Perancanaan Lanskap Jalur Pencapaian Objek Agrowisata di Kawasan Agropolitan Cipanas, Cianjur
CIPANAS, CIANJUR
Oleh :
Annisa Budi Erawati
A34201035
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(2)
PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN
KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN
CIPANAS, CIANJUR
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Annisa Budi Erawati
A34201035
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(3)
Judul : PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN OBJEK AGROWISATA DI KAWASAN AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR
Nama : Annisa Budi Erawati
NRP : A34201035
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir.Alinda. F. M., MS NIP. 131 967 244
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP : 130 422 698
(4)
RINGKASAN
ANNISA BUDI ERAWATI. Perencanaan Lanskap Jalur Pencapaian Kawasan
Agrowisata pada Agropolitan Cipanas, Cianjur (Dibawah bimbingan ALINDA FM ZAIN).
Kawasan agrowisata yang akan dikembangkan di desa inti Agropolitan, mutlak membutuhkan jalan menuju lokasi. Jalan tersebut sangat berpengaruh terhadap jumlah arus pengunjung yang datang. Terdapat tiga jalan masuk menuju lokasi agrowisata, oleh karena itu perlu dilakukan analisa terhadap kondisi lanskap pada ketiga jalan menentukan jalan terbaik yang dapat menunjang kegiatan agrowisata. Selanjutnya, dilakukan perencanaan lanskap sepanjang jalan yang diharapkan dapat menjadikan jalan masuk menuju kawasan agrowisata sebagai jalan yang aman, nyaman serta bernilai estetika baik.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan jalan masuk mana yang terbaik dan mengembangkannya lebih lanjut sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi pihak terkait. Metode yang digunakan adalah metode survey, dengan tahapan perencanaan sebagai berikut: 1). Penentuan konsep dasar ; 2). Inventarisasi; 3). Analisis-sintesis awal; 4). Analisis-sintesis lanjutan; 5). Perencanaan lanskap.
Konsep dasar dari perencanaan jalan menuju kawasan wisata agro adalah menjadikan jalan masuk sebagai bagian dari jalur interpretasi untuk kegiatan wisata agro dengan tetap mengedepankan fungsi jalan masuk sebagai sarana transportasi yang aman dan nyaman bagi pengguna jalan. Berdasarkan konsep tersebut lanskap jalan masuk kemudian dibagi menjadi ruang gerak kendaraan, ruang gerak pejalan kaki, ruang identitas dan ruang penyangga. Lebih lanjut konsep dasar tersebut dikembangkan menjadi konsep sirkulasi, konsep tata hijau, konsep perabot jalan dan konsep visual.
Pada proses penentuan jalan masuk, dilakukan penilaian terhadap beberapa elemen lanskap, yaitu aksesibilitas, kondisi visual, lebar jalan dan topografi & kemiringan lahan. Masing-masing elemen diberi bobot, aksesibilitas diberi bobot tertinggi yaitu empat, sedangkan topografi dan kemiringan lahan diberi bobot terendah yaitu satu. Kemudian tiap elemen dinilai berdasarkan kriteria yang sudah dibuat dengan skala nilai satu sampai tiga. Berdasarkan penilaian ini, didapatkan hasil bahwa nilai tertinggi jatuh pada jalan I. Kesimpulannya, jalan I merupakan jalan masuk yang terbaik untuk dikembangkan sebagai jalan masuk utama menuju objek agrowisata.
Pada pengembangannya, jalan I memerlukan beberapa penyesuaian agar konsep perencanaan dapat terwujud. Pelebaran jalan dan penempatan ladang penggembalaan mutlak diperlukan agar dapat menampung aktivitas pengguna jalan. Perabot jalan seperti sign board, lampu, bangku, dll juga perlu ditambahkan. Jalur hijau jalan juga diperlukan untuk memberikan kenyamanan, keamanan dan estetika pada jalan. Drainase yang ada pada tapak dapat mengurangi kenyamanan, sehingga perlu diganti dengan model drainase tertutup. Aktivitas pertanian yang dilakukan penduduk setempat dan pemandangan ladang serta alam yang indah merupakan potensi bagi tapak.
(5)
Pemandangan tersebut dihadirkan ke calon pengunjung atau pengguna jalan untuk memberikan sekilas informasi mengenai kegiatan pertanian.
Pada pengembangannya, jalan direncanakan memiliki lebar 6 meter dan diapit oleh trotoar selebar 1.5 meter. Sirkulasi kendaraan dijadikan satu arah untuk menghindari kemacetan ketika jumlah pengunjung meningkat. Pada beberapa bagian jalan diletakkan bukaan ke arah pemandangan yang indah. Bukaan ini dibingkai dengan vegetasi yang sesuai. Vegetasi juga diperlukan untuk menahan tanah dengan resiko erosi tinggi. Retaining wall juga dapat digunakan untuk menyangga lahan yang berlereng curam. Vegetasi yang digunakan berukuran pohon, semak sampai ke penutup tanah. Untuk pohon digunakan jenis tanaman yang dapat tumbuh baik pada tapak seperti, damar, pinus, kayu putih atau kayu manis. Jenis semak yang dapat digunakan amatlah beragam beberapa diantaranya adalah kembang sepatu, Brunfelsia, batavia, kacapiring, Tabernaemontana corymbosa, kecubung ataupun kaliandra. Sedangkan untuk tanaman penutup tanah dapat menggunakan sayuran yang tumbuh baik di area agrowisata.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Annisa Budi Erawati dan dilahirkan di Surabaya pada 14 Maret 1983. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Djoni Dahri dan Ibu ABS. Tjiptaning. Ariza BTS merupakan adik dari penulis sekaligus anak terakhir dari pasangan tersebut.
Penulis merupakan lulusan SD Pengadilan III Bogor pada tahun 1995. Kemudian, penulis melanjutkan sekolah ke SMPN 4 Bogor dan lulus pada tahun 1998. Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 5 Bogor dan pendidikannya dilanjutkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis masuk ke IPB melalui jalur USMI dan memilih Departemen Arsitektur Lanskap sebagai tempat menimba ilmu. Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus sebagai panitia lepas. Penulis pernah beberapa kali menjadi panitia masa perkenalan mahasiswa jurusan Budidaya Pertanian dan berbagai acara kemahasiswaan lainnya. Tahun 2005 penulis menjadi asisten mata kuliah Teknik Studio bersama beberapa orang teman. Kegiatan mengajar juga dilakukan penulis di PKBM Tunas mekar Bogor Timur sebagai tutor paket C untuk mata pelajaran kimia dan biologi.
(7)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kekuatan dan petunjuk pada penulis dalam proses penulisan skripsi ini. “Perencanaan Lanskap Jalur Pencapaian Kawasan Agrowisata pada Agropolitan Cipanas Cianjur” merupakan judul dari penelitian ini dan menjadi salah satu syarat kelulusan dari Program Studi Arsitektur Lanskap.
