Analisis Beban Kerja Pada Pembuatan Guludan Di Lahan Kering (Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator).

(1)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan palawija dan sayuran yang memiliki beragam jenis merupakan salah satu jaminan bahwa komoditas pertanian ini akan selalu diterima di pasaran, sehingga menjadikan prospek perdagangan palawija dan sayuran cukup menjanjikan baik untuk skala domestik maupun untuk ekspor.

Sebagian besar budidaya pertanian, khususnya palawija dan sayuran di Indonesia masih dilakukan secara konvensional, manual dengan tenaga manusia. Oleh sebab itu, pada masa sekarang ini kegiatan budidaya palawija dan sayuran kurang diminati oleh generasi usia kerja. Penggunaan mesin – mesin pertanian merupakan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Tujuan utama penggunaan alat dan mesin di bidang pertanian adalah meningkatkan produktivitas kerja dan meringankan pekerjaan di bidang – bidang pertanian.

Pembuatan guludan adalah salah satu kegiatan penting dalam budidaya palawija dan sayuran. Pembuatan guludan dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul, ataupun secara mekanis dengan menggunakan mesin pembuat guludan, diantaranya yang lazim digunakan adalah cultivator. Hasil pembuatan guludan dengan menggunakan cultivator, memiliki beberapa kelebihan, diantaranya waktu yang digunakan lebih singkat, kebutuhan tenaga lebih ringan, hasil guludan lebih seragam dan rapih.

Kegiatan pembuatan guludan umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama serta tenaga yang besar. Analisis beban kerja dalam kegiatan pembuatan guludan dapat dilakukan dengan pendekatan analisis denyut jantung, yang kemudian dapat diperoleh nilai beban kerja kualitatif dan kuantitatif. Melalui penelitian ini diharapkan dapat dilihat adanya perbedaan tingkat beban kerja antara pekerjaan manual dan mekanis, sehingga diketahui efektifitas penggunaan cultivator (mekanis) dari segi beban kerja.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat beban kerja operator pada pengoperasian cultivator tipe Te 550 n, serta perbandingannya terhadap beban kerja operator pada pembuatan guludan secara manual.


(2)

2 . II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah dengan memecah partikel menjadi lebih kecil sehingga memudahkan akar tanaman mendapatkan makanan. Tujuan pengolahan adalah menyiapkan tempat persemaian, mencegah tumbuhnya tanaman pengganggu, memberantas gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi akar, atau untuk pelumpuran tanah. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah penggunaan traktor (power tiller), penggunaan tenaga hewan (pembajakan dengan kerbau), penggunaan tenaga manusia (pencangkulan), dan penggunaan cultivator untuk membuat bedengan/guludan.

Pengolahan tanah dapat dibagi menjadi 3 tahapan. Pertama adalah pengolahan tanah primer, disebut juga bajak, pengolahan tanah ini berguna untuk memotong, memecah, dan membalik tanah. Kedua adalah pengolahan tanah sekunder, dilakukan setelah pembajakan, menjadikan tanah gembur dan rata, tata air diperbaiki, tanaman pengganggu dihancurkan dan dicampur dengan lapisan tanah atas, dan diberikan kepadatan tertentu pada permukaan tanah. (Daywin, 1991). Yang ketiga ini tidak selalu dikerjakan (merupakan pilihan, sesuai kebutuhan), yaitu pembuatan bedengan atau guludan, yang dilakukan pada masa tanam untuk beragam komoditas palawija dan sayuran, ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa fungsi pembuatan guludan adalah memperbaiki aerasi dan drainase, memudahkan pemeliharaan tanaman (terdapat alur), dan memperbaiki sifat fisik tanah.

B. Cultivator

Cultivator merupakan alat pertanian yang digunakan untuk mengolah dan menghaluskan tanah, baik sebelum penanaman maupun untuk penyiangan dan menggemburkan tanah setelah tanaman sudah mulai tumbuh, dapat juga digunakan untuk membuat guludan atau bedengan. Tanaman yang memerlukan pembuatan guludan antara lain singkong, umbi – umbian, berbagai jenis palawija dan sayuran yang banyak tumbuh di iklim tropis.


(3)

3 Sistem Kerja dan

Lingkungan Kerja

Operator (Manusia) Ergonomika

Kesesuaian/Keserasian (Penilaian)

 Desain (Mesin, Tugas, Lingkungan)

 Sistem Pendidikan dan Pelatihan

 Persyaratan Tertentu

 Meningkatkan Keamanan dan Keselamatan

 Mengurangi Error

 Meningkatkan Kinerja Sistem

Memperbaiki Kinerja Sistem :

 Effisiensi

 Produktivitas

 Keselamatan dan Kenyamanan, dll C. Ergonomika

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan

Nomos berarti aturan dan hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. (Nurmianto, 2004).

Ergonomika merupakan ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan kerja dengan kemampuan esensial manusia untuk memperoleh kemampuan yang optimum. Ergonomika juga diartikan sebagai cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang/pekerja yang ada didalamnya dapat hidup dan bekerja dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan dengan efektif, aman dan nyaman. Dalam batas tertentu manusia dituntut mampu beradaptasi dengan fasilitas dan lingkungan kerjanya, tetapi terlebih dahulu yang terpenting adalah menyesuaikan lingkungan kerja dan fasilitas sehingga tidak melampaui batas kemampuan manusia.

Gambar 1. Diagram alir definisi dan pengertian ergonomika. (Sumber : Syuaib, 2006 dalam Irawan, 2008)


(4)

4 D. Antropometri

Menurut Kroemer (1978) dalam Anindita (2003) bahwa engineering anthropometry adalah ilmu fisik terapan dalam metode pengukuran fisik manusia untuk pengembangan standar desain alat-alat teknik. Antropometri meliputi pengukuran statik dan dinamik (fungsional), dimensi dan karakteristik fisik ruang gerak, dan pemakaian energi sebagai fungsi dari jenis kelamin, umur, pekerjaan, etnik, asal, dan demografi.

Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia. Data antropometri digunakan untuk mengetahui dimensi fisik ruang kerja, alat –alat, furnitur dan pakaian agar terjadi kesesuaian antara manusia sebagai pengguna dan alat yang digunakan. (Bridger,1995 pada Anindita,2003). Dimensi ruang kerja dan panel kontrol yang tepat untuk pekerja disuatu daerah belum tentu sesuai dengan pekerja daerah lain. Data antropometri dperlukan dalam merancang konstruksi alat atau mesin agar operator dapat mengoperasikan dengan nyaman, efisien dan aman.

E. Beban Kerja

Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan suatu pekerjaan. Beban ini akan diketahui saat operator menanggapi kerja dengan memberikan respon seperti denyut jantung yang tinggi atau keluar keringat. (Rasyani,2001). Semakin besar beban kerja dalam melakukan suatu pekerjaan ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula, dengan demikian sistem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut jantung semakin cepat, dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh.

Pada Syuaib (2003), dikatakan bahwa fisiologi kerja adalah satu sub disiplin ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi fisiologi yang disebabkan tekanan eksternal saat melakukan suatu aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan beberapa indikator metabolik, yaitu :

1. Cardiovascular (Denyut Jantung) 2. Respiratory (Pernafasan)

3. Body Temperature (Suhu Tubuh) 4. Muscular Act (Aktivitas Otot)


(5)

5 Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat denyut jantung menunjukkan beban kerja baik secara fisik maupun mental, karena adanya korelasi yang linear terhadap konsumsi energi fisik (physical energy cost). Oleh karena itu sampel data kontinyu laju denyut jantung pada suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psiko-fisiologis. Selain itu, terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja fisik manusia, yaitu faktor personal dan lingkungan. Beberapa faktor personal adalah umur, berat badan, jenis kelamin, konsumsi rokok, gaya hidup, olahraga, status nutrisi, dan motivasi dalam melakukan kegiatan. Sedangkan beberapa faktor lingkungan yaitu polusi udara, kebisingan, faktor suhu udara, dan ketinggian tempat. Terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif.

F. Beban Kerja Kuantitatif

Beban kerja kuantitatif adalah nilai beban kerja yang dikuantifikasi berdasarkan kesetaraan jumlah energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa terminologi yang digunakan terkait perhitungan beban kerja kuantitatif, yaitu TEC (Total Energy Cost), BME (Basal Metabolic Energy), WEC (Work Energy Cost), dan WEC’ (Work Energy Cost per Weight).

F.1. TEC (Total Energy Cost)

TEC merupakan jumlah energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme tubuh secara keseluruhan saat melakukan aktivitas. Prinsipnya terkait dengan proses oksidasi karbohidrat, yaitu :

C6H12O6 + O2 ---> CO2 + H2O + Energi

Jumlah energi yang dihasilkan tergantung pada bahan makanan yang yang terbakar (teroksidasi). Sehingga jumlah energi yang dihasilkan dapat didekati melalui perhitungan laju konsumsi O2 (VO2). Secara

umum, 1 liter oksigen menghasilkan 5 kkal energi. Pengukuran VO2

pada subjek yang sedang melakukan aktivitas relatif tidak nyaman, sehingga pada level tertentu dapat mengganggu subjek. Terdapat


(6)

6 hubungan linier antara VO2 dengan laju denyut jantung. Oleh karena

itu pengukuran laju denyut jantung dapat digunakan untuk memperkirakan konsumsi oksigen, yang kemudian dapat dikonversi ke dalam pengeluaran energi. (Sanders dan McCormick, 1993). Satuan yang digunakan untuk menyatakan nilai TEC yang digunakan adalah kkal/menit.

F.2. BME (Basal Metabolic Energy)

Menurut Syuaib (2003), BME merupakan konsumsi energi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi minimal fisiologisnya. Secara umum, nilai BME dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan usia. Salah satu metode yang umum digunakan untuk mengetahui nilai BME adalah dengan menghitung dimensi tubuh, ditentukan oleh perhitungan luasan tubuh, yang kemudian dapat dikonversi ke dalam volume oksigen (VO2). Dalam persamaan

oksidasi metabolik, diketahui bahwa setiap konsumsi 1 liter oksigen (O2) adalah setara dengan energi tubuh sebesar 5 Kkal (Sanders dalam

Syuaib 2003). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du’Bois (Syuaib,2003) :

A = H0.725 × W 0.425 × 0.007246 Dimana : A = Luas permukaan tubuh (m2)

h = Tinggi badan (cm) W = Berat badan (kg)

Tabel 2. Tabel konversi BME ekuivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh 1

/100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

m2

1.1 136 137 138 140 141 142 143 145 146 147 1.2 148 150 151 152 153 155 156 157 158 159 1.3 161 162 162 164 166 167 168 169 171 172 1.4 173 174 176 177 178 179 181 182 183 184 1.5 186 187 188 189 190 192 193 194 195 197 1.6 198 199 200 202 203 204 205 207 208 209 1.7 210 212 213 214 215 217 218 219 220 221 1.8 223 224 225 226 228 229 230 231 233 234 1.9 235 236 238 239 240 241 243 244 245 246 (Numanjiru dalam Syuaib, 2003)


(7)

7 F.3. WEC (Work Energy Cost)

WEC merupakan jumlah energi tambahan yang dihasilkan oleh tubuh ketika melakukan suatu aktivitas kerja. Nilai WEC diperoleh dengan menghitung selisih nilai TEC dan BME. Satuan nilai WEC yang digunakan adalah kkal/menit.

