Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah Dengan Program Pembangunan Kota Bogor

SINKRONISASI TATA RUANG WILAYAH DENGAN
PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA BOGOR

SIGIT PRAYITNO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sinkronisasi Tata Ruang
Wilayah dengan Program Pembangunan Kota Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016
Sigit Prayitno
NRP A156140174

RINGKASAN
SIGIT PRAYITNO. Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah dengan Program
Pembangunan Kota Bogor. Dibimbing oleh SETIA HADI dan MANUWOTO.
RTRW Kota Bogor merupakan pedoman bagi Pemerintah Kota dalam
pembangunan kota yang memuat rencana dan indikasi program-program
pembangunan sektoral dan pemanfaatan ruang kota. Dokumen ini memuat
kebijakan, strategi dan konsep pembangunan serta arahan program-program
pembangunan fisik kota. Monitoring dan evaluasi kesesuaian pemanfaatan ruang
eksisting diperlukan untuk menjaga konsistensi pemanfaatan ruang terhadap
rencana spasial. Selanjutnya, sinkronisasi program-program pembangunan fisik
dengan rencana tata ruang diperlukan guna memastikan rencana tata ruang
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan program pembangunan.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis kesesuaian penggunaan
lahan dengan RTRW; (2) Menganalisis kesesuaian program-program
pembangunan fisik dengan RTRW; (3) Menganalisis penggunaan RTRW dalam
penyusunan program pembangunan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya;

dan (4) Merumuskan strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang wilayah dengan
program pembangunan di Kota Bogor.
Data primer diperoleh melalui wawancara / kuesioner di lapangan. Data
sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Responden yang terdiri dari para
pakar dan stakeholders yang dipilih dengan menggunakan metode purposive
sampling. Metode Overlay, Analisis Deskriptif Spasial, dan A‟WOT digunakan
untuk menganalisis data.
Penggunaan lahan eksisting yang konsisten dengan RTRW seluas 6.213,96
ha (52,99%), yang belum terealisasi seluas 5.028,34 ha (42,88%), dan tidak sesuai
seluas 484,71 ha (4,13%). Program pembangunan fisik yang sesuai dengan
RTRW berfluktuasi dari tahun ke tahun, dengan rata-rata 87,68 %. Sekitar 75%
instansi sudah menggunakan RTRW sebagai pedoman penyusunan usulan
program-program pembangunan, karena RTRW dapat membantu dalam
menentukan prioritas program pembangunan, memberikan arahan dalam
penentuan lokasi kegiatan, dan sebagai
pedoman perumusan kebijakan
pembangunan. Sebanyak 25% instansi masih belum menggunakan RTRW sebagai
pedoman disebabkan karena mereka tidak mengetahui keharusan menggunakan
RTRW dalam penyusunan usulan program pembangunan, substansi RTRW
dinilai terlalu umum atau dinilai tidak memberikan arahan yang jelas.

Prioritas pertama dalam upaya peningkatan sinkronisasi antara rencana tata
ruang dengan program-program pembangunan di Kota Bogor adalah penerapan
dengan tegas regulasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, agar
komitmen pemerintah kota dalam perencanaan tata ruang dapat terwujud dengan
baik.
Kata kunci: program pembangunan, rencana tata ruang, sinkronisasi

SUMMARY
SIGIT PRAYITNO. The synchronization of spatial planning with development
program in Bogor City. Supervised by SETIA HADI and MANUWOTO.
Bogor City Spatial Plan (RTRW) provides a guideline for the local
government for the city development and indications of sectoral development
programs as well as spatial allocation of urban spaces. This document should be
able to formulate policies, strategies and concepts of developments and direction
of urban development programs. Monitoring and evaluation of the suitability of
existing space utilization are required to maintain the consistency of the space
utilization to the spatial plan. Furthermore, the synchronization of development
programs are needed to ensure spatial planning is used as a guideline in the
implementation of development programs.
The aims of this study are: (1) to analyze the suitability (consistency) of

land uses to the Spatial Plan; (2) to analyze the suitability of physical
development programs to the spatial plan; (3) to analyze the use of spatial
planning in the preparation of development programs and their determinant
factors; and (4) to formulate strategy on synchronization between spatial plan with
the development programs in Bogor City.
The primary data obtained through interviews / questionnaires. Secondary
data were obtained from the agencies concerned. Respondents comprised of
experts and stakeholders were selected using purposive sampling method. Overlay
Method, Descriptive Analysis of Spatial and A'WOT used to analyze the data.
The results showed that the suitability of land use in 2013 with the spatial
pattern plan is 6.213,96 ha (59.58%), not yet implemented 5.028,34 ha (36.41%),
and not suitable 484,71 ha (4.01%). The consistency of physical development
programs with spatial plan fluctuate from year to year with an average of 87.68%.
About 75% of agencies have used RTRW in preparing development programs,
while 25% of institutions not yet. The prioritized strategy for improving the
synchronization between spatial plan with the development program in Bogor
City is to strickly implement the regulations on spatial planning and development
plan so that the local government can realize their commitment.
Keywords: development program, spatial planning, synchronization


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SINKRONISASI TATA RUANG WILAYAH DENGAN
PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA BOGOR

SIGIT PRAYITNO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr Ir Santun R. P. Sitorus

PRAKATA

Alhamdulillah, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini yang berjudul Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah Dengan Program
Pembangunan Kota Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr Ir Setia Hadi, M.S sebagai Ketua Komisi Pembimbing dengan
kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan
dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Dr Ir Manuwoto sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang juga

dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk
mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku Dosen Penguji Luar Komisi atas
masukan dan sarannya.
4. Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr selaku pemimpin ujian tesis sekaligus
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas masukan dan sarannya.
5. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti
studi.
6. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan kepada penulis.
7. Bapak Walikota, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah,
serta Kepala Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman yang telah
memberikan ijin serta dukungan baik moril maupun materil unuk mengikuti
tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
8. Ayahanda (alm) dan Ibunda terkasih, Kakak-kakak tersayang serta Istri Anak
tercinta yang telah memberikan ridho, ijin serta dorongan semangat sehingga
memberikan kekuatan yang besar kepada penulis.
9. Rekan-rekan PWL IPB baik kelas khusus Bappenas maupun reguler yang
juga memberikan dorongan moral untuk kesuksesan penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik
moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini.

