah terjun kembali ke masyarakat. Tetapi tentu saja semangat dan kemauan untuk kembali hidup dengan baik di dalam masyarakat tidak terlepas dari peran serta masyarakat, maka diharapkan pula masyarakat tidak memberikan stigma negatif terhadap mantan narapidana. b. Tata Tertib Narapidana Untuk menjaga keamanan dan ketertiban narapidana dalam melaksanakan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, maka Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta menetapkan tata tertib narapidana sebagai berikut: 1 Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memakaimenyimpan obat-obatan selain obat yang telah diijinkan oleh Dokter Lapas. 2 Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memakaimenyimpan obat-obatan terlarangnarkoba. 3 Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memakaimenyimpan barangsenjata tajamsenjata api dan barang lain sejenis yang membahayakan. 4 Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memasak di dalam kamar. 5 Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memakaimenyimpan Handphonealat komunikasi lainnya apabila kedapatan akan diambildisita dan tidak akan dikembalikan. commit to user 39 6 Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memasang menyambung menggunakan aliran listrik secara tidak resmi apabila kedapatan barang akan disita diambil dan tidak dikembalikan. 7 Apabila Warga Binaan Pemasyarakatan masih memakai menyimpan menggunakan barangalat dimaksud apabila saat diadakan operasi penggeledahan kamar halaman badan kedapatan ditemukan maka akan dikenakan sanksi tindakan sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta terdapat Budaya Tertib Pemasyarakatan, antara lain: 1 Tertib Pengamanan 2 Tertib Pelayanan 3 Tertib Perawatan dan Pengelolaan 4 Tertib Pembinaan dan Pembimbingan 5 Tertib Peri Kehidupan Penghuni. Diharapkan bukan hanya narapidana saja yang mematuhi ketertiban, tetapi juga petugas pemasyarakatan. c. Sanksi Narapidana Di dalam lembaga pemasyarakatan juga diterapkan beberapa sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana. Hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan efek jera kepada narapidana dan menggiring narapidana untuk tetap mematuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku di lembaga pemasyarakatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Bapak Yhoga A.R., Amd.IP., S.H., selaku Kepala Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib pada tanggal 24 Mei 2011, pelanggaran yang dilakukan narapidana dikategorikan sebagai berikut: 1 Pelanggaran Berat Merupakan pelanggaran-pelanggaran yang menjurus pada terjadinya suatu tindak pidana. Tindakan yang termasuk dalam kategori ini antara lain: penganiayaan terhadap sesame narapidana. commit to user 40 Sanksi dari pelanggaran ini antara lain dimasukkan ke dalam “sel hantu” pengasingan dan dicabutnya beberapa hak untuk sementara, seperti cuti mengunjungi keluarga, remisi, dan cuti menjelang bebas. 2 Pelanggaran Sedang Tindakan yang termasuk dalam kategori ini antara lain melanggar tata tertib yang ada di lembaga pemasyarakatan. Sanksi dari pelanggaran ini adalah dikurung selama 6 hari di “sel kering”, tidak boleh dikunjungi oleh siapapun. 3 Pelanggaran Ringan Tindakan yang termasuk dalam kategori ini antara lain tidak responsif, atau bahkan mangkir dari setiap kegiatan pembinaan dan pembimbingan yang diselenggarakan oleh petugas pemasyarakatan. d. Hak dan Kewajiban Narapidana Setiap narapidana, melekat dalam dirinya beberapa hak dan kewajiban baik yang telah ditentukan undang-undang maupun yang muncul secara spontanitas. Pada dasarnya, pidana penjara menghilangkan hak kemerdekaan narapidana. Namun dengan adanya lembaga pemasyarakatan, narapidana tetap diberikan hak-hak tertentu untuk melindungi hak asasinya. Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan beberapa hak narapidana antara lain: 1 Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya 2 Mendapat perawatan rohani maupun jasmani 3 Mendapatkan pendidikan dan pengajaran 4 Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak 5 Menyampaikan keluhan 6 Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang 7 Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan commit to user 41 8 Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya 9 Mendapatkan pengurangan masa pidana remisi 10 Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga 11 Mendapatkan pembebasan bersyarat 12 Mendapatkan cuti menjelang bebas 13 Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pemenuhan hak-hak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta tergolong baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya sarana ibadah, adanya fasilitas kesehatan berupa balai kesehatan yang setingkat dengan puskesmas ruang rawat inap, obat gratis, 1 dokter umum, 1 dokter gigi, dan 6 perawat, kerjasama dengan instansi lain dalam pendidikan dan pengajaran, penyediaan buku bacaan, dan makanan yang layak. Makanan yang layak dalam hal ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M.HH-01.PK.07.2 Tahun 2009, dilanjutkan Surat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS.PK.0702-72, dilanjutkan Surat Kantor Wilayah Yogyakarta Nomor: W22.PK.01.07.02-3902, yaitu mengenai daftar susunan bahan makanan dan menu makanan bagi narapidana yang secara rinci terdapat dalam lampiran. Sedangkan kewajiban narapidana tercantum dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu. 2. Tahap Pelaksanaan Pembinaan Tolak ukur dari keberhasilan dari pembinaan suatu lembaga pemasyarakatan adalah bagaimana perilaku narapidana baik selama berada di lembaga pemasyarakatan maupun setelah terjun kembali ke masyarakat. Oleh commit to user 42 karena itu, perlu adanya suatu sistem atau strategi dalam pembinaan yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan. Berdasarkan skema tentang proses pemasyarakatan sebagaimana terlampir, maka dapat diuraikan bahwa secara garis besar terdapat 4empat tahap pelaksanaan pembinaan, yaitu: a. Tahap Pertama disebut dengan Tahap Masa Pengenalan Lingkungan Mapenaling Pada tahap ini terdapat beberapa penekanan, yaitu penerapan pelatihan Peraturan Baris-Berbaris PBB untuk membentuk kedisiplinan, pengenalan norma-norma yang berlaku di lembaga pemasyarakatan, pembentukan pola ibadah yang sesuai dengan ajaran agama masing- masing, dan penggalian minat dan bakat. Untuk penggalian minat dan bakat maka diperlukan wali narapidana untuk membantu narapidana mengenali diri sendiri dan mengetahui kemampuannya. Wali narapidana adalah petugas pemasyarakatan yang ditunjuk sebagai pengganti orang tua untuk mengamati, mengawasi, dan memberikan penilaian mengenai tingkah laku narapidana yang diampunya, serta menerima keluhan dari narapidana tersebut. Setelah paling lama satu bulan menjalani masa pengenalan lingkungan dengan penempatan pada Blok G, maka selanjutnya dilakukan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP untuk menentukan apakah narapidana sudah siap atau belum untuk ditempatkan di Blok E sampai selesai menjalani 13 masa pidananya dengan sistem penjagaan Maximum Security, dalam arti terhadap narapidana tersebut dilakukan pengawasan secara ketat. b. Tahap Kedua disebut dengan Tahap Peningkatan Setelah narapidana menjalani 13 masa pidananya di Blok E, maka segera diadakan sidang TPP tahap kedua Sidang Peningkatan Program. Pada sidang ini diputuskan apakah narapidana sudah siap atau belum untuk ditempatkan di Blok Reguler Blok D dan F sampai dengan 12 masa pidananya dengan sistem penjagaan Medium Security. Pada tahap commit to user 43 ini, narapidana sudah dipekerjakan di luar tembok lembaga pemasyarakatan sesuai dengan kemampuannya. c. Tahap Ketiga disebut dengan Tahap Asimilasi Setelah menjalani tahap kedua, narapidana dapat mengusulkan agar ia dapat menjalani pembinaan tahap ketiga tahap asimilasi kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Asimilasi adalah proses pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat. Pada tahap ini, narapidana dapat dipekerjakan pada tiap-tiap latihan kerja, baik milik lembaga pemasyarakatan maupun milik swasta sampai 23 masa pidananya, dengan sistem penjagaan Minimum Security. Bentuk kegiatan dari tahap ini antara lain: 1 bekerja diluar lembaga pemasyarakatan yang dapat berupa : a bekerja pada pihak ketiga baik instansi pemerintah, swasta ataupun perorangan b bekerja mandiri, misalnya menjadi tukang cukur, binatu, bengkel, tukang memperbaiki radio dan lain sebagainya c bekerja pada lembaga pemasyarakatan terbuka dengan tahap minimum security 2 