F.4. WEC’ (Work Energy Cost per Weight)

WEC’ merupakan nilai dari WEC yang dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seseorang saat melakukan kerja. Nilai WEC’ perlu dihitung untuk mengetahui nilai WEC pada masing – masing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan. Satuan nilai WEC’ yang digunakan adalah kkal/kg.menit.

G. Beban Kerja Kualitatif

Beban kerja kualitatif adalah suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja terhadap kemampuan atau kapasitas kerja seseorang. Dalam penelitian ini, terminologi yang digunakan adalah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR adalah indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas atau kerja terhadap denyut jantung saat beristirahat. Tinggi rendahnya nilai IRHR mencerminkan tingkat beban kerja kualitatif dari suatu aktivitas. Kategori kualitatif beban kerja berdasarkan IRHR dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Tabel 1. Kategori tingkat beban kerja berdasarkan IRHR Kategori Nilai IRHR

Sangat Ringan 1.00 < IRHR < 1.25 Ringan 1.25 < IRHR < 1.50 Sedang 1.50 < IRHR < 1.75 Berat 1.75 < IRHR < 2.00 Sangat berat 2.00 < IRHR


(8)

8 H. Metode Step Test

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung adalah dengan menggunakan metode step test, selain pengukuran menggunakan sepeda ergonometer. Dengan metode ini dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku dan intensitas langkah, juga lebih mudah karena dapat dilakukan di lapang. Beban kerja yang pasti dapat diketahui dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan beban kerja (denyut jantung) yang ditetapkan sebelum bekerja (metode step test). Dengan metode ini, beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur.


(9)

9

III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu

Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan di lahan kering Leuwikopo, Bogor. Pengambilan data penelitian dimulai tanggal 29 April 2009 sampai 10 Juni 2009.

B. Peralatan dan Perlengkapan 1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini berjenis kelamin pria dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, dan dibagi ke dalam tiga kelompok :

a. Kelompok A : (155 ± 5) cm, 3 orang b. Kelompok B : (165 ± 5) cm, 3 orang c. Kelompok C : (175 ± 5) cm, 3 orang

Masing – masing subjek akan melakukan 4 (empat) kali ulangan rangkaian pengukuran denyut jantung saat bekerja membuat guludan, baik secara manual maupun mekanis. Objek penelitian yang digunakan adalah cultivator tipe Te 550 n (data teknis pada Lampiran 1) dan cangkul. Rancangan percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.

2. Instrumentasi dan Alat Ukur

a. Heart Rate Monitor (Polar Accurex Plus). b. Heart Rate Monitor Interface.

c. Stop watch.

d. Digital Metronome. e. Time Study Sheet.

f. Bangku Step Test dengan tinggi 24 cm. g. Antropometer.

h. Thermohygrometer. i. Patok.

j. Meteran pita ( 50 m ).

k. Alat tulis, komputer, dan beberapa perlengkapan yang mendukung untuk pencatatan data dan pengolahan data.


(10)

10 Gambar 2. Bagan rancangan percobaan

Keterangan : U = ulangan PS = posisi stang

Kelompok C (3 orang)

U1 U2 U3 U4

PS Atas U1 U2 U3 U4

PS Tengah U1 U2 U3 U4

PS Bawah U1 U2 U3 U4

Cultivator Manual Kelompok B

(3 orang)

PS Atas U1 U2 U3 U4

PS Tengah U1 U2 U3 U4

PS Bawah U1 U2 U3 U4

Cultivator

U1 U2 U3 U4

Manual

Pembuatan Guludan

Kelompok A (3 orang)

PS Atas U1 U2 U3 U4

PS Tengah U1 U2 U3 U4

PS Bawah U1 U2 U3 U4

Cultivator

U1 U2 U3 U4


(11)

11 C. Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu pengambilan data di lapang dan pengolahan data. Pengambilan data di lapang bertujuan untuk mendapatkan data primer, dan data sekunder yang diperlukan akan diperoleh melalui literatur. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran denyut jantung operator traktor roda dua di lapang dan beberapa pengukuran fisik tubuh. Proses analisis beban kerja dapat dilihat pada Gambar 4.

C.1. Pengambilan data di lapang

Data primer diperoleh melalui pengukuran dimensi tubuh menggunakan antropometer dan timbangan, dan pengukuran denyut jantung operator saat bekerja menggunakan alat ukur denyut jantung,

Heart Rate Monitor. Alat ini diatur agar dapat merekam denyut jantung operator setiap 5 detik untuk mengetahui tingkat beban kerja fisik yang dialami operator saat membuat guludan dengan mengoperasikan cultivator dan cara manual (dengan cangkul). Pengukuran denyut jantung dilakukan pada beberapa kondisi, yaitu :

a. Pada saat membuat guludan. b. Pada saat melakukan step test. c. Pada saat operator istirahat.

Sebelum pengukuran denyut jantung saat bekerja, diperlukan kalibrasi denyut jantung terhadap beban kerja kepada setiap subjek dengan metode

step test (digambarkan pada gambar 3). Pengukuran saat bekerja di hari yang lain dengan hari pengukuran kalibrasi, diperlukan pengukuran step test kembali. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan kondisi fisik subjek pada hari berbeda akan berbeda juga. Pengukuran step test pada hari yang sama dengan hari kerja, cukup dilakukan satu kali dengan frekuensi

20 siklus/menit (digambarkan pada gambar 4). Pola kerja digambarkan pada


(12)

12 Gambar 3. Bagan alir kalibrasi subjek

Keterangan : Step test menggunakan bangku dengan tinggi 24 cm Pengambilan Data Subjek

Rest 1 (5~10 menit)

Rest 2 (± 5 menit)

Rest 3 (± 5 menit)

Step Test 3 (± 5 menit, 25 siklus/menit)

Step Test 2 (± 5 menit, 20 siklus/menit)

Step Test 1 (± 5 menit, 15 siklus/menit)

Step Test 4 (± 5 menit, 30 siklus/menit)

Rest 4 (± 5 menit)

Rest 5 (± 5 menit)


(13)

13 Penelitian Pendahuluan

Data Subjek : usia, tinggi badan, berat badan, kalibrasi Step Test Data Lingkungan : Suhu

Pengukuran Denyut Jantung

Kerja (cultivator/cangkul)

Istirahat (Rest 3) Istirahat awal

(Rest 1)

Istirahat (Rest 2)

Step Test

Pengolahan Data

Perhitungan Beban Kerja

Kualitatif

 IRHR

 Tingkat Beban Kerja

Kuantitatif

 TEC(kkal/menit)

 BME (kkal/menit)

 WEC (kkal/menit) Gambar 4. Bagan alir pengukuran beban kerja

Keterangan : IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) TEC (Total Energy Cost)

BME (Basal Metabolic Energy ) WEC (Work Energy Cost)


(14)

14 Gambar 5. Pola kerja pengolahan untuk 1 (satu) kali ulangan pengolahan menggunakan

Cultivator

Panj

an

g Peng

ol

ahan

(18

m

, t

er

m

asuk

h

ead

li

n

e

@1.

5m

)

Lebar Pengolahan (3.5 m)

Head line Head line


(15)

15 rest HR work HR IRHR          1000 2 . 4 2f h g w TECST C.2. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan hasil rekaman data HR (denyut jantung) yang kemudian dipindahkan ke komputer menggunakan Heart Rate Monitor Interface, lalu data tersebut diolah dan dibuat dalam bentuk grafik. Perhitungan nilai HR harus dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang objektif. Normalisasi nilai HR dilakukan dengan perbandingan HR relatif saat bekerja terhadap nilai HR saat istirahat. Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut :

Dimana : HR work = denyut jantung saat melakukan pekerjaan. HR rest = denyut jantung saat istirahat.

Untuk mendapatkan nilai beban kerja, maka diperlukan perhitungan TECST (Total Energy Cost Step Test) yaitu energi total yang digunakan

pada saat melakukan step test, perhitungan dilakukan melalui persamaan :

Dimana : TECST = Total Energy Coststep test (kkal/menit)

w = berat badan (kg)

g = percepatan gravitasi (9.81 m/detik2)

h = tinggi bangku step test (meter) f = frekuensi step test

4.2 = faktor kalibrasi (joule => kalori)

Untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi TEC (Total Energy Cost) pada saat melakukan aktivitas dapat dilakukan dengan cara membuat fungsi korelasi antara TECST terhadap IRHR. Dengan membuat grafik

hubungan TECST dengan IRHR maka diperoleh persamaan untuk seorang

subjek dengan bentuk umum :

Y = a X + b Dimana : Y = IRHR


(16)

16 Nilai TEC atau besarnya daya pada saat bekerja dapat diperoleh dengan membalikkan persamaan di atas dan memasukkan nilai IRHR objek saat melakukan kerja.

Nilai BME untuk setiap orang berbeda sesuai dengan dimensi tubuh dan jenis kelamin. Nilai BME ekuivalen dengan nilai VO2 (volume

oksigen), yang dipengaruhi dimensi tubuh. Untuk diperoleh nilai VO2,

dapat digunakan tabel konversi BME ekuivalen VO2 berdasarkan luas

permukaan tubuh. Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du’Bois (Syuaib,2003) :

A = H0.725 × W 0.425 × 0.007246 Dimana : A = Luas permukaan tubuh (m2)

h = Tinggi badan (cm) W = Berat badan (kg)

Nilai BME setiap orang berbeda – beda dan tidak terkait langsung dengan konsumsi energi akibat melakukan suatu aktivitas kerja, maka untuk mengetahui nilai peningkatan konsumsi energi akibat melakukan aktivitas perlu dihitung WEC (Work Energy Cost), dengan persamaan :

WEC = TEC – BME Dimana : WEC = Work Energy Cost (kkal/menit)

TEC = Total Energy Cost (kkal/menit)

BME = Basal Metabolic Energy (kkal/menit)

Konsumsi energi sebanding dengan berat badan seseorang, semakin besar berat badan seseorang, maka konsumsi energinya semakin besar pula, begitu sebaliknya pada saat melakukan pekerjaan yang relatif sama. Oleh karena itu untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima seseorang saat melakukan kerja maka pengaruh berat badan perlu dinormalisasi. Untuk memperoleh nilai WEC yang ternomalisasi (WEC’), dapat menggunakan persamaan :

WEC’ = WEC / w

Dimana : WEC’ = Work Energy Cost per Weight (kal/kg.menit)

WEC = Work Energy Cost (kal/menit)


(17)

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Spesifikasi Cultivator

Mesin pertanian yang digunakan adalah cultivator Yanmar tipe Te 550 n. Daya rata - rata motor penggerak bensin pada cultivator ini sebesar 3.5 hp (putaran engine 1800 rpm), dan dapat diatur pada 3 posisi stang kemudi.. Roda yang digunakan pada saat pembuatan guludan adalah hexagon rotor

dengan implemen sebuah furrower.Saat digunakan cultivator diatur pada gigi ke-2, dan gas pada putaran engine ±1800 rpm. (Data teknis pada Lampiran 1).