Bogor, Juni 2016
Sigit Prayitno
NRP A156140174

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
7
7
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rencana Tata Ruang
Perencanaan Pembangunan
Peran Rencana Tata Ruang Dalam Perencanaan Pembangunan

Sistem Informasi Geografis
Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian

8
8
12
14
16
18

3 BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Bahan dan Alat
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

19
19
19

20
20
22

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Fisik Wilayah
Kondisi Sosial Wilayah
Kondisi Perekonomian Wilayah

31
32
36
38

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesesuaian Penggunaan Lahan Dengan RTRW
Kesesuaian Program-Program Pembangunan Fisik Dengan RTRW
Analisis Penggunaan RTRW Dalam Penyusunan Usulan Program
Pembangunan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
Strategi Peningkatan Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah Dengan Program
Pembangunan Kota Bogor

39
39
58

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

83
83
84

DAFTAR PUSTAKA

85

64
73

LAMPIRAN

88

RIWAYAT HIDUP

109

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Deskripsi Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Output yang
diharapkan menurut Tujuan Penelitian
Jenis dan jumlah responden
Padanan penggunaan lahan dan rencana pola ruang (RTRW)
Matrik logik inkonsistensi RTRW dan penggunaan lahan tahun 2013
Rekapitulasi program fisik RKPD menurut urusan
Matrik kesesuaian RKPD dan RTRW
Matrik strategi SWOT
Pembobotan unsur-unsur SWOT
Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Bogor
Tingkat kemiringan daerah menurut kecamatan di Kota Bogor
Kemampuan lahan Kota Bogor
Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk per kecamatan di Kota
Bogor
Tabel luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
menurut kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2013
Rencana pola ruang Kota Bogor tahun 2011 - 2031
Distribusi penggunaan lahan eksisting tahun 2013
Persentase kesesuaian RTRW dengan penggunaan lahan tahun 2013 di
Kota Bogor
Rekapitulasi program fisik yang sesuai dengan RTRW menurut urusan
Persentase jumlah program fisik yang sesuai dengan RTRW per tahun
Peran instansi terhadap penggunaan RTRW dalam penyusunan usulan
program pembangunan
Alasan responden berkaitan dengan penggunaan RTRW dalam
penyusunan usulan program pembangunan
Pengetahuan instansi terhadap keberadaan RTRW Kota Bogor
Alasan responden berkaitan dengan pengetahuan terhadap
keberadaan RTRW Kota Bogor
Pemahaman instansi terhadap materi RTRW Kota Bogor
Keterkaitan pengetahuan responden terhadap adanya RTRW dengan
pemahaman terhadap RTRW
Alasan responden berkaitan dengan pemahamannya terhadap materi
RTRW Kota Bogor
Perhatian instansi terhadap RTRW dalam penyusunan usulan program
pembangunan
Alasan responden berkaitan dengan perhatiannya terhadap RTRW
Kota Bogor dalam penyusunan usulan program pembangunan

21
22
24
25
28
28
30
31
32
34
36
37
38
44
51
55
59
59
65
66
67
68
69
69
70
71
71

28 Keterkaitan pengetahuan terhadap adanya RTRW, pemahaman
terhadap materi RTRW dan perhatian terhadap RTRW dengan
penggunaan RTRW dalam penyusunan usulan program pembangunan
29 Faktor internal dan eksternal peningkatan sinkronisasi tata ruang
wilayah dengan program pembangunan
30 Strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang wilayah dengan program
pembangunan
31 Hasil pembobotan komponen SWOT
32 Urutan/ranking arahan dan strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang
wilayah dalam mendukung program pembangunan

72
76
78
79
81

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Kerangka Pemikiran Penelitian
Diagram alir tahapan penelitian
Diagram hierarki analisis A‟WOT
Peta wilayah administrasi Kota Bogor
Peta pembagian wilayah pelayanan Kota Bogor
Peta rencana pola ruang Kota Bogor tahun 2011-2031
Peta kawasan strategis Kota Bogor
Peta rencana kawasan perumahan Kota Bogor tahun 2011 - 2031
Peta rencana kawasan perdagangan dan jasa Kota Bogor tahun 2011 2031
Peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2013
Peta penggunaan lahan perumahan dan permukiman Kota Bogor
tahun 2013
Peta kesesuaian penggunaan lahan tahun 2013 dengan RTRW Kota
Bogor
Perbandingan peta penggunaan lahan 2013 dan rencana perumahan
Perbandingan peta penggunaan lahan 2013 dan rencana kawasan
perdagangan dan jasa
Perbandingan jumlah program fisik yang sesuai dengan RTRW
Peta ketidaksesuaian lokasi program RTRW dengan RKPD kegiatan
peningkatan jalan
Peta ketidaksesuaian lokasi program RTRW dengan RKPD kegiatan
pembangunan persimpangan
Peta ketidaksesuaian lokasi program RTRW dengan RKPD Kegiatan
pembangunan terminal barang
Karakteristik instansi dalam kaitannya dengan penggunaan RTRW
dalam penyusunan rencana program pembangunan

