PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI ETANOLIK EKSTRAK BAWANG DAYAK TERHADAP TINGKAT EKSPRESI CYCLIN E GALUR SEL KANKER SERVIKS UTERI HeLa (Human PapilomaVirus High Risk type)

(1)

commit to user

i TESIS

PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI ETANOLIK EKSTRAK BAWANG DAYAK TERHADAP TINGKAT EKSPRESI CYCLIN-E GALUR SEL KANKER SERVIKS

UTERI HeLa (Human PapilomaVirus High Risk type)

HIMAWAN BUDITYASTOMO NIM. S.5803003

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I OBSTETRI GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

GALUR SEL KANKER SERVIKS UTERI HeLa (HPV High Risk type)

TESIS Karya Akhir

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dibacakan di Hadapan Panitia Ujian Tesis Pada Hari : Rabu

Tanggal : 20 Oktober 2010 Jam : 09.00 WIB

Oleh :

HIMAWAN BUDITYASTOMO NIM. S5803003


(3)

commit to user

iii

Lembar Persetujuan

UJIAN TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 20 Oktober 2010

Oleh

Pembimbing I,

( Dyah Ratna Budiani, Dra, M.Si ) NIP. 132 105 467

Pembimbing II,

( DR. Supriyadi Hari Respati,dr. SpOG ) NIP. 19610309 198802 1 001

Mengetahui, Koordinator Tesis,

( DR. Hj. Sri Sulistyowati, dr. SpOG(K) ) NIP. 19620822 198912 2 001


(4)

commit to user

iv Tanggal : 26 N0vember 2009

PANITIA UJIAN PROPOSAL

Ketua : Hj. Sri Sulistyowati, DR, dr. SpOG (K)

Anggota :

1. Dyah Ratna Budiani, Dra, M.Si 2. Supriyadi Hari Respati, dr. SpOG

3. H. Docang Tjiptosisworo, dr. SpOG (K), MMR 4. DR. H. Sutrisno, dr. SpOG (K)


(5)

commit to user

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Assalamualaikum Wr. Wb

Berkat rahmat Allah SWT akhirnya saya dapat menjalani menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis bidang Obstetri dan Ginekologi serta menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan rasa hormat yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

Dr. Hj. Sri Sulistyowati, dr. SpOG(K) atas kesediaan beliau sebagai koordinator, di tengah kesibukan beliau yang begitu padat masih berkenan meluangkan waktu untuk member petunjuk dan dorongan dalam menyelesaikan tesis ini.

Dyah Ratna Budiani, Dra, M.Si sebagai pembimbing I, yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, memecahkan masalah yang timbul dan ikut membantu menyelesaikan penelitian ini.

Supriyadi Hari Respati, dr. SpOG sebagai pembimbing II, member bimbingan dan arahan demi kesempurnaan penelitian ini.

Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof. Dr. Syamsulhadi, dr. SpKJ yang telah member izin dan kesempatan pada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof, Dr. H. A.A Subijanto, dr. MS yang telah member izin dan kesempatan mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(6)

commit to user

vi

seluruh wakil direktur atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas rumah sakit dalam menempuh pendidikan dokter spesialis.

Kepala Laboratorium Lembaga Pendidikan dan Penelitian Terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta beserta seluruh staf dan tenaga tehnis laboratorium atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas laboratorium dalam penelitian tesis ini.

Kepala Bagian/Lab. Patologi Anatomi Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr. SpPA(K) beserta seluruh staf dan tenaga tehnis laboratorium atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas laboratorium dalam penelitian tesis ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan H. Rustam Sunaryo, dr. SpOG selaku Kepala SMF/Lab. Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta/RSUD Dr. Moewardi Surakarta, H. Glondong Suprapto, dr. SpOG selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Prof. Dr. YB. Suparyatmo, dr. SpPK Ketua Panitia Kelayakan Etika Fakultas Kedokteran UNS/RSUD. Dr. Moewardi dan Kepala SMF Lab Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi/Fakultas Kedokteran UNS Surakarta.

M. Arief. TQ, dr. MS, atas kesediaan dan kesabaran dalam memberikan pengarahan dan bimbingan sebagai konsultan Metodologi Penelitian.

Saya ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada staf pengajar Program Pendidikan Dokter Spesialis I Universitas Sebelas Maret Surakarta yang belum saya sebutkan di atas : Prof. DR. KRMT. Tedjo Danudjo Oepomo, dr. SpOG(K), H. Tri Budi


(7)

commit to user

vii

Wiryanto, dr. SpOG, H.A. Hafidh Zaini, dr. SpOG (Alm), H. Rochaditomo Moektiono, dr. SpOG (Alm), H. Maskunaryo, dr. SpOG (Alm), H. Loekmono Hadi, dr. SpOG(K), Prof. Dr. JB. Dalono, dr. SpOG, Wuryatno, dr. SpOG, M. Mochtarom, dr. SpOG (Alm), Abkar Raden, dr. SpOG(K), Hj. Sri Sulistyowati, dr. SpOG(K), Heru Priyanto, dr. SpOG(K), Hermawan Udiyanto, dr. SpOG, Abdurrahman Laqief, dr. SpOG (K), Teguh Prakosa, dr. SpOG, H. Darto, SpOG, Eriana Melinawati, dr. SpOG(K), Wisnu Prabowo, dr. SpOG, Erik Edwin Yuliantara, dr. SpOG, Affi Angelia Ratnasari, dr. SpOG, Adrianes, dr. SpOG.

Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada H. Rusbandi, dr. SpOG Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Sragen, Adhi Pramono, dr. SpOG Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Wonogiri, H. Hari Suprapto, dr. SpOG Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Kebumen, H. Suwaryo Madsukadi, dr. SpOG Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Cepu yang selalu memberikan bimbingan dan kesempatan pada kami untuk belajar dan menimba pengalaman di rumah sakit jejaring tersebut.

Kepada para bidan, paramedis serta teman sejawat residen, dokter muda, saya ucapkan terima kasih atas kerjasamanya yang baik selama masa pendidikan ini.

Penghargaan dan terima kasih saya sampaikan pada para pasien yang pernah saya rawat. Mereka merupakan guru dan sumber pengalaman yang sangat berharga bagi saya dalam menerapkan antara teori dan praktek selama menjalani masa pendidikan.

Tak lupa jasa besar dari almarhumah Henrietta Lacks yang telah bersedia menyumbangkan bagian dari tubuhnya untuk diambil dan dibiakkan hingga saat ini, yang sangat membantu kemajuan penelitian di bidang biologi molekuler.


(8)

commit to user

viii

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak H. Ashadi Yasin, dr., dan ibu Hj. Siti Mutmainnah yang telah membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dan tak pernah lelah memberikan dorongan semangat dan doa untuk selalu berbuat yang terbaik dalam menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih juga kepada mertua saya H. Zulfikar Nukman dan Hj. Nurleily (Alm) atas dorongan semangat dan doa kepada saya.

Akhirnya ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan untuk istri tercinta Feny Adriani, dr. MBiomed, dan putriku tersayang Dyah Ayu Sekar Kinasih atas kesabaran, keikhlasan, pengertian, dukungan dan pengorbanan dalam mendampingi saya selama menjalani pendidikan ini.

Tentulah banyak pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu karena keterbatasan ruang, namun jasa baik bapak/ibu/saudara tetap terpatri dalam hati saya. Semoga kebaikan dan dukungan bapak/ibu/saudara semua mendapat balasan melimpah dari Allah SWT, Amien yaa Robbal alamin.


(9)

commit to user

ix RINGKASAN

Pengaruh Pemberian Fraksi Etanolik Ekstrak Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) terhadap Tingkat Ekspresi Cyclin-E Galur Sel Kanker Serviks Uteri HeLa

(HPV High Risk type)

Himawan Budityastomo

Kanker serviks uteri masih merupakan keganasan yang paling utama dijumpai pada wanita sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia (Saunders, 1999). Penggunaan radioterapi maupun sitostatika sebagai penatalaksanaan karsinoma serviks uteri, terutama setelah mencapai stadium invasif, sampai saat ini belum dapat memperbaiki prognosis. Mahalnya biaya pengobatan kemoterapi juga menyebabkan masih tingginya angka kejadian karsinoma serviks uteri di Indonesia (Rasjidi, 2007).

Bawang dayak secara empiris dipercaya sebagai anti kanker, namun belum ada penelitian secara ilmiah yang telah dipublikasikan yang membuktikan efek dari tanaman obat tersebut dalam menghambat proliferasi sel kanker (Yuniar,2008). Belum diketahui secara pasti apakah hambatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh terhentinya siklus sel kanker yang mengalami kerusakan DNA sehingga sel tersebut berkesempatan untuk melakukan repair ataupun melanjutkan proses apoptosis.

Penghentian sel pada fase G1 oleh pRb maupun p53 akan memberikan kesempatan pada sel yang mengalami kerusakan untuk dikenali dan melanjutkan proses apoptosis. Penekanan Cyclin-E akan menyebabkan pRb tidak terfosforilasi sehingga tidak dapat meleaskan ikatannya dengan E2F. Dengan menekan Cyclin-E diharapkan terjadi penghentian siklus sel pada fase G1 sehingga proses repair maupun apoptosis dapat berlangsung (Cotrans, 1999). Penelitian sebelumnya telah menemukan penghambatan pertumbuhan galur sel kanker serviks uteri HeLa oleh fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Hadibrata, 2009).


(10)

commit to user

x

test only control group design. Dilakukan perlakuan dengan menggunakan fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) dengan tiga konsentrasi di bawah LC50, satu kelompok tanpa perlakuan sebagai kontrol positif dan satu kelompok dengan perlakuan menggunakan Cisplatinum sebagai kontrol negatif.

Disimpulkan bahwa fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) menurunkan tingkat ekspresi Cyclin-E galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type).


(11)

commit to user

xi ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI ETANOLIK EKSTRAK BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia L., Merr.) TERHADAP TINGKAT EKSPRESI CYCLIN-E

GALUR SEL KANKER SERVIKS UTERI HeLa (HPV High Risk type) Himawan Budityastomo

PPDS I Obstetri dan Ginekologi FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Latar belakang: Kanker serviks uteri sebagai penyebab kematian terbesar pada wanita di negara berkembang. Tanaman obat sering digunakan sebagai alternatif terapi penyakit kanker. Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) telah digunakan secara empiris sebagai obat anti kanker tanpa didasari bukti ilmiah.

Tujuan: Mempelajari pengaruh fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) terhadap tingkat ekspresi Cyclin-E galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type) secara in vitro.