B. Kalibrasi Subjek Penelitian (Metode Step Test)

Pengukuran denyut jantung menggunakan alat Heart Rate Monitor

(HRM) yang dipasang tepat di dada menyentuh kulit agar detak jantung terukur, yang kemudian secara otomatis akan diterima sekaligus disimpan oleh Data Receiver and Memory yang berupa jam tangan pada posisi terdekat dengan HRM. Pengukuran denyut jantung diatur agar terekam lima detik sekali, dan datanya berupa laju denyut jantung yang diperkirakan per menit. Alat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Heart rate monitor, data receiver dan metronom

Sebelum melakukan pengukuran denyut jantung, subjek terlebih dahulu diukur tinggi badan dan berat badannya. Hasil pengukuran dimensi tubuh digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh subjek agar dapat diketahui nilai BME, dari pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dari tabel konversi BME ekuivalen VO2 berdasarkan luas

permukaan tubuh (Tabel 2.). Contoh perhitungan berikut ini diambil dari data subjek ke-9 (C3) :


(18)

18 HC3 = 170.7 cm

WC3 = 59.5 kg

A C3 = H0.725 × W 0.425 × 0.007246

= ((170.7)0.725× (59.5)0.425 × 0.007246) m2 = 1.69 m2

VO2 = 209 [Tabel 2.]

BME = (209*5*1)/1000 [konversi nilai BME dari VO2]

= 1.045 kkal/menit

Dengan perhitungan yang sama, diperoleh data untuk kedelapan subjek lainnya yang tercantum pada Tabel 3. berikut ini.

Tabel 3. Data dimensi tubuh subjek Kode

Operator Usia (tahun)

Tinggi Badan (cm)

Berat Badan (kg)

Luas Permukaan Tubuh (m2)

VO2

(L) BME

A1 40 158.1 51.5 1.52 188 0.940

A2 22 159.2 55 1.57 194 0.970

A3 24 158.2 49.5 1.50 186 0.930

B1 24 164.8 50.5 1.55 192 0.960

B2 18 162.0 51.5 1.55 192 0.960

B3 31 165.5 53 1.59 197 0.985

C1 29 173.7 54 1.64 203 1.015

C2 23 171.6 60 1.70 210 1.050

C3 26 170.7 59.5 1.69 209 1.045

Kalibrasi denyut jantung perlu dilakukan pada masing – masing operator untuk mengetahui korelasi antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja dimana karakteristiknya pada setiap orang, berbeda. Tinggi bangku yang digunakan pada saat kalibrasi step test adalah 24 cm, dan menggunakan peningkatan frekuensi langkah sebanyak empat kali, yaitu dimulai dari frekuensi 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, 30 siklus/menit,

dimana satu siklus terdiri dari empat langkah kaki ketika naik – turun bangku, proses langkah step test dapat dilihat pada Gambar 7. Pengaturan langkah agar sesuai siklus menggunakan alat bantu metronom, bunyi yang dikeluarkan diatur sebanyak empat kali frekuensi yang akan digunakan, karena dalam satu siklus terdiri dari empat langkah.


(19)

19 Gambar 7. Proses langkah step test

Berikut ini merupakan grafik pengukuran denyut jantung kalibrasi

step test untuk salah satu subjek (grafik untuk kedelapan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran2, Lampiran 3, dan Lampiran 4) :

Gambar 8. Grafik denyut jantung subjek C3 saat kalibrasi step test

Pada awal pengukuran, denyut jantung subjek kurang stabil, hal ini dapat disebabkan oleh penyesuaian subjek dengan pengukuran dan alat ukur. Namun seiring waktu pengukuran, denyut jantung terlihat stabil. Dapat dilihat peningkatan laju denyut jantung sesuai dengan peningkatan frekuensi step test

(peningkatan beban kerja). Begitu pula yang terjadi pada subjek lainnya, namun masing – masing subjek memiliki nilai yang berbeda satu sama lain.

Nilai denyut jantung yang gunakan untuk perhitungan selanjutnya merupakan hasil pemetaan dari hasil rata–rata data denyut jantung selama 30 detik (minimal 6 buah data) yang dianggap stabil pada setiap tahap aktivitas. Setiap frekuensi step test dilakukan selama 5 menit yang diselangi 5 menit

Rest ST 4

Rest ST 3 Rest ST 2 Rest ST 1 Rest


(20)

20 istirahat, kecuali istirahat pada awal pengukuran yang dilakukan selama 10 menit,karena diharapkan memperoleh nilai denyut jantung terendah seseorang ketika tidak melakukan kerja, yang digunakan sebagai pembanding dari nilai denyut jantung saat bekerja. Secara umum pengambilan nilai denyut jantung (HR) saat istirahat adalah pada data yang dianggap stabil dan terendah, serta tidak pada satu menit awal ataupun akhir. Nilai HR saat istirahat (HRrest) yang

digunakan sebagai pembanding nilai HR saat bekerja, umumnya adalah pada saat istirahat pertama atau kedua, dimana terdapat nilai denyut jantung terendah seseorang. Pada beberapa orang, denyut jantung istirahat terendah diperoleh pada awal pengukuran, karena asumsinya adalah denyut jantung terendah diperoleh ketika subjek sama sekali belum melakukan kerja. Denyut jantung istirahat terendah yang diperoleh pada saat istirahat kedua (setelah melakukan step test pertama) dapat disebabkan oleh adanya penyesuaian yang dilakukan pada awal pengukuran terhadap lingkungan baru dan alat yang digunakan, sehingga mengakibatkan cukup tingginya laju denyut jantung di awal pengukuran.

Nilai denyut jantung berbeda untuk setiap orang, walaupun pada jenis kerja yang sama. Seperti yang telah disebutkan, kalibrasi step test diperlukan untuk menunjukkan perbedaan hubungan denyut jantung dengan peningkatan beban kerja pada setiap subjek. Dari hasil pengukuran tersebut, nilai HR saat bekerja (HRwork) dibandingkan dengan nilai HRrest untuk memperoleh nilai

IRHR (step test). Selain nilai IRHR, nilai TEC (Total Energy Cost, kkal/menit) yang merupakan laju konsumsi energi subjek untuk proses metabolisme tubuh dan melakukan kerja juga perlu dihitung. Kedua nilai ini dimasukkan ke dalam grafik yang akan membentuk garis linier, berfungsi untuk menghasilkan suatu persamaan daya yang berbeda pada masing – masing subjek.

Pada kalibrasi step test ini, karena menggunakan empat buah frekuensi, sehingga menghasilkan empat nilai TEC untuk masing – masing subjek. Salah satu contoh perhitungan yang menggunakan data subjek ke-9 (C3), adalah sebagai berikut :


(21)

21           1000 2 . 4 2 24 . 0 1 . 98 5 . 59 ST ST f TEC

w = 59.5 kg fST1 = 15 siklus/menit

g = 9.81 m/detik2 fST2 = 20 siklus/menit

h = 0.24 m fST3 = 25 siklus/menit

4.2 = faktor kalibrasi fST1 = 30 siklus/menit

(J=>kalori)

TECST1 = 1.001 kkal/menit

TECST2 = 1.334 kkal/menit

TECST3 = 1.668 kkal/menit

TECST4 = 2.001 kkal/menit

Perhitungan yang sama dilakukan pada kedelapan data subjek yang lain. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh data yang tercantum pada Tabel 4. Hubungan antara nilai IRHR dan TEC yang dipetakan dalam grafik akan membentuk garis linier, sehingga menghasilkan suatu persamaan daya. Sebagai contoh, grafik hubungan antara TEC dengan IRHR untuk subjek C3 dapat dilihat pada Gambar 9 (grafik untuk kedelapan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7. Perbedaan nilai kenaikan IRHR terhadap beban kerja dapat dilihat dari nilai slope yang berbeda pada setiap subjek (subjek ke-9 memiliki slope 0.598), semakin curam kemiringannya maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap perubahan tingkat beban kerja, begitu pula sebaliknya.


(22)

22 Tabel 4. Data pemetaan denyut jantung dan laju konsumsi energi pada saat kalibrasi step test

SUBJEK HR (Step Test) IRHR [Y] TEC (kkal/menit) [X]

R1 ST 1 R2 ST 2 R3 ST 3 R4 ST 4 ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 1 ST 2 ST 3 ST 4

A1 59.0 75.2 60.0 80.2 63.0 88.0 63.0 100.0 1.27 1.36 1.49 1.69 0.866 1.155 1.443 1.732 A2 70.2 98.2 72.8 102.5 73.0 115.2 72.7 123.8 1.40 1.46 1.64 1.76 0.925 1.233 1.542 1.850 A3 69.0 100.8 72.5 109.5 76.3 120.2 78.0 131.0 1.46 1.59 1.74 1.90 0.832 1.110 1.387 1.665 B1 70.5 94.5 74.5 102.2 77.5 106.5 81.0 121.8 1.34 1.45 1.51 1.73 0.849 1.132 1.415 1.699 B2 77.8 110.8 82.0 117.2 83.0 130.2 88.3 145.0 1.42 1.51 1.67 1.86 0.866 1.155 1.443 1.732 B3 71.2 90.7 75.5 95.7 77.7 100.2 77.5 110.8 1.27 1.34 1.41 1.56 0.891 1.188 1.486 1.783 C1 75.7 97.8 78.2 104.0 84.2 115.7 89.0 130.8 1.29 1.37 1.53 1.73 0.908 1.211 1.514 1.816 C2 75.5 105.3 82.7 118.3 85.3 126.5 87.3 140.3 1.40 1.57 1.68 1.86 1.009 1.345 1.682 2.018 C3 67.2 100.0 68.3 106.8 68.3 119.5 71.2 140.5 1.49 1.59 1.78 2.09 1.001 1.334 1.668 2.001 Tabel 5. Data persamaan daya hubungan IRHR dengan TEC

Kode Operator

Y = aX + b

a b

A1 0.482 0.828

A2 0.413 0.992

A3 0.528 1.012

B1 0.431 0.956

B2 0.514 0.948

B3 0.289 0.985

C1 0.483 0.822

C2 0.445 0.949


(23)

23 Tabel 5. menunjukkan hasil persamaan daya yang terbentuk dari hubungan nilai IRHR dan TEC saat kalibrasi dengan metode step test untuk masing – masing subjek. Dari persamaan ini, nilai TEC saat bekerja dapat diketahui dengan memasukkan nilai IRHR saat kerja tersebut, baik ketika menggunakan cara manual maupun mekanis.