Rasa terimakasih penulis haturkan kepada semua pihak yang membantu terwujudnya tulisan ini, yaitu:
1. Keluarga di rumah,
2. Ibu Dr. Ir. Alinda FM Zain, MS sebagai dosen pembimbing,
3. Dr. Ir. Qodarian Pramukanto, MS dan Dr.Ir Setia Hadi, MS selaku penguji
4. Bapak Tatat Sutarman A dan keluarga
5. Nura, Bessy, Iffa, Alma, Widuri, Pimpim dan Ani yang telah memberikan banyak dukungan moral
6. Mia, Davi dan Prima sebagai teman seperjuangan 7. Tina, sahabat yang tidak pernah terlupakan
8. Imad dan keluarga yang telah membantu begitu banyak 9. Idris yang telah meluangkan waktu untuk membantu survei 10. Faika, Liza dan Ina yang juga telah mendukung
11. Teman-teman Lanskap ’38 lainnya yang tidak tersebut disini tapi tetap berarti di hati.
Penulis menyadari segala kekurangan yang terdapat dalam tulisan. Karena itu penulis mengucapkan maaf atas segala kekurangan yang ada dalam tulisan ini. Semoga tulisan ini tetap dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Bogor, Mei 2006
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan... 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA... 3
Agropolitan ... 3
Agrowisata... 4
Jalan dan Lanskap Jalan ... 5
Perencanaan Lanskap ... 6
Perencanaan Lanskap Jalan ... 7
Aspek Teknis Jalan ... 9
Jalur Pejalan Kaki ... 10
Jalur Hijau Jalan... 11
Perabot Jalan (Street Furniture) ... 12
Teknik Lapis Telus Peta (Metode McHarg) ... 14
METODOLOGI ... 15
Waktu dan Lokasi Penelitian ... 15
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 16
Metode Penelitian ... 16
KONSEP PERENCANAAN ... 20
Konsep Dasar Perencanaan ... 20
Konsep Ruang... 20 Konsep Sirkulasi Konsep Tata Hijau... 23
Konsep Perabot Jalan (Street Furniture) ... 24
Konsep Visual ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN... 25
Penentuan Jalur Pencapaian Utama Menuju Objek Agrowisata ... 25
Kriteria Penilaian Untuk Aspek Aksesibilitas ... 25
Kriteria Penilaian Untuk Aspek Kondisi Visual ... 26
Kriteria Penilaian Untuk Aspek Lebar Jalan ... 27
Kriteria Penilaian Untuk Aspek Topografi ... 27
Penilaian Terhadap Aspek Aksesibilitas ... 28
Penilaian Terhadap Aspek Visual ... 31
Penilaian Terhadap Aspek Teknis Jalan ... 32
Penilaian Terhadap Aspek Kemiringan Lahan ... 34
Pengembangan Jalur Pencapaian Utama Menuju Objek Agrowisata ... 37
Aksesibilitas... 37
Visual ... 38
Aspek Teknis Jalan ... 39
Topografi dan Kemiringan Lahan ... 40
Iklim ... 42
(9)
Tanah ... 48
Vegetasi dan Satwa ... 50
Hidrologi dan Drainase... 51
Akustik ... 52
Aktivitas Masyarakat ... 53
PERENCANAAN LANSKAP... 59
Rencana Tata Ruang ... 59
Ruang Gerak ... 59
Ruang Identitas ... 59
Ruang Penyangga ... 60
Rencana Sirkulasi ... 61
Rencana Tata Hijau ... 61
Tata Hijau Sebagai Pengarah ... 61
Tata Hijau Sebagai Pemberi Kenyamanan ... 61
Tata Hijau Sebagai Pemberi Nilai Estetik ... 62
Tata Hijau Sebagai Penyangga ... 63
Rencana Perabot Jalan (Street Furniture) ... 63
Rencana Visual ... 66
KESIMPULAN DAN SARAN... 68
Kesimpulan... 68
Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
(10)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Lokasi Penelitian ... 15
2. Metode Lapis Telus McHarg ... 18
3. Tahapan Perencanaan Lanskap... 19
4. Pembagian Ruang ... 21
5. Konsep Sirkulasi... 23
6. Konsep Visual ... 24
7. Peta Aksesibilitas ... 29
8. Gerbang Masuk Menuju Agropolitan Cianjur ... 30
9. Kondisi Aktual Jalan ... 32
10. Peta Kondisi Visual ... 33
11. Peta Topografi dan Kemiringan Lahan ... 36
12. Usulan Gerbang Masuk ... 38
13. Peta Kesesuaian Untuk Ruang Identitas ... 39
14. Pemanfaatan Potensi Visual ... 40
15. Bentuk Tikungan yang Sebaiknya Dihindari (Lynch,1971) ... 41
16. Vegetasi Sebagai Penahan Erosi ... 42
17. Kondisi Iklim Kawasan Agrowisata Tahun 2000-2004 ... 44
18. Fungsi Pohon untuk Mereduksi Sinar Matahari (Brooks, 1988) ... 45
19. Struktur Pohon yang Tidak Menghambat Aliran Udara (Malahayani, 2004) ... 46
20. Fungsi Pohon Sebagai Penutup ... 47
21. Peta Tata Guna Lahan ... 48
22. Peta Kesesuaian Untuk Ruang Penyangga ... 49
23. Jalur Pengamatan Kondisi Tanah... 51
24. Peta Kesesuaian Untuk Ruang Gerak... 52
25. Peta Kesesuaian Vegetasi ... 53
26. Saluran Drainase ... 56
27. Saluran Drainase Tertutup ... 56
28. Aktivitas Masyarakat ... 58
29. Perabot Jalan/Street furniture ... 65
(11)
CIPANAS, CIANJUR
Oleh :
Annisa Budi Erawati
A34201035
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(12)
PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN
KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN
CIPANAS, CIANJUR
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Annisa Budi Erawati
A34201035
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(13)
Judul : PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN OBJEK AGROWISATA DI KAWASAN AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR
Nama : Annisa Budi Erawati
NRP : A34201035
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir.Alinda. F. M., MS NIP. 131 967 244
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP : 130 422 698
(14)
RINGKASAN
ANNISA BUDI ERAWATI. Perencanaan Lanskap Jalur Pencapaian Kawasan
Agrowisata pada Agropolitan Cipanas, Cianjur (Dibawah bimbingan ALINDA FM ZAIN).
Kawasan agrowisata yang akan dikembangkan di desa inti Agropolitan, mutlak membutuhkan jalan menuju lokasi. Jalan tersebut sangat berpengaruh terhadap jumlah arus pengunjung yang datang. Terdapat tiga jalan masuk menuju lokasi agrowisata, oleh karena itu perlu dilakukan analisa terhadap kondisi lanskap pada ketiga jalan menentukan jalan terbaik yang dapat menunjang kegiatan agrowisata. Selanjutnya, dilakukan perencanaan lanskap sepanjang jalan yang diharapkan dapat menjadikan jalan masuk menuju kawasan agrowisata sebagai jalan yang aman, nyaman serta bernilai estetika baik.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan jalan masuk mana yang terbaik dan mengembangkannya lebih lanjut sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi pihak terkait. Metode yang digunakan adalah metode survey, dengan tahapan perencanaan sebagai berikut: 1). Penentuan konsep dasar ; 2). Inventarisasi; 3). Analisis-sintesis awal; 4). Analisis-sintesis lanjutan; 5). Perencanaan lanskap.
Konsep dasar dari perencanaan jalan menuju kawasan wisata agro adalah menjadikan jalan masuk sebagai bagian dari jalur interpretasi untuk kegiatan wisata agro dengan tetap mengedepankan fungsi jalan masuk sebagai sarana transportasi yang aman dan nyaman bagi pengguna jalan. Berdasarkan konsep tersebut lanskap jalan masuk kemudian dibagi menjadi ruang gerak kendaraan, ruang gerak pejalan kaki, ruang identitas dan ruang penyangga. Lebih lanjut konsep dasar tersebut dikembangkan menjadi konsep sirkulasi, konsep tata hijau, konsep perabot jalan dan konsep visual.
Pada proses penentuan jalan masuk, dilakukan penilaian terhadap beberapa elemen lanskap, yaitu aksesibilitas, kondisi visual, lebar jalan dan topografi & kemiringan lahan. Masing-masing elemen diberi bobot, aksesibilitas diberi bobot tertinggi yaitu empat, sedangkan topografi dan kemiringan lahan diberi bobot terendah yaitu satu. Kemudian tiap elemen dinilai berdasarkan kriteria yang sudah dibuat dengan skala nilai satu sampai tiga. Berdasarkan penilaian ini, didapatkan hasil bahwa nilai tertinggi jatuh pada jalan I. Kesimpulannya, jalan I merupakan jalan masuk yang terbaik untuk dikembangkan sebagai jalan masuk utama menuju objek agrowisata.
