Penguatan hubungan kemitraan pengrajin kayu ukir dan hias: studi kasus di Desa Cipacing Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang

PENGUATAN HUBUNGAN KEMITRAAN PENGRAJIN KAYU
UKlR DAN HlAS

(Studi Kasus di Desa Cipacing Kecamatan Jatinangor Kabupaten
Sumedang Propinsi Jawa Barat)

RlSNA RESNAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ABSTRAK
RlSNA RESNAWATY, Penguatan Hubungan Kemitraan Pengrajin Kayu Ukir dan
Hias (Studi Kasus di Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang). Dibimbing oleh NELSON ARITONANG sebagai Ketua, ARYA HAD1
DHARMAWAN sebagai anggota komisi pembimbing.
Usaha kecil menengah merupakan unit usaha yang dipandang potensial
untuk menompang perekonomian nasional terutama pasca krisis-ekonomi.
Usaha kecil dianggap telah memberikan sumbangan yang nyata dalam
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, antara lain dalam penyediaan

kesempatan untuk mendapatkan upah minimum, penciptaan lapangan kerja,
serta berperan dalam penerimaan devisa nasional.
Permasalahan usaha kecil baik pada tingkat mikro maupun pada tingkat
makro merupakan kendala yang menghambat pertumbuhan usaha kecil.
Permasalahan yang ada kian dipersulit oleh masalah struktural dalam dunia
usaha yang ditunjukkan oleh adanya kesenjangan antara usaha besar yang
menguasai sebagian aset produktii, sedangkan usaha kecil hanya menguasai
sebagian aset produktii. Hal tersebut dapat tercermin dalam pola hubungan
produksi yang menyebabkan terhambatnya perkembangan mereka secara sosial
maupun ekonomi. Salah satu instrumen untuk mengatasi perrnasalahan bagi
usaha kecil adalah dengan kemitraan. Setiap pihak yang bermitra memiliki
kelebihan dan kekurangan, sehingga untuk saling menguatkan di antara mereka
keperluan kerjasama dan kemitraan. Setting kemitraan antara tiga pelaku usaha
dalam kajian ini adalah tiga kelompok pengrajin yang masing-masing memiliki
karakteristik yang berbeda yaitu bandar kerajinan, pengrajin kecil dan buruh
pengrajin di desa Cipacing Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang Jawa
Barat.
Kajian ini dibuat dengan tujuan dapat membuat suatu strategi penguatan
hubungan kemitraan antar pengrajin kayu ukir dan hias secara partisipatoris.
Sebagai landasan penyusunan rencana program, tujuan khusus dari kajian ini

adalah : (1) Mengidentifikasi hubungan kemitraan yang dimiliki pengrajin kayu
ukir dan hias di desa Cipacing. (2) Mengetahui Faktor Internal dan ekstemal
yang mempengaruhi hubungan kemitraan pengrajin kayu ukir dan hias di desa
Cipacing. (3) Menyusun strategi penguatarl hubungan kemitraan yang tepat
untuk meningkatkan kesejahteraan pengrajin kayu ukir dan hias di desa Cipacing
secara partisipatif.
Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara mendalam dengan
responden dan informan, pengamatan lapangan dan diskusi kelompok serta
kajian dokumentasi dari daia sekunder. Hasil temuan di lapangan yang
dikonfirmasikan dengan komunitas pengrajin, maka dirimuskan permasalahan
yang dihadapi oleh pengrajin kayu ukir dan hias dalam hubungan kemitraan
mereka, antara lain: (1) Persaingan yang kurang sehat akibat belum adanya
standar harga. (2) Keterlambatan dalam pembayaran upah kerja, (3) Kurangnya
modal, (4) Belum adanya paguyuban atau kelompoklorganisasi. (5) Tidak
adanya standar upah setiap pengerjaan komponen, (6) Belum ada Investor, (7)
PenlasaranTerbatas.
Upaya mengatasi permasalahan tersebut maka disusun program penguatan
hubungan kemitraan pengrajin kayu ukir dan hias melalui: (1) Penguatan Modal
Sosial, dan (2) Pengembangan aktivitas usaha.


ABSTRACT
Risna Resnawaty. Enhancement of Partnership Relation of Wood-carving and
Handycraft Artisans (Case Study in Cipacing Village. Jatinangor Subdistrict.
Regency of Sumedang). Supervised by NELSON ARITONANG as chairperson,
ARYA HADl DHARMAWAN as member of guide commision.
Small and medium enterprises are potential units to support national economy
mainly after the economic crisis. SmaN enterprises was considered to give real
contribution in both economic growth and development for instance in providing
opportunity to gain minimum wage, to create jobs, and playing important role in
gaining national income.
The problem of small enterprises both in micm and macro level have been to
constraints in their growths. To make matter worse, the stwctural problenrs
afflicted in bussines life, shown by unequal@ between b g enterprises which
have so much power to dominate half of productive assets, and those the small
and medium enterprises which only get small part of productive assets. It was
reflected in the production relation pattern which hindered the development of
small and medium enterprises both socially and economically as well. One of the
instrument to solve the problem is partnership. Each party involving in the
partnership has not only advanteges but also advantages. It is therefore
necessary to enhance cooperation and partnership. The setting of partneship

among three business actors in this study is three groups of craftmen who has
special camcteristic which is different to one another, to be mentioned; the
bearer/collector, the craftmen and the labour in Cipacing Village, Jatinangor
Subdistrict, Regency of Sumedang, West Java.
The purpose of the study is to produce an enhancement strategy of partnership
relab'ons between woodcarving and handycraft artisans in term of participatory.
As a base of the prvgram planning, the particular purposes of this study are as
follows: (1) to identify partnership relations of wood carvings and handycraft
artisans, (2) To know internal and external factors influencing partnership
relations of wood carving and handycraft artisans in Cipacing Village, (3) to set
enforcement strategy of partnership relations to increase the prosperity of wood
carving and handycraft artisans in Cipacing Village in term of participatory
arpmach
The collection of data were conducted through deep interviews with respondents
and informen, d i m observation, group discussion and documentary studies of
secondary data. The result found in such feld then were confirm to the artisan
commr~nity,and it tt!erefom were set into a problem of research, to be
mentioned; (1) the unf& competition due to the absence of price standad, (2)
the delay of remuneratbn, (3) the lack of capital, (4) the absence of
group/organization, (5) the absence of wage standard to each work of

component, and (7) 1imitt)dmarketing.
In order to set the efforts to overcome those problems, therefore the partnership
relations enhancement among the wood carving and handycraft artisans were
made through; ( I ) the enhancement of social capital, (2) development of
bussines activity.