8
23
30
33
41
43
45
46
48
50
52
54
56
57
60
61
62
63
73

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Kesesuaian RTRW dengan penggunaan lahan tahun 2013
Hasil Analisis Pembobotan Komponen SWOT Menggunakan
Software Expert Choice 2000

89
92

3
4
5
6
7
8
9

Hasil Analisis Pembobotan Antar Faktor pada Komponen Strengths
(Kekuatan) Menggunakan Software Expert Choice 2000
Hasil Analisis Pembobotan Antar Faktor pada Komponen Weaknesses
(Kelemahan) Menggunakan Software Expert Choice 2000
Hasil Analisis Pembobotan Antar Faktor pada Komponen
Opportunities (Peluang) Menggunakan Software Expert Choice 2000
Hasil Analisis Pembobotan Antar Faktor pada Komponen Threats
(Ancaman) Menggunakan Software Expert Choice 2000
Hasil Analisis Pembobotan Setiap Komponen SWOT Menggunakan
Software Expert Choice 2000
Kuesioner Untuk Data Penggunaan RTRW dalam Penyusunan
Program Pembangunan
Kuesioner untuk Input Data Analisis A‟WOT

92
93
93
94
94
95
99

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintah Daerah memerlukan
perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap
pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya
pembangunan di berbagai bidang, maka terjadi peningkatan permintaan data dan
indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat
Kabupaten/Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan
adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Pembangunan di
daerah seharusnya dilakukan secara hati-hati dan cermat. Ketidaksinkronan dalam
merencanakan pembangunan akan menjadi bumerang bagi daerah bersangkutan.
Pembangunan diupayakan agar tidak berbenturan antara program pembangunan
sektoral dengan program pembangunan daerah/regional.
Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki
dimensi waktunya menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dibagi menjadi perencanaan
jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan
Undang-Undang ini dikenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu
rencana pembangunan daerah. Rencana pembangunan daerah terdiri atas Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai
kelengkapannya.
Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN, mewajibkan daerah untuk
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berdurasi 20 tahun yang
berisi tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian
dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang
berdurasi 5 (lima) tahun, yang memuat kebijakan keuangan daerah, strategi
pembangunan daerah, kebijakan umum, program SKPD dan lintas SKPD,
program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka
regulasi pendanaan yang bersifat indikatif. Selanjutnya RPJM Daerah dijabarkan
dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut sebagai Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah,
prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
Pembangunan di daerah pada masa reformasi mengalami pergeseran pada
kewenangannya. Adapun berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, urusan pemerintahan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintah daerah untuk kabupaten/kota salah satunya adalah kewenangan dalam
penataan ruang. Pemerintah daerah dapat melakukan kewenangan pembuatan
kebijakan tersebut. Namun seringkali kebijakan yang telah dibuat pemerintah
daerah mengalami beberapa hambatan atau kurang berhasil pada tahap

2

implementasi kebijakan itu sendiri. Dalam melaksanakan pembangunan daerah
yang menjadi acuan adalah rencana/program pembangunan dan Rencana Tata
Ruang Wilayah. Kedua rencana tersebut sering tidak sinergi sehingga
menyebabkan rencana tata ruang sulit/tidak dapat diacu dalam program
pembangunan daerah, sehingga pembangunan antar sektor menjadi tidak sinergi.
Jumlah penduduk yang semakin meningkat menuntut pemerintah daerah untuk
segera memenuhi kebutuhan akan sarana prasarana serta infrastruktur, sementara
itu sumber daya yang dimiliki terbatas. Hal tersebut berdampak kepada alih fungsi
lahan tanpa memperhitungkan dengan matang keberlanjutannya dalam jangka
panjang. Sebagai dampaknya, berbagai bentuk pelanggaran tata ruang terjadi dan
mengganggu lingkungan serta kenyamanan masyarakat itu sendiri. Sebagai
contoh dalam RTRW Kota Bogor sudah ditetapkan bahwa rencana lokasi Tempat
Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) berada di Kelurahan Kayu
Manis, kemudian instansi terkait menjabarkankannya dengan membuat program
pembangunan mulai dari DED, AMDAL sampai pembangunan konstruksinya
namun pada tahap pelaksanaan ternyata mendapat penolakan dari warga sekitar
karena berada di lahan produktif pertanian dan permukiman.
Wilayah kota merupakan tempat terkonsentrasinya kegiatan sosial ekonomi
masyarakat dengan perkembangan yang sangat dinamis. Perubahan pada
karakteristik masyarakat dan intensitas kegiatannya menyebabkan terjadinya
perubahan yang cepat pada pemanfaatan ruang. Untuk dapat mengoptimalkan
perkembangan kota, maka pemanfaatan ruang wilayah kota perlu diarahkan dalam
rencana tata ruang kota yang terdiri dari struktur ruang dan pola ruang.
Bagi keperluan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan
pembangunan di Kota Bogor, disamping pengembangan kelembagaan dan
produk-produk hukum pada tingkat kota (Perda, SK Walikota), dibutuhkan juga
beberapa dokumen rencana sebagai alat kelengkapan pembangunan kota.
Kelengkapan pembangunan kota berupa dokumen perencanaan pembangunan
seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Salah satu dokumen rencana yang dapat dijadikan sebagai pedoman dan
acuan pembangunan kota Bogor adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Bogor.
Rencana tata ruang merupakan pedoman pelaksanaan pembangunan yang
berisi kebijaksanaan strategis dan program-program pemanfaatan ruang dalam
jangka waktu perencanaan (Sujarto, 1985). Oleh karena itu, menurut Kartasasmita
(1996), rencana tata ruang harus bersifat realistis operasional yang berfungsi
sebagai alat koordinasi bagi program-program pembangunan dari berbagai sumber
pendanaan, sebagai wujud pemanfaatan ruang. Beberapa daerah menunjukkan
tingkat realistis dan operasional rencana tata ruang yang berbeda apabila dikaitkan
dengan program pembangunan yang sudah sesuai dengan rencana tata ruang.
Penelitian yang dilakukan oleh Munawwaroh (2003) di Kabupaten Ciamis
menunjukkan bahwa sebagian kecil (rata-rata 35,27% per tahun) program
pembangunan yang diusulkan oleh instansi dan kecamatan telah sesuai dengan
rencana tata ruang, hal ini memperlihatkan bahwa rencana tata ruang belum
realistis operasional sehingga sulit untuk dijadikan acuan dalam penyusunan
program-program pembangunan. Hasil penelitian Supriyanto (2005) di Kota
Batam menunjukkan bahwa sebagian besar (81%) program pembangunan yang
diusulkan oleh instansi/dinas terkait pada tahun 2004 telah sesuai dengan arahan