Pada pengembangannya, jalan I memerlukan beberapa penyesuaian agar konsep perencanaan dapat terwujud. Pelebaran jalan dan penempatan ladang penggembalaan mutlak diperlukan agar dapat menampung aktivitas pengguna jalan. Perabot jalan seperti sign board, lampu, bangku, dll juga perlu ditambahkan. Jalur hijau jalan juga diperlukan untuk memberikan kenyamanan, keamanan dan estetika pada jalan. Drainase yang ada pada tapak dapat mengurangi kenyamanan, sehingga perlu diganti dengan model drainase tertutup. Aktivitas pertanian yang dilakukan penduduk setempat dan pemandangan ladang serta alam yang indah merupakan potensi bagi tapak.
(15)
Pemandangan tersebut dihadirkan ke calon pengunjung atau pengguna jalan untuk memberikan sekilas informasi mengenai kegiatan pertanian.
Pada pengembangannya, jalan direncanakan memiliki lebar 6 meter dan diapit oleh trotoar selebar 1.5 meter. Sirkulasi kendaraan dijadikan satu arah untuk menghindari kemacetan ketika jumlah pengunjung meningkat. Pada beberapa bagian jalan diletakkan bukaan ke arah pemandangan yang indah. Bukaan ini dibingkai dengan vegetasi yang sesuai. Vegetasi juga diperlukan untuk menahan tanah dengan resiko erosi tinggi. Retaining wall juga dapat digunakan untuk menyangga lahan yang berlereng curam. Vegetasi yang digunakan berukuran pohon, semak sampai ke penutup tanah. Untuk pohon digunakan jenis tanaman yang dapat tumbuh baik pada tapak seperti, damar, pinus, kayu putih atau kayu manis. Jenis semak yang dapat digunakan amatlah beragam beberapa diantaranya adalah kembang sepatu, Brunfelsia, batavia, kacapiring, Tabernaemontana corymbosa, kecubung ataupun kaliandra. Sedangkan untuk tanaman penutup tanah dapat menggunakan sayuran yang tumbuh baik di area agrowisata.
(16)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Annisa Budi Erawati dan dilahirkan di Surabaya pada 14 Maret 1983. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Djoni Dahri dan Ibu ABS. Tjiptaning. Ariza BTS merupakan adik dari penulis sekaligus anak terakhir dari pasangan tersebut.
Penulis merupakan lulusan SD Pengadilan III Bogor pada tahun 1995. Kemudian, penulis melanjutkan sekolah ke SMPN 4 Bogor dan lulus pada tahun 1998. Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 5 Bogor dan pendidikannya dilanjutkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis masuk ke IPB melalui jalur USMI dan memilih Departemen Arsitektur Lanskap sebagai tempat menimba ilmu. Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus sebagai panitia lepas. Penulis pernah beberapa kali menjadi panitia masa perkenalan mahasiswa jurusan Budidaya Pertanian dan berbagai acara kemahasiswaan lainnya. Tahun 2005 penulis menjadi asisten mata kuliah Teknik Studio bersama beberapa orang teman. Kegiatan mengajar juga dilakukan penulis di PKBM Tunas mekar Bogor Timur sebagai tutor paket C untuk mata pelajaran kimia dan biologi.
(17)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kekuatan dan petunjuk pada penulis dalam proses penulisan skripsi ini. “Perencanaan Lanskap Jalur Pencapaian Kawasan Agrowisata pada Agropolitan Cipanas Cianjur” merupakan judul dari penelitian ini dan menjadi salah satu syarat kelulusan dari Program Studi Arsitektur Lanskap.
Rasa terimakasih penulis haturkan kepada semua pihak yang membantu terwujudnya tulisan ini, yaitu:
1. Keluarga di rumah,
2. Ibu Dr. Ir. Alinda FM Zain, MS sebagai dosen pembimbing,
3. Dr. Ir. Qodarian Pramukanto, MS dan Dr.Ir Setia Hadi, MS selaku penguji
4. Bapak Tatat Sutarman A dan keluarga
5. Nura, Bessy, Iffa, Alma, Widuri, Pimpim dan Ani yang telah memberikan banyak dukungan moral
6. Mia, Davi dan Prima sebagai teman seperjuangan 7. Tina, sahabat yang tidak pernah terlupakan
8. Imad dan keluarga yang telah membantu begitu banyak 9. Idris yang telah meluangkan waktu untuk membantu survei 10. Faika, Liza dan Ina yang juga telah mendukung
11. Teman-teman Lanskap ’38 lainnya yang tidak tersebut disini tapi tetap berarti di hati.
Penulis menyadari segala kekurangan yang terdapat dalam tulisan. Karena itu penulis mengucapkan maaf atas segala kekurangan yang ada dalam tulisan ini. Semoga tulisan ini tetap dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Bogor, Mei 2006
(18)
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan... 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA... 3
Agropolitan ... 3
Agrowisata... 4
Jalan dan Lanskap Jalan ... 5
Perencanaan Lanskap ... 6
Perencanaan Lanskap Jalan ... 7
Aspek Teknis Jalan ... 9
Jalur Pejalan Kaki ... 10
Jalur Hijau Jalan... 11
Perabot Jalan (Street Furniture) ... 12
Teknik Lapis Telus Peta (Metode McHarg) ... 14
METODOLOGI ... 15
Waktu dan Lokasi Penelitian ... 15
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 16
Metode Penelitian ... 16
KONSEP PERENCANAAN ... 20
Konsep Dasar Perencanaan ... 20
Konsep Ruang... 20 Konsep Sirkulasi Konsep Tata Hijau... 23
Konsep Perabot Jalan (Street Furniture) ... 24
Konsep Visual ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN... 25
Penentuan Jalur Pencapaian Utama Menuju Objek Agrowisata ... 25
Kriteria Penilaian Untuk Aspek Aksesibilitas ... 25
Kriteria Penilaian Untuk Aspek Kondisi Visual ... 26
Kriteria Penilaian Untuk Aspek Lebar Jalan ... 27
Kriteria Penilaian Untuk Aspek Topografi ... 27
Penilaian Terhadap Aspek Aksesibilitas ... 28
Penilaian Terhadap Aspek Visual ... 31
Penilaian Terhadap Aspek Teknis Jalan ... 32
Penilaian Terhadap Aspek Kemiringan Lahan ... 34
Pengembangan Jalur Pencapaian Utama Menuju Objek Agrowisata ... 37
Aksesibilitas... 37
Visual ... 38
Aspek Teknis Jalan ... 39
Topografi dan Kemiringan Lahan ... 40
Iklim ... 42
(19)
Tanah ... 48
Vegetasi dan Satwa ... 50
Hidrologi dan Drainase... 51
Akustik ... 52
Aktivitas Masyarakat ... 53
PERENCANAAN LANSKAP... 59
Rencana Tata Ruang ... 59
Ruang Gerak ... 59
Ruang Identitas ... 59
Ruang Penyangga ... 60
Rencana Sirkulasi ... 61
Rencana Tata Hijau ... 61
Tata Hijau Sebagai Pengarah ... 61
Tata Hijau Sebagai Pemberi Kenyamanan ... 61
Tata Hijau Sebagai Pemberi Nilai Estetik ... 62
Tata Hijau Sebagai Penyangga ... 63
Rencana Perabot Jalan (Street Furniture) ... 63
Rencana Visual ... 66
KESIMPULAN DAN SARAN... 68
Kesimpulan... 68
Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
(20)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Lokasi Penelitian ... 15
2. Metode Lapis Telus McHarg ... 18
3. Tahapan Perencanaan Lanskap... 19
4. Pembagian Ruang ... 21
5. Konsep Sirkulasi... 23
6. Konsep Visual ... 24
7. Peta Aksesibilitas ... 29
8. Gerbang Masuk Menuju Agropolitan Cianjur ... 30
9. Kondisi Aktual Jalan ... 32
10. Peta Kondisi Visual ... 33
11. Peta Topografi dan Kemiringan Lahan ... 36
12. Usulan Gerbang Masuk ... 38
13. Peta Kesesuaian Untuk Ruang Identitas ... 39
14. Pemanfaatan Potensi Visual ... 40
15. Bentuk Tikungan yang Sebaiknya Dihindari (Lynch,1971) ... 41
16. Vegetasi Sebagai Penahan Erosi ... 42
17. Kondisi Iklim Kawasan Agrowisata Tahun 2000-2004 ... 44
18. Fungsi Pohon untuk Mereduksi Sinar Matahari (Brooks, 1988) ... 45
19. Struktur Pohon yang Tidak Menghambat Aliran Udara (Malahayani, 2004) ... 46
20. Fungsi Pohon Sebagai Penutup ... 47
21. Peta Tata Guna Lahan ... 48
22. Peta Kesesuaian Untuk Ruang Penyangga ... 49
23. Jalur Pengamatan Kondisi Tanah... 51
24. Peta Kesesuaian Untuk Ruang Gerak... 52
25. Peta Kesesuaian Vegetasi ... 53
26. Saluran Drainase ... 56
27. Saluran Drainase Tertutup ... 56
28. Aktivitas Masyarakat ... 58
29. Perabot Jalan/Street furniture ... 65
(21)
Lampiran
1. Peta Konseptual/Block Plan... 78 2. Peta Rencana Tapak/Site Plan ... 79
(22)
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman 1. Data yang Dibutuhkan ... 17 2. Ruang, Fungsi dan Fasilitas ... 22 3. Penilaian Aspek Lanskap untuk Masing-masing Jalan ... 35
Lampiran
1. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pinus merkusii ... 73 2. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Agathis dammara ... 74 3. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Kayu Putih (Melaleuca sp) ... 75 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Jalan Lokal... 76
(23)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia merupakan bagian dari alam semesta ini. Ketika manusia telah jenuh dengan segala aktifitas dunianya, ia akan kembali ke alam dan menjernihkan pikiran. Kebutuhan ini mendorong munculnya berbagai macam wisata yang mendekatkan manusia dengan alam. Salah satu bentuk wisata tersebut adalah agrowisata.