Judul Tugas Akhir

: Penguatan Hubungan kemitraan Pengrajin Kayu Ukir dan
Hias
(Studi Kasus di Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang)

Nama

: Risna Resnawaty

NRP.

:A. 154050265


Nelson Aritonana. Drs.. MSSW.
Ketua

Ketua Program Studi Magister
Profesional Pengembangan Ma

Tanggal Ujian : 19 Desember 2006

Tanggal Lulus :

0 7 F E B 2007

PRAKATA
Alhamdulillahi robbila'lamin, puji serta syukur Peulis panjatkan ke hadirat
Allah S W , atas hidayah, perlindungan serta karunia-Nya, Penulis akhirnya dapat
menyelesaikan kajian ini, sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister
Prodfesional Pengembangan Masyarakat di Sekolah Pascasarjana lnstitut
Pertanian Bogor. Kajian ini berjudul: PENGUATAN HUBUNGAN KEMITRAAN
PENGRAJIN KAYU UKlR DAN HlAS Dl DESA ClPAClNG ( Studi Kasus di Desa

Cipacing Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang), yang penulisannya
dimulai pada bulan Desember 2005 dan berakhir pada bulan Februari 2007.
Selama proses penulisan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan dan arahan serta bantuan dari be-gai
pihak oleh karena itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada:
Bapak Nelson Ariionang, Drs., MSSW., selaku ketua komisi pembimbing
dalam penulisan tugas akhir ini.
Bapak Arya Hadi Dharmawan, DR.,lr., M.Sc. Agr., selaku anggota komisi
pembimbing dalam penulisan tugas akhir ini.
Seluruh Dosen Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Sekolah Pascasarjana lnstitut Pettanian Bogor yang telah memberikan ilmu
pengetahuan selama masa perkuliahan.
Seluruh dosen dan Staf jurusan llmu Kesejahteraan Sosial Fakultas llmu
Sosial dan llmu Politik Universitas Padjadjaran atas dorongan untuk segera
menyelesaikanstudi Pascasarjana dan tugas akhir.
Kepala Desa dan aparat Desa Cipacing, beserta komunitas pengrajin kayu
ukir dan hias serta seluruh masyarakat Desa Cipacing yang tidak bosan
memberikan pattisipasi selama proses pengumpulan data di lapangan.
Suamiku Rivani, atas doa, kasih sayang serta kesabaran untuk memahami

kesibukan selama mengikuti pendidikan pascasarjana dan penulisan tugas
akhir ini. Ravinka anakku, semoga semangat 3an perjuangan ini menjadi
semangat bagimu untuk mencapai prestasi yang lebih baik dari mama.
Keluarga Rancaekek 117 dan Keluarga Pangeran Antasari 10 Jakarta, atas
dukungan moril beserta materiil sehingga penulis mampu menyelesaikan
studi.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati periulis berharap semoga kajian ini
dapat memberikan manfaat kepada fihak-fihak yang berkepentingan dan dapat
bermanfaat bagi kbasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
pengembangan masyarakat.

Bogor, Februari 2007

Risna Resnawaty

Penulis dilahirkan di kota Bandung, propinsi Jawa Barat pada tanggal 7
Desember 1981 dari pasangan H. Fathoni dan Hj. Purwita. Penulis merupakan anak
keenam dari enam bersaudara.
Penulis menyeiesaikan pendidikan Strata 1 pada jurusan llmu
Kesejahteraan Sosiai, Fakultas llmu Sosial dan llmu Politik, Universitas Padjadjaran

pada tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis rnelanjutkan studi ke Magister
Profesional Pengembangan Masyarakat di Sekolah Pascasarjana lnstitut Pertanian
Bogor.
Sampai saat ini penulis merupakan tenaga edukatif di Jurusan llmu
Pekerjaan Sosial FISIP-UNPAD sejak tahun 2004. Penulis menikah dengan Rivani,
S.IP., MM., pada tanggal 18 Desember 2005 dan dikaruniai seorang putri pada
tanggal 8 September 2006 bernama Ravinka Fathia Adinegara.

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
xii...
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................XIII
...
DAFTAR MATRI KS ............................................................................. XIII
DAFTAR LAMPI RAN ..........................................................................
xiv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2. Masalah Kajian .................................................................................. 4

1.3. Tujuan ................................................................................................... 6
1.4. Kegunaan ......................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemiskinan ........................................................................................8
2.2. Usaha Kecil ......................................................................................... II
2.3. Pemberdayaan Masyarakat ................................................................ 14
2.4. Kemitraan ........................................................................................... 19
2.5. Modal Social ........................................................................................ 29
2.6. Kerangka Kajian .................................................................................. 31
Ill. METODE KAJIAN
3.1 . Strategi kajian ......................................................................................39
3.2. Tempat dan waktu kajian ................................................................... 40
3.3. Metode dan teknik pengumpulan data ............................................... 40
3.4. Analisis dan pelaporan ....................................................................... 44
3.5. Rancangan penyusunan Program ..................................................... 44
IV. PETA SOSIAL MASYARAKAT DESA
4.1. Kependudukan ................................................................................... 47
.4.2. Sistern Ekonomi .................................................................................. 49
4.3. Struktur Komunitas ............................................................................. 52
4.4. Kelembagaan ...................................................................................... 53

4.5. Sumber Daya lokal .............................................................................. 56
4.6. Masalah Sosial .................................................................................... 57
V . ANALISIS HUBUNGAN KEMITRAAN PENGRAJIN KAYU UKlR DAN
HlAS DESA ClPAClNG
5.1. Pola Kernitraan ....................................................................................... 60
5.1 .1. Pola Kernitraan Kerjasama Operasional .......................................60
5.1.2. Pola Kemitraan Subkontrak ..........................................................62
63
5.1.3. Pola Kemitraan Dagang Umum ....................................................

5.2. Profil Hubungan Kemitraan ................................................................. 65
5.2.1. Hubungan Kemitraan Berdasarkan Aspek-aspek Sosial
5.2.1.1 Jejaring Kerja ................................................................
5.2.1.2. Komunikasi ..................................................................
5.2.1.3 Kepercayaan .................................................................
5.2.1.4 Etika Kemitraan ............................................................

