Eksekusi Jaminan Kredit Pada Bank Syariah Mandiri Tbk. Cabang

B. Eksekusi Jaminan Kredit Pada Bank Syariah Mandiri Tbk. Cabang

Medan. Berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia No. 2622KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 264BPPP tentang kualitas Aktiva Produksi dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktivita Produktif masing- masing tanggal 29 Mei 1993, kriteria kolektibilitas kredit terbagi dalam empat golongan sebagai berikut. 1. Lancar Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria, a. Tidak terdapat tunggakan baik angsuran pokok maupun bunganya. b. Terdapat tunggakan angsuran pokok ataupun tunggakan bunga, tetapi belum melampaui 1 bulan bagi kredit yang masa angsurannya kurang dari satu bulan, atau belum melampaui 3 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 2 bulanan sampai denga 3 bulanan, atau belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 4 bulanan atau lebih. 2. Kurang Lancar Kredit digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria, a. Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampaui satu bulan dan belum melampaui 2 bulan bagi kredit dengan masa angsuran kurang dari 1 bulan, atau melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 2 bulan atau 3 bulanan, atau melampaui 6 bulan dan belum melampaui 12 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 6 Universitas Sumatera Utara bulanan atau lebih. b. Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 bulan bagi kredit yang masa angsurannya kurang dari satu bulan, atau melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya lebih dari satu bulan. 3. Diragukan Kredit termasuk dalam golongan diragukan apabila kredit yang bersangkutan tidak memenuhi kreteria lancar dan kurang lancar, yang berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa, kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75dari hutang peminjam, termasuk bunganya atau kredit tidak dapat diselamatkan, tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya 10 dari hutang peminjam. 4. Kredit digolongkan macet apabila tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar dan diragukan, atau memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan kredit. Pengaturan kredit macet dalam UU No. 10 Tahun 1998 dijumpai dalam Pasal 37 ayat 1 huruf c yang mengatkan “ dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar bank menghapus bukukan kredit atau pembayaran berdasarkan prinsip syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya. Istilah penghapus bukuan kredit macet di dalam literatur disebut “ write Universitas Sumatera Utara off “ kredit macet. Yang menjadi persoalan, bagaimana persyaratan write off dapat dilakukan oleh bank. Berdasarkan Pasal 37 UU Perbankan bahwa bank-bank yang memiliki cadangan yang cukup dapat melakukan write off kredit macet setelah memperoleh pertimbangan dan izin Bank Indonesia. Kredit macet yang menjadi beban bank-bank milik swasta dapat dibagi dalam dua fase yaitu : - Piutang yang karena adanya ketentuan intern dari instansi itu sendiri masih mungkin untuk diselesaikan dalam taraf intern. - Piutang macet sama sekali yang setelah ketentuan–ketentuan intern dilaluinya masih juga tidak terselesaikan sebagian maupun seluruhnya. Pernyataan untuk melakukan write off : 1. Kredit yang dihapus bukukan adalah kredit yang dikategorikan macet sejak tiga tahun atau lebih. 2. Kredit yang dihapusbukukan itu merupakan kredit yang macet yang kurang dari dari tiga tahun jika : a. Nasabah debiturnya tidak diketemukan lagi atau tidak diketahui dimana rimbanya. b. Nasabah debitur sudah tidak sanggup melunasi kreditnya. c. Usaha nasabah debitur sudah tidak memiliki prospek usaha. d. Nasabah debitur yang nilai agunan kreditnya yang dikuasai bank di bawah saldo kredit. e. Nasabah debitur yang meskipun nilai agunannya di atas saldo kreditnya Universitas Sumatera Utara tetapi pengikatan agunannya secara yuridis lemah. 3. Bank yang akan menghapuskan kredit macetnya sudah memiliki cadangan yang mencukupi untuk penghapus bukuan tersebut. Jangka waktu dari fase pertama hingga fase kedua adalah selambat- lambatnya 3 bulan setelah terjadinya permulaan kredit macet pada fase pertama. Kredit macet dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor intern maupun ekstern. Adapun faktor intern penyebab timbulnya kredit macet yakni kebijaksanaan perkreditan yang ekspansif, penyimpanan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan, iktikat kurang baik dari pemilik, pengurus atau pegawai bank, lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit, serta lemahnya sistem informasi kredit macet, Sedangkan faktor ekstern penyebab timbulnya kredit macet adalah kegagalan usaha debitur, musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur, pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur, serta menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit. Di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 dua macam subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka perbuat. Perjanjian kredit perbankan merupakan suatu perjanjian bertimbal-balik, kedua subjek hukumnya, yaitu pihak Bank sendiri dan nasabah tentu mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal-balik. Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian kredit perbankan , Universitas Sumatera Utara ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka sepakati bersama-sama. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian. Wirjono Prodjodikoro, mengatakan Wanprestasi adalah berarti ketiadaan suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi. 26 Lebih tegas. Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa apabila dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka dikatakan debitur itu wanprestasi. 27 Dari uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan wanprestasi itu. Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai atau alpa tidak memenuhi prestasi. Subekti, mengemukakan bahwa : Wanprestasi kelalaian atau kealpaan seorang debitur dapat berupa 4 empat 26 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1991, hal. 44. 27 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 45. Universitas Sumatera Utara macam : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan 3. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat 4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakannya. 28 Dalam suatu perjanjian pemasangan kredit perbankan apabila salah satu pihak, baik itu pihak nasabah maupun pihak perbankan tidak melaksanakan isi perjanjian yang mereka sepakati, berarti pihak tersebut telah melakukan wanprestasi. Selanjtnya dalam mengkaji masalah wanprestasi ini, perlu dipertanyakan apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan dan apabila akhirnya timbul perselisihan di antara keduanya akibat wanprestasi tersebut, Upaya apa yang dapat ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa sangat dirugikan. Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin. Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu : 28 Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung , 1976, hal. 23 Universitas Sumatera Utara 1. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian 2. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi 3. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi 4. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian 5. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi. Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan pasal 1266 KUH Perdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan demikian berdasarkan pasal 1266 KUH Perdata, dalam perjanjian kredit perbankan salah satu pihak wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim. Dalam kenyataannya pada bentuk perjanjian kredit perbankan ini perihal apabila timbul perselisihan di antara meraka maka para pihak tersangkut pada isi perjanjian yang telah disetujui mereka yaitu dengan cara : 1. Dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan jika belum selesai 2. Dilakukan lewat pengadilan dimana lokasi pekerjaan dilakukan. Penentuan jalan atau tata cara penyelesaian perselisihan di atas baik itu akibat wanprestasi atau akibat-akibat lainnya tersebut diterangkan dalam isi surat perjanjian yang mereka perbuat adalah untuk mengantisipasi hal-hal yang terbit dari perjanjian tersebut, hal ini adalah sangat penting agar dapat ditindak lanjuti jika timbul suatu hal yang merugikan salah satu pihak. Universitas Sumatera Utara Pada Bank Swasta wanprestasi itu sering dilakukan oleh pihak debitur yaitu debitur lalai dalam mengadakan pelunasan akan kredit kepada pihak bank. Hal ini dikenal dengan istilah kredit bermasalah. Dalam prakteknya, penyelesaian kredit bermasalah yang oleh Bank Swasta dilakukan dengan 2 dua alternatif, yaitu negosiasi dan litigasi. Namun tetap diakui bahwa kedua alternatif tersebut terlepas dari adanya bank-bank yang melakukan penagihan kredit macet dengan menggunakan jasa “ debt collector “ yang dilakukan oleh orang atau badan yang tidak berwenang melakukan hal itu.

1. Penyelesaian dengan negosiasi.

Penyelesaian kredit bermasalah dengan negosiasi ini dilakukan terhadap debitur yang usahanya masih berjalan meskipun tersendat-sendat, dapat membayar bunga meskipun kemampuannya telah melemah dan tidak dapat membayar angsurannya. Bahkan, terhadap debitur yang usahanya sudah tidak berjalanpun dapat dilakukan penyelesaian dengan negosiasi. Sebagai contoh yaitu, apabila ratio agunanjaminan kredit masih mencukupi dan ada usaha ini yang dianggap lebih layak dan dapat menghasilkan, maka debitur yang bersangkutan dimungkinkan untuk diberikan suntikan baru yang hasilnya dapat dipergunakan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semua upaya tersebut dapat disebut dengan kredit yang diselamatkan, yaitu kredit yang semula tergolong bermasalah atau macet kemudian terjadi kesepakatan antara debitur dan Perbankan untuk diperbaiki, yang tentunya diikuti dengan suatu perjanjian kredit yang baru, baik berupa novasi, subrogasi, Universitas Sumatera Utara