Arifin (1992), dalam Prihayati (1996) menjelaskan agrowisata sebagai salah satu bentuk kegiatan wisata yang dilakukan di kawasan pertanian dan aktifitas di dalamnya seperti persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen sampai dalam bentuk siap dipasarkan dan bahkan wisatawan dapat membeli produk pertanian tersebut sebagai oleh-oleh. Agrowisata tersebut ikut melibatkan wisatawan dalam kegiatan-kegiatan pertanian. Kegiatan agrowisata ini selain memberikan manfaat rekreasi, juga memberikan peningkatan nilai tambah kegiatan pertanian dan kesejahteraan pedesaan (Haeruman 1989, dalam Khairul 1997).
Agropolitan Cianjur terdiri atas beberapa kecamatan diantaranya adalah Kecamatan Cipanas dan Kecamatan Pacet. Pada kedua Kecamatan tersebut terdapat desa inti pertumbuhan Agropolitan, yaitu Desa Sindangjaya yang secara administratif termasuk Kecamatan Cipanas dan Desa Sukatani yang termasuk Kecamatan Pacet. Sebagai desa inti, kedua desa tersebut memiliki fasilitas fisik yang lebih daripada desa lainnya di kawasan yang sama. Fasilitas fisik yang baik dan kondisi fisik kawasan yang sebagian besar diusahakan untuk ladang sayuran dan iklim yang sejuk, dapat mendukung suatu pengembangan kegiatan agrowisata yang terletak di dua desa tersebut.
Kawasan agrowisata yang akan dikembangkan tersebut selayaknya dapat memberikan kemudahan bagi wisatawan dengan cara melengkapi kebutuhan fasilitas dan sarana. Salah satu sarana yang mutlak dibutuhkan suatu kawasan agrowisata adalah jalan menuju lokasi. Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1980), jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi semua bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas serta merupakan suatu kesatuan sistem jaringan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki. Jalan tersebut sangat berpengaruh terhadap jumlah arus
(24)
pengunjung yang datang. Oleh karena itu, jalan sebagai jalur pergerakan maupun satu kesatuan secara keseluruhan selain harus bersifat lengkap, aman, efisien serta dapat berfungsi baik sebagai jalur sirkulasi dan penghubung, juga dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dari satu titik ke titik yang lainnya (Simonds 1983). Salah satu cara untuk memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi pengguna jalan adalah dengan memberikan pelayanan visual lanskap yang baik.
Wilayah Desa Sukatani dan Sindangjaya yang direncanakan sebagai obyek agrowisata dapat dicapai melalui tiga jalur. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa terhadap kondisi lanskap pada tiga jalur masuk tersebut untuk menentukan jalur dengan kondisi lanskap terbaik yang dapat menunjang kegiatan agrowisata. Selanjutnya, dilakukan perencanaan lanskap sepanjang jalur pencapaian yang diharapkan dapat menjadikan jalur pencapaian menuju kawasan agrowisata sebagai jalur yang aman, nyaman serta bernilai estetika baik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jalur pencapaian menuju kawasan agrowisata di Agropolitan Cipanas, Kabupaten Cianjur yang memiliki potensi fisik terbaik dan membuat perencanaan lanskapnya sehingga dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan serta memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi pengguna jalan melalui pelayanan visual yang baik.
Manfaat
Hasil analisis dan perencanaan jalur pencapaian menuju kawasan agrowisata di Agropolitan, Kabupaten Cianjur diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintahan setempat dan pihak terkait lainnya dalam pengembangan streetscape kawasan tersebut.
(25)
TINJAUAN PUSTAKA
Agropolitan
Pengembangan agropolitan adalah pengembangan berbagai hal yang dapat memperkuat fungsi atau peran agropolis sebagai lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian. Tipologi pengembangan disesuaikan dengan karakteristik tipologi kawasan yang dilayaninya (Saefulhakim 2004). Agropolitan adalah suatu wilayah hamparan agro (pertanian) yang memiliki distrik (kawasan) agropolitan dan pusat-pusat agropolisnya (kota-kota pertanian) (Harun 2004).
Tingkat kemajuan atau perkembangan kawasan agropolitan ditunjukkan dengan indikator komponen:
1. Infrastruktur
Infrastruktur di kawasan agropolitan terdiri atas infrastruktur di desa-desa pusat pertumbuhan atau sentra produksi yang menunjang pada peningkatan produktivitas; infrastruktur di pusat kawasan yang menujang pengolahan dan pemasaran hasil produksi komoditas; serta Infrastruktur pendukung keterkaitan desa-kota untuk pemasaran keluar dalam lingkup pengembangan wilayah.
2. Sumber daya alam ( antara lain, komoditas berdasarkan unggulan /keunikan) Komoditas unggulan dikawasan agropolitan sebagai ujung tombak peningkatan ekonomi, ditetapkan yang mempunyai daya saing komparatif dan kompetitif, harga jual yang relatif stabil, selain itu komoditas dapat diolah dalam berbagai produk sehingga mempunyai nilai tambah harga jual dan dapat menyerap tenaga kerja yang besar.
3. Sumber daya manusia
Sumberdaya manusia di kawasan agropolitan sebagian besar bekerja di sektor komoditas unggulan. Sumber daya manusia yang ada didorong semakin kreatif dan inovatif terhadap penerapan teknologi peningkatan produktivitas dan pemasaran produksi. Sumberdaya manusia semakin produktif apabila mempunyai tempat tinggal dalam lingkungan permukiman yang relatif lebih baik (Dardak 2004).
(26)
Lingkup infrastruktur dalam mendukung kawasan agropolitan bertujuan untuk:
a. Meningkatkan ekonomi kawasan yang pada akhirnya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, sehingga terjadi penurunan tingkat urbanisasi serta sebagai embrio kota Agro.
c. Mendukung peningkatan usaha agrobisnis.