80

5.2.2. . Hubungan Kemitraan Berdasarkan Aspek-aspek Ekonomi
5.2.2.1. Modal ...........................................................................
5.2.2.2. Bahan Baku .................................................................
5.2.2.3. Pemasaran ...................................................................
5.2.2.4. Pengetahuan dan Keterampilan ...................................
5.2.2.5. Pendapatan ..................................................................

86
90
92
95
96

65
72
77

5.2.3. Faktor lntemal dan Ekstemal yang Mempengaruhi
Hubungan Kemitraan
5.2.1 . Faktor Internal ................................................................. 101
5.2.2. Faktor Eksternal ..............................................................
104

VI.

PENGUATAN HUBUNGAN KEMITRAAN PENGWIN KAYU UKlR
DAN HlAS Dl DESA CIPACING
6.1 . ldentifikasi Potensi dan Permasalahan ............................................128
6.2. Perumusan Altematif Pemecahan Masalah .....................................135
6.3. Program Penguatan Hubungan Kemitraan ....................................... 137
6.3.1 . Latar Belakang Program .................................................139
6.3.2. Tujuan Program .............................................................. 139
6.3.3. Rincian Program ............................................................. 139

.

VII

KESIMPULAN DAM REKOMENDASI

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 146

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Teknik Pengumpulan Data ......................................................................

42

2

Topik-topik Pengumpulan Data ...............................................................

43

3

Jumlah Penduduk Desa Cipacing berdasarkan Umur ............................47

4

Komposisi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan ......................... 48

5

Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ...........................50

6

Topik Komunikasi dalam Hubungan Kemitraan antar Pengrajin
73
Kayu Ukir dan Hias di Desa Cipacing .....................................................

7

Mitra yang diajak Berkomunikasi ............................................................
74

8

Alasan Kepercayaan dalam Hubungan Kemitraan .................................78

9

Bidang Kepercayaan dalam Hubungan Kemitraan .................................79

10 Mitra yang menentukan Besarmya Upah dan Harga ............................ 82
11 Mitra dalam Pengadaan Modal dalam Hubungan Kemitraan ................. 88
12 Rata-rata Pendapatan Per-bulan dalam Hubungan Kemitraan .............. 97
13 Tingkat Pendidikan Pengrajin ..................................................................103
14 Analisis Masalah. Potensi dan Alternatif Pemecahan Masalah ............. 121
15 Jadwal Rencana Kerja Kegiatan Program Jangka Pendek .................... 154
16 Jadwal Rencana Kerja Kegiatan Program Jangka Menengah ............... 155

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Hubungan Kemitraan Pengrajin Kayu Ukir dan Hias Desa Cipacing ..... 5
Sifat dan Kepribadian dalam Kemitraan .................................................

20

Kerangka Pemikiran ................................................................................ 38
Salah Satu Showroom Kerajinan Milik Bandar .......................................49
Pola Kemitraan Kerjasama Operasional .................................................61
Pola Kemitraan Subkontrak ................................................................63
Pola Kemitraan Dagang Umum ............................................................64
Grafik Pendapatan Pengrajin di Desa Cipacing ..................................... 98
Analisis Masalah Hubungan Kemitraan Pengrajin Kayu Ukir
dan Hias di Desa Cipacing ...................................................................... 119
Rancangan Program Penguatan Hubungan Kemitraan ......................... 122

DAFTAR MATRIKS

Halarnan
Karakteristik Pola Inti Plasma ..................................................................

24

Karakteristik Pola Subkontrak ................................................................. 25
Karakteristik Pola Dagang Umum ...........................................................

26

Karakteristi~Pola Keagenan ...................................................................

26

Karakteristik Pola Kerjasama Operasional ............................................. 27
Hubungan Kemitraan Kegiatan Jejaring Kerja ........................................ 71
Komunikasi antar Pengrajin dalam Hubungan Kemitraan ...................... 76
Kepercayaan dalam Hubungan Kemitraan ............................................. 79
Etika Kemitraan dalam Hubungan Kemitraan ......................................... 85
Hubungan Kemitraan dalam Bidang Pengadaan Modal ........................ 89
Hubungan Kemitraan dalam Pengadaan Bahan Baku ........................... 91
Hubungan Kemitraan dalam Bidang Pemasaran ................................... 94
Hubungan Kemitraan dalam Bidang Pengetahuan dan Keterampilan ... 96
Pendapatan Pengrajin dalam Hubungan Kemitraan .............................. 100
Faktor Internal yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan ................... 104
Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan ................ 107
Perbandingan Karakteristik Pola Kemitraan dalam Aspek-aspek
Hubungan Kemitraan ............................................................................... 112
Kerangka Kerja Logis .............................................................................. 131

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1

Jadwal Pengumpulan Data .....................................................................

2

Panduan Penetapan Responden dan lnforman .....................................153

3

Pedoman Wawancara ...................................................................... 154

4

Foto-foto Komunitas Pengrajin Kayu Ukir dan Hias ............................... 160

150

I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Krisis multidimensi yang terjadi sejak awal tahun 1998 telah menyebabkan
berbagai dampak buruk bagi aspek kehidupan masyarakat, di antaranya
keterpurukan kondisi sosial dan ekonorni masyarakat Indonesia. Hal ini merupakan
dampak yang dirasakan secara menyeluruh terlebih pada masyarakat marjinal
antara lain rnasyarakat lokal dan masyarakat yang berada di daerah penyangga
atau sub-urban.
Penanganan terhadap masalah kemiskinan merupakan ha1 yang tidak dapat
diabaikan. Menyikapi kegagalan program penanganan kemiskinan yang telah
dilakukan oleh pemerintah, perlu dilakukan penanganan kemiskinan yang
menekankan pada penguatan solusi-solusi yang ditemukan oleh masyarakat.
Penanganan tersebut menggunakan pendekatan yang pada dasarnya lebih
memfokuskan pada pengidentifikasian "apa yang dimiliki oleh orang miskinn dari
pada "apa yang tidak dimiliki oleh orang miskin" sehingga dapat dilakukan
penanganan yang mampu memecahkan permasalahan sosiaCekonomi mereka.
(Suharto, 2003).
Pendekatan yang dilakukan adalah pemberdayaan, di mana pada
pelaksanaannya dilakukan pengembangan terhadap potensi masyarakat dengan
tujuan meningkatkan kondisi sosial-ekonomi mereka. Dengan demikian masyarakat
dan lingkungannya mampu secara partisipatif menghasilkan dan menumbuhkan
nilai tambah ekonomis dari peningkatan produktivitas mereka. Masyarakat miskin
atau yang berada pada posisi belum terrnanfaatkan secara potensinya akan
meningkat bukan hanya ekonominya, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya din'
dan harga dirinya (Kartasasmita, 1996).
Usaha kecil menengah merupakan unit usaha yang dipandang potensial untuk
menompang perekonomian nasional terutama pasca krisis-ekonomi. Usaha kecil
dianggap telah memberikan sumbangan yang nyata dalam pertumbuhan dan
pembangunan ekonorni, antara lain dalam