mengikuti pendidikan, bimbingan dan latihan ketrampilan diluar lembaga pemasyarakatan 3 mengikuti kegiatan sosial dan kegiatan pembinaan lainnya seperti : a kerja bakti bersama dengan masyarakat b berolah raga bersama dengan masyarakat c mengikuti upacara atau peragaan ketrampilan bersama dengan masyarakat Dalam melaksanakan asimilasi, lamanya narapidana berada diluar lembaga pemasyarakatan ditentukan sebagai berikut : commit to user 44 1 untuk kegiatan pendidikan, bimbingan dan latihan ketrampilan disesuaikan dengan waktu yang dipergunakan secara efektif ditempat kegiatan 2 untuk kegiatan kerja pada pihak ketiga dan kerja mandiri disesuaikan dengan waktu yang dipergunakan ditempat kerja paling lama 9 sembilan jam sehari termasuk waktu di perjalanan 3 untuk kegiatan di lembaga pemasyarakatan terbuka dapat menginap dengan mendapat pengawalan minimum security. Dalam hal pelaksanaan asimilasi memerlukan kerja sama antara lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga, maka kerja sama tersebut harus didasarkan pada suatu perjanjian yang dibuat antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan pihak ketiga yang memberi pekerjaan pada narapidana. Perjanjian kerjasama tersebut harus memuat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, termasuk upah yang akan diterima narapidana. d. Tahap Keempat disebut dengan Tahap Integrasi Setiap narapidana yang menempuh tahap keempat ini, yaitu setelah menempuh 23 masa pidananya, dapat diintegrasikan kepada masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan berupa cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Cuti menjelang bebas adalah proses pembinaan diluar Lembaga Pemasyarakatan bagi narapidana yang menjalani masa pidana atau sisa masa pidana yang pendek. Sedangkan pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana diluar Lembaga Pemasyarakatan yang dilaksanakan berdasarkan Pasal 15 dan Pasal 16 Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Pasal 14, 22 dan Pasal 29 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam pelaksanaan semua tahap pembinaan tersebut, sesuai dengan Pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, maka narapidana berhak atas Remisi. Menurut Dwidja Priyatno dalam bukunya menyatakan: commit to user 45 Remisi dalam sistem pelaksanaan pidana penjara khususnya yang menyangkut sistem pemasyarakatan sangat penting. Hal ini menyangkut masalah pembinaan yang dilakukan oleh para petugas LAPAS terhadap para narapidana. Untuk itu dalam pelaksanaan sistem pidana penjara di Indonesia, remisi mempunyai kedudukan yang sangat strategis sebab, apabila narapidana tidak berkelakuan baik yang merupakan inti keberhasilan pembinaannya maka tidak dapat diberikan remisi Dwidja Priyatno, 2009:133. Pengertian dari remisi itu sendiri menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan adalah “remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan” Pasal 1 ayat 6 PP No.32 Tahun 1999. Bentuk-bentuk remisi berdasarkan Pasal 2 dan 3 Keputusan Presiden Nomor: 174 Tahun 1999 tentang Remisi antara lain: a. Remisi Umum Remisi Umum adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus. b. Remisi Khusus Remisi Khusus adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana pada Hari Besar Keagamaan yang dianut oleh yang bersangkutan dan dilaksanakan sebanyak-banyaknya 1 satu kali dalam 1 satu tahun bagi masing-masing agama. Pemberian Remisi khusus dilaksanakan pada: 1 Setiap Hari Raya Idul Fitri bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Islam. 2 Setiap Hari Natal bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama KristenKhatolik. 3 Setiap Hari Raya Nyepi bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Hindu. commit to user 46 4 Setiap Hari Raya Waisak bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Budha. Berdasarakan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.UM.01.10-130 Tahun 2001 tentang Penjelasan Remisi Khusus yang Tertunda dan Remisi Khusus Bersyarat serta Remisi Tambahan, Remisi Khusus dibagi menjadi 2 dua bentuk, yaitu: 1 Remisi Khusus Tertunda Remisi Khusus ini diberikan kepada Narapidana yang telah memenuhi syarat substantif namun pada hari raya keagamaannya, yang bersangkutan masih berstatus tahanan sehingga yang bersangkutan tidak dapat diusulkan untuk memperoleh Remisi. Untuk selanjutnya yang bersangkutan dapat diusulkan Remisi setelah yang bersangkutan berstatus Narapidana. Besarnya Remisi Khusus Tertunda maksimal 1 satu bulan. 