Pelaku utama agropolitan adalah kelembagaan pertanian dengan dukungan modal dari bank dan dukungan sarana dan prasana dari pemerintah. Sarana dan prasarana yang dimaksudkan adalah jalan, air irigasi, air baku, prasana kesejahteraan sosial dan riset (Suwandi 2004).
Hastuti (2001), dalam Halida (2006), mengemukakan aktivitas yang dibangun di kawasan agropolitan adalah aktivitas berbasis pertanian yaitu budidaya, pengolahan dan pemasaran hingga kepada aktivitas agrowisata.
Agrowisata
Arifin (1992), dalam Prihayati (1996) menjelaskan agrowisata sebagai salah satu bentuk wisata yang dilakukan di kawasan pertanian dan aktifitas di dalamnya seperti persiapan lahan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen sampai dalam bentuk siap dipasarkan dan bahkan wisatawan dapat membeli produk pertanian tersebut sebagai oleh-oleh. Agrowisata tersebut ikut melibatkan wisatawan dalam kegiatan-kegiatan pertanian.
Definisi lain menyebutkan agrowisata adalah suatu upaya dalam rangka menciptakan produk wisata baru (diversifikasi). Kegiatan agrowisata juga merupakan kegiatan pengembangan wisata yang berkaitan dengan kegiatan pedesaan dan pertanian yang mampu meningkatkan nilai tambah kegiatan pertanian dan kesejahteraan pedesaan (Tirtawinata dan Fachruddin 1996, dalam Mulyani 2001).
Pemandangan yang biasa terlihat pada lanskap pertanian pada umumnya adalah tanaman hias, tanaman hortikultura, hutan, bangunan pertanian, rumah kaca, kandang ternak dan kolam ikan (Priyatna 1990, dalam Khairul 1997). Perpaduan kekayaan komoditas agraris dengan bentuk keindahan alam dan budaya masyarakat merupakan obyek wisata yang amat bernilai.
(27)
Agar lebih banyak menarik wisatawan, obyek wisata perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana pariwisata, seperti transportasi, promosi dan penerangan. Tirtawinata dan Fachruddin (1996), dalam Mulyani (2001), juga menerangkan mengenai sarana dan fasilitas yang dibutuhkan oleh sebuah obyek agrowisata, salah satunya adalah jalan menuju lokasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa jalan sebagai sarana transportasi sangat berpengaruh terhadap jumlah arus pengunjung yang datang. Untuk itu, diperlukan sarana jalan yang baik dari segi fisik dan aman dilalui kendaraan. Penyediaan sarana perhubungan ini memerlukan kerjasama dengan pemerintah setempat.
Jalan dan Lanskap Jalan
Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi semua bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan baik lalu lintas serta merupakan satu kesatuan sistem jaringan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hierarki (Direktorat Jenderal Bina Marga1980). De Chiara dan Koppelman (1984) menerangkan juga bahwa jalan sebagai unsur penting untuk perancangan pengelompokan yang harus diletakkan secara fungsional dan sesuai kegunaannya.
Jalan adalah fokus dalam kegiatan perancangan karena berfungsi sebagai ruang bersama dan dasar visual dari lanskap kota yang berada di bawah pengaruh masyarakat umum (Lynch 1971). Di samping itu, jalan sebagai pergerakan maupun suatu kesatuan secara keseluruhan harus bersifat lengkap, aman, efisien serta dapat berfungsi baik sebagai jalur sirkulasi dan penghubung juga dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dari satu titik ke titik yang lain (Simonds 1983).
Laurie (1986) menyatakan bahwa sirkulasi baik untuk kendaraan bermotor atau pejalan kaki merupakan rangkaian indrawi serta pengalaman lingkungan yang dirasakan di sepanjang jalan tersebut, serta pergerakannya akan erat berkaitan dengan adanya perubahan lingkungan di sekitarnya.
Lanskap jalan adalah bentukan permanen yang dapat segera mengubah karakter dari areal lahan (Simonds 1983). Lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alami seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang
(28)
indah, maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya (Direktorat Jenderal Bina Marga 1996).
Lanskap jalan mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi pemakai jalan serta diusahakan untuk meciptakan lingkungan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan (Direktorat Jenderal Bina Marga 1996). Lebih jauh ditambahkan bahwa suatu lanskap jalan penting untuk pergerakan manusia dan barang (Simonds 1983).
Lanskap jalan mempunyai fungsi untuk mendukung penggunaan secara terus menerus, membimbing, mengatur irama pergerakan, mengatur waktu istirahat, mendefinisikan penggunaan lahan, memberikan pengaruh, mempersatukan, membentuk lingkungan, membangun karakter lingkungan, membangun karakter spasial dan membangun visual (Booth 1983).
Namun lanskap jalan tidak tumbuh dan mengorganisasikan dirinya sendiri. Seseorang pasti telah memutuskan untuk menempatkan dan membentuk lanskap jalan tersebut. Tindakan tersebut dapat digolongkan dalam tindakan perencanaan lanskap. Perlu diingat bahwa masalah sebenarnya tidak terletak pada bagaimana tapak tersebut direncanakan tapi terletak bagaimana sistematisasi dan ekstensifikasi dari proses perencanaan lanskap tersebut (Lynch 1971)
Perencanaan Lanskap
Perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur. Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada satu bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain (Simonds 1983).
Knudson (1980), dalam Damayanti (1997), menyatakan bahwa perencanaan adalah kemampuan untuk mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikan ke masa depan, mengidentifikasikan masalah dan memberikan pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Nurisjah dan Pramukanto (1990), menyatakan bahwa pendekatan perencanaan harus efektif untuk menyediakan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi manusia penggunanya.
(29)
Perencanaan tapak/lanskap adalah suatu kompromi antara penyesuaian tapak dan adaptasi program terhadap kondisi tapaknya (Laurie 1984). Lebih rinci lagi dijelaskan bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu proses melengkapi, menempatkan dan menghubungkan program-program satu dengan lainnya, dengan kerusakan minimum, dilengkapi dengan imajinasi serta kepekaan terhadap implikasi-implikasi pada analisis tapak. Hubungan timbal balik antara program dan tapak akan menghasilkan sutu rencana tata guna lahan. Rencana ini akan memperlihatkan dimana program secara spesifik dapat ditampung dalam tapak dan bagaimana proyek tersebut dihubungkan dengan lingkungan di sekitarnya.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), pada awalnya proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia dan mengakomodasikan berbagai kepentingan ini ke produk (lahan) yang direncanakan seperti untuk mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas dan berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Pada tahapan perencanaan selalu terdapat kemungkinan adanya perubahan yang diakibatkan oleh penyesuaian kepentingan dan beberapa hal yang tidak dapat dihindari. Sejauh tetap menunjang tujuan yang direncanakan pada awal, perubahan-perubahan ini masih dapat ditoleransi atau diakomodasikan.
Perencanaan Lanskap Jalan
Menurut McHarg (1969), untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam perencanaan jalan dibutuhkan perencanaan yang menyeluruh, dengan memadukan aspek-aspek utilitas, keselamatan, keindahan dan ekonomi. Simonds (1983) juga mengemukakan bahwa dalam perencanaan jalan sangat penting mempertimbangkan semua fungsi dan keterkaitannya, di mana pergerakan kendaraan diakomodasikan secara aman dengan akses yang menyenangkan, jalur pejalan kaki dan ruang terbuka hijau di depan bangunan tertata sesuai dan dilengkapi dengan semua amenity yang dapat memberikan banyak kesenangan pada kehidupan kota.
Jalan dapat digunakan sebagai alat perbaikan lanskap dan memberi kesempatan pengalaman visual yang memuaskan bagi pengemudi kendaraan atau pemakai jalan, di samping memenuhi kebutuhan lalu lintas yang nyata.