penyediaan kesempatan untuk

mendapatkan upah minimum, penciptaan lapangan kerja, serta berperan dalarn
penerimaan devisa nasional.
Pada intinya usaha kecil telah menjadi salah satu alternatif utama dalarn
penanggulangan masalah kemiskinan, sehingga peningkatan usaha kecil

merupakan langkah yang selaras dengan upaya-upaya pemerintah untuk
mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan.
Hal tersebut sesuai dengan peranan usaha kecil yang lebih bersifat padat karya
dibandingkan dengan padat modal. Karena usaha kecil menciptakan pekerjaan
dengan modal yang relatif kecil. Selain itu usaha kecil juga menyediakan
pengembangan industri di waktu mendatang karena menawarkan peluang yang
berarti bagi mereka yang memiliki kemampuan berwirausaha. Oleh karena itu
seringkali arah kebijakan pengembangan usaha kecil secara tidak langsung
merupakan kebijakan penciptaan kesempatan kerja anti kemiskinan, atau kebijakan
redistribusi pendapatan.
Perrnasalahan usaha kecil baik pada tingkat mikro maupun pada tingkat
makro merupakan kendala yang menghambat pertumbuhan usaha kecil.
Permasalahan yang ada kian dipersulit oleh masalah struktural dalam dunia usaha
yang ditunjukkan oleh adanya kesenjangan antara usaha besar yang menguasai
sebagian aset produktif, sedangkan usaha kecil hanya menguasai sebagian asd
produktif. Hal tersebut dapat tercermin dalam pola hubungan produksi yang
menyebabkan terhambatnya perkembangan mereka secara sosial maupun
ekonomi.
Kesenjangan merupakan akibat dari tidak meratanya pemilikan sumber daya
produksi dan produktivitas, serta sistem distribusi dan pasarnya, di antara para
pelakv ekonomi. Kelompok usaha kecil dengan pemilikan faktor produksi terbatas
dan

produktivitas rendah

memiliki tingkat

kesejahteraan yang

rendah.

(Kartasasmita, 1997).
Salah satu instrumen untuk mengatasi pertnasalahan bagi usaha kecil adalah
dengan kemitraan. Kemitraan adalah hubungan antara pihak-pihak yang bermitra
yang didasarkan pada ikatan yang saling menguntungkan dalam nubungan kerja
sinergis, yang hasilnya bukanlah suatu zero sum game, tetapi positive-sum game
atau win-win solution. Dalam ha1 ini setiap pihak yang bermitra memiliki potensi,
kemampuan. dan keistimewaan sendiri, walaupun berbeda ukuran, jenis, sifat, dan
tempat usahanya. Setiap pelaku juga memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga
untuk d i n g menguatkan di antara mereka timbul keperluan kerjasama dan
kemitraan.
Berdasarkan hasil pemetaan sosial di Desa Cipacing kecamatan Jatinangor
Kabupaten Sumedang, diketahui bahwa di wilayah ini sebagian besar masyarakat

memiliki mata pencaharian sebagai pengrajin. Masyarakat yang disebut memiliki
mata pencaharian sebagai pengrajin terbagi menjadi tiga golongan sesuai dengan
istilah dan kapasitas rnereka, yaitu bandar kerajinan, pengrajin kecil, dan buruh
pengrajin.
Bandar kerajinan merupakan kolektor kerajinan yang telah siap jual,
biasanya yang disebut sebagai bandar ini adalah pemilik modal besar
dan mempekerjakan buruh pengrajin dan pengrajin kecil di sekitarnya
yang memiliki keterampilan membuat kerajinan. Selain sebagai
kolektor, bandar juga merakit komponen-komponen kerajinan menjadi
kerajinan siap jual.
Pengrajin kecil merupakan orang yang memiliki keterampilan membuat
kerajinan, yang mereka jual pada kolektor atau bandar rnaupun
langsung pada konsumen. Pengrajin ini umumnya memiliki modal yang
kecil.
Buruh pengrajin merupakan orang yang memiliki keterampilan
membuat kerajinan, biasanya mereka mengerjakan kompanenkomponen kerajinan sebelum kerajinan tersebut dirakit dan siap untuk
dijual dengan sistem orderlmakloon (sistem pembayaran sesuai
dengan jumlah pekerjaan yang diselesaikan).
Jenis kerajinan yang dihasilkan meliputi puluhan jenis hiasan yang terbuat dari
kayu yang merupakan kerajinan aslillokal maupun kerajinan mancanegara antara
lain; alat musik hias, senjata panahan, lukisan tempel, patung hias dan patung ukir,
senjata tradisional maupun senjata yang berasal dari mancanegara (ridhu-ridhu,
limstick, dll). Kerajinan tangan yang dihasilkan oleh pengrajin di wilayah ini sangat
diminati oleh pasar lokal mzupun internasional. Dengan demikian secara sepintas,
wilayah Desa Cipacing dapat dikatakan memiliki tingkat kesejahteraan ekonomi

yang tinggi. Namun pada kenyataannya kesuksesan tersebut masih dimiliki oleh
sekelompok kecil usaha besar pada wilayah tersebut sedangkan sebagaian besar
lainnya terrnasuk dalam kelompok miskin.
Ketiga pelaku ekonomi di wilayah Cipacing tersebut merupakan satu
komunitas yang hidup bersama. Dengan demikian di dalamnya terjalin pola
hubungan sosiaCekonorni yang erat dan melembaga antar pengrajin, yaitu
hubungan kemitraan. Akan tetapi dalam hubungan tersebut ditemukan kondisi yang
tidak harmonis bahkan cenderung tidak adil, khususnya dalam kerjasarna produksi

dan pemasaran. Hal tersebut mengakibatkan adanya kesenjangan secara sosial
maupun ekonomi antar pengrajin.