3

yang terdapat di dalam RTRW, ini menunjukkan rencana tata ruang yang lebih
relistis operasional sehingga dapat dijadikan acuan dalam penyusunan programprogram pembangunan.
Rencana tata ruang memiliki waktu perencanaan jangka panjang dan jangka
menengah, sesuai dengan jenis rencananya. Pemerintah melaksanakan
pembangunan dan untuk melaksanakan pembangunan terlebih dahulu menyusun
rencana program pembangunan tahunan. Rencana program pembangunan tahunan
disusun berpedoman pada rencana jangka menengah dan merupakan perspektif
rencana jangka panjang. Rencana program pembangunan tersebut dijabarkan lagi
ke dalam kegiatan pembangunan tahunan daerah sesuai dengan tahun anggaran
(Tjokroamidjoyo, 1995). Jadi, pada hakekatnya pemanfaatan rencana tata ruang
terwujud dalam rencana program pembangunan tahunan dalam bentuk programprogram pembangunan. Program pembangunan tahunan disusun melalui suatu
mekanisme perencanaan program pembangunan.
Ruang kota sebagai wadah kegiatan sosial – ekonomi masyarakat memiliki
keterbatasan dan peluang pengembangan yang tidak sama. Tingginya dinamika
kebutuhan ruang dalam rangka mewadahi kepentingan investasi pihak pemerintah,
sektor swasta dan masyarakat menuntut adanya tata ruang kota yang mampu
mengakomodasikan kepentingan berbagai pihak (stakeholder). Dalam
memanfaatkan ruang kota sering timbul konflik kepentingan diantara kegiatan
kegiatan sosial-ekonomi masyarakat akibat belum tertatanya ruang kota secara
optimal. Hal ini disebabkan karena tidak tegasnya penetapan fungsi-fungsi ruang
kota dan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang tidak konsisten menurut fungsifungsi yang telah ditetapkan. Tidak adanya keterkaitan fungsional dan struktural
antar kegiatan dan kawasan juga sering menjadi penyebab tidak optimal dan tidak
terpadunya pemanfaatan ruang kota. Seperti pembangunan hotel dekat Tugu
Kujang di Jalan Padjajaran yang sempat menjadi polemik karena struktur
bangunan hotel yang tinggi dianggap akan mengerdilkan Tugu Kujang sebagai
ikon Kota Bogor. Di satu sisi keberadaan Tugu Kujang sebagai simbol (landmark)
Kota Bogor ingin tetap dipertahankan, sementara di sisi lain dinamika Kota Bogor
yang terus berkembang sebagai kota perdagangan dan jasa juga tidak bisa
diabaikan.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang,
tujuan dari penataan ruang dimaksudkan untuk mencapai kondisi aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan. Untuk dapat menjaga konsistensi dari pemanfaatan
ruang terhadap rencana tata ruang wilayah, diperlukan upaya pemantauan
terhadap pemanfaatan ruang yang berjalan serta mengevaluasi kesesuaian dari
pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang.
Dokumen RTRW Kota Bogor 2011-2031 dimaksudkan untuk membantu
Pemerintah Kota Bogor dalam menyiapkan sebuah pedoman pelaksanaan
pembangunan kota yang memuat di dalamnya rencana dan arahan programprogram pembangunan sektoral dan tata ruang kota dimasa yang akan datang.
Dokumen RTRW Kota Bogor sebagai penjabaran dari strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang harus mampu merumuskan kebijakan, arahan,
strategi dan konsep pengembangan serta arahan program-program pembangunan
kota.
Perumusan substansi RTRW Kota Bogor yang memuat tujuan, kebijakan
dan strategi, rencana, arahan pemanfaatan dan pengendalian, ditujukan untuk