(30)
Pada kawasan-kawasan di mana upaya perbaikan lanskap itu tidak diperlukan dan terdapat panorama yang indah, maka sasaran lain dari konsep perencanaan adalah bagaimana mengurangi kerusakan alam yang mungkin terjadi dan memanfaatkan sebesar mungkin potensi visual lanskap. Selain masalah kerekeyasaan, diperlukan pengertian dan pengenalan unsur manusia di dalam mobil sebagai makhluk yang memiliki indra dan mengetahui hakekat lahan sebagai proses biofisik yang saling berinteraksi. Dari segi pengemudi kendaraan sebagai manusia, yang biasa diperbincangkan adalah faktor kelelahan, kejenuhan, kesilauan mata, terutama pada malam hari ketika kendaraan berpapasan dengan kendaraan lain serta faktor estetika (McHarg 1969).
Estetika visual jalan merupakan hal yang paling penting dan berguna bagi pengguna jalan untuk memberikan pengalaman visual dan menjadi perhatian bagi pengguna jalan (Hornlebeck dan Okerlund 1973, dalam Ruslan 2005). Menurut Ruslan (2005), kondisi visual dinyatakan baik jika jalan didominasi oleh vegetasi dengan bangunan yang tertata baik dengan model bangunan yang menarik, tidak acak-acakan dan kokoh. Tidak adanya ulilitas listrik yang menggantung dan kondisi langit cerah juga meningkatkan nilai keindahan suatu lanskap. Lebih lanjut Ruslan (2005) menjelaskan bahwa kondisi visual dinyatakan berkualitas sedang jika proporsi vegetasi dan bangunan cukup seimbang. Suatu jalan dengan dominasi vegetasi dapat juga bernilai keindahan sedangkan bangunan dan/atau utilitas tidak tertata. Sedangkan kondisi visual kualitas rendah adalah jika proporsi bangunan lebih besar daripada vegetasi dan bangunan berada dalam kondisi tidak tertata dengan baik.
Menurut Simonds (1983), perencanaan jalan harus mempertimbangkan : a. Jarak pandang, yaitu jarak pandang horisontal dan vertikal yang cukup untuk
waktu observasi minimum 10 detik pada kecepatan jalan yang diijinkan. b. Pembukaan rangkaian pemandangan, penampakan tapak dan bangunan c. Kemampuan jalan dalam kondisi cuaca serta keamanannya
d. Pengenalan topografi, sudut cahaya matahari dan badai. e. Panjang minimal serta gangguan lanskap minimal
f. Pengalaman mengemudi yang menyenangkan.
Simonds (1983) juga menjelaskan mengenai prinsip-prinsip yang digunakan dalam merencanakan jalur jalan, yaitu:
1. Tentukan jalur jalan yang paling rasional 2. Akomodasikan lalu lintas
(31)
3. Mempertahankan keseimbangan sistem alami dan pemandangan yang berpotensi.
4. Menyediakan dimensi jalan yang optimum 5. Menggunakan kurva horisontal yang sesuai 6. Menggunakan lahan dengan lereng yang sesuai 7. Perancangan untuk kestabilan
8. Menyediakan permukaan jalan yang sesuai 9. Membuat bentuk-bentuk yang aman
10. Menyediakan sistem informasi. 11. Membuat struktur yang sederhana 12. Menggunakan tanaman asli tapak 13. Maksimalkan nilai-nilai lanskapnya
Aspek Teknis Jalan
Jalan dapat digolongkan menjadi beberapa macam. Menurut Harris dan Dines (1988), jalan dapat diklasifikasikan menjadi empat sistem, yaitu:
1. Sistem jalan tol (freeway system), pada jalan ini dimungkinkan adanya efisiensi dan kecepatan laju kendaraan dalam volume yang besar pada jalur masuk area perkotaan. Sistem ini juga memiliki akses yang terbatas dalam tingkat persilangan sebidang (interchanges).
2. Sistem jalan arteri mayor (mayor arterial system), pada sistem ini dimungkinkan adanya arus pergerakan antara simpangan lalu lintas dan jalan melalui daerah kota dengan akses langsung ke setiap perbatasan suatu pemukiman.
3. Sistem jalan kolektor (collector street system), pada sistem ini suatu penghubung arus pergerakan kendaraan antara sistem jalan arteri primer dan jalan lokal dengan akses langsung menuju perbatasan suatu pemukiman. 4. Sistem jalan lokal (local street system), pada sistem ini terdapat pergerakan
rambu lokal dan akses langsung menuju perbatasan suatu lahan.
Chiara dan Koppelman (1978), juga mengklasifikasikan jalan menjadi lima tipe, yaitu :
1. Jalan utama adalah jalan yang memberikan kesatuan untuk seluruh wilayah dan sekitarnya dengan lebar badan jalan 40-50 meter.
2. Jalan sekunder adalah jalan yang memberikan pelayanan utama dengan lebar badan jalan 80 feet.
(32)
3. Jalan kolektor adalah jalan interior utama dengan lebar badan jalan 64 feet. 4. Jalan lokal adalah jalan servis setempat yang tidak mengakibatkan jalan
menerus, lebar badan jalan 50 feet.
5. Kuldesak adalah jalan terbuka hanya pada satu sisi yang dilengkapi dengan sebuah lingkaran putar pada sisi lainnya.
Jalan menurut peraturan No. 13 Tahun 1980 yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Bina Marga terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
1. Daerah Manfaat Jalan (Damaja) adalah ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan dan dimanfaatkan untuk konstruksi jalan. Terdiri dari badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan. Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar dari Damaja dan ditujukan untuk mengamankan bangunan jalan.
2. Daerah Milik Jalan (Damija) adalah ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, dikuasai oleh pembina jalan. Damija dimanfaatkan untuk Damaja, pelebaran jalan maupun menambahkan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan.
3. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruas di sepanjang jalan di luar Damija yang penggunaannya diawasi oleh pembina jalan dengan tujuan agar tidak menganggu pengemudi dan konstruksi bangunan jalan.
Menurut Booth (1983), topografi dapat mempengaruhi apa dan berapa banyak yang dapat terlihat dari suatu titik pandang, menciptakan vista yang dramatis, menciptakan sequential viewing dari sebuah objek atau bahkan menyembunyikan elemen yang tidak dikehendaki.
Jalur Pejalan Kaki
Menurut Harris dan Dines (1988), sebagai bagian dari proses perencanaan, aspek estetik dari sistem yang diusulkan harus dipelajari dan diintegrasikan sesuai dengan aspek fungsionalnya. Untuk jalur pejalan kaki aspek fungsional yang penting adalah kenyamanan bagi pejalan kaki.
Jalur pejalan kaki harus memiliki lebar minimal 4 feet atau 1,3 meter. Menurut Lynch (1971), lebar jalur pejalan kaki yang demikian memungkinkan untuk dilewati tiga orang. Selanjutnya Lynch (1971), juga mengungkapkan lebar jalan yang dibutuhkan untuk lalu lintas pejalan kaki yang tinggi adalah 6-8 feet
(33)
atau 2-2,7 meter. Pada daerah dengan frekuensi lalu lintas yang rendah, jalur pejalan kaki dapat diletakkan hanya pada satu sisi jalan.
Umumnya jalur pejalan kaki terbuat dari semen atau aspal. Materi ini dapat memberikan rasa bosan dan kesan yang monoton. Sebaliknya material seperti kerikil, batu batu atau batu kali dapat memberikan kesan yang lebih menarik. Namun, bila ingin tetap menggunakan material semen dengan variasi tekstur, warna atau aplikasi pola dapat memberikan sentuhan yang menarik juga.
Jalur Hijau Jalan
Jalur tanaman adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lanskap lainnya yang terletak di dalam Daerah Milik Jalan (Damija) maupun di dalam Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja). Sering disebut sebagai jalur hijau karena didominasi elemen lanskapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau (Dirjen Bina Marga 1996). Tujuan dari penanaman jalur tepi jalan adalah untuk memisahkan pejalan kaki dari jalan raya dengan alasan keselamatan dan kenyamanan, memberikan ruang bagi utilitas dan perlengkapan jalan baik yang terletak di atas maupun di bawah permukaan tanah serta untuk penanaman pohon tepi jalan (Lynch 1971).