1.2. Masalah kajian

Ketiga pelaku ekonomi yaitu bandar kerajinan, pengrajin kecil dan buruh
pengrajin, merupakan motor penggerak utama laju perkembangan ekonomi lokal di
Desa Cipacing. Mereka menjalankan usahanya secara bermitra.
Menurut Sasono (2000)dalam Hafsah (2000):"upaya untuk mempercepat
pemberdayaan ekonomi rakyat dapat dicapai melalui kemitraan usaha yang
tangguhn. Konsep kemitraan usaha merupakan suatu strategi yang efektif dalam
upaya pemberdayaan usaha kecil, seperti yang tertuang dalam UU no. 9 Tahun
1995, di mana di dalam 'konsep pemberdayaan usaka kecil" melalui kemitraan perlu

difahami bersama bahwa: pemberdayaan menganduny arti melindungi. Dalam
proses pemberdayaan hams dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, namun harus
dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang,
serta eksploitasi dari yang kuat terhadap yang lemah. Ini berarti bahwa mitra usaha
yang lebih kuat harus memperlakukan mitranya yang kecil benar-benar sebagai
mitra yang sederajat. Selanjutnya pemberdayaan UKM bukan hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah, akan tetapi merupakan tanggung jawab masyarakat.
(Sanjaya, 1998).
Gejolak ekonomi dan politik Indonesia yang pasang sunrt memberi dampak
yang cukup besar bagi pengrajin Desa Cipacing. Sejalan dengan krisis ekonomi,
perekonomian masing-masing warga Desa Cipacing mengalami dinamika yang
beragam. Desa Cipacing merupakan sentra industri kerajinan yang pernasarannya
sudah mencapai tingkat nasional bahkan intemasional. Pengrajinyang telah mampu
memasarkan kerajinannya hingga ke luar negeri berhasil meraih kecntungan yang
sangat besar. Bagi bandar kerajinan yang mengekspor kerajinan ke luar negeri,
krisis ekonomi merupakan berkah bagi mereka karena keuntungan didapatkan
berlipat seiring dengan naiknya harga tukar dollar. Dengan demikian di wilayah ini
banyak didirikan rumah-rumah besar dan mewah milik bandar kerajinan. Akibat dari
ha1 tersebut Desa Cipacing kemudian dinilai sebagai Desa yang maju dan tidak
memiliki pertnasalahan kemiskinan.
Namun pada kenyataannya ha1 tersebut tidak dialami oleh seluruh pengrajin,
ha1 ini terlihat bahwa dibelakang rumah-rumah tersebut berdiri rumah-rumah sangat

sederhana yang terbuat dari bilik, yang merupakan rumah buruh-buruh pengrajin
maupun pengrajin kecil. Maka secara sepintas dapat diketahui terdapat
kesenjangan yang lebar di antara ketiga pelaku ekonomi di Desa Cipacing, yaitu
antara bandar kerajinan, pengrajin kecil dan buruh pengrajin. Kondisi ekonomi
buruh pengrajin memang bisa dianggap cukup memprihatinkan pendapatan yang
mereka miliki hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bagi pengrajin kecil maupun buruh pengrajin dampak krisis ekonomi; antara
lain naiknya harga BBM, harga bahan makanan pokok dan biaya hidup
menyebabkan mereka semakin terpuruk karena kenaikan harga-harga tersebut
tidak diiringi meningkatnya penda~atan.Meskipun harga barang yang dijual ke luar
negeri tersebut sangat tinggi, namun para pengrajin tersebut tidak mendapatkan
bagian yang besar. Buruh pengrajin biasanya bekeja seharian penuh bahkan
kadang dari pagi hingga malam hari, namun penghasilan mereka cenderung kecil,
dengan sistem upah per satuan barang yang selesai dikerjakan. Misalnya untuk
pembuatan "paser" (mata panah) mereka diupah sebesar Rp. 100,- perbuah,
apabila mereka berhasil membuat sebanyak 60 buah maka upah yang mereka
dapatkan adalah sebesar Rp. 6000,- per hari. Pendapatan tersebut sangat jauh
dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh oleh Bandar. Setiap penjualan
satu unit kerajinan panah Bandar kerajinan bisa meraih keuntungan hingga puluhan
ribu rupiah.
-

Buruh pengrajin

Pengrajin kecil

Baodar Kerajinan

I
Intemasional
I

Gambar

:. Hubungan Kemitraan Pengrajin Kayu Ukir dan Hias Desa Cipacing

Dalam Hubungan kemitraan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat sentralisasi
atau pola ekonomi yang berpusat pada bandar kerajinan. Tinggi atau rendahnya
pendapatan yang didapatkan oleh buruh pengrajin ditentukan oleh banyai< atau
sedikitnya pesanan dari pihak bandar, serta dengan harga yang ditentukan secara
sepihak oleh pihak bandar. Demikianjuga dengan pengrajin kecil yang telah mampu

memproduksi dan memasarkan barang secara mandiri, seringkali terhambat
persaingan harga yang tidak sehat antar pengrajin.
Berdasarkan kondisi tersebut maka didapatkan beberapa perrnasalahan di
antara pengrajin kayu ukir dan hias di Desa Cipacing, yaitu: 1) Terdapat potensi
konflik antar pengrajin akibat adanya kesenjangan pendapatan yang tajam. 2)
Terjadi ketidakadilan yang diderita oleh pengrajin kecil dan buruh pengrajin sebagai
akibat peminggiran oleh pengusaha besar. 3) Terjadi masalah kemiskinan dan
kesenjangan sosial ekonomi yang lebar di antara pengrajin. Serta, 4) terdapat
hubungan yang tidak seimbang antar pengrajin.
Masalah kemiskinan yang dialami oleh pengrajin di Desa Cipacing disebabkan
oleh berbagai kondisi baik internal maupun ekstemal. Namun dengan segensp
potensi yang dimiliki, seharusnya masalah tersebut tidak terjadi pada mereka.
Dengan demikian bertitik tolak dari beberapa asumsi di atas, bagaimana kemitraan
seharusnya menjadi solusi dari permasalahan bagi para pengrajin di Desa Cipacing,
menjadi topik yang menarik untuk dikaji.
Berdasarkan ha1 tersebut maka rumusan perrnasalahan kajian yang diajukan
dalam proposal ini adalah: bagaimana strategi penguatan hubungan kemitraan
pengrajin kayu ukir dan hias di Desa Cipacing?
Rumusan kajian tersebut selanjutnya dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan :
(1) Bagaimana profil hubungan kemitraan pengrajin kayu ukir dan hias di Desa

Cipacing?