C. Pengukuran Beban Kerja Fisik

Pembuatan sebuah guludan umumnya dengan membentuk parit dari kedua sisi berbeda dengan kedalaman dan lebar tertentu yang diperlukan, baik secara manual (dengan menggunkan cangkul), maupun secara mekanis (dengan menggunakan cultivator tipe Te 550 n). Pada penelitian ini lebar guludan yang dibuat adalah ±70 cm dengan kedalaman ±25 cm. Lahan yang digunakan pada pembuatan guludan baik secara manual maupun mekanis memiliki kondisi lahan yang sama, yaitu telah mengalami pengolahan tanah primer dan sekunder. Operator yang menjadi subjek lebih terbiasa bekerja secara manual dalam berbagai kegiatan tani, termasuk pembuatan guludan.

Waktu yang digunakan pada masing – masing kerja 3 sampai 5 menit, dan diselangi istirahat 5 sampai 10 menit. Pengulangan kerja dilakukan sebanyak empat kali. Istirahat di awal diperlukan untuk mendapatkan nilai denyut jantung terendah saat istirahat sehingga diperoleh nilai HRrest yang

akan digunakan sebagai pembagi nilai HRwork pada setiap pengulangan untuk

mendapatkan nilai IRHR. Pengambilan data untuk perhitungan selanjutnya sama seperti yang dilakukan pada data hasil kalibrasi step test. Step test yang dilakukan sebelum mulai bekerja bertujuan sebagai kontrol jika terjadi perubahan nilai IRHR pada masing – masing subjek. Pembuatan guludan ini dikerjakan dengan dua cara, yaitu manual (dengan cangkul), dan mekanis (dengan menggunakan cultivator).

C.1. Manual

Pembuatan guludan yang dilakukan secara manual, dilakukan dengan satu kali bolak – balik panjang lahan (±10 m) per ulangan, seperti tampak pada Gambar 10. yang menunjukkan pembuatan parit pertama (kiri), dan parit kedua sehingga terbentuk guludan (kanan).


(24)

24 Hasil pengukuran waktu kerja pada seluruh subjek menghasilkan nilai kapasitas lapang efektif untuk pembuatan guludan secara manual sebesar 0.005 ha/jam.

Gambar 10. Pembuatan guludan secara manual

Dari pengukuran yang dilakukan pada sembilan subjek, laju denyut jantung dan hasil perhitungan lainnya berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik setiap orang dalam menerima suatu beban kerja. Gambar 11. Menunjukkan grafik pengukuran laju denyut jantung saat pembuatan guludan secara manual dalam satu rangkaian pengukuran (4 kali ulangan kerja) pada subjek ke-9. Pada setiap pengulangan kerja, titik maksimal denyut jantung tidak berbeda pada selang yang besar dan umumnya berbanding terbalik dengan waktu, begitu pula pada kedelapan subjek yang lain (grafik dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 16). Denyut jantung mulai naik saat subjek mulai bekerja sampai pada titik tertentu yang kemudian relatif stabil, umumnya waktu untuk tahap aerobik saat mulai bekerja adalah 2 – 3 menit, kemudian denyut jantung akan mulai stabil. Pengukuran diselingi istirahat pada setiap ulangan untuk memulihkan kondisi fisik dan pola denyut jantung subjek sampai mendekati keadaan awal.


(25)

25 Gambar 11. Grafik data pengukuran denyut jantung pada pembuatan guludan

secara manual subjek C3

Pada pengukuran beberapa subjek terdapat fluktuasi denyut jantung saat bekerja yang tiba – tiba turun, salah satu penyebabnya adalah subjek membetulkan cangkul yang digunakan, sehingga kerja berhenti sejenak yang mengakibatkan turunnya laju denyut jantung. Sedangkan adanya perbedaan denyut jantung pada setiap pengulangan dalam satu unit kerja yang sama, dapat disebabkan oleh adanya penyesuaian (contohnya perbedaan waktu kerja). Data pemetaan nilai denyut jantung saat bekerja dan hasil perhitungan untuk konsumsi energi, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data pemetaan denyut jantung pada pembuatan guludan secara manual Kode

Subjek IRHR

TEC (kkal/mnt)

BME (kkal/mnt)

WEC (kkal/mnt)

WEC' (kal/kg.mnt)

A1 1.99 2.40 0.940 1.460 28.350

A2 2.22 2.98 0.970 2.010 36.545

A3 2.17 2.18 0.930 1.250 25.253

B1 1.90 2.18 0.960 1.220 24.158

B2 1.76 1.59 0.960 0.630 12.233

B3 1.70 2.32 0.985 1.335 23.839

C1 2.33 3.12 1.015 2.105 38.981

C2 1.87 2.07 1.050 1.020 17.000

C3 2.12 2.15 1.045 1.105 18.571

R6 W4 R5 W3 R4 W2 R3 W1 R2 ST (20) R1


(26)

26

2. Cultivator (Tipe Te 550 n)

Sebelum dilakukan pengukuran, subjek terlebih dahulu diberitahukan cara pengoperasian cultivator, dan mencobanya agar tidak kebingungan ketika pengukuran dimulai. Satu kali ulangan pekerjaan dilakukan dengan tiga kali bolak – balik lintasan dengan panjang 15 m ± 3 m (headline). Hasil pengukuran waktu pada pembuatan guludan secara mekanis menghasilkan nilai kapasitas lapang efektif sebesar 0.067 ha/jam. Proses kerja dapat dilhat pada Gambar 12.

Posisi stang kemudi pada cultivator dapat diatur dalam tiga posisi ketinggian yaitu atas (C1), tengah (C2), dan bawah (C3), ini berkebalikan dengan data teknisnya karena pengaturan stang kemudi atas mengakibatkan ketinggian cultivator terendah (C3). Pada penelitian ini, pengukuran menggunakan ketiga posisi stang pada setiap subjek. Hal ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh posisi stang kemudi dan pengaruh tinggi subjek terhadap beban kerja.

Cultivator ini tidak memiliki tuas pengendali yang umumnya dimiliki traktor roda dua yang berfungsi mengatur kemudi saat berbelok, sehingga dilakukan sepenuhnya oleh subjek tanpa tuas pembantu. Untuk mengemudikannya tidak terdapat rem, hanya terdapat tuas yang jika ditekan cultivator akan maju sesuai dengan pengaturan gas, untuk menghentikannya hanya perlu melepas penekanan pada tuas tersebut.

Kecepatan maju pengoperasiannya diatur dengan memposisikan gas di titik yang sama, kendalanya adalah pengunci posisi gas tidak berfungsi dengan baik, sehingga saat pengukuran berlangsung, kecepatan tidak selalu konstan. Untuk mengecek posisi gas selama bekerja, kurang memungkinkan karena dikhawatirkan mengganggu konsentrasi operator yang kemudian berpengaruh pada hasil pengukuran denyut jantung.


(27)

27 (a) Posisi stang bawah (b) Posisi stang tengah

(c) Posisi stang atas

Gambar 12. Pembuatan guludan menggunakan cultivator

Waktu yang diperlukan untuk satu kali ulangan hampir sama, yaitu 4 – 5 menit. Masing – masing subjek memiliki nilai yang agak berbeda, walaupun dalam satu kelompok tinggi yang sama.

Pada Gambar 13., Gambar 14., dan Gambar 15. dapat dilihat grafik yang menunjukkan hasil pengukuran denyut jantung subjek ke-9 (grafik subjek lain dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 16) ketika melakukan kerja pembuatan guludan dengan menggunakan cultivator dengan tiga posisi. Pada saat subjek ke-9 ini menggunakan posisi stang atas, terlihat pada ulangan ke-3 dan ke-4 (rata – rata nilai denyut jantung saat kerja pada 152.7 denyut/menit) dengan waktu kerja yang lebih panjang mengalami penurunan denyut jantung daripada ulangan ke—1 dan ke-2 (pada angka 151 denyut/menit dan 146.5 denyut/menit), tetapi tidak terlalu berbeda. Pada posisi stang tengah yang terlihat adalah ulangan pertama (133.3 denyut/menit) memiliki denyut yang lebih rendah daripada yang


(28)

28 berikutnya (berkisar pada 138 denyut/menit sampai 141.2 denyut/menit), dengan waktu kerja yang relatif sama. Sedangkan pada pengerjaan dengan posisi stang bawah, stabil pada denyut jantung di tingkat yang hampir sama, hanya saja terlihat adanya penurunan denyut jantung saat pertengahan bekerja pada ulangan ke-3 karena mesin yang tiba – tiba mati, lalu dihidupkan kembali sehingga kerja dapat dilanjutkan, dan kenaikan tiba – tiba pada ulangan ke-4 yang disebabkan kesalahan perekaman data. Istirahat yang dilakukan pada selang pekerjaan ke-2 dan ke-3 lebih panjang dari yang ditentukan terjadi secara tidak disengaja, ada beberapa faktor eksternal yang mengakibatkan hal tersebut terjadi.

Pada subjek lainnya terjadi hal yang hampir sama, kenaikan data yang terlalu ekstrim umumnya disebabkan kesalahan perekaman data, sedangkan penurunan denyut jantung yang kemudian naik lagi, disebabkan subjek berhenti saat pertengahan waktu kerja karena mesin yang mati atau terjadi slip, sehingga terdapat periode istirahat yang tidak diharapkan. Fluktuasi denyut jantung yang terjadi saat istirahat dapat terjadi karena subjek melakukan hal lain, karena diharapkan pada periode istirahat, subjek tidak melakukan hal apapun kecuali beristirahat untuk memulihkan kondisi tubuh.

Gambar13. Hasil pengukuran denyut jantung subjek C3 pada pembuatan guludan menggunakan cultivator dengan posisi stang atas

R6 W4 R5 W3 R4 W2 R3 W1 R2 ST (20) R1


(29)

29 R6

W4 R5 W3 R4

W2 R3 W1 R2 ST (20) R1

Gambar14. Hasil pengukuran denyut jantung subjek C3 pada pembuatan guludan menggunakan cultivator dengan posisi stang tengah

Gambar15. Hasil pengukuran denyut jantung subjek C3 pada pembuatan guludan menggunakan cultivator dengan posisi stang bawah

Data hasil pemetaan dari pengukuran denyut jantung dan perhitungan untuk mendapakan nilai jumlah energi yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan kerja dapat dilihat pada Tabel 7., Tabel 8., dan Tabel 9 Metode pengambilan data denyut jantung dan perhitungannya sama seperti pemetaan data pada saat kalibrasi step test.