4

dapat menjaga sinkronisasi dan konsistensi pelaksanaan penataan ruang serta
mengurangi penyimpangan implementasi. Indikasi program utama yang
ditetapkan diharapkan akan lebih mampu merespon tantangan dan menjamin
keberlanjutan pembangunan, melalui berbagai penyelenggaraan pembangunan
kota yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Rumusan
substansi RTRW ini juga diharapkan dapat mewujudkan tata ruang Kota Bogor
yang berwawasan lingkungan melalui upaya pengamanan dan pelestarian kawasan
lindung, upaya pencapaian ruang terbuka hijau kota seluas 30% dari luas kota,
revitaliasai kawasan bersejarah, pengembangan struktur yang polisentris,
pengembangan infrastruktur yang ramah lingkungan serta pengelolaan lingkungan
yang berkelanjutan.
Tak dapat dihindari bahwa berbagai kemajuan pembangunan Kota Bogor
berpengaruh terhadap perubahan tata ruang. Penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) pada hakekatnya berusaha menyelaraskan kebutuhan tempat
kehidupan manusia dengan daya dukung lingkungan yang terbatas dan tak
terbaharukan (unrenewable environment). Ini berarti bahwa pengembangan
kawasan budidaya semestinya dilakukan setelah kepentingan kawasan lindung
terjamin. Secara kontradiktif kecenderungan pembangunan tata ruang Kota Bogor
belum mampu memenuhi ketentuan undang-undang. RTRW belum dapat
berperan efektif sebagai instrumen pengendali pembangunan Kota Bogor, ditandai
dengan masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan alokasi
peruntukan ruang berbagai aktivitas. Disamping itu lemahnya aspek pengawasan
dan penegakan hukum, RTRW berikut produk turunannya belum dijadikan
referensi utama bagi setiap SKPD, calon investor, dan masyarakat ketika
mengusulkan suatu kegiatan meskipun memiliki kekuatan hukum tetap melalui
perangkat peraturan daerah. Secara institusional bahkan terdapat indikasi bahwa
revisi RTRW dilakukan dengan menghapuskan (write-off) pelanggaran tata ruang
yang telah terjadi dengan cara mengubah peruntukannya (Nugroho dan Sugiri,
2009).
Menurut Tjahjati (1997), produk suatu rencana tata ruang adalah terpadunya
pemanfaatan sumberdaya guna mencapai sasaran peningkatan pendapatan,
perluasan lapangan kerja, pelestarian sumberdaya udara, air disamping
pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan papan. Rencana ini akan
menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan.
Fenomena ketidakharmonisan RTRW dengan program pembangunan mesti
dihindari demi terwujudnya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya
daerah yang terbatas. Untuk itu perlu adanya keterpaduan program pembangunan
yang tidak hanya ditunjukkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan
pengendaliannya, tetapi juga ditinjau dari keselarasan antara program
pembangunan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), karena pada
dasarnya rencana tata ruang merupakan pedoman pelaksanaan pembangunan
yang berisi kebijakan, strategi dan program-program pemanfaatan ruang selama
jangka waktu perencanaan.
Salah satu upaya sinkronisasi antara program pembangunan dengan
rencana tata ruang di daerah adalah menggunakan rencana tata ruang tersebut
dalam proses penyusunan usulan program pembangunan. Oleh karena itu perlu
dilakukan studi evaluasi sejauh mana arahan yang tertuang dalam dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) diterapkan dalam program pembangunan

5

Kota Bogor untuk mengetahui keselarasan program pembangunan. Hal ini
dimaksudkan agar terjadi sinergi dan efisiensi pembangunan, sekaligus
menghindari kemungkinan terjadinya konflik pemanfaatan ruang antar sektorsektor yang berkepentingan dan berdampak merugikan pada masyarakat luas.

Perumusan Masalah
Berbagai kemajuan pembangunan telah dicapai Kota Bogor dalam beberapa
kurun waktu terakhir, baik secara fisik maupun non fisik. Kemajuan secara fisik
ditunjukkan dengan semakin lengkapnya sarana prasarana dan infrastruktur Kota
Bogor seperti jalan tol lingkar luar Bogor atau Bogor Outer Ring Road (BORR),
ini merupakan rangkaian jalan tol sepanjang 11 kilometer yang melingkari Kota
Bogor, rencananya akan menghubungkan Sentul Selatan hingga Dramaga. Secara
non fisik ditunjukkan dengan adanya pembenahan di bidang birokrasi
pemerintahan maupun pencanangan kebijakan Standar Pelayanan Minimum di
seluruh jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bogor serta adanya
kemudahan perizinan. Contohnya adalah sistem perizinan online yang dilakukan
oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor.
Akan tetapi, di sisi lain masih terdapat beberapa permasalahan klasik dan
kerusakan di Kota Bogor sebagai salah satu dampak dari kemajuan pembangunan.
Maraknya pembangunan permukiman dan perumahan, hotel, pusat-pusat
perbelanjaan menimbulkan berbagai permasalahan antara lain terjadinya banjir
ataupun genangan air, kemacetan, penurunan kualitas udara dan air, berkurangnya
ruang terbuka hijau, pelanggaran peruntukan daerah resapan air (water catchment
area) dan sempadan sungai, seperti kemacetan di Jalan KH. Sholeh Iskandar dan
banjir yang sering terjadi di sekitar lampu merah Yasmin. Tingginya tingkat
pertumbuhan penduduk terutama yang disebabkan oleh arus urbanisasi
mengakibatkan pengelolaan ruang kota semakin berat. Selain itu daya dukung
lingkungan dan sosial yang ada juga menurun, sehingga tidak dapat mengimbangi
kebutuhan akibat tekanan penduduk. Masalah perekonomian yang menjadi
pemicu didalam pembangunan nasional, menjadikan berbagai kegiatan pendukung
ekonomi menjadi faktor utama di dalam kegiatan pembangunan. Hal tersebut
berdampak pada maraknya alih fungsi lahan yang dilakukan dalam rangka
melangsungkan dan mendukung kegiatan ekonomi tanpa memperhitungkan
keberlanjutannya dalam jangka panjang. Pengendalian pemanfaatan ruang yang
merupakan bagian dari penataan ruang harus digunakan sebagai alat untuk
menertibkan kegiatan yang akan dan atau telah melanggar tata ruang pada jalur
yang sesuai dengan muatan yang terdapat pada produk rencana tata ruang,
sehingga bisa mengurangi berbagai bentuk pelanggaran tata ruang yang dapat
mengganggu lingkukungan dan mengakibatkan bencana yang merugikan bagi
masyarakat.
Permasalahan di atas yang sangat kompleks akan terus berlanjut mengingat
jumlah penduduk Kota Bogor sekarang telah mencapai 1.013.019 jiwa (BPS
2013) dengan laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi mencapai 2,43%
serta laju kelahiran alami yang mencapai 1,67% ditambah urbanisasi warga ke
Kota Bogor yang cukup tinggi membutuhkan lebih banyak penyediaan saranaprasarana dasar. Hal ini merupakan tantangan bagi Pemerintah Kota Bogor untuk