Menurut Simonds (1983), elemen alami terutama untuk soft material dalam peletakannya sebagai pelengkap jalan adalah untuk membedakan area melalui kualitas lanskap yang unik, melapis jalur lalu lintas dan memperkuat jajaran path dan jalan raya, memberikan penekanan pada nodes jalur lalu lintas, memberikan peneduhan dan daya tarik, untuk menutupi pemandangan yang jelek, menghilangkan kesilauan serta mengurangi kebisingan suara. Pada persimpangan jalan harus bersih, tidak boleh ditempatkan tanaman yang dapat menutupi pandangan pemakai jalan untuk alasan keselamatan.
Eckbo (1955) memberikan klasifikasi hotikultura dan klasifikasi fisik dalam pemilihan tanaman. Klasifikasi hortikultura meliputi syarat tumbuh dan toleransi terhadap suhu, air, cahaya, tanah, angin, hama, penyakit dan pemangkasan. Sedangkan klasifikasi fisik meliputi tujuan desain, ukuran dewasa tanaman, kecepatan tumbuh, sifat umur, bentuk, tekstur, warna, aroma dan sifat budidayanya.
Menurut Dirjen Bina Marga (1996), dalam merencanakan jalur hijau jalan harus memperhatikan hal-hal berikut, yaitu:
(34)
1. Pada jalur tanaman tepi. Jalur tanaman sebaiknya diletakkan pada tepi jalur lalu lintas, yaitu antara jalur lalu lintas kendaraan dan trotoar. Penentuan jenis tanaman yang akan ditanam pada jalur ini harus memenuhi kriteria teknik peletakan tanaman dan disesuaikan dengan lebar jalur tanaman.
2. Pada median jalan. Lebar jalur median yang dapat ditanami minimal 0.8 meter, sedangkan lebar yang ideal adalah 4-6 meter. Pemilihan jenis tanaman harus memperhatikan tempat peletakannya terutama pada daerah persimpangan pada daerah bukaan (u-turn), pada tempat diantara persimpangan dan daerah bukaan dan untuk bentuk median yang ditinggikan atau diturunkan.
3. Pada tikungan. Pemilihan tanaman sebaiknya mempertimbangkan jarak pandang henti, panjang tikungan dan ruang bebas samping di tikungan. Tanaman rendah (perdu atau semak) yang berdaun padat dan berwarna terang dengan ketinggian maksimal 0.8 meter sangat disarankan untuk ditempatkan pada ujung tikungan.
4. Pada daerah persimpangan. Persyaratan geometrik yang harus dipenuhi adalah bebas pandangan harus terbuka agar tidak mengurangi jarak pandang pengemudi. Pilihan jenis tnaman dan peletakannya harus memperhatikan bentuk persimpangan baik persimpangan sebidang atau tidak sebidang.
Perabot Jalan (Street Furniture)
Menurut Effendie (2000), bahwa perabot jalan merupakan segala bentuk perlengkapan jalan, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah dengan tujuan pengadaannya adalah untuk mencapai fungsi jalan secara optimum.
Kriteria elemen yang digunakan adalah bahan yang mudah di dapat, kuat terhadap cuaca, mudah dalam perawatan dan konstruksi yang mudah dalam pembuatan, mudah dalam perbaikan, kuat dan aman bagi pemakai maupun lingkungan sekitarnya.
Sarana pelengkap jalan ini dibutuhkan untuk pemenuhan fungsi keamanan dan kenyamanan, fungsi pelengkap dan fungsi estetis yang ketiganya saling berkaitan satu sama lain. Elemen yang dimaksudkan untuk fungsi keamanan dan kenyamanan adalah saluran drainase, lampu, halte bis, rambu lalu lintas, jalan penyeberangan, tanaman jalan, gardu polisi, hydrant dan jalur
(35)
pejalan kaki. Untuk fungsi pelengkap adalah telepon, kotak surat, tempat sampah, tempat duduk, wadah tanaman, papan reklame dan lain-lain. Fungsi estetik dapat diperoleh dari jenis elemen yang digunakan, baik dilihat dari bentuk, tekstur, maupun warnanya.
Harris dan Dines (1988), mengartikan perlengkapan jalan secara kolektif sebagai elemen-elemen yang ditempatkan dalam suatu lanskap atau streetscape untuk kenyamanan, kesenangan, informasi, kontrol sirkulasi dan perlindungan bagi pengguna jalan. Elemen-elemen ini harus merefleksikan karakter dari lingkungan setempat dan menyatu dengan sekitarnya.
Penerangan bertujuan untuk mengakomodasikan pergerakan yang nyaman bagi pejalan kaki dan kendaraan. Dalam pergerakan, pemakai jalan dapat dibantu orientasinya untuk mengenal zona yang berbeda dari penggunaan suatu tapak melalui hierarki penerangan yang tepat.
Hierarki penerangan dapat terlihat dari perbedaan jarak, ketinggian dan warna cahaya lampu yang digunakan. Penerangan juga harus cocok secara fungsional dan dalam skala yang sesuai baik bagi pejalan kaki maupun jalur kendaraan. Untuk penerangan jalur pejalan kaki dapat digunakan lampu dengan ketinggian yang relatif rendah agar memberikan skala manusia dan menerangi kanopi bawah dari pohon tepi jalan. Sifat penerangan untuk jalur pejalan kaki sebaiknya tidak seragam sepanjang jalan, sebaliknya untuk jalur kendaraan harus seragam secara keseluruhan. Lampu penerangan jalan rata-rata memiliki ketinggian 6-15.2 meter, sedangkan untuk jalur pejalan kaki, distribusi pencahayaan vertikal harus mencapai 2 meter agar penglihatan ke arah pejalan kaki lain tetap jelas.
(36)
Teknik Lapis Telus Peta (Metode McHarg)
McHarg (1969) mengungkapkan dalam bukunya bahwa setiap tempat merupakan penjumlahan dari suatu proses sejarah, fisik dan biologis yang dinamis serta merupakan nilai-nilai sosial. Ia juga menjelaskan bahwa pada hakekatnya, setiap tempat mempunyai kegunaan tertentu dan pada akhirnya tempat tersebut menunjukkan sendiri peruntukan lahan yang sesuai.
Dalam mengidentifikasi kesesuaian seluruh tata guna lahan yang akan dibuat di suatu wilayah diperlukan beberapa tahapan, yaitu :
1. Menspasialkan seluruh data yang diperlukan ke dalam bentuk peta dan selanjutnya disebut peta tematik
2. Menginterpretasikan peta-peta tematik dan disusun kembali dengan sistem nilai atau peringkat
3. Melapisteluskan peta-peta tematik dan melahirkan peta konseptual.
Menurut Chiara dan Koppelman (1978), penentuan kesesuaian lahan tidak merefleksikan bahwa lahan tersebut hanya cocok untuk satu fungsi saja. Telaah kesesuaian hanya dimaksudkan sebagai petunjuk dalam menyatakan tingkat kesesuaian lahan untuk satu fungsi tertentu. Sedangkan keputusan mengenai penentuan akhir dari pemilihan fungsi tertentu yang akan direncanakan, dapat dilakukan jika semua permasalahan yang berkaitan telah dipertimbangkan.
(37)
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan selama enam bulan pada bulan Juni sampai November 2005. Penelitian mengambil tempat di tiga jalan masuk kawasan agrowisata Agropolitan Cianjur. Ketiga jalan ini terletak di Desa Sindangjaya dan Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kedua desa tersebut merupakan desa inti pengembangan agropolitan. Lebih jelasnya lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Jalan masuk pertama adalah jalan yang menghubungkan kawasan agrowisata dengan daerah Lanbouw. Jalan masuk kedua adalah jalan yang menghubungkan kawasan agrowisata dengan Pasar Cipanas. Jalan yang ketiga merupakan penghubung kawasan agrowisata dengan daerah Cilengsar.