R6 W4 R5 W3 R4 W2 R3 W1 R2 ST (20) R1


(30)

30 Tabel 7. Data pemetaan denyut jantung pada pembuatan guludan menggunakan

cultivator posisi stang atas Kode

Subjek IRHR

TEC (kkal/mnt) BME (kkal/mnt) WEC (kkal/mnt) WEC' (kal/kg.mnt)

A1 2.28 3.00 0.940 2.060 40.000

A2 2.33 3.24 0.970 2.270 41.273

A3 2.30 2.44 0.930 1.510 30.505

B1 2.01 2.45 0.960 1.490 29.505

B2 2.12 2.28 0.960 1.320 25.631

B3 1.83 2.76 0.985 1.775 31.696

C1 2.22 2.89 1.015 1.875 34.722

C2 2.30 3.04 1.050 1.99 33.167

C3 2.23 2.32 1.045 1.275 21.429

Tabel 8. Data pemetaan denyut jantung pada pembuatan guludan menggunakan cultivator posisi stang tengah

Kode

Subjek IRHR

TEC (kkal/mnt) BME (kkal/mnt) WEC (kkal/mnt) WEC' (kal/kg.mnt)

A1 2.13 2.69 0.940 1.750 33.981

A2 2.31 3.20 0.970 2.230 40.545

A3 1.95 1.78 0.930 0.850 17.172

B1 2.26 3.02 0.960 2.060 40.792

B2 2.26 2.55 0.960 1.590 30.874

B3 1.85 3.00 0.985 2.015 35.982

C1 2.24 2.95 1.015 1.935 35.833

C2 2.15 2.69 1.050 1.640 27.333

C3 1.85 1.69 1.045 0.645 10.840

Tabel 9. Data pemetaan denyut jantung pada pembuatan guludan menggunakan cultivator posisi stang bawah

Kode

Subjek IRHR

TEC (kkal/mnt) BME (kkal/mnt) WEC (kkal/mnt) WEC' (kal/kg.mnt)

A1 2.03 2.49 0.940 1.550 30.097

A2 2.37 3.34 0.970 2.370 43.091

A3 2.19 2.23 0.930 1.300 26.263

B1 1.96 2.32 0.960 1.360 26.931

B2 2.13 2.29 0.960 1.330 25.825

B3 1.69 2.44 0.985 1.455 25.982

C1 2.09 2.63 1.015 1.615 29.907

C2 2.41 3.27 1.050 2.220 37.000


(31)

31 D. Analisis Beban Kerja Fisik

Pengukuran dilakukan pada pagi hari sampai siang hari (pukul 08.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB), dengan suhu antara 28oC – 34oC, dan lebih kurang sama untuk setiap kali pengukuran, sehingga pengaruhnya untuk setiap subjek diperkirakan sama.

Pengukuran denyut jantung merupakan salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur beban kerja fisik. Nilai pengukuran denyut jantung ini merupakan jumlah denyut jantung per satuan waktu pada subjek bersangkutan. Nilai IRHR yang merupakan hasil perhitungan langsung dari nilai denyut jantung terukur, menunjukkan nilai perbandingan antara jumlah denyut jantung subjek yang terukur saat bekerja dengan jumlah denyut jantung subjek yang terukur saat beristirahat. Dari hasil pengukuran dimensi tubuh subjek, denyut jantung, dan hasil pemetaannya, maka dapat dihitung konsumsi energi yang dikeluarkan oleh subjek.

Nilai TEC pada masing – masing individu diperoleh dari persamaan perhitungan daya yang dihasilkan dari kalibrasi step test. Seperti yang telah disebutkan, setiap individu memiliki perbedaan karakteristik, salah satunya dapat dilihat dari grafik hubungan IRHR dan TECST yang membentuk suatu persamaan daya, yaitu Y = aX + b, dimana Y merupakan nilai IRHR dan X merupakan nilai TEC. Sehingga konsumsi energi saat bekerja dapat diketahui dengan memasukkan nilai IRHRwork pada persamaan tersebut, tentunya sesuai

dengan subjek. Nilai ―a‖ yang dihasilkan pada grafik menunjukkan kemiringan garis linear yang terbentuk, semakin curam kemiringannya maka nilainya akan semakin besar, begitu sebaliknya. Kemiringan tersebut menunjukkan perubahan nilai TEC yang dipengaruhi oleh nilai IRHR, semakin besar nilai a maka semakin kecil perubahan nilai TEC ketika nilai IRHR bertambah maupun berkurang. Nilai b yang dihasilkan dari grafik, umumnya untuk setiap individu akan mendekati angka 1 (satu). Hal ini menunjukkan nilai laju denyut jantung subjek saat tidak bekerja sama dengan atau mendekati laju denyut jantung saat dalam kondisi istirahat, sehingga perbandingannya sama dengan atau mendekati nilai satu. Sebagai contoh, pada subjek ke-6 (B3) yang memiliki nilai a terkecil, yaitu 0.289 terlihat


(32)

32 bahwa perubahan nilai IRHR mengakibatkan perubahan nilai TEC yang cukup tinggi. Sedangkan pada subjek ke-9 yang memiliki nilai a terbesar, yaitu 0.598, perubahan nilai IRHR mengakibatkan perubahan nilai TEC yang rendah.

Setelah mendapatkan nilai TEC, dapat dihitung nilai Work Energy Cost (kkal/menit) yang merupakan laju konsumsi energi yang diperlukan subjek hanya untuk bekerja, oleh karena itu nilai dari WEC merupakan hasil pengurangan TEC dengan BME (Bassal Metabolic Energy, kkal/menit). Konsumsi energi setiap individu berbeda – beda sesuai dengan karakteristik tubuhnya masing – masing, oleh karena itu nilai WEC perlu dinormalisasi, yaitu dengan membagi nilai WEC dengan berat badan subjek yang melakukan kerja, sehingga diperoleh nilai WEC’ (kkal/menit.kg). Nilai WEC’ menunjukkan besarnya konsumsi energi setiap individu dalam menerima beban per satuan waktu dan per satuan berat badan.

Pada Tabel 6. sampai Tabel 8. Dapat dilihat nilai WEC’ pada subjek ke-9 (C3) paling rendah dibandingkan dengan nilai yang dimiliki oleh subjek lain dengan nilai IRHR tidak jauh berbeda dan bukan yang terendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan dari persamaan daya yang dimiliki masing – masing individu hasil kalibrasi step test. Subjek C3 memiliki nilai a terkecil (0.289), sehingga pengaruh peningkatan IRHR terhadap peningkatan nilai TEC (yang kemudian berpengaruh terhadap nilai WEC’) cukup rendah. Pada pengerjaan manual, nilai WEC’ pada subjek C3 tidak terendah, karena nilai IRHR yang cukup tinggi dibandingkan dengan subjek lain.

Subjek ke-6 (B3) memiliki nilai IRHR yang cukup rendah dibandingkan dengan kedelapan subjek lainnya (dapat dilihat pada Tabel 5. sampai Tabel 8.). Untuk pengerjaan manual, nilai IRHR subjek B3 adalah 1.70 dengan rata – rata untuk keseluruhan subjek adalah 2.01, sedangkan pada pembuatan guludan menggunakan cultivator, nilai IRHR berturut – turut dengan posisi stang atas, tengah, dan bawah adalah 1.83, 1.85, 1.69 dengan nilai IRHR rata – rata untuk semua subjek adalah 2.18, 2.11, dan 2.09. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tingginya penyesuaian subjek dalam menerima suatu beban kerja. Pernyataan yang diketahui dari subjek B3 adalah


(33)

33 subjek tersebut sedang dalam masa kerja di lahan, yang diselingi dengan waktu pengambilan data untuk penelitian ini, sehingga penerimaan beban kerja fisik terhadap suatu pekerjaan menjadi lebih rendah dibanding subjek lainnya. Dapat dilihat juga dari klasifikasi tingkat beban kerja pada subjek B3 yang masuk kategori sedang sampai berat.

Penyesuaian setiap individu terhadap suatu pekerjaan ataupun alat dan mesin yang digunakan memerlukan waktu dan cara yang berbeda. Kenyamanan tidak hanya dipengaruhi oleh kesesuaian fisik, tapi juga dari penyesuaian dalam menggunakan alat atau mesin. Hal tersebut juga dapat dibuktikan oleh kurangnya pengaruh berat badan seseorang terhadap konsumsi energi yang digunakan, contohnya pada subjek ke-2 (A2, dengan berat 55 kg), dengan subjek ke-8 (C2, dengan berat 60 kg), nilai konsumsi energi (per satuan waktu dan berat badan) lebih besar pada subjek ke-2 yang memiliki berat badan lebih ringan. Untuk pembahasan masing – masing kasus pada cara kerja pembuatan guludan akan diuraikan berikut ini.

1. Pengaruh tinggi badan subjek terhadap beban kerja pada pembuatan guludan secara manual

Pada pengukuran beban kerja pembuatan guludan secara manual yang menggunakan cangkul dengan ukuran relatif sama, dapat dilihat bahwa tinggi badan subjek yang berbeda sesuai dengan kelompoknya, tidak berpengaruh terhadap beban kerja. Data menunjukkan tidak adanya kecenderungan nilai beban kerja yang sama pada subjek dalam kelompok tinggi yang sama. Hal tersebut dapat disebabkan oleh penyesuaian secara alami dalam penggunaan cangkul, misalnya penyesuaian posisi tangan (jaraknya dari mata cangkul) dalam memegang cangkul saat bekerja, agar dapat digunakan dengan nyaman. Perbedaan tingkat beban kerja pada masing – masing subjek lebih disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik, baik secara fisik maupun penyesuaian subjek saat bekerja.


(34)

34 2. Pengaruh posisi stang kemudi cultivator terhadap beban kerja

pada pembuatan guludan secara mekanis

Pengaruh posisi stang kemudi terhadap beban kerja pada masing – masing kelompok tinggi subjek kurang terlihat. Berdasarkan data antropometri yang diperoleh (Nurmianto, 2004), ketinggian siku manusia pada selang tinggi badan kelompok subjek A (155 ± 5) cm sesuai dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi bawah (92.2 cm), B(165 ± 5) cm sesuai dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi tengah (100.3 cm), dan C (175 ± 5) cm sesuai dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi atas (110.5 cm). Namun kesesuaian tersebut tidak membuat subjek pada kelompok A merasakan beban kerja terendah ketika menggunakan cultivator pada posisi stang bawah, terlihat nilai konsumsi energi terendahnya tidak pada penggunaan posisi tersebut. Begitu pula yang terjadi pada subjek kelompok B (kaitannya dengan posisi stang tengah), dan subjek kelompok C (kaitannya dengan posisi stang atas). Sebagai contoh, berdasarkan acuan nilai konsumsi energi (TEC, kkal/menit), pada operator ke-2 (A2) nilai TEC terendah adalah saat posisi stang tengah (2.31 kkal/menit), pada operator ke-4 (B1) nilai TEC terendah adalah saat posisi stang bawah (2.32 kkal/menit), dan pada operator ke-9 (C3) nilai TEC terendah adalah saat posisi stang tengah (1.69 kkal/menit). Walaupun ada subjek yang memiliki nilai konsumsi energi terendahnya sesuai antara kelompok subjek dengan posisi stang, yaitu hanya pada subjek ke-1 (A1) dengan nilai TEC 2.49 kkal/menit.