Metode: Dilakukan penelitian eksperimental biomedik dengan pendekatan post-test only control group design. Dilaksanakan pada galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type) dengan satu kontrol positif tanpa perlakuan, satu kontrol negatif dengan perlakuan menggunakan Cisplatinum dan tiga kelompok dengan masing-masing diberi perlakuan dengan tiga konsentrasi berbeda di bawah LC50. Sel yang mengekspresikan Cyclin-E dihitung dengan bentuk prosentase dan diuji dengan uji statistik regresi korelasi linier.

Hasil: Analisis regresi korelasi linier menunjukan bahwa terdapat pengaruh tingkat ekspresi Cyclin-E dengan p = 0,000 dan R = 0,991.

Kesimpulan: Disimpulkan bahwa fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) dapat menurunkan tingkat ekspresi Cyclin-E sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type) secara signifikan.


(12)

commit to user

xii

THE INFLUENCE OF THE ADMINISTRATION OF DAYAK GARLIC (Eleutherine

palmifolia L., Merr) EXTRACT ETHANOLIC FRACTION TO THE EXPRESSION LEVEL CYCLINE-E CANCEROUS CELLS OF UTERIN CERVIX HeLa (HPV High Risk type)

Himawan Budityastomo PPDS I Obstetrics and Ginekology Faculty of Medicine Sebelas Maret University

Dr. Moewardi General Hospital Surakarta

Background: Cervical cancer is the greatest cause of death among women in the developing countries. Herbs are often used as an alternative therapy for cancer. Dayak garlic (Eleutherine palmifolia L., Merr) has empirically in use as anti cancer remedy without being underline with a scientific proof.

Objetive: Studying the influence of dayak garlic extract etanolik fraction to the expression level Cyclin-E cancerous cell of uterin cervix HeLa (HPV High Risk type) in the laboratory (in vitro).

Method: A biomedical experimental research is done with an approach of post test only control group design. It is done to the uterin cervix cancerous cell HeLa (HPV High Risk type) with one positive control without treatment, one negative control with treatment by using Cisplatinum entry groups in which each is given treatment by using three different consentration below LC50. The cells which express Cyclin-E are counted in the form of presentage and examinet with linier correlation regression statistic examination.

Result: The linier correlation regression statistic analysis shows that there is an influence of Cyclin-E expression level with p = 0.000 and R = 0.991.

Conclusion: It is concluded that dayak garlic extract ethanolic fraction (Eleutherine palmifolia L., Merr) is able to lower the expression level of Cyclin-E uterin cervix cancerous cells HeLa (HPV High Risk type) significantly.


(13)

commit to user

xiii DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Prasyarat Gelar ... ii

Pengesahan ... iii

Panitia Penguji ... iv

Ucapan Terima Kasih ... v

Ringkasan ... ix

Abstrak ... xi

Daftar Isi ... xiii

Daftar Gambar ... xv

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Grafik ... xvii

Daftar Singkatan ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Karsinogenesis ... 5

2.1.1. Pengaturan siklus sel ... 10

2.2 Protein Retinoblastoma ... 16

2.3. Karsinom serviks uteri ... 20

2.3.1. Epidemiologi ... 20

2.3.2. Etiologi ... 21

2.3.3 Human Papilloma Virus ... 22

2.3.4 Stadium ... 24


(14)

commit to user

xiv

2.4.1. Morfologi ... 28

2.4.2 Kandungan Kimia Umbi Bawang Dayak ... 29

2.4.2.1 Flavonoid ... 30

2.4.2.2. Antrakinon ... 33

2.4.2.3. Terpenoid ... 33

2.4.2.4. Kaumarin ... 34

2.5. Galur Sel Kanker Serviks Uteri HeLa (HPV High Risk type) ... 35

2.6. Cyclin-E pada sel kanker serviks uteri ... 37

2.7. Kerangka Teori ... 38

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ... 40

3.1. Kerangka Konseptual ... 40

3.2. Hipotesis ... 41

BAB 4. METODE PENELITIAN ... 42

4.1. Jenis Penelitian ... 42

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

4.3. Subyek Penelitian ... 42

4.4. Variabel Penelitian ... 42

4.4.1. Variabel Terikat ... 42

4.4.2. Variabel Bebas... 42

4.5. Definisi Operasional ... 42

4.6. Rancangan Penelitian ... 44

4.7. Alat dan Bahan ... 44

4.8. Cara Kerja ... 45

4.9. Analisis Data ... 46

BAB 5 HASIL DAN ANALISIS DATA ... 48

5.1. Hasil Penelitian ... 48

5.1.1. Hasil pemberian ekstrak bawang dayak terhadap ekspresi Cyclin-E .... 49


(15)

commit to user

xv

BAB 6 PEMBAHASAN ... 54

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

7.1. Kesimpulan ... 58

7.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA


(16)

commit to user

xvi

Halaman

Gambar 2.1. Siklus sel ... 11

Gambar 2.2. Skema peran cyclin dan cyclin dependent kinase (CDK) dalam siklus sel ... 13

Gambar 2.3. Skema peran cyclin, cyclin dependent kinase (CDK) dan CDK inhibitor dalam siklus sel ... 15

Gambar 2.4. Umbi Bawang Dayak ... 28

Gambar 2.5. Bunga Bawang Dayak ... 29

Gambar 2.6. Struktur dasar flavonoid ... 33

Gambar 2.7. Struktur dasar atrakinon ... 33

Gambar 2.8. Struktur dasar kaumarin ... 35

Gambar 2.9. Sel HeLa yang sedang membelah diri.(dengan mikroskop elektron ... 36

Gambar 2.10. Sel Hela dengan pewarnaan/ stained Hoechst 33258s ... 36

Gambar 5.1. Pengaruh pemberian ekstrak bawang dayak terhadap ekspresi Cyclin-E ... 49

Gambar 5.2. Kontrol (+), tanda panah menunjukkan sel dengan ekspresi Cyclin-E positif pada perbesaran 400X ... 50

Gambar 5.3. Perlakuan dengan konsentrasi 18,75µg/ml fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr). Tanda panah merah menunjukkan ekspresi Cyclin-E positif, tanda panah hitam menunjukkan ekspresi Cyclin-E negatif, dengan perbesaran 400X ... 51

Gambar 5.4. Perlakuan dengan konsentrasi 37,5 µg/ml fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr). Tanda panah merah menunjukkan ekspresi Cyclin-E positif, tanda panah hitam menunjukkan ekspresi Cyclin-E negatif, dengan perbesaran 400X ... 51

Gambar 5.5. Perlakuan dengan konsentrasi 75µg/ml fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr). Tanda panah merah menunjukkan ekspresi Cyclin-E positif, tanda panah hitam menunjukkan ekspresi Cyclin-E negatif, dengan perbesaran 400X ... 52


(17)

commit to user

xvii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Stadium Karsinoma serviks uteri. ... 24 Tabel 2.2 Penatalaksanaan karsinoma serviks uteri (Putra, 2006). ... 26


(18)

commit to user

xviii


(19)

commit to user

xix

DAFTAR SINGKATAN

ATP Adenosine-Triphosphat

BCL-2 B Cell Lymphoma-2

CDK Cyclin Dependent Kinase

DNA Deoxyribo Nucleat Acid

FIGO The International Federation Of Gynecology and Obstetrics

HeLa Henrietta Lacks

HPV Human Papilloma Virus

HDAC Histone Deacetylase

LC Lethal Concentration

MAB Monoclonal Antibody

p21 protein 21

p53 protein 53

pRb Protein Retinoblastoma

PTP Permiability Transition Pore


(20)

commit to user

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah.

Kanker serviks uteri masih merupakan keganasan yang paling umum dijumpai pada wanita sebagai penyebab kematian akibat keganasan terbanyak di seluruh Indonesia (Saunders, 1999). Penggunaan radioterapi maupun sitostatika sebagai penatalaksanaan kanker serviks uteri, terutama setelah mencapai stadium invasif, sampai saat ini belum dapat memperbaiki prognosis. Terapi utama kanker serviks uteri adalah tindakan operatif, radioterapi, kemoterapi ataupun kombinasi ketiganya. Pada stadium awal terapi operatif lebih dipilih. Sedangkan pada stadium invasif sampai saat ini baik radioterapi maupun kemoterapi belum dapat memperbaiki prognosisnya (Norton, 2000). Mahalnya pengobatan kemoterapi juga menyebabkan masih tingginya angka kejadian kanker serviks uteri di Indonesia (Rasjidi, 2007). Bawang dayak telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati kanker oleh masyarakat Indonesia terutama di daerah sebagian Sumatera dan Kalimantan. Tanaman ini secara empiris dipercaya sebagai anti kanker, namun belum ada penelitian secara ilmiah yang telah dipublikasikan untuk membuktikan efek dari tanaman obat tersebut dalam menghambat proliferasi sel kanker (Yuniar,2008). Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa bawang dayak mempunyai efek pada pertumbuhan sel kanker. Namun belum diketahui secara pasti apakah hambatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh terhentinya siklus sel kanker yang mengalami kerusakan DNA sehingga sel


(21)

commit to user

2

tersebut berkesempatan untuk melakukan repair ataupun melanjutkan proses apoptosis.

Di Indonesia kanker serviks uteri masih merupakan keganasan tertinggi sebagai penyebab kematian dan menjadi masalah kesehatan hingga saat ini. (Anonymous, 1998).Setiap tahunnya di seluruh dunia ditemukan sekitar 500.000 kasus karsinoma seviks uteri baru. Di Indonesia sendiri setiap hari ditemukan sekitar 41 kasus baru dan 20 kematian sebagai akibat dari kanker serviks uteri (Rasjidi, 2008). Angka tersebut merupakan 20% dari semua kasus karsinoma pada wanita dan 60% dari karsinoma genitalia wanita. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, frekuensi karsinoma serviks uteri mencapai 76,2% diantara kanker ginekologi. Data yang didapat dari 17 rumah sakit di Jakarta pada tahun 1977 menyebutkan bahwa karsinoma serviks uteri menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus diantara 918 karsinoma pada wanita (Azis, 2001).