2 Remisi Khusus Bersyarat Remisi Khusus ini diberikan kepada Narapidana dan anak pidana yang pada hari raya keagamaannya, belum cukup 6 enam bulan menjalani pidananya, Narapidana tersebut tetap dapat diusulkan Remisi Khusus Bersyaratnya, apabila selama menjalani masa bersyarat genap 6 enam bulan yang bersangkutan senantiasa berkelakuan baik selanjutnya Remisi Khusus Bersyarat tersebut diperhitungkan dalam expirasinya. Namun apabila selama menjalani masa bersyarat tersebut yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin maka Remisi Khusus Bersyarat dicabutdibatalkan. c. Remisi Tambahan Remisi Tambahan adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan atau melakukan perbuatan yang membantu kegiatan Lembaga Pemasyarakatan. Remisi Tambahan ini diberikan kepada Narapidana biasa bukan pemuka yang sekurang kurangnya 6 enam bulan sebelum hari “H” Hari commit to user 47 Ulang Tahun Kemerdekaan RI telah melakukan tugas Karya dan Dharma Bhakti, sehingga dapat dirasakan manfaatnya bagi banyak Narapidana lainnya. Remisi tambahan jenis ini tetap dapat diberikan pada Hari Raya Keagamaan berikutnya sepanjang Dharma, KaryaBhaktinya dilakukan terus menerus tidak terputus sampai dengan Hari Raya tahun berikutnya. Adapun Karya dan Dharma Bhakti yang dilakukan sebagai pengajar, guru, pelatih keterampilan dan instruktur, Da’i atau Pendeta. d. Remisi Dasawarsa Remisi Dasawarsa diberikan bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus, tiap 10 sepuluh tahun sekali. 3. Metode Pembinaan Dalam setiap kegiatan tentu saja memiliki metode dalam pelaksanaannya, agar kegiatan tersebut mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Begitu pula dengan pembinaan narapidana yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, digunakan metode-metode tertentu dalam menyampaikan materi pembinaan kepada narapidana. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Ibu Kandi Tri S., S.H., M.H., selaku Staff Bina Kemasyarakatan dan Perawatan BIMASWAT pada tanggal 24 Mei 2011, metode-metode tersebut antara lain: a. Metode gabungan antara Pendekatan dari Atas ke Bawah Top Down Approach dengan Pendekatan dari Bawah ke Atas Bottom Up Approach Pada dasarnya, semua program dan wujud pembinaan memang telah ditentukan oleh petugas pemasyarakatan, namun narapidana diberikan kebebasan untuk memilih sesuai dengan minar, bakat, dan kemampuannya. Bahkan tidak menutup kemungkinan narapidana memberikan masukan kepada petugas pemasyarakatan untuk membuat program baru dalam pembinaan. b. Metode gabungan antara Pendekatan Perorangan dengan Pendekatan Kelompok commit to user 48 Tingkat intelektualitas, tingkat kematangan emosi, minat dan bakat setiap narapidana tentu berbeda. Oleh karena itu, petugas pemasyarakatan melakukan pendekatan perorangan untuk lebih mengenal kemampuan narapidana itu sendiri, dan melakukan pendekatan kelompok untuk memudahkan dalam menyampaikan materi pembinaan. c. Metode Kekeluargaan Metode pembinaan yang dilakukan petugas pemasyarakatan merupakan interaksi langsung yang bersifat kekeluargaan antara petugas pemasyarakatan pembina dengan narapidana. d. Metode Persuasif Edukatif Petugas pemasyarakatan berusaha untuk merubah tingkah laku narapidana melalui keteladanan dan memperlakukan secara adil diantara sesama narapidana sehingga menggugah hati narapidana untuk melakukan hal-hal yang terpuji, menempatkan narapidana sebagai masyarakat yang mempunyai harga diri dengan hak dan kewajiban yang sama dengan manusia lainnya. Hal ini tercermin dalam Sepuluh Wajib Petugas Pemasyarakatan: 1 Menjunjung tinggi hak-hak Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan 2 Bersikap welas asih dan tidak sekali-kali menyakiti Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan 3 Berlaku adil terhadap Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan 4 Menjaga rahasia pribadi Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan 5 Memperhatikan keluhan Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan 6 Menjaga rahasia keadilan masyarakat 7 Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikap dan perilaku 8 Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan gangguan keamanan 9 Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat commit to user 49 10 Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan keamanan e. Metode Continual Maksudnya adalah bahwa materi-materi pembinaan yang disampaikan setiap hari mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain, sehingga pada akhirnya narapidana dapat menguasai materi yang disampaikan dengan baik secara terus-menerus. f. Metode Security Dalam menyampaikan materi pembinaan dan bimbingan kepada narapidana, langkah-langkah keamanan yang dilakukan disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi. Untuk mendukung keberhasilan pembinaan narapidana, perlu adanya kesungguhan, keikhlasan, dan tanggung jawab dalam diri petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, bagi petugas pemasyarakatan juga berlaku Tri Dharma Petugas Pemasyarakatan: a. Kami petugas pemasyarakatan adalah abdi hukum pembina narapidana dan pengayom masyarakat b. Kami petugas pemasyarakatan wajib bersikap bijaksana dan bertindak adil dalam pelaksanaan tugas c. Kami petugas pemasyarakatan bertekad menjadi suri teladan dalam mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila. Ketiga hal ini harus dipegang teguh oleh petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan narapidana. Narapidana harus ditempatkan sebagai subyek dalam pembinaan dan bukan sebagai obyek pembinaan. 4. Program dan Wujud Pembinaan Seksi Pembinaan Narapidana Sie. BINAPI Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta dalam melaksanakan pembinaan narapidana, mendasarkan program pembinaan bagi narapidana pada Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan. Program-program tersebut antara lain: a. Program Pembinaan Kepribadian: 1 Pembinaan kesadaran beragama. commit to user 50 Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang benar dan perbuatan-perbuatan yang salah. Wujud dari program ini adalah bekerja sama dengan Kementerian Agama Kotamadya, Pondok Pesantren Krapyak, Pondok Pesantren Yusuf Mansyur, dan LSM terkait. 2 Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Usaha ini dilaksanakan dengan menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik yang dapat berbakti bagi bangsa dan negaranya. Perlu disadarkan bahwa berbakti untuk bangsa dan negara adalah sebahagian dari iman taqwa. Wujud dari program ini adalah pelaksanaan upacara bendera setiap tanggal 17 Agustus perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia, hari Karyadika bulan Oktober, dan hari Pemasyarakatan bulan April. 3 Pembinaan kemampuan intelektual kecerdasan. Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berfikir warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan intelektual kecerdasan dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun melalui pendidikan non- formal. Pendidikan formal, diselenggarakan sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang telah ada yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat ditingkatkan semua warga binaan pemasyarakatan. Pendidikan non- formal, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan melalui kursus-kursus, latihan ketrampilan dan sebagainya. Bentuk pendidikan non-formal yang paling mudah dan paling murah ialah kegiatan-kegiatan ceramah umum dan membuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh informasi dari luar, misalnya commit to user 51 membaca koranmajalah, menonton TV, mendengar radio dan sebagainya. Untuk mengejar ketinggalan di bidang pendidikan baik formal maupun non formal agar diupayakan cara belajar melalui Program Keiar Paket A dan Kejar Usaha. Wujud dari program ini adalah untuk narapidana yang buta huruf diwajibkan mengikuti program kejar paket A baik setara maupun tidak setara. Untuk kegiatan ini, Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan. Sedangkan untuk Warga Binaan Pemasyarakatan yang ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi, Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta telah bekerja sama dengan UNWAMA untuk jurusan Ekonomi Manajemen yang saat ini sudah ada 17 orang Warga Binaan Pemasyarakatan yang menjadi mahasiswa UNWAMA yang sekarang menjadi Universitas Mercu Buwana UMB Yogyakarta. 