(2) Apakah faktor internal dan ekstemal yang mempengaruhi hubungan
kemitraan pengrajin kayu ukir dan hias di Desa Cipacing?
(3) Bagaimana strategi peguatan hubungan kemitraan dalam meningkatkan

kesejahteraan pengrajin kayu ukir dan hias di Desa Cipacing?
1.3. Tujuan Kajian
Tujuan yang ingin dicapai dari kajian pengembangan masyarakat ini adalah:
1. Mengidentifikasi hubungan kemitraan antar pengrajin kayu ukir dart hias di

Desa Cipacing.

2. Mengetahui Faktor Internal dan eksternal yang mernpengaruhi hubungan
kemitraan pengrajin kayu ukir dan hias di Desa Cipacing.
3. Menyusun strategi penguatan hubilngan kemitraan yang tepat untuk

meningkatkan kesejahteraan pengrajin kayu ukir dan hias di Desa Cipacing
secara partisipatif.

1.4. Kegunaan

Kegunaan dari kajian ini adalah :
1. Kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemahaman teoriiis

mengenai hubungan kemitraan yang dimiliki oleh pengrajin.
2. Kajian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengrajin untuk

mengantisipasi permasalahan dan mengembangkan potensi yang mereka
miliki untuk penyelesaian masalahnya.
3. Kajian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam program

pengembangan masyarakat selanjutnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemiskinan

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak
sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompok dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompokm
tersebut (Soekanto, 1990).
Definisi kemiskinan di atas menggambarkan bahwa orang dengan predikat
miskin merupakan orang yang tidak memiliki mata pencaharian, tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya dibandingkan dengan taraf hidup orang lain dalam
kelompok tersebut. Berdasarkan perkembangan dalam pola hidup masyarakat,
terjadi perbedaan antara kemiskinan pada satu kelompok dengan kelompok yang
lain.
Baharsyah (1999), mengemukakan penduduk miskin merupakan orang yang
mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan
pokok yang iayak bagi kemanusiaan. Dalam ha1 ini, penduduk miskin memiliki mata
pencaharian namun pendapatan yang mereka peroleh dari mata pencaharian
tersebut tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Pada definisi ini predikat miskin
dapat diberikan pada seseorang meskipun seseorang tersebut memiliki mata
pencaharian namun tidak layak bagi penghidupannya serta tidak sesuai dengan
taraf hidup kelompok di mana dia tinggal.
Dalam perspektif pekerjaan sosial, orang miskin adalah orang yang
terhambat dalam melaksanakan keberfungsian sosial mereka. Keberfungsian sosial
berarti; (1) kemampuan memenuhi kebutuhan hidup mereka, (2) kemampuan
memecahkan pernasalahan mereka dan (3) kemampuan menjalankan peranan
mereka (Sukoco, 1991). Berdasarkan kedua pengertian di atas kemiskinan diartikan
sebagai ketidakmampuan dari seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi
kebutuhan pokok dalam menjalankan keberlangsungan hidup mereka.
Penduduk miskin identik dengan kelas bawah atau warga kurang beruntung.
Beberapa di antaranya masuk ke dalam kelompok residual dan marjinal, yang
berasal dari berbagai kalangan seperti buruh tani, buruh bangunan dan dalam
kasus ini adalah buruh pengrajin. Untuk lebih memahami masalah kerniskinan
secara lebih mendalam dapat dilakukan dengan melihat intensitas serta karakteristik
masatahnya serta sampai berapa jauh masalah tersebut membawa pengaruh pada
berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga menciptakan suatu kondisi yang

disebut lingkaran yang tak berujung pangkal. Kondisi tersebut selanjutnya
mempersulit kelompok miskin untuk bangkit dari kemiskinan (Soetomo, 1995).
Masalah kemiskinan merupakan masalah multidimensional yang sebab dan
akibatnya saling berkaitan dan beresiprositas. Kemiskinan dapat diakibatkan oleh
faktor internal maupun eksternal dari masyarakat itu sendiri yang tidak jelas ujung
pangkalnya. Masalah kemiskinan melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia.
kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar hidup yang rendah yaitu
adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah orang dibandingkan dengan
standar hidup yang berlaku dalam masyarakat.
Kemiskinan di wilayah sub urban dinyatakan sebagai kehidupan warga
masyarakat yang labil, antara lain dengan melambungnya harga-harga di
perkotaan, masalah pemutusan hubungan kerja, tingkat konsumerisme yang tinggi
seta ketergantungannya kepada hasil kerja saat itu, dengan kata lain kalau hari ini
tidak bekerja berarti tidak mempunyai penghasilan dan tidak bisa makan
(Pinbuk, 2004).
Definisi diatas sesuai dengan keadaan di wilayah Desa Cipacing yang
merupakan daerah sub-urban atau daerah penyangga daerah kota Bandung,
dengan penduduknya yang heterogen, baik dilihat dari kehidupan sosial, ekonomi,
poliik, budaya, adat istiadat maupun karakteristiknya yang bervariasi. Selain itu
kehidupan buwh pengrajin yang kembung kempis dalam arti hanya mendapatkan
penghasilan ketika mendapat orderan, memperburuk situasi sosial ekonomi mereka.
Sumarjan (1974) menyatakan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan
yang diderita suatu golongan masyaraKat karena struktur sosialnya

membuat

masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang
sebenamya. Dalam ha1 ini yang menjadi masalahnya adalah sulitnya akses
terhadap sumber-sumber kehidupan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
ekonomi mereka.
Studi tentang kemiskinan perlu mencakup suatu asumsi dengan jangkauan
luas ketika ha1 tersebut digunakan untuk memahami kelompok-kelompok orang
miskin tertentu yang tinggal di suatu daerah spesifik. Hal ini berkaitan dengan fakta
bahwa kemiskinan adalah suatu fenomena spesifik secara lokal dan mungkin saja
merupakan suatlr rnasalah yang kompleks yang dihadapi oleh suatu komunitas
tertentu (Alcock, 1997; yang dikutip oleh Dharmawan 2000).
Pemahaman tentang

kemiskinan dalam

arti

ukuran

pemerataan

(persamaan) dapat terus meningkat digunakan disamping indikator kemiskinan

dalam rangka menangkap suatu gambaran situasi yang lebih lengkap. Hal ini
berkaitan dengan fakta bahwa kemiskinan dipercaya muncul sebagai respon
langsung terhadap kelernbagaan sosial yang tidak efektif yang bisa mengakibatkan
ketidaksamaan secara ekonomis dan kelompok orang yang tidak beruntung secara
terstruktur.( Dharmawan, 2000)
Paparan tersebut menggambarkan bahwa kondisi dan situasi kemiskinan
tidak dapat terlepas dari aspek ekonomi, politik dan sosial budaya yang tidak adil
yang mengakibatkan kemiskinan. Kemiskinan merupakan kondisi ketika pendapatan
lebih rendah dari kebutuhan pokok, pemilikan asset ekonomi yang terlalu sedikit
serta produksi barang dan jasa yang terlalu sediki.
Friedmann, yang dikutip oleh Suharto, et al (2003)
kemiskinan