Salah satu strategi untuk pengembangan obat kanker adalah dengan menemukan senyawa-senyawa yang mendasarkan target aksinya pada gen-gen pengatur pertumbuhan atau proliferasi sel (Gibbs, 1970). Cell cycle progression merupakan parameter utama dalam mengukur sifat proliferatif sel. Proses ini diatur oleh regulator positif (onkogen) dan regulator negatif (tumor supressor gene) (Dean,1998; Pustzai,1996). Beberapa penelitian melaporkan bahwa bahan-bahan dari tanaman ternyata memiliki potensi sebagai regulator gen tumor supressor, sehingga berpotensi sebagai antikanker (Cardenas, 1998). Tanaman obat di Indonesia secara sporadis telah diteliti di berbagai Universitas dan lembaga penelitian Indonesia, tujuan dari penelitan tersebut umumnya untuk


(22)

commit to user

3

membuktikan penggunaan tanaman obat apakah dapat digunakan sebagai obat pada penyakit kanker (Winarto,2007). Tanaman obat yang dikenal sebagai obat anti kanker sudah mulai banyak ditemukan. Beberapa dari tanaman tersebut sudah diisolasikan kandungannya sebagai agensia sitostatika yang telah mendapat tempat pada pengobatan kanker serviks uteri. Siklus sel memegang peranan penting dalam proses proliferasi sel baik pada sel normal maupun sel kanker. Proses masuk dan transit selama siklus sel diatur oleh sejumlah protein. Protein yang dibutuhkan dalam proses ini antara lain adalah cyclin, cyclin dependent kinase (CDK) dan CDK inhibitor. Kompleks D/CDK4 dan Cyclin-E/CDK2 mengatur transisi fase G1 ke S (Mutch, 2002). Penghentian sel pada fase G1 akan memberikan kesempatan pada sel yang mengalami kerusakan untuk dikenali dan melanjutkan proses apoptosis. Dengan menekan Cyclin-E diharapkan terjadi penghentian siklus sel pada fase G1 sehingga proses repair maupun apoptosis dapat berlangsung (Cotrans, 1999). Penelitian sebelumnya telah menemukan penghambatan pertumbuhan galur sel kanker serviks uteri HeLa (Hadibrata, 2009). Kemungkinan penghambatan sel kanker oleh bawang dayak juga dipengaruhi oleh penekanan ekspresi Cyclin-E oleh pemberian ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr).

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kemampuan ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) dalam menghambat proliferasi sel kanker serviks uteri sekaligus membuktikan adanya kemampuan ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) dalam menghambat proliferasi sel karsinoma serviks uteri dengan cara menghambat ekspresi Cyclin-E, sehingga ekstrak


(23)

commit to user

4

tersebut nantinya dapat digunakan sebagai terapi komplementer atau sebagai terapi substitusi pada pengobatan medis konvensional, sekaligus dapat digunakan tidak hanya berdasarkan bukti empiris, namun juga memiliki dasar ilmiah terhadap khasiatnya.

1.2Rumusan Masalah.

1.2.1. Apakah pemberian fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) menurunkan tingkat ekspresi Cyclin-E pada galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type)?

1.3. Tujuan Penelitian. 1.3.1 Umum.

Mempelajari potensi anti tumor fraksi etanolik ekstrak bawang dayak pada galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type) secara in vitro.

1.3.2. Khusus.

Menilai pengaruh fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) terhadap tingkat ekspresi Cyclin-E galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type) secara in vitro.

1.4. Manfaat Penelitian.

Diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dasar perihal kemampuan fraksi etanolik bawang dayak dalam menghambat proliferasi sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type) melalui pengaruhnya dalam menurunkan tingkat ekspresi Cyclin-E secara in vitro.


(24)

commit to user

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinogenesis.

Kanker merupakan suatu kelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, dan melakukan invasi serta menyebar dari tempat asal sel tersebut ke tempat lain dalam tubuh. Ada tiga proses yang mempengaruhi jumlah sel secara keseluruhan pada makhluk hidup, yaitu proliferasi, eliminasi sel melalui kematian sel yang terprogram dan fase inaktif selama proses diferensiasi yang berguna untuk memberikan kesempatan bagi sel untuk melakukan perbaikan bagi penyimpangan yang terjadi. Sel kanker pada umumnya memiliki gangguan pada gen pengatur siklus sel yang mempengaruhi proliferasi sel yang tidak terkontrol tersebut (Pecorino, 2005; Lowy, 1998 ).

Karsinogenesis adalah merupakan proses pembentukan sel karsinoma yang patogenesisnya secara molekuler merupakan penyakit genetik. Berbagai faktor (multifaktorial) mempengaruhi proses ini yang menyerang tubuh secara bertahap (multistage) baik pada tingkat fenotip maupun genotip. Perubahan sel normal menjadi sel kanker melalui 3 tahap yaitu inisiasi, promosi dan progresi (MacDonald, 1997; Phillips, 1997).

Pada tahap inisiasi terdapat faktor inisiator yang memulai pertumbuhan sel yang abnormal menjadi seperti radiasi, bahan kimia mutagenik, virus, mutasi spontan. Selanjutnya pada tahap promosi sel yang terinisiasi akan dipacu untuk membelah oleh substansi yang dapat berupa karsinogen atau oleh bahan promotif


(25)

commit to user

6

(promoting agent). Substansi ini diperkirakan mempengaruhi diferensiasi sel sehingga tidak terjadi diferensiasi sesuai dengan fungsinya, yang biasanya terjadi pada sel normal setelah sel membelah. Pada tahap progresi ditandai dengan adanya invasi sel ganas ke membrana basalis atau kapsul. Perubahan genetik lebih lanjut diperlukan agar sel tumor dapat bermetastasis (Pecorino, 2005).

Kerusakan materi genetik pada karsinogenesis dapat terjadi pada tingkat kromosom, yaitu kelainan struktur dan jumlah kromosom atau pada tingkat gen yaitu kelainan struktur atau fungsi (misalnya metilasi, aktivitas, telomerase). Kerusakan materi dapat berupa delesi (deletion). Delesi adalah hilangnya satu segmen kromosom gen dari coding dan non-coding region. Kerusakan materi yang lain adalah berupa translokasi, yaitu sebagian dari suatu kromosom lepas dan menempel pada kromosom lainnya. Kerusakan ini umumnya didapat (acquired) dan terjadi pada sel somatik, tapi ada juga yang diturunkan dan menjadi predisposisi kanker. Gangguan dapat juga terjadi secara primer yaitu di awal perkembangan tumor maupun secara sekunder yaitu terjadi belakangan (Azis, 2006).

Perubahan salah satu atau keseluruhan dari tiga gen pengatur yang dijumpai pada semua sel dapat menyebabkan transformasi sel normal menjadi sel kanker pada tingkat molekuler. Tiga gen pengatur itu adalah proto-onkogen yang menghasilkan protein pertumbuhan, gen supresor yang menghasilkan protein yang menghambat pertumbuhan sel dan gen apoptosis yang menghasilan bahan yang memprogram kematian sel (Tannock, 1998).


(26)

commit to user

7

Selain itu masih ada gen yang ikut mempengaruhi proses karsinogenesis, yaitu gen yang berperan dalam proses repair DNA. Gen ini mempengaruhi proliferasi atau daya tahan sel dengan mempengaruhi kemampuan organisme tersebut untuk memperbaiki kerusakan non-lethal yang terjadi pada gen lain, termasuk proto-onkogen, gen supresor dan gen apoptosis. Kerusakan pada gen ini dapat menyebabkan timbulnya mutasi pada genom dan kemudian menimbulkan transformasi neoplasma. Gen DNA repair ini harus mengalami inaktivasi pada kedua alelnya untuk menyebabkan ketidak stabilan genom, sehingga gen DNA repair ini seringkali dikelompokkan sebagai gen supresor (Kresna, 2001; Yuwono, 2005).

Gen yang termasuk dalam proto-onkogen adalah gen yang memproduksi: (1) Faktor pertumbuhan (growth factor); (2) Reseptor faktor pertumbuhan (growth-factor receptor); (3) Kinase reseptor (non-receptor kinase); (4) Transduser sinyal (signal transducer); (5) Faktor transkripsi (transcription); dan (6) Protein nukleus (nuclear protein) (Best, 2008 ; King, 2004). Proto onkogen bisa berubah menjadi onkogenik akibat transduksi virus (viral oncogenes; v-oncs) atau akibat dari pengaruh yang mengubah perilaku in situ, sehingga menjadi cellular oncogenes (c-oncs). Perubahan yang dialami proto-onkogen menjadi onkogen selalu bersifat mengaktivasi, artinya mereka menstimuli suatu fungsi sel yang mengakibatkan pertumbuhan dan differensiasi sel. Onkogen menghasilkan protein yang disebut onkoprotein, yang mirip produk normal dari proto-onkogen. Yang membedakannya adalah tidak adanya unsur yang penting untuk pengendalian, serta produksinya oleh sel yang mengalami transformasi tidak


(27)

commit to user

8

dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan atau sinyal eksternal lainnya. Pada kondisi yang normal, proliferasi sel melalui tahapan sebagai berikut:

- Terikatnya faktor pertumbuhan pada reseptor spesifik membran sel.

- Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan yang bersifat sementara dan terbatas, yang kemudian akan mengaktivasi beberapa protein transduksi sinyal pada bagian dalam membran plasma.

- Transmisi sinyal transduksi melintasi sitosol menuju inti melalui second messenger.

- Induksi dan aktivasi faktor pengendali pada inti yang menginisiasi transkripsi DNA.

- Sel kemudian memasuki siklus sel, menghasilkan pembelahan sel (Contrans, 1999).

Onkogen dan onkoprotein merupakan bentuk penyimpangan dari tahapan. Dan produk yang terlibat dalam proses proliferasi tersebut mengakibatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel yang mengarah kepada neoplasma. Aktivasi onkogen merangsang produksi reseptor faktor pertumbuhan yang tidak sempurna, yang memberi isyarat pertumbuhan terus-menerus meskipun tidak ada rangsang dari luar. Proses proliferasi yang tidak terkendali tanpa diiringi maturasi sel dapat mengakibatkan gangguan differensiasi sel. Pada tahap selanjutnya gangguan differensiasi sel akan mencerminkan progresivitas sel menjadi ganas (Kopnin, 2000).