4 Pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kesadaran hukum warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi sehingga sebagai anggota masyarakat, mereka menyadari hak dan kewajibannya dalam rangka turut menegakkan hukum dan keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum dan terbentuknya perilaku setiap warga negara Indonesia yang taat kepada hukum. Penyuluhan hukum bertujuan lebih lahjut untuk membentuk keluarga Sadar Hukum KADARKUM yang dibina selama berada dalam lingkungan pembinaan maupun setelah berada kembali di tengah-tengah masyarakat. Penyuluhan hukum diselenggarakan secara langsung yakni penyuluh berhadapan langsung dengan sasaran yang disuluh dalam TEMU SADAR HUKUM dan SAMBUNG RASA, sehingga dapat bertatap muka langsung, misalnya melalui ceramah, diskusi, sarasehan, temuwicara, peragaan dan commit to user 52 simulasi hukum. Metoda pendekatan yang diutamakan ialah metoda persuasif, edukatif, komunikatif dan akomodatif PEKA. Wujud dari program ini adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta bekerja sama dengan Kepolisian Daerah Provinsi DI. Yogyakarta. Selain itu, bekerja sama juga dengan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Untuk Wanita dan Keluarga LKBH UWK. 5 Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pembinaan di bidang ini dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan, yang bertujuan pokok agar bekas narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat lingkungannya. untuk mencapai ini, kepada mereka selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dibina terus untuk patuh beribadah dan dapat melakukan usaha-usaha sosial secara gotong royong, sehingga pada waktu mereka kembali ke masyarakat mereka telah memiliki sifat-sifat positif untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat lingkungannya. Wujud dari program ini adalah dengan menerapkan disiplin ibadah, sharing kelompok, bekerja mandiri, dan bekerja pada pihak ketiga. b. Program Pembinaan Kemandirian: 1 Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan, industri, rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan sebagainya. 2 Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan jadi contoh mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga, pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan pembuatan batu bata, genteng, batako. 3 Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing- masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki commit to user 53 kemampuan di bidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat mengembangkan bakatnya sekaligus mendapatkan nafkah. 4 Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian perkebunan dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi, misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil, industri minyak atsiri dan usaha tambak udang. Wujud dari program pembinaan kemandirian ini adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan kerja, antara lain: 1 Pertukangan 2 Konblok dan Batako 3 Kerajinan Tangan Handycraft 4 Las 5 Bengkel Otomotif 6 Persepatuan 7 Elektronik 8 Pertanian 9 Potong Rambut 10 Laundry 11 Penjahitan 12 Pencucian MotorMobil 13 Pijat Refleksi commit to user 54

C. Pembinaan Narapidana Wanita dan Narapidana Laki-Laki

Dokumen yang terkait

Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan ( Studi Deskriptif : Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan)

0 56 127

Pembinaan Narapidana di Lembaga :Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,(Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

0 32 344

Pelaksanaan Hak-Hak Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II-ATanjung Gusta Medan)

0 23 148

Pelaksanaan Pembinaan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai)

1 41 122

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 3 12

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 12

PENUTUP PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 6

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo).

0 0 91

ANALISIS KEDUDUKAN HUKUM NARAPIDANA PENDERITA HIVAIDS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PANGKALPINANG SKRIPSI

0 0 15

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo) SKRIPSI

0 0 53