Posisi stang kemudi pada cultivator berpengaruh terhadap kenyamanan fisik yang dirasakan oleh operator. Pada kasus ini, beban yang dirasakan oleh subjek saat bekerja cukup besar, sehingga ketidaknyamanan secara fisik yang dirasakan oleh subjek tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya beban kerja yang diterima oleh subjek tersebut. Penggunaan cultivator mengakibatkan operator untuk lebih dari sekedar mengeluarkan tenaga fisik, karena perlu adanya keseimbangan antara operator dengan mesin yang


(35)

35 digunakan, dan pengendalian (kontrol) dalam mengoperasikannya. Untuk pengoperasian cultivator yang digunakan pada penelitian ini, diperlukan pengendalian yang cukup menguras energi karena tidak memiliki tuas kendali untuk berbelok, sehingga selain tenaga, diperlukan juga pemikiran bagaimana agar dapat berbelok dengan baik dan seimbang. Penggunaan tenaga dan penyesuaian, ditambah dengan perlunya pengendalian tersebut biasa disebut dengan beban psiko-fisiologis yang dapat mengakibatkan besarnya beban kerja yang terhitung.

3. Perbandingan beban kerja pada pembuatan guludan secara manual dan mekanis

Pada Tabel 10. terlihat nilai TEC per satuan waktu saat kerja secara manual lebih kecil daripada saat penggunaan cultivator (pada subjek C3 adalah pada posisi stang atas). Namun saat variabel waktu kerja (menit per hektar) diperhitungkan, dan satuan nilai TEC dikonversi menjadi kilokalori per hektar, terlihat bahwa nilai TEC per hektar menunjukkan nilai yang jauh berbeda antara pengerjaan secara manual dengan secara mekanik. Pada kedelapan subjek lainnya (tabel pada Lampiran 17), walaupun memiliki nilai yang berbeda, tetapi secara umum memiliki kasus yang sama. Sehingga hasil konversi nilai TEC menunjukkan bahwa penggunaan cultivator (mekanis) lebih menguntungkan daripada penggunaan cangkul (manual) dari segi waktu yang dibutuhkan dan jumlah energi yang dikeluarkan.

Perbedaan konsumsi energi total subjek yang diperlukan per hektar yang terlihat antara pembuatan guludan secara manual dengan secara mekanis adalah lebih dari 8 kali lipat lebih besar pada pengerjaan secara manual. Selang nilai konsumsi energi total pada pembuatan guludan secara manual adalah 15261 kkal/ha sampai 44681 kkal/ha, dengan rata – rata 29511 kkal/ha. Sedangkan pada pembuatan guludan secara mekanis selang nilai konsumsi energi total adalah 1436 kkal/ha sampai 3825 kkal/ha, dengan nilai rata – rata 2315 kkal/ha. Perbedaan ini terlihat juga dari nilai kapasitas lapang


(36)

36 efektif (KLE, ha/jam) pada pembuatan guludan, dimana cara kerja manual memilki nilai KLE 0.005 ha/jam, sedangkan cara kerja mekanis memiliki nilai KLE 0.067 ha/jam. Kapasitas lapang yang semakin besar mengakibatkan nilai konsumsi energi total (TEC) per hektar menjadi semakin kecil. Hal tersebut disebabkan oleh adanya energi yang diberikan oleh mesin yang digunakan. Jika pada pengerjaan secara manual, konsumsi energi yang dikeluarkan hanya energi dari manusia, pada pengerjaan secara mekanis konsumsi energi yang dikeluarkan adalah energi manusia dan mesin yang disubtitusikan. Daya rata – rata pada cultivator yang digunakan adalah 3.5 Hp. Keseluruhan daya yang digunakan pada pengerjaan mekanis adalah daya yang dikeluarkan oleh manusia dan daya subtitusi dari mesin yang digunakan.

Tabel 10. Data hasil pemetaan denyut jantung saat pembuatan guludan subjek C3 Jenis Kerja/ulangan HR

IRHR Avg. IRHR TECwork (kkal/menit) WaktuKerja (menit/ha) TEC (kkal/ha) Manual (71.2) Rest Work

1 67.3 134.0 1.99

2.12 2.15 7643 16431 2 70.8 143.8 2.14

3 77.5 145.2 2.16 4 81.3 148.7 2.21 Cultivator PS atas (67.7)

1 71.2 152.7 2.26

2.23 2.32 894 2076

2 82.7 152.7 2.26 3 85.5 151.0 2.23 4 89.2 146.5 2.16 Cultivator PS sedang (74.5)

1 79.5 133.3 1.79

1.85 1.69 941 1593

2 83.5 138.8 1.86 3 84.0 141.2 1.89 4 88.5 138.0 1.85 Cultivator PS bawah (77)

1 75.2 150.0 2.00

1.98 1.91 833 1592

2 90.0 146.2 1.94 3 81.5 149.0 1.98 4 86.8 150.5 2.00

Klasifikasi tingkat beban kerja untuk setiap pekerjaan pada masing – masing subjek dapat dilihat pada Tabel 10. Klasifikasi beban kerja dengan acuan nilai IRHR (dapat dilihat pada Tabel 1.). Pada klasifikasi beban kerja


(37)

37 dengan acuan nilai IRHR (terminologi beban kerja kualitatif), tingkat beban kerja subjek berada pada tingkat sedang sampai pada tingkat sangat berat. Secara umum klasifikasi tingkat beban kerja pembuatan guludan menggunakan cultivator berada pada tingkat sangat berat, hal ini selain disebabkan oleh beban fisik yang dirasakan (berjalan dan mengemudikan), juga adanya beban psiko-fisiologis yang timbul akibat diperlukannya kontrol dalam mengoperasikan cultivator, dan penyesuaian subjek. Hal tersebut mempengaruhi tingkat denyut jantung subjek saat bekerja secara langsung, sehingga nilai IRHR yang merupakan nilai acuan terhitung cukup tinggi.

Perbedaan nilai IRHR yang terlihat pada masing – masing subjek dipengaruhi oleh karakteristik masing – masing individu yang berbeda. Salah satu yang mempengaruhi adalah tingkat penyesuaian subjek terhadap sesuatu yang baru. Nilai IRHR dipengaruhi oleh laju denyut jantung yang terukur. Tingginya laju denyut jantung saat kerja pada subjek dapat disebabkan oleh gangguan eksternal dan internal. Gangguan eksternal sepeti getaran dan kebisingan yang ditimbulkan oleh cultivator, kerja di lahan terbuka yang dekat dengan jalan raya, mesin yang beberapa kali mati atau roda yang slip

saat sedang digunakan, pengaruh dari pengambil data atau pengambil dokumentasi. Sedangkan gangguan internal antara lain, memiliki masalah pribadi, subjek merupakan perokok, hilangnya konsentrasi akibat gangguan eksternal, serta waktu dan cara yang diperlukan untuk penyesuaian dalam penggunaan cultivator (belum biasa mengoperasikan), maupun akibat dari lingkungan kerja yang baru.

Dari hasil perbandingan cara kerja pembuatan guludan, dapat terlihat keuntungan dari masing – masing cara kerja. Penggunaan cultivator

dianjurkan ketika jumlah tenaga kerja dan waktu yang disediakan terbatas. Keuntungan yang diperoleh adalah waktu kerja lebih singkat dan konsumsi energi yang dirasakan oleh manusia lebih ringan (per satuan luas lahan). Pada kasus tertentu, dimana tenaga kerja lebih mahal daripada biaya bahan bakar dan perawatan mesin, pengerjaan secara mekanis adalah pilihan yang paling tepat.


(38)

38 Tabel 10. Klasifikasi tingkat beban kerja berdasarkan Nilai IRHR

Subjek

IRHR Klasifikasi beban kerja berdasarkan IRHR Manual Cultivator (Posisi Stang) Manual Cultivator (Posisi Stang)

C1 C2 C3 C1 C2 C3

A1 1.99 2.28 2.13 2.03 B SB SB SB

A2 2.22 2.33 2.31 2.37 SB SB SB SB

A3 2.17 2.30 1.95 2.19 SB SB B SB

B1 1.90 2.01 2.26 1.96 B SB SB B

B2 1.76 2.12 2.26 2.13 B SB SB SB

B3 1.70 1.83 1.85 1.69 S B B S

C1 2.33 2.22 2.24 2.09 SB SB SB SB

C2 1.87 2.30 2.15 2.41 B SB SB SB

C3 2.12 2.23 1.85 1.98 SB SB B B

(Keterangan : S = Sedang ; B = Berat ; SB = Sangat Berat) E. Uji Statistik

Pembuktian dari adanya pengaruh perbedaan subjek (bukan pengelompokkan subjek) terhadap beban kerja saat pembuatan guludan secara manual dilakukan secara uji statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (pada taraf 5 %) sebagai berikut :

 Perlakuan = 9 subjek berbeda

 Faktor = subjek berbeda

 Taraf = 9 subjek berbeda

 Satuan amatan = IRHR

 Satuan percobaan = IRHR

 Satuan Pengukuran = Nilai IRHR

 Unit Percobaan = 36

 Respon = Nilai IRHR

 Model : Yij = µ + τi+ i

Yij = respon nilai IRHR pada subjek ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum

τi = pengaruh subjek ke-i

i = galat pada nilai IRHR ke-i dan ulangan ke-j

 Hipotesis : Ho : τ1= τ2 = ... = 0


(39)

39

FK = 144.92 ; JKT = 1.98

JKP = 1.52 ; JKG = 0.46

Tabel ANOVA

SUMBER db JK KT Fhitung F0.05(8,27)

perlakuan 8 1.52 0.19 11.15 2.305

galat 27 0.46 0.017

total 35 1.98

Dilihat dari nilai Fhitung yang lebih besar daripada Ftabel,

menunjukkan bahwa hipotesis Ho ditolak, karena sudah cukup bukti yang menunjukkan adanya pengaruh perbedaan subjek (adanya perbedaan karakteristik fisik) terhadap nilai IRHR pada pekerjaan manual.