sebagai

suatu

kondisi

ketidaksamaan

mendefinisikan

kesernpatan

untuk

mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi (tidak
terbatas pada); modal yang produktif atau asset (misalnya tanah, perumahan,
peralatan, kesehatan, dll): sumber keuangan (income dan kredit yang memadai);
organisasi-organisasi sosial politik yang dapat digunakan untuk rnencapai
kepentingan bersama (parpol, sindikat, koperasi, dll), network atau jaringan sosial
politik untuk rnemperokh pekerjaan, barang dan iain-lain. Pengetahuan dan
keterampilan yang memadai; dan informasi yang berguna untuk memajukan
kehidupan orang.
lndikator kemiskinan yang dirniliki tiap daerah berbeda satu dengan yang
lainnya. Departemen Sosial mengernukakan bahwa indikator kerniskinan adalah
sebagai berikut:
1. Penghasilan rendah, atau berada di bawah garis kemiskinan yang dapat
diukur dari tingkat pengeluaran per-orangan per-bulan berdasarkan standar
BPS perwilayah provinsi dan Kabupaten kota.
2. Ketergantungan pada bantuan pangan kemiskinan (zakat, raskin, santunan
sosial)
3. Keterbatasan kepemilikan pakaian yang cukup setiap anggota keluargz per
tahun (hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per tahun)
4. Tidak mampu mernbiayai pengobatan jika salah satu anggota keluarga sakit.
5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya.
6. Tidak memiliki harta benda yang dapat dijual untuk membiayai hidup selama
tiga bulan atau dua kali batas garis kemiskinan
7. Ada anggota keluarga yang meninggal dalam usia muda atau kurang dari 40
tahun akibat tidak mampu rnengobati penyakit sejak awal.
8. Ada anggota keluarga usia 15 tahun ke atas yang buta huruf
9. Tinggal di tumah yang tidak layak huni.

Sedangkan indikator kemiskinan di Desa cipacing antara lain
1. Tidak memiliki pekerjaan yang tetap
2. Tingkat penghasilan yang rendah (seperti buruh pengrajin, buruh tani, buruh
bangunan, dll.)
3. Tinggal di rumah yang tidak layak huni.
(Hasil wawancara kelompok dengan penduduk desa Cipacing, 2005)

2.2. Usaha Kecil

Keberadaan usaha kecil dalam perekonomian Indonesia merupakan bagian
dari sejarah panjang perkembangan pembangunan ekonomi nasional. Namun
demikian belum ada catatan dan kriteria baku mengenai usaha kecil. Berdasarkan
keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 256lMPPlKepl1997,
usaha kecil dibedakan menjadi tiga yaitu : (1) semua jenis industri dalam kelompok
kecil dengan nitai investasi perusahaan seluruhnya di bawah Rp. 5 juta tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak diwajibkan memperoleh daftar
usaha kecil, (2) semua jenis dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi
perusahaan seluruhnya sebesar Rp. 50 juta sampai Rp. 200 juta tidak termasuk
tanah dan bangunan dan wajib memperoleh ijin industri, (3) semua jenis industri
dengan nilai. investasi di atas Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha dan wajib memperdeh ijin usaha industri.
Usaha kecil menurut beberapa ahli ditejemahka~sebagai usaha yang
bersifat padat karya, melibatkan anggota keluarga dan dengan ukuran unit kecil.
(Widyaningrum, 2003). Bila dilihat dari akumulasi modal, usaha kecil merupakan
usaha subsisten dicirikan oleh sistem produksi yang hasilnya lebih banyak
digunakan untuk kebutuhan rumah tangga daripada mencari keuntungan yang
dapat diinvestasikan untuk pengembangan usaha (Mulyoutami dan Susilowati,
2003).
Selain pengertian usaha kecil diatas, pada awal tahun 2004 muncul
temtinologi b r u mengenai usaha kecil. Beberapa laporan dan pengamatan
mengenai perrnasalahan usaha kecil melahirkan suatu terminologi untuk usaha
dengan skala kecil yaitu "usaha dengan ukuran yang sangat kecil" yang disebut
Useha Mikro (Pinbuk, 2004). Beberapa karakteristik dianta:anya antara lain (1)
waktu market entry dan exit yang relatif singkat, (2) manajemen bersifat manual, (3)
produktivitas usaha dan tenaga kerja (umumnya anggota keluarga) sangat rendah,

(4) orientasi pasar sangat terbatas dan (5) pendidikan rata-rata manajer hanya

sekolah dasar, dan (6) usaha dibuat sebagai usaha sampingan.
Pada prakteknya kelompok usaha kecil sering kali dikaitkan dengan pihak
yang lemah secara ekonomi, sosial, politik dan kemampuan teknologi. Dengan
demikian pula status usahanya yang bersifat pribadi dan kekeluargaan, tenaga
berasal dari lingkungan setempat, kemarnpuan mengadopsi teknologi, manajemen
dan administrasi sangat sederhana, dan struktur permodalannya sangat tergantung
pada modal tetap.(Bobo, 2003)
Pengembangan

Usaha

Kecil dan

Menengah terrnasuk

kerajinan

menghadapi beberapa kendala atau permasalahan seperti permodalan, sarana dan
prasarana serta masalah sumber day^ manusia. Beberapa masalah umum usaha
kecil dan kerajinan menurut Lengkong yang dikutip oleh Maulani (1999) antara lain:
* Jumlah unit usaha yang tersebar di Indonesia berada di pedesaan yang
belum terjangkau sarana dan prasarana yang memadai, sehingga
menyulitkan jangkauan pembinaan.
Taraf pendidikan pengusaha dan karyawannya rendah, mengakibatkan
lemahnya pengetahuan mereka di bidang manajemen dan bisnis, sulit
menerima gagasan hyang diperlukan untuk modemisasi industri
kecil, serta sikap mental cepat puas dengan hasil yang dicapai;
Baru sebagaian kecil pengusaha kecil yang memanfaatkan modal untuk
menjalankan usahanya, kredit perbankan maupun lembaga non bank
karena persyaratan teknis administratif usaha belum tertib dan perlu ada
agunan.
Menggunakan teknologi proses tradisional sehingga mutu dan
produktivitas rendah.
Penguasaan teknologi proses diwariskan dari generasi sebelumnya,
sehigga kesulitan dalam rnengembangkan keterampilan selanjutnya.
Belum mampu mengikuti pameran dengan skala besar baik nasional
maupun intemasional, rnisi dagang dan sebagainya karena mernerlukan
biaya rnahal.
Promosi melalui media cetak dan elektronik masih kurang.
Krisis ekonomi yang terjadi pada bangsa Itidonesia memiliki dampak yang
sangat besar bagi usaha kecil di Indonesia, dengan melonjaknya suku bunga serta
melambungnya harga bahan pokok menyebabkan menurunya daya beli masyarakat
dan menurunnya produksi. Narnun dalam situasi yang demikian sulit tersebut,