6

mewujudkan misinya menjadikan Bogor kota yang nyaman, beriman dan
transparan.
Dokumen RTRW Kota Bogor sebagai salah satu landasan bagi pelaksanaan
pembangunan Kota Bogor, menjadi sangat penting artinya bagi setiap tahap
pembangunan yang akan dilaksanakan. Sebagai dasar dari penerapan kebijakan
pembangunan Kota Bogor, maka dokumen RTRW ini sudah seharusnya
diketahui, dimengerti dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama
stakeholder pembangunan yang ada. Seringkali rencana tata ruang dianggap
sebagai produk satu instansi tertentu dan belum menjadi dokumen milik bersama,
yang harus dilaksanakan dan diawasi bersama-sama pula. Hal ini disebabkan
karena ketidakpahaman akan fungsi dan kedudukan RTRW dan kurang
optimalnya keterlibatan para stakeholder tersebut dalam penyusunannya.
Sebagai salah satu wilayah yang mempunyai pertumbuhan yang cepat, Kota
Bogor membutuhkan arahan pembangunan yang pasti dan terkoordinasi serta
konsisten, sehingga tidak ada tumpang tindih antar program. Dokumen RTRW
sebagai dokumen tata ruang yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
sudah menterjemahkan arahan kegiatan pembangunan kota secara menyeluruh
dan terpadu.
Namun selama ini proses penyusunan program pembangunan yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor sebagai penentu kebijakan akhir
pelaksanaan pembangunan belum sepenuhnya menggunakan dokumen RTRW
Kota Bogor sebagai landasannya dalam menentukan pola prioritas pembangunan.
Contohnya dalam indikasi Program RTRW terdapat kegiatan Penataan Terminal
Tipe A yang ada atau dalam Perda RTRW disebut Optimalisasi Terminal
Baranangsiang, dalam RKPD disebut Optimalisasi Aset Terminal Penumpang
Baranangsiang. Sayangnya pelaksanaan pembangunan belum dapat dilaksanakan,
rencana penambahan mall dan hotel sebagai fase penunjang didalamnya menuai
polemik karena dikhawatirkan akan lebih dominan dari fungsinya sebagai
pengembangan jaringan transportasi.
Berdasarkan Perda No. 8 tahun 2011 tentang RTRW Kota Bogor,
seharusnya RTRW Kota Bogor berfungsi sebagai matra spasial dari RPJPD,
pedoman dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah, acuan bagi instansi
pemerintah, para pemangku kepentingan dan masyarakat dalam pemanfaatan
ruang di Kota Bogor. Berdasarkan permasalahan di atas, berikut dapat dirumuskan
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kesesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang Kota
Bogor.
2. Sejauh mana kesesuaian program-program pembangunan fisik dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor.
3. Bagaimana penggunaan RTRW Kota Bogor dalam penyusunan program
pembangunan dan faktor yang mempengaruhinya.
4. Bagaimana strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang wilayah dengan
program pembangunan di Kota Bogor.

7

Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Menganalisis kesesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang Kota
Bogor.
2. Menganalisis sejauh mana kesesuaian program-program pembangunan fisik
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor.
3. Menganalisis penggunaan RTRW Kota Bogor dalam penyusunan program
pembangunan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4. Merumuskan strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang wilayah dengan
program pembangunan di Kota Bogor.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan menjadi masukan bagi pemerintah Kota Bogor dalam mewujudkan rencana
tata ruang.

Kerangka Pemikiran
Suatu rencana tata ruang disusun pada dasarnya untuk memenuhi
kelengkapan bagi Pemerintah yang berkedudukan sebagai matra ruang dari setiap
tahap pembangunan yang akan dilaksanakan. Dalam UU No 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang sudah diatur bagaimana proses perencanaan, pemanfaatan
serta pengendalian pemanfaatan ruang, dimana dalam setiap tahap tersebut harus
melibatkan beberapa unsur sebagai bentuk partisipasi seluruh stakeholder yang
ikut bertanggung jawab.
Dokumen RTRW Kota Bogor sebagai salah satu landasan bagi pelaksanaan
pembangunan Kota Bogor, menjadi sangat penting artinya bagi setiap tahap
pembangunan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh
mana RTRW diterapkan dalam program pembangunan Kota Bogor melalui
analisis kesesuaian antara program pembangunan dengan RTRW serta analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian program dengan RTRW
Hasil akhir dari kajian ini akan dapat disimpulkan sejauh mana kesesuaian
program pembangunan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor dan
bisa diberikan suatu arahan peningkatan sinkronisasi tata ruang wilayah dengan
program pembangunan di Kota Bogor. Kerangka pemikiran penelitian disajikan
pada Gambar 1.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini ditekankan pada kajian sinkronisasi rencana tata ruang
wilayah dengan program pembangunan Kota Bogor ditinjau dari aspek teknis
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kajian ini merupakan evaluasi
terhadap kondisi pelaksanaan program pembangunan Kota Bogor yang bersumber
pada APBD Kota Bogor Tahun 2012-2015. Program yang dimaksud dalam kajian

8

ini adalah kegiatan pembangunan bidang fisik dan prasarana yang ada di
instansi/dinas terkait di lingkungan Pemerintah Kota Bogor. Peta penggunaan
lahan 2013 yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor tanpa dilakukan groundcheck.