Sedangkan uji statistik untuk membuktikan ada atau tidaknya pengaruh kelompok subjek dan posisi stang kemudi cultivator terhadap beban kerja saat pembuatan guludan menggunaka cultivator dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah sebagai berikut :

 Petak Utama = Posisi stang kemudi cultivator  Anak Petak = Kelompok subjek

 Model : Yij = µ + αi+ ik+ βj+ (αβ)ij+ ijk

Yij = respon nilai WEC pada taraf ke-i, kelompok subjek ke-j, dan subjek ke-k

µ = rataan umum

αi = pengaruh posisi stang ik = galat dari posisi stang

βj = pengaruh kelompok subjek

(αβ)ij = komponen interaksi dari posisi stang dan kelompok

subjek

ijk = galat dari kelompok subjek

 Hipotesis :

 Petak utama = Ho : α1 = α2 = α3 = 0

H1 : α1≠ α2 ≠ α3≠ 0

 Anak petak = Ho : β1= β2= β3 = 0


(40)

40  Interaksi = Ho : (αβ)11= (αβ)12= ... = (αβ)33 = 0

H1 : (αβ)11≠ (αβ)12≠ ... ≠ (αβ)33≠ 0

A = 3 ; B = 3 ; r = 3 FK = 122.28

JKT = 0.90 ; JKST = 0.50 JKA = 0.04 ; JKB = 0.19 JKGa = 0.46 ; JKP = 0. 34 JKAB = 0.11 ; JKGb = 0.10

Tabel ANOVA

SK db JK KT Fhitung F(0.05;2;6),(0.05;2;12),(0.05;4;12)

A 2 0.04 0.02 0.25 5.143

Galat (a) 6 0.46 0.08

B 2 0.19 0.10 11.54 3.885

AB 4 0.11 0.03 3.31 3.259

Galat (b) 12 0.10 0.01

Total 26 0.90

Dilihat dari nilai Fhitung yang lebih kecil daripada Ftabel, menunjukkan

bahwa hipotesis Ho (petak utama) diterima, karena belum cukup bukti yang menunjukkan adanya pengaruh dari perbedaan tinggi stang terhadap besarnya nilai IRHR pada kelompok subjek, sedangkan nilai Fhitung yang lebih besar

daripada Ftabel menunjukkan hipotesis Ho (anak petak dan interaksi) ditolak,

karena sudah cukup bukti yang menunjukkan adanya pengaruh dari kelompok subjek terhadap nilai IRHR, dan interaksi masing - masing subjek dalam kelompoknya terhadap nilai IRHR. Uji statistik ini membuktikan analisis beban kerja pada kelompok subjek tidak dipengaruhi oleh ketinggian posisi stang kemudi, tetapi lebih dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan psikologis dari masing – masing subjek, seperti yang telah dibahas sebelumnya.

Dengan kata lain, nilai IRHR pada pengerjaan menggunakan ketiga posisi stang kemudi Cultivator tidak berbeda nyata. Sehingga nilai IRHR masing – masing subjek dirata – ratakan untuk pekerjaan manual (dari empat ulangan), dan pekerjaan menggunakan Cultivator (dari rata – rata nilai IRHR setiap posisi stang). Untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh cara kerja, dengan uji statistik mengunakan Rancangan Acak Kelompok sebagai berikut :


(41)

41

 Model : Yij = µ + τi+ βj+ i

Yij = Pengamatan pada subjek ke-i dan perlakuan ke-j µ = rataan umum

τi = pengaruh subjek ke-i

βj = pengaruh perlakuan ke-j

i = pengaruh acak dari subjek ke-i dan perlakuan ke-j

 Hipotesis : Ho : τ1= τ2 = ... = 0 ; β1= β2 = 0

H1 : τ1≠ τ2 ≠ ... ≠ 0 ; β1≠ β2≠ 0

A = 9 ; B = 2

FK = 76.93

Tabel ANOVA

SK db JK KT Fhitung F(0.05,8,8);(0.05,1,8)

A 8 0.067 0.008 0.426 3.438

B 1 0.423 0.423 21.676 5.318

G 8 0.156 0.020

T 17 0.646

Jika melihat nilai Fhitung yang lebih kecil daripada Ftabel, maka hipotesis

Ho (τ) diterima, yang menunjukkan belum cukup bukti yang menunjukkan adanya pengaruh perbedaan subjek terhadap nilai IRHR pada pekerjaan manual dan penggunaan cultivator. Tetapi pembuktian lebih ditujukan pada nilai Fhitung yang lebih besar daripada Ftabel, dimana hipotesis Ho (β) ditolak,

karena sudah cukup bukti yang menunjukkan adanya pengaruh perbedaan cara kerja manual dengan penggunaan cultivator. Hasil pembuktian dengan uji statistik ini digunakan untuk mendukung hasil analisis beban kerja.


(42)

42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Beban kerja fisik subjek pada pembuatan guludan secara manual berdasarkan nilai IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) berada pada selang 1.70 sampai 2.33 dengan klasifikasi beban kerja pada tingkat sedang sampai sangat berat, dan nilai IRHR rata – rata adalah 2.01 yang tergolong tingkat beban kerja sangat berat.

2. Beban kerja fisik subjek pada pembuatan secara mekanis (menggunakan

cultivator) dilihat dari nilai IRHR berada pada selang 1.69 sampai 2.41 dengan klasifikasi beban kerja berada pada tingkat sedang sampai sangat berat, dengan nilai IRHR rata – rata adalah 2.13 yang tergolong tingkat beban kerja sangat berat.

3. Konsumsi energi (TEC) subjek untuk aktivitas pembuatan guludan secara mekanis rata – rata adalah 2.63 kkal/menit, sedangkan TEC rata – rata untuk aktivitas pembuatan guludan secara manual adalah 2.33 kkal/menit. dengan demikian TEC rata – rata untuk aktivitas dengan cultivator lebih tinggi dibanding aktivitas manual.

4. Perbedaan waktu kerja mengakibatkan nilai konsumsi energi (TEC) subjek per satuan luas pada pengerjaan secara manual lebih besar (15261 kkal/ha ~ 44681 kkal/ha, dengan rata – rata 29511 kkal/ha) dibanding pengerjaan secara mekanis (1436 kkal/ha ~ 3825 kkal/ha, dengan nilai rata – rata 2315 kkal/ha).

5. Besarnya nilai TEC per hektar kerja manual adalah 8 kali lebih besar dibanding kerja mekanis. Besarnya perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya tenaga mesin pada cara kerja mekanis. Cultivator yang digunakan memiliki daya rata – rata 3.5 Hp, yang secara teoritis setara dengan 37.4 kkal/menit.

6. Pembuatan guludan secara mekanis lebih menguntungkan daripada secara manual dari segi waktu yang diperlukan.


(43)

43 B. Saran

1. Waktu kerja yang digunakan sebaiknya lebih lama untuk mendapatkan nilai denyut jantung saat bekerja yang lebih stabil.

2. Perlu adanya pembandingan antara subjek yang sudah berpengalaman dan yang belum berpengalaman.

3. Perlu adanya pengukuran yang dilakukan di lahan yang riil, yaitu lahan yang biasa digunakan oleh para petani.


(44)

44 DAFTAR PUSTAKA

Anindita, Tasia Amelia.2003.Tingkat Beban Kerja Operator dan Anthropometri Traktor Roda Empat Yanmar Tipe YM 330 T. Departemen Teknik pertanian.IPB, Bogor.

Daywin, F. J., M. Djojomartono, dan R. G. Sitompul.1991.Motor Bakar Internal dan Tenaga di Bidang Pertanian. JICA-DGHE/IPB Project/ADAET. IPB, Bogor.

Irawan, Ludy Catur.2008.Analisis Beban Kerja Pada Kegiatan Tebang Muat Tebu Secara Manual Di PG Bungamayang Milik PTPN VII (Persero), Lampung.Skripsi.Departemen Teknik Pertanian.IPB, Bogor.

Nurmianto, Eko.2004.Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.Edisi Kedua. Penerbit Guna Widya.Surabaya.

Ramadhani, Rohmatsyah.2008.Analisis Beban Kerja serta Kebisingan dan Temperatur Pada Proses Pabrikasi Alat Berat PT. Natra Raya.Skripsi.Departemen Teknik Pertanian.IPB, Bogor.

Sanders, M. S. and McCormick, E.J. 1993.Human Factor Engineering and Design Seventh Edition. McGraw Hill, Inc. New Delhi.

Syuaib, M.F.2003.Ergonomic Study on the Process of Mastering Tractor Operation.Agricultural Engineering.Tokyo University of Agriculture and Technology, Tokyo.


(45)

SKRIPSI

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN

DI LAHAN KERING

(Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan

Cangkul dan Mekanis dengan

Walking-type Cultivator

)

Oleh : LOVITA F14052709

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(46)

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING

(Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : LOVITA F14052709

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(47)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING

(Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : LOVITA F14052709 Tanggal lulus :

Bogor, September 2009 Menyetujui : Pembimbing Akademik,

Dr. Ir. M, Faiz Syuaib, M.Agr NIP. 19670831 199402 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Pertanian

Dr. Ir. Desrial, M. Eng NIP. 19661201 199103 1 004


(1)

62

Subjek A3

Jenis Kerja/ulangan HR

IRHR Avg. IRHR

TECwork (kkal/menit)

Waktu (menit/ha)

TEC (kkal/ha) Manual (77) Rest Work

1 78.0 163.8 2.13

2.17 2.18 6988 15261 2 96.0 166.2 2.16

3 95.8 168.2 2.18 4 94.8 169.0 2.19 Cultivator PS atas (70.5)

1 72.2 164.3 2.33

2.30 2.44 1195 2917 2 84.0 164.5 2.33

3 97.0 154.5 2.19 4 97.2 165.8 2.35 Cultivator PS tengah (73)

1 75.8 137.8 1.89

1.95 1.78 1702 3035 2 78.5 144.8 1.98

3 83.8 145.0 1.99 4 85.3 143.2 1.96 Cultivator PS bawah (70)

1 75.8 153.7 2.20

2.19 2.23 857 1910 2 82.3 152.8 2.18

3 88.3 151.3 2.16 4 88.5 155.3 2.22

Subjek B1

Jenis Kerja/ulangan HR

IRHR Avg. IRHR

TECwork (kkal/menit)

Waktu (menit/ha)

TEC (kkal/ha) Manual (81) Rest Work

1 85.5 143.7 1.77

1.90 2.18 15726 34343 2 102.3 154.5 1.91

3 108.3 156.8 1.94 4 112.3 159.7 1.97 Cultivator PS atas (79.2)

1 80.2 154.8 1.95

2.01 2.45 813 1994 2 90.5 162.2 2.05

3 107.3 159.0 2.01 4 107.5 161.8 2.04 Cultivator PS sedang (71.5)

1 74.0 151.2 2.11

2.26 3.02 1266 3825 2 87.3 155.8 2.18

3 96.8 170.5 2.38 4 104.5 168.3 2.35 Cultivator PS bawah (78)

1 80.0 137.0 1.76

1.96 2.32 962 2230 2 92.3 151.2 1.94

3 97.8 159.7 2.05 4 103.5 162.2 2.08


(2)