Gen supesor adalah gen yang menghambat pertumbuhan siklus sel. Bila gen supresor teraktivasi maka akan menghentikan pertumbuhan sel dan terjadi


(28)

commit to user

9

keseimbangan yang harmonis. Setiap gen supresor mempunyai kode protein transduksi yang membawa pesan menghambat pertumbuhan (growth inhibitor) dari satu bagian sel ke bagian sel yang lain melalui satu signaling cascade dan disampaikan kepada responder protein. Bila salah satu protein supresor hilang atau tidak berfungsi, maka pesan yang dibawanya tidak sampai ke tujuan. Produk gen supresor dapat mendeteksi adanya sinyal pertumbuhan abnormal atau keadaan abnormal dalam siklus sel, misalnya adanya kerusakan DNA atau produk replikasi DNA yang salah. Pada keadaan ini gen supresor bekerja sebagai regulator negatif bagi berlangsungnya proliferasi dan siklus sel. Telah banyak gen supresor yang teridentifikasi. Namun diantara semuanya p53, PTEN dan pRb sejauh ini masih memegang peranan penting. Gen Rb yang menghasilkan protein pRb, mengendalikan sel sebelum memasuki fase S (sintesis DNA). Ia tidak secara langsung menghambat transkripsi, tapi berinteraksi dengan faktor transkripsi E2F dan ko-supresor lainnya sehingga transkripsi dapat dihambat. Selain itu pRb juga menginduksi apoptosis dengan melibatkan E2F dan gen supresor lainya, yaitu p53 gen supresor. P53 berperan dalam menghambat siklus sel, differensiasi, apoptosis, senescence dan angiogenesis. Fungsi gen supresor PTEN (Phospatase and Tension homolog deleted on chromosome ten) yang normal adalah mencegah jalur proliferasi AKT/P13K menjadi berlebih. Pada banyak keganasan ditemukan PTEN mengalami kerusakan (Azis, 2006).

Sebagai regulator negatif dari proses proliferasi sel. Kehilangan satu alel akibat mutasi diharapkan tidak berpengaruh pada fungsi alel kedua (alel normal atau wild type),sehingga mutasi ini merupakan loss of function mutation dan


(29)

commit to user

10

bersifat resesif. Produk gen supresor baru menjadi inaktif, apabila kedua sel alel mengalami mutasi. Tetapi pada umumnya yang sering terjadi adalah mutasi pada satu alel diikuti dengan hilangnya alel wild-type hingga menjadi homozigot (loss of heretozygosity, LOH). Mutasi resesif pada gen supresor pada beberapa kasus tidak menimbulkan fenotip pertumbuhan abnormal pada keadaan heterozigot, tetapi mutasi ini dapat diwariskan melalui sel-sel germinal. Germline mutation gen supresor baru menunjukkan manifestasi bila alel wild type yang kedua oleh salah satu sebab hilang. Hilangnya alel wild-type biasanya terjadi lama setelah lahir. Individu dengan mutasi germinal gen Rb dan p53 biasanya berkembang normal, walaupun individu ini berisiko tinggi untuk menderita kanker (Boyd, 2005).

Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram, terjadi baik pada beberapa proses fisiologik maupun neoplasma. Bcl-2 merupakan gen antiapoptosis pertama kali teridentifikasi, terdiri dari berbagai subtype protein homodimer dan heterodimer, yang sebagian menghambat apoptosis (antiapoptosis) seperti Bcl-2 dan Bcl-xl, serta sebagian lagi memfasilitasi apoptosis sepert bax, bad, dan bcl-xS. Kelompok dari bcl-2 bertindak sebagai rheostat daam pengaturan program kematian sel. Rasio antara gen antiapoptosis dengan gen proapoptosis menentukan respon suatu sel terhadap stimulus apoptosis (Kresna 2001).

2.1.1 Pengaturan siklus sel.

Selama proses replikasi, sel akan melalui serangkaian fase yang diawali dengan sintesis DNA (fase S) dan mengalami puncaknya pada saat mitosis (fase M), suatu proses yang menghasilkan pembelahan sel. Dua periode ini dipisahkan


(30)

commit to user

11

oleh fase presintesis (G2). Selama fase G1 sel mensintesis protein dan mengalami pertambahan ukuran sel normal, sebelum mengalami pembelahan mitosis. Fase G2 ditandai dengan perbaikan kerusakan DNA yang mungkin terjadi selama proses replikasi, dan persiapan mitosis. Sel yang berhenti membelah atau mengalami masa ‘istirahat’ selama jangka waktu tertentu keluar dari siklus sel dan berada di fase G0 pada akhir fase G1. Beberapa dari sel yang inaktif ini masih memiliki kemampuan untuk kembali pada siklus sel bila diberikan stimulus dan kondisi lingkungan yang adekuat. Sisanya kehilangan kemampuan replikasi, yang terjadi secara sekunder akibat differensiasi akhir atau kerusakan yang cukup parah untuk menyebabkan kematian sel (Mutch, 2002).


(31)

commit to user

12

Proses masuk dan transit selama siklus sel diatur oleh sejumlah protein. Pada saat suatu sel yang berada dalam fase G0/G1 memasuki fase S, dibutuhkan keterlibatan transduksi sinyal faktor pertumbuhan ke dalam nukleus, dan aktifasi gen yang memproduksi protein yang dapat berikatan pada DNA dan mengatur ekspresi gen yang diperlukan dalam progresi siklus sel. Protein yang dibutuhkan dalam progresi ini meliputi cyclin, cyclin dependent kinases (CDKs) dan CDK inhibitor.

Cyclin adalah sekelompok protein yang disintesis dan didegradasi selama siklus sel, dapat dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan letak peran aktifnya selama siklus sel, yaitu : cyclin G1 meliputi cyclin D, A dan E, sementara cyclin yang berperan dalam mitosis meliputi cyclin A dan B.

Siklus sel juga dikendalikan oleh enzim yang berada di dalam nukleus, melalui kinase (enzim yang mengaktivasi protein lain dengan penambahan gugus fosfat) dan fosfatase (enzim yang melepaskan gugus fosfat dari protein). Kinase yang mengatur siklus sel disebut sebagai cyclin-dependent kinase (CDK), disebut demikian karena kinase tersebut tidak dapat bekerja tanpa berikatan dengan cyclin. Kompleks ini memegang peranan penting dalam fosforilasi dan aktivasi protein dan enzim lain yang berperan dalam replikasi. Misalnya, kompleks cyclin D/CDK4, cyclin D/CDK6, cyclin E/CDK 2 dan cyclin A/CDK 2 memfosforilasi protein retinoblastoma (pRb), menyebabkan lepasnya ikatan protein tersebut dengan E2F, sehingga memungkinkan terjadi transkripsi gen pertumbuhan.


(32)

commit to user

13

Gambar 2.2 Skema peran cyclin dan cyclin dependent kinase (CDK) dalam siklus sel, dikutip dari Contrans (1999), dengan modifikasi.

Kompleks cyclin D/CDK4 dan cyclin E/CDK2 mengatur transisi fase G1 ke fase S. Faktor pertumbuhan akan menginduksi cyclin D dan E, menyebabkan proliferasi sel, sementara sitokin interferon (IFN-γ) dan Tumor Necrosis Factor (TNF) menimbulkan efek sebaliknya. Cyclin D lebih sensitif terhadap faktor pertumbuhan dibandingkan cyclin E. Ekspresi berlebih dari cyclin E akan memperpendek fase G1. Kompleks cyclin B/CDK1 aktif selama proses mitosis (fase M), diaktivasi oleh defosforilasi CKD1 pada akhir G2, dan menjadi inaktif oleh fosforilasi (dan proteolisis) cyclin B dan refosforilasi CDK1 pada awal G1.

Aktivitas stimulasi oleh komplek cyclin/CDK dihambat oleh suatu kelompok protein molekul kecil yang mampu menghambat secara langsung aktivitas komplek cyclin/CDK, yaitu CDK inhibitor . Misalnya, komplek cyclin/CDK yang bekerja pada fase G1 dihambat oleh p15, p16 dan p27.


(33)

commit to user

14

Interaksi cyclin, CDK dan CDK inhibitor menyebabkan progresi yang teratur selama siklus sel. Sel akan melalui sejumlah checkpoint yang menjamin fase sebelumnya telah dilalui dengan sempurna sebelum meneruskan ke fase berikutnya. Jika sel dianggap belum layak, maka siklus akan berhenti. Protein p53 memediasi dua diantara checkpoint tersebut. Saat terjadi kerusakan DNA, p53 akan menginduksi protein p21 untuk berikatan (dan menginaktifkan) CDK2, sehingga mencegah sel mengalami transisi dari fase G1 ke fase S hingga kerusakan DNA diperbaiki, atau menyebabkan apoptosis jika upaya perbaikan tidak memungkinkan. P53 juga dapat menghentikan siklus sel pada fase G2 dengan menginduksi transkripsi gen 14-3-3 sigma. Untuk menyebabkan kematian sel, p53 menginduksi transkripsi sejumlah gen, termasuk APF-1 (Apoptosis Protease-activating Factor) dan protein Bax. Protein Bax akan mengalami translokasi ke dalam mitokondria, memicu pelepasan sitokrom C dan menyebabkan alur caspase menuju apoptosis. Lepasnya sel ke dalam fase S dengan adanya gangguan pada DNA menyebabkan tingginya tingkat mutasi yang menyebabkan progresi menuju keganasan. Hilangnya fungsi p53 meningkatkan kemungkinan sel menjadi immortal.


(34)

commit to user

15

Gambar 2.3 Skema peran cyclin, cyclin dependent kinase (CDK) dan CDK inhibitor dalam siklus sel, dikutip dari Contrans (1999), dengan modifikasi.

Kompleks cyclin D/CDK4 dan cyclin E/CDK2 memfosforilasi protein pRb dan memungkinkan terjadinya sintesis DNA dari RNA (transkripsi gen). Protein p16 dan p21 menghambat fosforilasi pRb oleh CDK, sedangkan faktor pertumbuhan meningkatkan fosforilasi pRb. Faktor transkripsi E2F diperlukan untuk mengekspresi protein yang diperlukan bagi fase S (sintesis DNA). Gen E2F juga menginduksi transkripsi hTERT (telomerase reverse transcriptase), menghasilkan sintesis telomerase. Dalam kondisi tidak terfosforilasi, pRb terikat


(35)

commit to user

16

pada E2F, dan mencegah terjadinya transkripsi gen. Sehingga, kondisi fosforilasi pada pRb menentukan pengaturan checkpoint G1/S.