usaha kecil dinilai sebagai usaha yang paling mampu bertahan dibandingkan
dengan sektor usaha lainnya. UKM menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmadja
(2005) masih mampu bertahan pada masa krisis karena memiliki beberapa
kelenturan, antara lain: 1) UKMK mampu mempertahankan daya tahannya selama
krisis, dari 225.000 unit UKMK, sebanyak 64,lpersen masih mampu bertahan, 0,9
persen mampu berkembang serta 3lpersen mengurangi volume usahanya dan 4
persen tidak mampu bertahan hidup. 2) Usaha-usaha yang dapat berkembang
selama krisis yaitu agribisnis, usaha furniture kayu/bambu, industri elektronika.
Usaha-usaha tersebut mampu bertahan karena tidak bergantung pada bahan impor
serta menjual produknya untuk tujuan ekspor.
Kondisi tersebut menimbulkan kebutuhan akan pemberdayaan usaha kecil
untuk dapat berorientasi lebih percaya diri serta dapat berkembang sesuai dengan
kapasitas mereka. Pemberdayaan usaha kecil merupakan pemberdayaan ekonomi
rakyat (komunitas) karena sektor usaha ini memberikan sumbangan terhadap

PORB sebesar 88 persen. (Syaukat dan Hendrakusumaatmadja, 2005). Selain itu
seMor usaha sangat cocok untuk dikembangkan di lndonesia dengan berbagai
macam hambatan usaha dan potensi sumberdaya manusia Indonesia. Sumberdaya
rnanusia Indonesia yang masih rendah bisa terserap deh sektor usaha kecil karena
pada sektor ini tingkat pendidikan bukan merupakan syarat penting berjalannya
usaha.
Pengembangan usaha kecil menjadi sangat penting dalam perekonomian
nasional, sebab kemampuan usaha ini untuk bertahan hidup sangat tinggi serta
karena kegiatan usaha ini tersebar dalam seluruh sektor ekonomi maka usaha kecil
memiliki potensi besar dalam penyerapan tenaga kerja. Selain itu usaha ini dapat
bertahan karena dapat menghasitkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
masyaralrat luas dengan harga yang terjangkau. (Syaifudin, 1995)
Permasatahan yang dihadapi oleh usaha kecil, biasanya merupakan
serangkaian masalah-masalah klasik, seperti terbatasnya keahlian, jaringan pasar
dan modal kerja yang lemah. Dengan demikian solusi permasalahan yang harus
dilakukan merupakan upaya untuk menjawab sisi lemah dari perekonomian rakyat
tersebut. Seperti peningkatan kualitas SDM, penguatan modal kerja, penataan
jsringan niaga, peningkatan manajemen produksi dan sebagainya. Beraamaan
dengan itu perlu inter~ensipemerintah untuk melindungi dan memperkuzt berbagai
keterbatasan mereka, misalnya dengan berbagai kebijakan yang memihak dan
melindungi kelompok ini (Bobo, 2003)

Berkaitan dengan masalah sosial yang dialami oleh pelaku usaha kecil
adalah pendapatan yang terbatas sehingga hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan minim keluarga. Selain itu tenaga kerja yang dilibatkan yaitu secara
kekeluargaan biasanya menyebabkan rendahnya produktivitas, serta menyebabkan
munculnya permasalahan lain seperti rendahnya posisi tawar pekerja terhadap
pemilik usaha dalam usaha ini. Dengan demikian selain pemberdayaan di bidang
ekonomi diperlukan pemberdayaan sosial bagi sektor usaha kecil.

2.3. Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu upaya mengurangi kemiskinan adalah upaya pengembangan
masyarakat dengan tujuan pemberdayaan atau rnanumbuhkan kemandirian,
mengembangkan partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasamya
pemberdayaan dapat dilakukan pada tingkatan individu maupun komunitas pada
tataran makro maupun mikro.
Upaya

pembangunan

sosial

pada

dasarnya

meruapakan

suatu

pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu gerakan
yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui
partisipasi aktif, dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas ( Adi,
2003).
Strategi pembangunan dengan konsep pengembangan masyarakat
merupakan pendekatan pembangunan yang dilaksanakan berdasarkan potensi dan
sumber-sumber yang terdapat di dalam diri masyarakat itu sendiri dengan
melibatkan partisipasi seluruh masyarakat untuk berperan aktif sehingga tumbuh
kemandirian dalam mengatasi dan memecahkan permasalahan yang mereka miliki.
Strategi pengembangan masyarakat merupakan pergeseran pola pembangunan
yang tadinya bersifat asal atas atau top down menjadi bottom up atau hasil dari
inisiatif masyarakat akar rumput atau grassroot.
Program pengembangan masyarakat disusun secara partisipatif bersama
masyarakat

yang

bertujuan

memberdayakan

masyarakat

lokal.

Prinsip

pengembangan masyarakat dalam pelaksanaarlnya saling terkait, antara lain
meliputi kemandirian, berkelanjutan, pembangunan terpadu, pemberdayaan,
menghargai nilai-nilai local, serta partisipasi. (lfe, 2000). Dengan demikian
pemberdayaan masyarakat merupakan prinsip dari pengembangan masyarakat
yang mutlak harus dilakukan.

Makna pemberdayaan dikemukakan sebagai :
A process of having enough energy enabling people to expand fheir
capabilities, to have greater bargaining power, to make their own decisions,
and to more easily access to a source of better li,/ing".( Dharrnawan, 2000)
Pemahaman di atas memiliki pengertian bahwa pemberdayaan memiliki
kaitan dengan upaya untuk memperoleh posisi yang lebih baik dalam mendapatkan
akses terhadap sumber kehidupan.
"empowerment aims to increase the power of the