63

Subjek B2

Jenis Kerja/ulangan HR

IRHR Avg. IRHR

TECwork (kkal/menit)

Waktu (menit/ha)

TEC (kkal/ha) Manual (89) Rest Work

1 90.8 154.8 1.74

1.76 1.59 16448 25181 2 102.3 151.2 1.70

3 115.3 161.3 1.81 4 113.7 161 1.81 Cultivator PS atas (92.3)

1 90.2 189.5 2.10

2.12 2.28 722 1647 2 115.7 192.7 2.14

3 115.2 194.8 2.16 4 117.5 188 2.08 Cultivator PS sedang (81)

1 82.7 182.5 2.25

2.26 2.55 629 1601 2 101.0 182.5 2.25

3 100.0 180.0 2.22 4 101.3 186.3 2.30 Cultivator PS bawah (95.7)

1 88.3 180.0 2.04

2.13 2.29 627 1436 2 100.0 185.8 2.10

3 111.2 188.5 2.13 4 115.2 196.3 2.22

Subjek B3

Jenis Kerja/ulangan HR

IRHR Avg. IRHR

TECwork (kkal/menit)

Waktu (menit/ha)

TEC (kkal/ha) Manual (67.3) Rest Work

1 70.7 123.3 1.83

1.70 2.46 16839 41501 2 75.3 122.2 1.82

3 73.5 101.2 1.50 4 76.5 110.2 1.64 Cultivator PS atas (73.2)

1 70.8 134 1.89

1.83 2.93 871 2554 2 72.7 137 1.94

3 72.3 125 1.77 4 72.7 122.8 1.73 Cultivator PS sedang (63)

1 63.0 119.8 1.90

1.85 3.00 1022 3064 2 71.7 116.5 1.85

3 74.0 113.7 1.80 4 75.7 116.5 1.85 Cultivator PS bawah (63.7)

1 64.5 107.7 1.69

1.69 2.44 936 2282 2 68.7 107.2 1.68

3 71.2 108.0 1.70 4 71.8 107.7 1.69


(3)

64

Subjek C1

Jenis Kerja/ulangan HR

IRHR Avg. IRHR

TECwork (kkal/menit)

waktu (menit/ha)

TEC (kkal/ha) Manual (67.2) Rest Work

1 70.7 160.2 2.38

2.33 3.12 14304 44681 2 92 170.7 2.54

3 95.7 127.7 1.90 4 98.7 168 2.50 Cultivator PS atas (76)

1 87.3 161.7 2.13

2.22 2.89 537 1554 2 97 169.5 2.23

3 104.3 171.2 2.25 4 107.2 172.3 2.27 Cultivator PS sedang (69.7)

1 69.8 152.7 2.19

2.24 2.95 688 2026 2 84.5 154.3 2.21

3 92.0 159.5 2.29 4 93.3 159.3 2.29 Cultivator PS bawah (73)

1 73.0 148.8 2.04

2.09 2.63 861 2267 2 86.2 162.5 2.23

3 92.5 151.0 2.07 4 94.8 149.0 2.04

Subjek C2

Jenis Kerja/ulangan HR

IRHR Avg. IRHR

TECwork (kkal/menit)

Waktu (menit/ha)

TEC (kkal/ha) Manual (80.3) Rest Work

1 76.0 140.5 1.85

1.87 2.07 9524 19677 2 81.7 141.3 1.86

3 93.00 141.50 1.86 4 90.00 144.67 1.90 Cultivator PS atas (75.8)

1 74.8 169.7 2.27

2.30 3.04 758 2300 2 104.0 170.3 2.28

3 102.7 175.7 2.35 4 109.5 172.3 2.30 Cultivator PS sedang (80)

1 83.2 171.3 2.14

2.15 2.69 762 2053 2 97.8 174.0 2.18

3 97.5 170.3 2.13 4 100.0 171.7 2.15 Cultivator PS bawah (76)

1 70.2 168.7 2.40

2.41 3.27 675 2208 2 91.5 170.0 2.42

3 97.0 166.8 2.38 4 100.0 169.7 2.42


(4)

65

Subjek C3

Jenis Kerja/ulangan HR

IRHR Avg. IRHR

TECwork (kkal/menit)

Waktu (menit/ha)

TEC (kkal/ha) Manual (71.2) Rest Work

1 67.3 134.0 1.99

2.12 2.15 7643 16431 2 70.8 143.8 2.14

3 77.5 145.2 2.16 4 81.3 148.7 2.21 Cultivator PS atas (67.7)

1 71.2 152.7 2.26

2.23 2.32 894 2076 2 82.7 152.7 2.26

3 85.5 151.0 2.23 4 89.2 146.5 2.16 Cultivator PS sedang (74.5)

1 79.5 133.3 1.79

1.85 1.69 941 1593 2 83.5 138.8 1.86

3 84.0 141.2 1.89 4 88.5 138.0 1.85 Cultivator PS bawah (77)

1 75.2 150.0 2.00

1.98 1.91 833 1592 2 90.0 146.2 1.94

3 81.5 149.0 1.98 4 86.8 150.5 2.00


(5)

Lovita. F14052709. ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING (Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator). Di bawah bimbingan M. Faiz Syuaib.

RINGKASAN

Jenis palawija dan sayuran yang ada dan cocok ditanam di Indonesia sangat beragam. Kebutuhan konsumen akan jenis pangan ini menunjukkan prospek perdagangan palawija dan sayuran cukup tinggi baik untuk skala domestik maupun untuk ekspor. Budidaya palawija dan sayuran di Indonesia masih banyak dilakukan secara manual, yang memerlukan banyak waktu dan tenaga. Solusinya adalah penggunaan alat dan mesin pertanian. Salah satu kegiatan penting dalam budidaya palawija dan sayuran adalah pembuatan guludan, yang dapat dilakukan secara manual menggunakan cangkul atau secara mekanis menggunakan mesin pembuat guludan, diantaranya yang lazim digunakan adalah cultivator.

Secara umum, kegiatan pembuatan guludan membutuhkan waktu dan tenaga yang besar. Analisis beban kerja untuk pembuatan guludan dapat dilakukan dengan pendekatan analisis denyut jantung yang kemudian dapat diperoleh nilai beban kerja kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat beban kerja operator pada pembuatan guludan menggunakan cultivator

tipe Te 550 n, dan membandingkan dengan nilai beban kerja untuk pembuatan guludan secara manual.

Cultivator yang digunakan dapat diatur ke dalam tiga posisi stang kemudi, oleh sebab itu untuk mengetahui pengaruh perbedaan posisinya maka subjek penelitian dibagi ke dalam tiga kelompok tinggi. Jumlah subjek penelitian ini

adalah sembilan orang yang masing – masing 3 orang masuk ke dalam kelompok

A (155 ± 5) cm yang disesuaikan dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi bawah (92.2 cm), B(165 ± 5) cm disesuaikan dengan ketinggian cultivator

pada posisi stang kemudi tengah (100.3 cm), dan C (175 ± 5) cm disesuaikan dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi atas (110.5 cm).

Pengukuran denyut jantung menggunakan alat Heart Rate Monitor (HRM),

dan yang dilakukan pertama kali untuk masing – masing subjek adalah kalibrasi dengan metode step test untuk mengetahui karakteristik subjek dalam menerima suatu beban kerja yang berbeda satu sama lain. Kalibrasi step test menggunakan empat buah siklus langkah, yaitu 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, 30 siklus

/menit, agar diketahui pengaruh peningkatan beban kerja terhadap laju denyut

jantung. Dari hasil pengukuran dimensi tubuh subjek dan laju denyut jantung pada kalibrasi step test, akan diperoleh sebuah persamaan daya dalam bentuk Y=aX+b, dimana Y merupakan nilai IRHR (Increase Ratio of Heart Rate), dan X merupakan nilai TEC (Total Energy Cost, kkal/menit). Persamaan tersebut berfungsi untuk mengetahui nilai TEC saat bekerja dengan memasukkan nilai IRHR saat bekerja.

Nilai beban kerja kualitatif ditunjukkan oleh nilai IRHR. Pada pembuatan guludan secara manual, nilai IRHR berada pada selang nilai 1.70 sampai 2.33 dengan nilai rata – rata 2.01, termasuk klasifikasi tingkat beban kerja ―sangat berat‖. Sedangkan nilai IRHR pada pembuatan guludan dengan menggunakan


(6)

cultivator berada pada selang 1.69 sampai 2.41, dengan nilai rata – rata 2.13, termasuk juga pada klasifikasi tingkat beban kerja ―sangat berat‖.

Nilai beban kerja kuantitatif ditunjukkan dengan nilai TEC. Pembuatan guludan secara manual mengakibatkan nilai konsumsi energi (TEC) rata – rata sebesar 2.33 kkal/menit, sedangakn pada pembuatan guludan secara mekanis nilai TEC rata – rata adalah 2.63 kkal/menit. Setelah memperhitungkan waktu kerja yang diperlukan pada masing – masing cara kerja, maka diperoleh nilai konsumsi energi per satuan luas. Pada cara kerja manual diperoleh selang nilai TEC (per satuan luas) seluruh subjek adalah 15261 kkal/ha sampai 44681 kkal/ha, sedangkan pada cara kerja mekanis berada pada selang nilai selang 1436 kkal/ha sampai 3825 kkal/ha. Salah satu penyebab dari konsumsi energi per satuan luas subjek pada cara kerja manual yang lebih besar dari delapan kali lipat konsumsi energi per satuan luas subjek pada cara kerja mekanis adalah karena adanya subtitusi energi yang diberikan oleh mesin. Cultivator yang digunakan memiliki daya rata – rata 3.5 Hp, atau secara teoritis setara dengan 37.4 kkal/menit.

Dari hasil pengukuran beban kerja pada pembuatan guludan secara manual, tidak terlihat adanya pengaruh perbedaan tinggi badan terhadap nilai beban kerja. Hal ini dapat disebabkan oleh penyesuaian secara alami dalam penggunaan cangkul saat bekerja. Faktor yang lebih mempengaruhi adalah karakteristik dari masing – masing subjek yang berbeda. Pada pembuatan guludan menggunakan

cultivator, tidak terlihat adanya pengaruh posisi stang kemudi terhadap nilai beban kerja pada subjek pelaku. Sedangkan jika dilihat dari nilai beban kerja yang terukur pada kedua jenis cara kerja pembuatan guludan, masing – masing cara kerja memiliki syarat pemilihannya sendiri. Penggunaan cultivator untuk pembuatan guludan lebih menguntungkan dari sisi waktu yang diperlukan dan konsumsi energi operator per satuan lahan, sehingga sangat baik digunakan pada lahan yang cukup luas dan tenaga kerja yang terbatas, dan dipilih posisi stang kemudi yang dirasa paling nyaman saat digunakan. Sedangkan pembuatan guludan secara manual baik digunakan pada lahan yang tidak luas dan ketika penggunaan mesin tidak memungkinkan.