2.2. Protein Retinoblastoma.

Gen Retinoblastoma adalah tumor supressor gen yang pertama kali ditemukan pada retinoblastoma. Menghasilkan protein Rb (pRb) yang mengandung 928 asam amino. Protein Rb (pRb) adalah fosfoprotein inti yang memegang peranan utama dalam siklus sel, aktif dalam keadaan hipofosforilasi dan sebaliknya, inaktif dalam keadaan hiperfosforilasi. Dalam keadaan aktif, pRb berperan sebagai penghambat sel untuk memasuki fase S dari fase sebelumnya, G1. Saat distimulasi oleh faktor pertumbuhan, pRb diinaktifkan dengan fosforilasi, sehingga sel memasuki fase S. Segera setelah memasuki fase S, sel dapat terus membelah tanpa stimulasi faktor pertumbuhan. Sebelum memasuki fase M, gugus fosfat dilepaskan dari pRb oleh fosfatase, menyebabkan defosforilasi pRb (Contrans, 1999). Dalam sel yang beristirahat (fase G0 dan G1) protein Rb dapat ditemukan dalam bentuk kompleks dengan faktor transkripsi seluler yang disebut E2F. Protein Rb sendiri berfungsi sebagai regulator transkripsi, walaupun ia sendiri tidak berikatan langsung dengan DNA sasaran. E2F memperantarai aktivitas transkripsi beberapa gen seluler yang terlibat dalam proliferasi sel dan sintesis DNA termasuk gen yang menyandi timidin-kinase dan DNA polimerase. Selama fase G0 dan awal fase G1, protein Rb tidak terfosforilasi, tetapi pada akhir fase G1 atau awal fase S terjadi fosforilasi protein Rb secara progresif pada berbagai sisi protein Rb. Kinase yang menyebabkan reaksi fosforilasi ini adalah CDK yang diaktifkan oleh cyclin dan mengatur siklus


(36)

commit to user

17

sel. Tingkat fosforilasi protein Rb tetap tinggi sampai akhir mitosis pada saat mana enzim fosfatase memecah kompleks ini (defosforilasi) dan siklus sel masuk ke fase G0/G1. Dengan demikian diduga bahwa fosforilasi protein Rb merupakan mekanisme yang mengatur aktivitas protein Rb dan interaksinya dengan protein lain. Jadi fungsi pRb dalam siklus sel adalah berinteraksi dengan faktor transkripsi dan mengatur fungsi gen lain yang diperlukan untuk memasuki fase S. Gen Rb tipe Wild (alami) berperan sebagai tumor supressor gene dan repair DNA yang bekerja pada fase G1 dari siklus sel dengan mengikat faktor E2F yang merupakan faktor transkripsi sintesa DNA. E2F yang terikat pRb tidak bisa mencapai target gen untuk melakukan fungsinya dalam siklus sel, sehingga siklus sel berhenti dan memberikan kesempatan untuk repair DNA.

Titik utama yang dikontrol oleh pRb ialah transisi sel dari fase G1 ke fase S. Hal ini dimungkinkan melalui interaksinya dengan fungsi transkripsi E2F dan HDAC. Interaksi antara pRb, E2F dan HDAC diatur oleh fosforilasi serin/threonin. Bila tidak terdapat sinyal pertumbuhan, pRb berada dalam keadaan hipofosforilasi dimana pRb tidak memiliki dan tidak berikatan dengan fosfat, dan berikatan dengan E2F dan HDAC. Dimana pada keadaan tersebut pRb menghalangi E2F dari interaksinya dengan faktor transkripsi umum. pRb juga menghambat ekspresi gen target E2F dengan memobilisasi HDAC-HDAC, enzim-enzim yang diasetilasi Histon dan meningkatkan kepadatan kromatin. Maka kompleks trimetrik yang terdiri dari pRb, HDAC dan E2F meregulasi transkripsi dan progresi sel.


(37)

commit to user

18

Kompleks cyclin D,E – CDK memfosforilasi pRb secara progresif dibawah rangsangan sinyal pertumbuhan, sehingga terjadi fosforilasi dan lepasnya E2F dan HDAC. HDAC yang terlepas tidak lagi terlokalisir sehingga aktivitas yang menghambat E2F turun, dan E2F dalam keadaan bebas untuk mengaktivasi gen yang dibutuhkan untuk proliferasi. Fosforilasi pRb terjadi dalam dua tahap, yaitu :

1. Cyclin D-CDK4 memfosforilasi ujung residu karbon dari pRb oleh rangsangan faktor pertumbuhan. Perubahan tersebut menyebabkan

pelepasan HDAC, tetapi tidak menyebabkan pelepasan E2F. Dengan tidak adanya HDAC penekanan faktor transkripsi yang dimediasi oleh pRb tidak terjadi.

2. Gen cyclin E akan diekspresikan setelah HDAC terlepas dari pRb. Komplek cyclin E-CDK2 akan memfosforilasi residu lebih lanjut.

Selama perjalanan siklus sel, level fosforilasi pRb diatur secara periodik. pRb akan menjadi hiperfosforilasi selama awal siklus dan mengalami peningkatan level fosforilasi saat sel memasuki fase S dan memulai sintesis DNA, yang diperlukan pada siklus pembelahan sel yang normal. Onkoprotein E7 dapat menyebabkan pelepasan faktor transkripsi DNA E2F dari ikatan pRb meskipun tidak terjadi fosforilasi, dan sebagai akibatnya sel akan masuk pada fase S yang tidak terregulasi.

Tumor supressor gen pRb dan protein yang menyerupai Rb, yaitu p105 dan p130 merupakan substrat utama untuk komplek cyclin D-CDK4 dan komplek cyclin D-CDK6. Pada sel-sel yang tidak mengalami fosforilasi atau sel pada awal


(38)

commit to user

19

fase G1 pRb berada dalam keadaan hipofosforilasi. Pada keadaan tersebut pRb akan mengikat dan menghambat komplek faktor transkripsi E2FDP (E2F1, 2, -3, -4, -5 dan DP-1, -2, -3) dan meregulasi ekspresi dari sebagian gen yang produknya dibutuhkan pada awal dan saat fase S. Pada keadan tidak terikat, E2F-DP mengatur ekspresi gen-gen thymidine kinase, dihydrofolat reduktase, cyclin E, cyclin A, PCNA (proliferating cell nuclear antigen), DNA-polimerase α yang berguna pada proses transkripsi DNA. Pengikatan E2F oleh pRb akan menghambat aktivitas transkripsinya (Kopnin, 2000).

Pengikatan faktor E2F terjadi saat pRb mengalami hipofosforilasi, artinya pRb dalam keadaan tidak terikat oleh gugus fosfor dari komplek cyclin-CDK. Komplek cyclin-CDK adalah komplek cycline dependent kinase yang aktif setelah berikatan dengan cyclin. Komplek cyclin-CDK ini diperlukan dalam transkripsi DNA. Tapi pada saat pRb mengalami hiperfosforilasi, pRb akan terikat oleh gugus fosfor dan melepaskan ikatan E2F. Hal ini menyebabkan E2F mencapai target gen sehingga siklus sel berjalan terus tanpa kendali. Karena gen Rb tidak mampu menjalankan fungsi normal, sehingga sel terus menerus berproliferasi tanpa repair DNA dan menyebabkan terjadinya malignansi (Carlos, 2004).

Protein lain yang berperan dalam kontrol checkpoint ini antara lain adalah p53 dan CDK Inhibitor p21. Pada sel yang normal ekspresi p53 rendah. Ketika terjadi kerusakan DNA maka p53 akan teraktivasi dan mengaktifkan p21 yang akan mengikat dan menginaktifkan kompleks CDK4 dan CDK2 yang akan menyebabkan fosforilasi Rb terhambat dan pelepasan faktor transkripsi E2F terhenti, sehingga siklus sel akan terhenti pada tahap G1 – S. Saat siklus terhenti,


(39)

commit to user

20

DNA mempunyai kesempatan untuk memperbaiki diri sebelum memasuki tahap pembelahan selanjutnya. Jika kerusakan DNA berat dan tidak dapat direparasi, maka sel akan memasuki jalur apoptosis (Pecorino, 2005; Nicholas, 1998; Rotter, 2002).

Apabila protein p53 terikat oleh protein E6 virus HPV maka fungsinya akan terganggu sehingga fungsi penghentian siklus sel pada checkpoint akan hilang dan sel akan membelah terus tanpa adanya mekanisme reparasi DNA, apoptosis dan terjadi angiogenesis (Pecorino, 2005; Andrijono, 2004; Allen 1995; Tannock 1998).

2.3 Karsinoma serviks uteri.

Karsinoma serviks uteri merupakan karsinoma primer dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Karsinoma serviks merupakan kanker yang menduduki urutan perta

ma dari kejadian kanker secara keseluruhan maupun pada organ genitalia wanita setelah karsinoma payudara dan karsinoma ovarium di negara berkembang (Andrijono, 2004).

2.3.1 Epidemiologi.

Dengan ditemukannya 41 kasus baru dan 20 kematian setiap hari, karsinoma serviks uteri merupakan masalah kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan kematian yang cukup tinggi (Hadibrata, 2009). Di dunia, angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks uteri menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara di negara maju


(40)

commit to user

21

angka ini telah menurun seiring dengan suksesnya program pemeriksaan sel (Rasjidi, 2007).

2.3.2 Etiologi.

Pada awalnya sel karsinoma serviks uteri berasal dari sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga merubah perilakunya dengan melakukan pembelahan sel yang tak terkendali, imortal dan menginvasi jaringan stroma disekitarnya. Keadaan ini menyebabkan terjadinya mutai genetik yang tidak dapat diperbaiki dan akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker.

Human papilloma virus (HPV) menjadi penyebab utama karsinoma serviks uteri. Karsinoma serviks jenis squamosa lebih dari 90% mengandung DNA virus HPV, dan 50% karsinoma serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 mempunyai peranan penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengkode pembentukan protein yang penting dalam replikasi virus (Azis, 2001).

Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif. P53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan siklus sel. inaktifnya p53 dan pRb akan menyebabkan sel yang bermutasi akibat infeksi HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa memperbaiki DNA-nya. Ikatan E6dan E7 serta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker.


(41)

commit to user

22 2.3.3 Human Papilloma Virus

Human Papilloma Virus (HPV) termasuk golongan Papovavirus yang merupakan virus DNA yang dapat bersifat memicu terjadinya perubahan genetik. HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 50-55 nm, 72 kapsomer, dan 2 protein kapsid. HPV merupakan suatu virus yang bersifat ”non-enveloped” yang mengandung ”double stranded DNA. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi. Infeksi virus HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prakarsinoma, kondiloma akuminata, dan karsinoma. Meskipun HPV menyerang wanita, virus ini juga mempunyai peran dalam timbulnya karsinoma pada anus, vulva, vagina, penis, dan beberapa karsinoma orofaring (Bosch, 2008).

Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat terindentifikasi, yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe virus HPV risiko rendah jarang menimbulkan karsinoma sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu karsinoma. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Di Indonesia tipe virus yang menyebabkan karsinoma adalah tipe 16, 18, dan 52. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% karsinoma serviks uteri disebabkan oleh HPV dan 70% di antaranya disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% karsinoma


(42)

commit to user

23

serviks uteri. Seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki kemungkinan terkena karsinoma serviks uteri sebesar 5%.

Telah dijumpai banyak bukti mengenai hubungan HPV dengan kanker secara umum dan karsinoma serviks uteri secara khusus. Pertama, HPV DNA dideteksi dengan teknik hibridisasi pada sekitar 85% karsinoma serviks dan pada 90% kondiloma serviks dan lesi prakanker. Kedua, tipe HPV tertentu berhubungan dengan karsinoma serviks (risiko tinggi) dan kondiloma (risiko rendah). Ketiga, penelitian in vitro membuktikan bahwa HPV tipe risiko tinggi memiliki kemampuan untuk mengubah sifat sel dalam biakan, dan kemampuan ini berhubungan dengan onkogen viral yang spesifik (gen E6 dan E7). Keempat, status lokasi virus bersifat spesifik pada kanker, dimana virus tersebut terintegrasi dengan genom DNA sel induk. Hal ini berbeda dengan DNA virus yang berada dalam keadaan bebas pada kondilomata dan lesi prakanker lainnya. Kelima, onkoprotein E6 dari HPV tipe 16 dan 18 mengikat gen supresor p53 dan mempercepat degradasi proteolisisnya, sementara protein E7 mengikat gen retinoblastoma dan melepaskan faktor transkripsi yang umumnya dihambat oleh pRb. Kedua aksi ini mempengaruhi pengaturan siklus sel. Keenam, kelainan kromosom tertentu, termasuk amplifikasi 3q, berhubungan dengan HPV spesifik (HPV 16).

HPV dapat berperan sebagai faktor inisiator maupun promoter dalam siklus sel. Setelah terjadi infeksi oleh HPV, E6 dan E7 yang merupakan produk HPV tersebut diekspresikan pada sel-sel ini, dan mengakhiri pembatasan progresi siklus sel dan menunda diferensiasi akhir siklus sel normal (Sherman et al, 1997).


(43)

commit to user

24 2.3.4. Stadium.

Stadium yang dipakai adalah stadium klinis menurut The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO).

Tabel 2.1. Stadium Karsinoma serviks uteri.

Stadium FIGO

Kategori TNM

Tumor primer tidak bisa digambarkan TX

Tidak ada bukti adanya tumor primer TO

0 Carsinoma in situ (preinvasive carcinoma) Tis

I Proses terbatas paad serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri T1

IA Karsinoma mikroinvasif T1a

IA1 Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 3 mm dan perluasan horizontal tidak lebih dari 7 mm

T1a1

IA2 Kedalaman invasi stroma lebih dari 3 mm dan tidak lebih dari 5 mm dan perluasan horizontal 7 mm atau kurang

T1a2

IB Secara klinis sudah diduga adanya tumor mikroskopik lebih dari IA2 atau T1a2 T1b IB1 Secara klinis lesi berukuran 4 cm atau kurang pada dimensi terbesar T1b1 IB2 Secara klinis lesi berukuran lebih dari 4 cm pada dimensi terbesar T1b2

II Tumor menyebar ke luar dari serviks, tetapi tidak sampai dinding panggul atau sepertiga bawah vagina

T2

Iia Tanpa invasi parametrium T2a

IIB Dengan invasi parametrium T2b

III Tumor menyebar ke dinding panggul dan/atau sepertiga bawah vagina yang menyebabkan hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal

T3

IIIA Tumor menyebar sepertiga bawah vagina, tetapi tidak sampai ke dinding panggul T3a IIIB Tumor menyebar ke dinding panggul menyebabkan penurunan fungsi ginjal T3b


(44)

commit to user

25

IVA Tumor menginvasi mukosa buli-buli atau rektum dan ke luar panggul T4

IVB Metastase jauh M1

2.3.5 Prosedur Penentuan Diagnosis.

1. Anamnesis, untuk mencari faktor predisposisi dan keluhan penderita. Keputihan dan perdarahan abnormal pervaginam merupakan keluhan utama pasien yang dicurigai menderita karsinoma serviks uteri invasif. 2. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan ginekologis dan pemeriksaan

inguinal.

3. Pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, BNO-IVP, sistoskopi, rektoskopi, CT-scan optional, MRI, serta bone survey, terutama jika menentukan jauhnya metastase.

4. Biopsi serviks untuk menentukan jenis histopatologi.

5. Untuk deteksi karsinoma serviks uteri stadium dini dapat dilakukan beberapa cara mulai dari uji pap konvensional, IVA, papnet, thin prep,servikografi, uji HPV, dan kolposkopi (Putra, 2006).


(45)

commit to user

26 2.3.6 Penatalaksanaan.

Tabel 2.2 Penatalaksanaan karsinoma serviks uteri (Putra, 2006).

Stadium Keterangan Modalitas Terapi Level of Evidence

Rekomendasi IA1 Bila fertilitas masih

dibutuhkan

Histerektomi (Total atau vaginal) Konisasi

III/B

IA2 Histerektomi radikal termodifikasi (tipe II) +

diseksi KGB

IIB/B

LVSI negatif Histerektomi ekstra facial + diseksi KGB pelvis

IV/C

Bila fertilitas masih dibutuhkan

1. Konisasi + ekstra peritoneal/ diseksi KGB pelvis per laparoskopi.

IV/C

2. Trakelektomi + ekstra peritoneal/diseksi KGB pelvis per laparoskopi

IV/C

IB1, IIA < 4 cm 1. Histerektomi radikal

2. Radioterepi

IB/A

Pasien muda untuk ovarian preserved

Histerektomi vaginal radikal + diseksi KGB per laparaskopi

III/B

Post op:

· Nodus positif, parametria positif atau tepi operasi yang positif

Adjuvan pascabedah IB/A

· Massa yang besar, CLS (+) dan invasi 1/3 luar stroma serviks

Adjuvan whole pelvic irradition IB/A

IB2-IIA < 4 cm · Primer kemoradiasi

· Primer Histerektomi radikal

· Neoadjuvan kemoterapi diikuti radikal historektomi dan diseksi KGB pelvis

IB/A III/B III/B

Keterlibatan CLS + invasi 1/3 luar stroma serviks


(46)

commit to user

27 IIB, III,

IVA

· Eksternal radiasi + intra caviter brakiterapi + concurent kemoterapi (terapi primer)

IB/A

2.4 Bawang Dayak(Eleutherine palmifoli L., Merr).

Bawang Dayak (Eleutherine palmifoli L., Merr) merupakan tanaman perdu yang dapat ditanam dengan mudah. Dalam waktu 6 bulan umbinya sudah dapat dimanfaatkan. Bawang ini mengandung senyawa alkaloid, glikosida, flavonoid, fenolik dan steroid (Hadibrata, 2009). Tanaman ini banyak ditemukan mulai dari semenanjung Malaysia hingga Filipina, Sumatera (bawang kapal), Kalimantan (bawang hantu, bawang makkah), Jawa (brambang sabrang, bawang siyem, luluhan sapi, teki sabrang, bebawangan beureum), Sulawesi, Nusa Tenggara. Tumbuhan ini secara ekologis tumbuh di daerah pegunungan dengan ketinggian 600 – 2000 meter di atas permukaan laut.

Sekilas taksonomi, dari tumbuhan bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) dapat dijelaskan sebagai berikut:

Taxonomi :

Division : Magnoliophyta magnoliophytina Class : Liliatae liliiflorae

Order : Liliales Family : Iridaceae Juss Genus : Eleutherine herb


(47)

commit to user

28 2.4.1 Morfologi.

Merupakan tumbuhan semak, berumpun, tumbuhan semusim, dengan tinggi sekitar 50cm. Tumbuhan ini terdiri dari:

Batang: Tumbuh tegak atau merunduk, basah dan berumbi. Menyukai tempat terbuka dan tanah kaya humus, serta lembab.

Umbi: Umumnya berbentuk lonjong, bulat telur, merah seperti bawang merah, tidak berbau. Dapat dikonsumsi setelah usia 6 bulan dengan tinggi 20 – 40 cm dan lebar 1,5 – 3 cm.

Gambar 2.4 Umbi bawang dayak

Daun: Bentuk daun dari tumbuhan ini adalah lonjong, berujung runcing dengan pangkal yang tumpul, pertulangan menyirip, warna hijau (bentuk daun seperti tanaman anggrek tanah)


(48)

commit to user

29

Bunga: Tunggal, warna putih, berkelopak 6 dan mekar pada waktu sore hari dalam beberapa jam.

Gambar 2.5 Bunga bawang dayak 2.4.2 Kandungan kimia umbi bawang dayak.

Hingga saat ini belum banyak dipublikasikan mengenai kajian kimia dan farmakologi dari tumbuhan bawang dayak. Banyak aspek yang dapat diteliti untuk aplikasinya di bidang pengobatan, misalnya aspek kandungan senyawa kimianya, aspek toksisitasnya dan aspek aktifitas farmakologisnya. Penelitian masih terus dilakukan untuk mengungkap lebih lanjut dari khasiat bawang dayak ini. Aulia (2003) menegaskan hasil skrening umbi bawang dayak dengan menggunakan pelarut petroleum eter dan ethanol, menunjukkan bahwa umbi tanaman ini mengandung senyawa terpenoid, flavanoid, antrakinon dan kaumarin. Lebih lanjut Aulia (2003) menegaskan bahwa ekstrak petroleum eter bawang ini memiliki aktifitas antibakteri terhadap E. coli, sedangkan terhadap S. dysenteriacea tidak berpotensi sebagai antibacterial. Sedangkan ekstrak etanol memiliki aktifitas antibakteri terhadap E coli maupun S. dysenteriacea. Nilai


(49)

commit to user

30

KBM ekstrak ethanol masing-masing adalah 20 mg/ml untuk E. coli dan 12 mg/ml untuk S. dysenteriacea.

2.4.2.1 Flavonoid.

Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam yang terbesar dan berasal dari senyawa fenolik yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Saat ini lebih dari 6000 senyawa yang berbeda masuk ke dalam golongan flavanoid. (Lenny, 2006).Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air dan dapat diextraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah extrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Fungsi kebanyakan flavanoid dalam tubuh manusia adalah sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Selain itu flavanoid juga berfungsi untuk melindungi struktur sel dan memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektifitas vitamin C), anti-inflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotic. Flavanoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu secara langsung fungsi mikroorganisme seperti bakteri atau virus. Fungsi flavanoid sebagai antivirus telah banyak dipublikasikan, termasuk untuk virus HIV (AIDS) dan virus herpes. Selain itu, flavanoid juga dilaporkan berperan dalam pencegahan dan pengobatan beberapa penyakit lain seperti asma, katarak, diabetes, encok atau rematik, migren, wasir dan periodontitis sehingga dapat dijelaskan bahwa mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional.