Gambar 1.Kerangka Pemikiran Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rencana Tata Ruang
Ruang merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia yang
ketersediannya terbatas. Ruang itu sendiri dapat dibedakan menjadi ruang darat,
laut, ruang udara dan ruang dalam bumi (UU No. 26 tahun 2007). Ruang
dikatakan sebagai elemen penting dikarenakan ruang merupakan wadah dari
segala aktivitas dan kepentingan yang dilakukan oleh manusia. Disisi lain
aktivitas yang dilakukan oleh manusia sangat beragam yang kemungkinan besar
dapat menyebabkan konflik kepentingan dan dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu, untuk menghindarinya diperlukan suatu kegiatan
penataan ruang agar dapat mewadahi segala aktivitas dan kepentingan tanpa
menimbulkan dampak negatif.

9

Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang
adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Tata ruang
merupakan hasil dari proses alam dan proses sosial, sebagaimana dikemukakan
Rustiadi et al. ( 2011 ), secara alamiah, tanpa atau dengan keterlibatan manusia,
berlakunya hukum-hukum alam telah menyebabkan terdistribusinya segala benda
ataupun sumberdaya alam dengan suatu keteraturan dinamis yang berpola dan
terstruktur secara spasial maupun waktu. Adanya keteraturan sedemikian rupa
sehingga seluruh benda fisik di alam yang tertata dalam ruang membentuk pola
distribusi yang disebut pola ruang. Berbagai bentuk interaksi, baik sesama
manusia maupun antara manusia dengan sumberdaya-sumberdaya yang
dikelolanya atau juga keterkaitan antar sumberdaya-sumberdaya itu sendiri,
menuntut manusia untuk menyediakan berbagai sarana dan prasarana untuk
mempermudah mengakses dan mengelola sumberdaya tersebut. Susunan
prasarana yang dibangun manusia didalam ruang membentuk jaringan yang
terstruktur sehingga membentuk jaringan yang terstruktur, sehingga membentuk
struktur ruang.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang
adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah
upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana
tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang (UU No. 26 tahun 2007).
Menurut Rustiadi et al. ( 2011 ), penataan ruang pada dasarnya merupakan
perubahan yang disengaja. Sebagai proses perubahan ke arah kehidupan yang
lebih baik, maka penataan ruang secara formal adalah bagian dari proses
pembangunan, khususnya menyangkut aspek-aspek spasial dari proses
pembangunan.
Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan pola pemanfaatan ruang
yang meliputi tata guna lahan, air dan udara serta tata guna sumberdaya alam yang
menurut Undang-Undang pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, negara mengatur
penggunaan tanah agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Tata guna lahan adalah struktur dan pola pemanfaatan lahan, baik yang
direncanakan maupun yang tidak direncanakan yang meliputi persediaan
peruntukan dan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan yang strategis
bagi pembangunan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya lahan (Sitorus, 2004).
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang yang dilakukan
melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar penjelasan
tersebut maka rencana tata ruang disusun melalui proses perencanaan yang
disertai kesadaran penuh akan aspek pemanfaatan ruang dalam operasionalnya
dan aspek pengendalian dalam implementasi dan evaluasinya.

10

Dengan kesadaran ini maka produk perencanaan tata ruang sejak awal
disusun berdasarkan suatu wawasan keahlian yang telah mempertimbangkan
aspek operasionalnya, sesuai dengan tingkatan hirarkis dan fungsional dari
rencana tata ruang yang ingin dihasilkan. Dampak logisnya adalah suatu rencana
tata ruang, mulai dari pemikiran, maksud dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, sudah seyogyanya adalah dokumen hukum yang siap
diimplementasikan (Patta, 1995). Sudah seharusnya rencana tata ruang kota
dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan maupun pelaksanaan program
pembangunan di suatu wilayah.
Langkah awal penataan ruang adalah penyusunan rencana tata ruang.
Rencana tata ruang diperlukan untuk mewujudkan tata ruang yang memungkinkan
semua kepentingan manusia dapat terpenuhi secara optimal. Oleh karena itu,
rencana tata ruang merupakan bagian yang penting dalam proses pembangunan,
bahkan persyaratan untuk dilaksanakannya pembangunan, baik bagi daerahdaerah yang sudah tinggi intensitas kegiatannya maupun bagi daerah-daerah yang
baru mulai tumbuh dan berkembang (Kartasasmita, 1996).
Menurut Sujarto (1992) rencana tata ruang merupakan :
1. Penjabaran rencana penataan ruang suatu wilayah secara integral dari
suatu kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah.
2. Rumusan tata ruang yang menyangkut arahan penetapan wilayah
lindung, wilayah budi daya dan pemanfaatan serta penggunaan lahan
bagi suatu wilayah, jaringan prasarana serta penataan wilayah konservasi
yang ditinjau dalam kaitan yang menyeluruh dan integral menyangkut
pengaruhnya dengan bagian bawah bumi dan angkasa.
Tujuan perencanaan tata ruang wilayah kota adalah mewujudkan rencana
tata ruang kota yang berkualitas, serasi dan optimal, sesuai dengan kebijaksanaan
pembangunan daerah serta sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan
kemampuan daya dukung lingkungan. Fungsi rencana tata ruang wilayah kota
adalah:
1. Sebagai penjabaran dari rencana tata ruang provinsi dan kebijakan
regional tata ruang lainnya.
2. Sebagai matra ruang dari pembangunan daerah.
3. Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota.
4. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar
wilayah kota dan antar kawasan serta keserasian antar sektor.
5. Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah,
masyarakat dan swasta.
6. Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan.
7. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang.
8. Sebagai dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala besar.
Materi dalam rencana tata ruang kota memuat 4 (empat) bagian utama yaitu:
1. Tujuan pemanfaatan ruang wilayah kota, untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan kemanan, yang meliputi:
a. Tujuan pemanfaatan ruang
b. Konsep pembangunan tata ruang kota
c. Strategi pembangunan tata ruang kota.
2. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah kota, yang
meliputi:

11

a. Rencana struktur tata ruang, yang berfungsi memberi arahan kerangka
pengembangan wilayah, yaitu:
- Rencana sistem kegiatan pembangunan
- Rencana sistem permukiman perdesaan dan perkotaan
- Rencana sistem prasarana wilayah.
b. Rencana pola pemanfaatan ruang, yang ditujukan sebagai penyebaran
kegiatan budidaya dan perlindungan.
3. Rencana umum tata ruang wilayah, meliputi:
a. Rencana pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
b. Rencana pengelolaan kawasan perkotaan, perdesaan dan kawasan
tertentu.
c. Rencana pembangunan kawasan yang diprioritaskan.
d. Rencana pengaturan penguasaan dan pemanfaatan serta penggunaan
ruang wilayah.
4. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.
Pengendalian merupakan upaya-upaya pengawasan, pelaporan, evaluasi dan
penertiban terhadap pengelolaan, penanganan dan intervensi sebagai implementasi
dari strategi pengembangan tata ruang dan penatagunaan sumber daya alam, agar
kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang sesuai dengan perwujudan
rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan.
Menurut Rustiadi et al. ( 2011 ), sasaran utama dari perencanaan tata ruang
adalah untuk menghasilkan penggunaan lahan yang terbaik, namun biasanya dapat
dikelompokkan atas tiga sasaran umum : (1) efisiensi, (2) keadilan dan
akseptabilitas masyarakat, dan (3) keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada
manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang
diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (publik). Tata ruang harus
merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh
karenanya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat.
Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisiklingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara
berkelanjutan (sustainable).
Dari penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap
rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah (Sunardi,
2004). Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata
ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota.
Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata ruang kota (dengan
indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah kurang adanya koordinasi antar
dinas/instansi lain dan kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi
masyarakat tidak terakomodasi di dalam rencana tata ruang kota.
Sistem perencanaan keruangan di Indonesia mengacu kepada UU Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dengan produk rencana berupa Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang secara hirarki terdiri dari Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota. RTRW
Nasional menjadi acuan dalam penyusunan RTRW Propinsi yang kemudian
dipedomani lebih lanjut oleh RTRW Kabupaten/Kota. Ketiga rencana tata ruang
tersebut harus dapat terangkum di dalam suatu rencana pembangunan sebagai
acuan di dalam implementasi perencanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah
Indonesia. Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka

12

Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan rencana tata
ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor
pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumberdaya alam maupun sumberdaya
buatan.

Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal dalam proses
pembangunan. Sebagai tahapan awal, perencanaan pembangunan akan menjadi
bahan/pedoman/acuan dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan (action
plan). Karena itu, perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif
(dapat dilaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan). Perencanaan pembangunan
adalah suatu proses yang dimulai dengan formulasi kebijaksanaan-kebijaksanaan
pembangunan yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan,
kemudian diikuti dengan berbagai langkah-langkah kegiatan (measures) untuk
merealisasikannya. Dengan melihat perencanaan sebagai suatu proses yang
meliputi formulasi rencana dan implementasinya, dapatlah diusahakan rencana itu
bersifat realistis dan dapat menanggapi masalah-masalah yang benar-benar
dihadapi (Tjokroamidjojo, 1995).
Dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai area (wilayah)
pembangunan di mana terbentuk konsep perencanaan pembangunan daerah, dapat
dinyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu perencanaan
pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah
perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan
lingkungannya dalam wilayah/daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber yang ada, dan harus memiliki orientasi yang
bersifat menyeluruh, lengkap, tapi tetap berpegang pada asas prioritas (Riyadi dan
Bratakusumah, 2004).
Tjokroamidjojo (1995) menyebutkan beberapa pengertian perencanaan,
antara lain :
1. Perencanaan merupakan proses mempersiapkan secara sistematis
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan
tertentu.
2. Perencanaan merupakan suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaikbaiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efektif dan efisien.
3. Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan
sumber-sumber pembangunan yang terbatas adanya untuk mencapai
tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan
efektif.
Fungsi perencanaan dalam proses pembangunan adalah sangat diperlukan
dan mempunyai fungsi yang strategis, karena tanpa adanya perencanaan yang baik
yang pada hakekatnya adalah merupakan alat atau cara untuk mencapai tujuan
pembangunan, maka kegiatan tidak akan dapat dilaksanakan dengan berdaya guna
dan berhasil guna serta akibatnya akan terjadi pemborosan sumber daya.
Pembangunan dapat diartikan sebagai proses rekayasa untuk meningkatkan
kualitas hidup dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya pendukungnya
melalui perubahan tatanan lingkungan hidup serta kehidupan secara keseluruhan.

13

Untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicanangkan pembangunan tersebut maka
dilaksanakan berbagai program atau kegiatan.
Menurut Conyers (1984), pemahaman mengenai pembangunan dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu :
- Pembangunan sebagai suatu tujuan
Pembangunan merupakan tujuan akhir yang diharapkan dalam
perencanaan yang telah ditetapkan. Indikator utama untuk melihat
keberhasilan pembangunan adalah pendapatan perkapita (pendapatan
nasional dibagi dengan jumlah penduduk) serta tingkat pendapatan
nasional tiap tahun.
- Pembangunan sebagai suatu proses
Pembangunan sebagai suatu proses pengendalian dan rekayasa untuk
mencapai sasaran akhir yakni kemakmuran.
Jika perencanaan dipandang sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan
pembangunan dengan lebih baik, maka sangat kuat alasannya mengapa
perencanaan itu sangat diperlukan (Tjokroamidjojo, 1995):
1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan
kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang
ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.
2. Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting)
terhadap hal- hal dalam masa pelaksanaan yang ak