Penelititan-penelitain mutakhir telah mengungkap fungsi lain dari flavanoid, tidak saja untuk pencegahan tetapi juga untuk pengobatan kanker.


(50)

commit to user

31 a. Klasifikasi.

Senyawa flavonoid merupakan senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana 2 cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan 3 jenis struktur senyawa flavonoida yaitu :

a. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana b. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana c. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana

Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dari tumbuhan. Senyawa – senyawa flavon ini mempunyi kerangka 2 fenilkroman dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).

Senyawa – senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi rantai propane dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antasianidin adalah jenis yang terbanyak di alam sehingga sering disebut flavonoid utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.


(51)

commit to user

32

Senyawa – senyawa isoflavonoida dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku leguminosol.

Masing – masing jenis senyawa flavonoid mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai beberapa ciri struktur yaitu : Cincin A dari struktur flavonoid mempunyai pola oksigenasi yang berselang – seling yaitu pada posisi 2,4 dan 6. Cincin B pada flavonoida mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau 2 pada posisi para dan meta atau tiga pada posisi 1 di para dan 2 di meta.

b. Biosintesis.

Pertama kali disarankan oleh Birch, yaitu : pada tahap-tahap pertama biosintesa flavonoid suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan 3 unit C2 menghasilkan unit C6-C3 (C2+C2+C2). Kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah mengandung gugus – gugus fungsi oksigen pada posisi- posisi yang diperlukan.

Cincin A dari struktur flavonoida berasal dari jalur poliketida yaitu kondensasi dari 3 unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propane berasa dari jalur fenilropanoida (Jalur shikimat). Sehingga kerangka dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi antara 2 jenis biosintesa utama untuk cincin aromatik yaitu jalur shikimat dan jalur asetat-malonat.

Banyak mekanisme kerja dari flavanoid yang sudah terungkap misalnya inaktifasi karsinogen, anti proliferasi, penghambatan siklus sel, induksi apoptosis dan


(52)

commit to user

33

differensiasi, inhibisi angiogenesis serta pembalikan resistensi multi-obat atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme tersebut.

Gambar 2.6 Struktur dasar flavonoid 2.4.2.2 Antrakinon.

Golongan kuinon alam terbesar terdiri dari antrakinon. Beberapa antrakinon merupakan zat warna dan sebagai pencahar. Turunan antrakinon umumnya berupa senyawa berwarna kuning kemerahan. Antrakinon mudah larut dalam air panas dan alcohol cair. Antrakinon terhidroksilasi jarang terdapat dalam tumbuhan secara bebas tetapi sebagai glikosida. Antrakinon berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, senyawa ini biasanya berwarna merah, dapatjuga berwarna kuning sampai coklat.

Gambar 2.7 Struktur dasar atrakinon

2.4.2.3 Terpenoid.

Berasal dari senyawa isoprena (CH2-C(CH3)-CH-CH2). Banyak terpenoid terdapat secara alami pada tumbuhan tidak dalam keadaan bebas sebagai ester


(53)

commit to user

34

atau glikosida. Terpenoid terdiri dari berbagai macam senyawa antara lain minyak atsiri yang mudah menguap, diterpenin yang sukar menguap, triterpenoid, sterol dan pigmen karotenoid yang tidak menguap.

Secara kimia larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Kadang minyak atsiri terdapat dalam kelenjar khusus pada permukaan daun. Sedangkan karotenoid terutama berhubungan dengan kloroplast di dalm daun dan dengan kromoplast di dalam daun bunga (petai). Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan dengan menggunakan eter minyak bumi, eter atau kloroform (Lenny, 2006).

2.4.2.4 Kaumarin.

Kaumarin adalah senyawa fenol yang pada umumnya berasal dari tumbuhan tinggi dan jarang sekali ditemukan pada mikroorganisme.Dari segi biogenetik, kerangka benzopiran-z-on dari kumarin berasal dari asam – asam sincimat, melakiorto-hidroksilasi. Asam orto-kumarat yang dihasilkan setelah menjalani isomerisasi cis-trans, menjalani kondensasi.

Hampir semua kaumarin alam mempunyai oksigen pada C-7. Posisi lain dapat pula terokigenasi dan sering pula terdapat rantai samping alkil. Kumarin sering dijumpai sebagai glikosida (Lenny, 2006).

Penelitian mengenai biosintesa kaumarin pada beberapa jenis tumbuhan ternyata mendukung biosintesa ini. Walaupun demikian, mekanisme dari sebagian besar tahap – tahap reaksi tersebut masih belum jelas. Misalnya reaksi isomerisasi cis-trans dari asam ortohidroksi kumarat mungkin berlangsung dengan katalis


(54)

commit to user

35

enzim atau melalui proses fotokimia atau melalui proses reduksi-dehidrogenasi yang beruntun.

Gambar 2.8 Struktur dasar kaumarin

2.5 Galur Sel Kanker Serviks Uteri HeLa (HPV High Risk type).

Galur sel karsinoma seviks uteri HeLa (HPV High Risk type) diisolasi dari tumor primer wanita Kaukasus bernama Henrietta Lacks, yang meninggal oleh penyakit kanker serviks 4 Oktober 1951(Terry, 2006).

Sel HeLa dikatakan ’immortal’ oleh karena dapat membelah/ memperbanyak diri dalam jumlah yang tak terbatas pada media kultur sel di laboratorium, selama kondisi fundamental agar kehidupan sel tetap terjaga (dijaga dan dipertahankan dalam lingkungan yang sesuai). Terdapat berbagai macam strain dari sel HeLa yang dihasilkan dari sel biakan kultur, tetapi semua sel tersebut diturunkan dari sel tumor yang sama yang diambil dari Henrietta Lacks (Anonymous, 2008).

Transfer gen secara horizontal dari tumor papilomavirus 18 (HPV 18) ke sel serviks manusia membuat genum sel HeLa berbeda dari genum sel inang yang lain dalam berbagai hal termasuk jumlah kromosomnya. Sel HeLa memiliki


(55)

commit to user

36

kromosom ’modal’ no. 82, dengan 4 penggandaan dari kromosom 12 dan 3 penggandaan kromosom 6,8,17 (Terry, 2006).

Sel HeLa tidak memiliki bentuk p53 mutan, yang ada adalah p53 wild yang terikat oleh E6 dari HPV 16 sehingga p53 tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai supresor gen yang berakibat replikasi sel yang tidak terkendali. Oleh karena p53 wild sulit dideteksi maka proses replikasi sel tersebut dapat diketahui secara tidak langsung dari protein-protein yang dihasilkannya.

Gambar 2.9. Sel HeLa yang sedang membelah diri. (dilihat dengan mikroskop elektron)


(56)

commit to user

37 2.6. Cyclin-E pada sel kanker serviks uteri

Cyclin-E terdiri atas dua isoform yang homolog, terdiri atas E1 dan E2. Berasal dari sirkulasi molekuler yang sama dan tidak ada perbedaan yang signifikan baik secara fungsi maupun ekspresi keduanya. Cyclin-E yang berikatan dengan CDK2 adalah pemicu berlangsungnya fase G1 menuju S pada siklus sel. Pada beberapa type tumor ditemukan peningkatan ekspresi Cyclin-E. Meskipun aplikasi maupun modifikasi post transkripsi gen adalah faktor utama penyimpangan ekspresi Cyclin-E pada berbagai keganasan , onkoprotein yang berhubungan dengan mekanisme tersebut pada HPV High Risk type dapat memberikan kontribusi ekspresi Cyclin-E pada lesi serviks (Hannah, 2002).

Terlepasnya faktor E2F oleh protein HPV E7 dapat menyebabkan overekspresi dari Cyclin-E. Hal ini terjadi karena pRb mempunyai afinitas lebih tinggi untuk berikatan dengan E7, sehingga E2F menjadi bebas dan dapat mempengaruhi terjadinya proses transkripsi.


(57)

commit to user

38 2.7. Kerangka Teori

Cyclin D Cdk4

Cyclin E

cdk2

pRb

G0

P

53

P

53

P

21

E

6

G1

G2

M

S

pRb

E

7

pRb

E

7

pRb

E

7

E

2

F

HPV High Risk Type

E

7

E

6

E

2

F

E

2

F


(58)

commit to user

39 Keterangan gambar:

Proses perubahan fase G1 menuju S memerlukan kompleks Cyclin/ CDK, yang berfungsi untuk memfosforilasi pRb sehingga dapat melepaskan E2F yang merupakan faktor transkripsi dari beberapa target gen . Fosforilasi pRb oleh kompleks Cyclin/CDK akan menyebabkan E2F terlepas dari ikatannya dengan pRb dan memacu proliferasi sel. HPV High Risk type yang menghasilkan protein E6 akan berikatan dengan p53 wild type sehingga menghambat induksi pembentukan p21. Protein E7 mempunyai afinitas yang lebih tinggi untuk berikatan dengan pRb sehingga E2F akan bebas dan memacu terjadinya proliferasi.


(59)

commit to user

40

G1 S

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual.

M G2

Galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type)

Ekstrak bawang dayak

Proliferasi Sel Cyclin E


(60)

commit to user

41

Keterangan Gambar.

Cyclin E adalah suatu protein yang mengaktifasi terjadinya perubahan fase pada siklus sel dari fase G1 menuju fase S. Fase G1 menuju fase S merupakan restriction point . Pada fase S tidak dapat kembali lagi ke fase G1. Pemberian ekstrak bawang dayak pada sel HeLa dalam penelitian ini diharapkan dapat menekan ekspresi cyclin E. Adanya penekanan terhadap tingkat ekspresi Cyclin-E, maka siklus sel akan terhenti. Penghentian siklus sel ini akan memberikan kesempatan bagi sel untuk mengenali kerusakan DNA, menginduksi reparasi DNA serta mengiduksi terjadinya apoptosis.

3.2. Hipotesis.

Pemberian fraksi etanolik ekstrak bawang dayak menurunkan tingkat ekspresi Cyclin-E pada galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type).


(61)

commit to user

42 BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental biomedik dengan pendekatan post-test only control group design.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada Jogjakarta pada Bulan April 2010.

4.3 Subyek Penelitian.

Sel kanker HeLa (HPV High Risk type) berasal dari American Tissue Type Culture (ATCC). Sel HeLa merupakan prototype adenokarsinoma serviks yang didapat dari seorang penderita dan yang telah diaklimatisasikan untuk kepentingan penelitian secara in vitro.

4.4 Variabel Penelitian. 4.4.1 Variabel terikat.

· Ekspresi Cyclin-E 4.4.2 Variabel bebas.

· Konsentrasi fraksi etanolik ekstrak bawang dayak. 4.5 Definisi Operasional.

a) Fraksi etanolik bawang dayak adalah ekstrak umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) yang didapat dari umbi bawang dayak


(62)

commit to user

43

basah yang dikeringkan, dihaluskan sampai menjadi bubuk kemudian diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 70% (pro analis).

b) Ekspresi Cyclin-E adalah jumlah sel positif (dalam %) yang memiliki inti sel berwarna kuning keemasan hingga coklat tua yang merupakan hasil reaksi enzimatis antara enzim peroksidase dan Di-amino benzidin (DAB) sebagai substrat enzim yang mengikuti reaksi imunolgis antara Monoklonal Antibodi anti human Cyclin-E dengan antigen Cyclin-E yang ada di dalam 24 well plate.

c) LC50 (Lethal Concentation) aktivitas secara in vitro adalah konsentrasi ekstrak yang menyebabkan kematian 50% sel HeLa (HPV High Risk type) pada kultur yang menerima perlakuan fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr).

d) Kontrol (-) adalah hasil pengecatan Imunositokimia terhadap tingkat ekspresi Cyclin-E sel kanker serviks uteri HeLa yang tidak diberi perlakuan apapun sehingga memiliki tingkat ekspresi Cyclin-E yang positif. Digunakan sebagai pembanding positif dalam interpretasi hasil imunositokimia Cyclin-E.

e) Kontrol adalah hasil pengecatan Imunositokimia terhadap tingkat ekspresi Cyclin-E sel kanker serviks uteri HeLa dari hasil kultur sel yang diberi perlakuan Cisplatinum konsentrasi 2µg/ml. LC50 untuk Cisplatinum pada penelitian ini adalah 2,133µg/ml (Hadibrata, 2009). Digunakan sebagai pembanding negatif dalam interpretasi hasil Imunositokimia Cyclin-E


(63)

commit to user

44 4.6 Rancangan Penelitian.

4.7 Alat dan Bahan. 1. Alat.

· Laminar Air Flow Hood/Tissue Culture Cabinet · Incubator CO2

· Sentrifuse

· Mikroskop Inverted

· Improved Neubauer Hemocytometer Chamber Galur sel kanker serviks uteri

HeLa (HPV High Risk type)

Kultur

Konsentrasi 75µg/ml Konsentrasi

37,5µg/ml

Perlakuan dengan fraksi etanolik Ekstrak bawang dayak Kontrol

Konsentrasi 18,75µg/ml


(1)

commit to user

53

Pada gambar di atas tampak bahwa hampir seluruh sel berwarna kebiruan. Hal ini tingkat ekspresi Cyclin-E yang sangat negatif.

5.2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 15. Uji statistik korelasi regresi linier yang dilakukan untuk fraksi etanolik ekstrak bawang dayak

(Eleutherine palmifolia L., Merr).

Hasil analisis untuk konsentrasi fraksi etanolik ekstrak bawang dayak terhadap ekspresi Cyclin-E diperoleh F hitung = 566,874 dengan signifikansi 0,000 dan R = 0,991. Secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara fraksi etanolik bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) terhadap tingkat ekspresi Cyclin-E sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk

type).

Model Summaryb

,991a ,983 ,981 4,83667 2,646

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), Kelompok Perlakuan a.

Dependent Variable: Ekspresi Cyclin E b.

ANOVAb

13261,067 1 13261,067 566,874 ,000a

233,933 10 23,393

13495,000 11 Regression Residual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Kelompok Perlakuan a.

Dependent Variable: Ekspresi Cyclin E b.


(2)

commit to user

54

BAB 6 PEMBAHASAN

Bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) adalah sejenis tanaman perdu yang ditemukan di semenanjung Malaysia hingga Filipina, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Bagian dari tumbuhan ini yang digunakan sebagai obat anti kanker adalah umbi. Hasil skrening umbi bawang dayak dengan menggunakan pelarut petroleum eter dan etanol menunjukkan bahwa umbi tanaman ini mengandung senyawa metabolis sekunder berupa

terpenoid, flavonoid, antrakinon dan kaumarin yang di dalam tubuh manusia

mempunyai efek antioksidan sehingga baik untuk pencegahan kanker (Lenny, 2006; Budiani, 2007). Penelitian ini tidak menentukan kandungan senyawa metabolic sekunder yang terkandung di dalam fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr). Diperlukan skrining dan identifikasi lebih lanjut untuk menentukannya.

Menurut teori yang telah disebutkan pada Bab 2, kompleks Cyclin-E/CDK2 menyebabkan pRb terfosforilasi sehingga mengaktifkan E2F yang akan menginduksi terjadinya proliferasi sel. Dengan ditekannya Cyclin-E pada penelitian ini seharusnya pRb akan tetap menginaktifasi E2F dan proliferasi dapat dihambat. Dengan demikian akan ada kesempatan sel untuk melakukan repair maupun apoptosis.

Tingkat ekspresi Cyclin-E sel karsinoma serviks uteri HeLa setelah diberi perlakuan dengan fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia


(3)

commit to user

55

L., Merr) dengan konsentrasi 18,75 µg/ml; 37,5 µg/ml dan 75 µg/ml dinilai

dengan uji statistik Regresi korelasi linier dengan software statistik SPSS versi. 15

for Windows. Kontrol (+) pada penelitian ini menggunakan galur sel HeLa yang

tidak diberi perlakuan. Kontrol (-) pada penelitian ini menggunakan galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type) yang diberi perlakuan dengan Cisplatinum 2µg/ml. Ekspresi Cyclin-E ditunjukkan dengan adanya sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High Risk type) yang berwarna kuning keemasan sampai kecoklatan pada sitoplasmanya, dilihat menggunakan mokroskop dengan perbesaran 400X.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ramond, 2005, galur sel ini hanya memiliki p53 wild type, dan tidak ada p53 mutant (Yuliantara, 2007). Artinya pada keadaan ini seharusnya p53 dapat menjalankan fungsinya pada siklus sel, yaitu menginduksi terjadinya cell cycle arrest, apoptosis, dan menghambat terjadinya angiogenesis. Salah satu fungsi p53 adalah membentuk p21 yang akan menginduksi terjadinya cell cycle arrest Contrans (1999). juga menyebutkan bahwa HPV menghasilkan E6 dan E7. P53 akan berikatan dengan E6 yang dihasilkan oleh HPV. Ikatan p53 dengan E6 akan menyebabkan terjadinya inaktifasi dari p53, sehingga fungsi p53 sebagai gen suppressor tidak terjadi.

Protein Retinoblastoma dalam keadaan tidak terforforilasi akan menjaga E2F dalam bentuk inaktif sehingga tidak dapat melakukan tugasnya untuk mensintesis siklus sel. Pada keadaan normal, akan terjadi fosforilasi yang dipicu oleh growth faktor dan kompleks Cycin/CDK. Cyclin-D/CDK4 bersama growth


(4)

commit to user

56

faktor akan memfosforilasi pRb sehingga melepaskan histone deasetilase

(HDAC). Cyclin-E/CDK2 bersama growth faktor akan memfosforilasi pRb sehingga E2F terlepas dan menjalankan fungsinya sebagai faktor transkripsi (Pecorino, 2005). Protein E7 yang dihasilkan oleh HPV akan memiliki affinitas yang lebih tinggi untuk berikatan dengan pRb, sehingga tidak dapat menjaga bentuk inaktif E2F dan proliferasi akan tetap berlangsung. Dari kedua mekanisme di atas dapat disimpulkan bahwa protein E6 dan E7 yang dihasilkan oleh HPV menyebabkan gen supressor tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga proliferasi sel tetap terjadi.

Tidak seluruh sel saat yang bersamaan berada pada fase mitosis yang sama. Demikian juga tidak seluruh pRb selalu berikatan dengan protein E7 dari HPV. Penekanan terhadap tingkat ekspresi Cyclin-E menyebabkan fosforilasi pRb tidak berjalan dengan baik, sehingga E2F tidak dapat dilepaskan.

Penelitian sebelumnya oleh Hadibrata (2009) dinyatakan bahwa pemberian fraksi etanolik ekstrak bawang dayak dapat menghambat pertumbuhan dan menekan tingkat ekspresi Bcl-2 dan menginduksi jalur apoptosis sel HeLa. Pada penelitian ini pemberian fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine

palmifolia L., Merr) dapat menekan ekspresi Cyclin-E pada galur sel kanker

serviks uteri HeLa (HPV High Risk type). Bertambahnya konsentrasi pada pemberian fraksi etanolik bawang dayak menyebabkan penekanan ekspresi Cyclin-E menjadi lebih tinggi. Pada kontrol positif yang tidak data perlakuan dengan fraksi etanolik bawang dayak menunjukkan tingkat ekspresi dengan rerata sebesar 94%. Pemberian sebanyak 18,75µg/ml dapat menurunkan tingkat ekspresi


(5)

commit to user

57

Cyclin-E sebesar 65,0%. Penambahan konsentrasi sebanyak 37,5% semakin menekan tingkat ekspresi Cyclin-E sampai 38,7%. Dengan konsentrasi sebanyak 75% tingkat ekspresi Cyclin-E dapat ditekan sampai 4,0%. Dilakukan analisis menggunakan korelasi regresi linier didapatkan p=0,000 dengan R=0,991, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian fraksi etanolik bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) dengan tingkat ekspresi Cyclin-E pada galur sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High

Risk type).


(6)

commit to user

58

Bab 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Pemberian fraksi etanolik ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia L., Merr) menurunkan tingkat ekspresi Cyclin-E sel kanker serviks uteri HeLa (HPV High

Risk type).

7.2. Saran.

1. Perlu dilakukan penelitian terhadap ekspresi Cyclin-E pada galur sel kanker serviks uteri yang lain dengan konsentrasi pada LC50 atau di

bawahnya.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai senyawa metabolis sekunder manakah yang paling berperan dalam fungsinya sebagai obat anti kanker.