Tanpa skala
Peta Kabupaten Cianjur Peta Jawa Barat
N
E W
S Peta Lokasi Studi
(38)
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kawasan Agropolitan di Kabupaten Cianjur merupakan gabungan dari tiga kecamatan yaitu, Kecamatan Pacet, Cugenang dan Sukaresmi. Desa inti dari kawasan agropolitan ini terletak di Kecamatan Pacet tepatnya di Desa Sindangjaya dan Sukatani. Secara geografis kedua desa ini terletak pada 6044’ LS dan 1070 BT dan berada pada ketinggian 1.150 m dpl.
Desa inti dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang mendukung fungsinya sebagai desa inti. Salah satu fasilitas yang tersedia adalah terminal agribisnis. Pada kawasan disekitar terminal ini dikembangkan juga kegiatan agrowisata. Kawasan agrowisata yang terletak di Agropolitan Cianjur merupakan salah satu obyek wisata baru di Kabupaten Cianjur. Kawasan ini dikembangkan atas prakarsa Departemen Pertanian dan Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur pada tahun 2002 dan merupakan salah satu sentra percontohan pengelolaan pertanian secara terpadu.
Kegiatan pertanian yang ditonjolkan sebagai objek wisata di kawasan wisata agro ini adalah kegiatan pertanian lahan kering. Kegiatan seperti mengolah tanah, mencuci produk pertanian dan berbagai kegiatan lain disajikan di tempat tersebut. Komoditas utama yang dihasilkan antara lain adalah wortel, daun bawang, horenso, stroberi, dan lain-lain. Kebun-kebun sayuran tersebut dikelola dan dimiliki oleh penduduk setempat.
Kawasan agrowisata ini dapat dicapai melalui beberapa jalur jalan, yaitu: 1. Jalur Sindangjaya-Kemang-Baru Awi-Gunung Putri-Lokasi
2. Jalur Cipanas-Lanbouw-Kemang-Baru Awi-Gunung Batu-Lokasi 3. Jalur Cilengsar-Cipendawa-Gunung Putri-Lokasi
Jalur jalan pertama secara administratif termasuk wilayah Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet. Sebagian dari jalan kedua merupakan wilayah Desa Cipanas dan sebagian lagi merupakan wilayah Desa Sindangjaya. Sedangkan jalan ketiga termasuk wilayah Desa Sukatani, Kecamatan Pacet.
(39)
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan tahapan perencanaan sebagai berikut :
1. Penentuan konsep dasar perencanaan dan pengembangannya.
Setelah ditentukan konsep dasar perencanaan kemudian dikembangkan menjadi konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep tata hijau, konsep perlengkapan jalan (street furniture) dan konsep visual.
2. Inventarisasi.
Penelitian ini membutuhkan data berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat melalui pengamatan di lapang. Sedangkan data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung melalui instansi-instansi terkait. Data yang dibutuhkan beserta sumbernya dijabarkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data yang dibutuhkan dan sumber data
No Data Jenis Sumber Data
1. Iklim : a. suhu
b. kelembaban c. curah hujan d. kecepatan angin
Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder BMG BMG BMG BMG 2. Batas tapak & aksesibilitas Sekunder Bappeda Cianjur
3. Topografi Sekunder Bappeda Cianjur
4. Jenis tanah Sekunder BPN Cianjur
5. Vegetasi Primer Lapang
6. Kondisi visual Primer Lapang
7. Kelengkapan jalan Sekunder Bina Marga
8. TGL sepanjang jalan Sekunder Bappeda Cianjur
9. Peraturan pemerintah Sekunder Bina Marga
3. Analisis dan sintesis awal.
Pada tahap ini ketiga lokasi penelitian dianalisis kesesuaiannya untuk dikembangkan sesuai konsep dan lokasi yang paling sesuai kemudian dijadikan sebagai tapak perencanaan.
Beberapa aspek lanskap yang berkaitan diberi bobot berdasarkan tingkat kepentingan terhadap elemen lain. Aspek yang paling penting atau
(40)
menentukan diberi bobot tertinggi dan untuk aspek yang kepentingannya rendah diberi bobot rendah. Setelah dilakukan pembobotan kemudian dilakukan penilaian terhadap masing-masing aspek yang terdapat di masing-masing jalan. Jalan dengan nilai tertinggi menjadi tapak yang akan direncanakan.
4. Analisis dan sintesis lanjutan.
Setelah menentukan tapak terpilih, tapak tersebut kemudian dianalisis lebih mendalam terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan dalam kegiatan perencanaan. Teknik yang digunakan dalam analisis ini adalah teknik lapis telus/overlay yang dikemukakan oleh McHarg (1969). Gambar 2 menjabarkan mengenai teknik lapis telus. Pada teknik ini, peta-peta tematik dilapis teluskan dan menghasilkan peta konseptual. Peta konseptual merupakan acuan untuk melakukan alternatif tindakan dalam mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang ada sesuai dengan tujuan pengembangan tapak.
Gambar 2. Metode lapis telus McHarg
5. Perencanaan lanskap.
Penelitian dibatasi hingga sampai pada tahapan perencanaan lanskap. Tahap ini merupakan hasil dari proses sintesis yang selanjutnya dinyatakan sebagai rencana lanskap dan disajikan dalam bentuk gambar rencana tapak (site plan). Pada Gambar 3 dapat dilihat keseluruhan tahapan perencanaan beserta metode yang digunakan.
Peta Tematik:
- Peta tata guna lahan, - Peta tanah,
- Peta topografi, - Peta kualitas visual, - Dsb.
Diinterpretasikan dan disusun kembali dengan sistem nilai
Peta tematik dilapis telus Peta komposit hasil lapis telus
(41)
Gambar 3. Tahapan Perencanaan Lanskap
Metode McHarg
Analisis lanjutan
Sintesis
Perencanaan
lanskap Site plan
Pengumpulan data
Konsep dan pengembangannya
Analisis kesesuaian ketiga lokasi &
konsep
Tapak terpilih
Metode Deskriptif
(42)
KONSEP PERENCANAAN
Konsep Dasar Perencanaan
Tirtawinata dan Fachrudin (1996), dalam Mulyani (2001), menyatakan bahwa salah satu fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan agrowisata adalah jalan menuju lokasi. Jalan sebagai sarana transportasi sangat berpengaruh terhadap jumlah pengunjung. Oleh karena itu, diperlukanlah sarana jalan yang baik dari segi fisik dan aman dilalui kendaraan. Selain segi fisik yang aman dan nyaman, suatu jalan masuk menuju kawasan agrowisata diharapkan dapat memberikan pengalaman visual bagi penggunanya melalui lanskap disepanjang jalan. McHarg (1969), juga menyatakan bahwa jalan dapat digunakan sebagai alat perbaikan lanskap dan memberi kesempatan pengalaman visual yang memuaskan bagi pengemudi kendaraan atau pemakai jalan, disamping memenuhi kebutuhan lalu lintas yang nyata.
Berangkat dari kedua pernyataan tersebut di atas maka lahirlah suatu konsep dasar perencanaan bagi lanskap jalan menuju kawasan wisata agro. Konsep dasar dari perencanaan jalan menuju kawasan wisata agro tersebut adalah jalan sebagai bagian dari jalur interpretasi untuk kegiatan wisata agro dengan tetap mengedepankan fungsi jalan sebagai sarana transportasi yang aman dan nyaman bagi pengguna jalan. Sehingga secara tidak langsung jalan tersebut dapat memberikan sekilas informasi mengenai komoditi pertanian yang diusahakan di kawasan wisata agro beserta cara membudidayakannya kepada calon pengunjung kawasan wisata agro dan pengguna jalan lainnya.
Konsep ini bertujuan untuk memberikan pelayanan akses menuju kawasan wisata agro yang berfungsi secara optimal. Diharapkan juga, setelah melalui jalan dapat menggugah rasa ingin tahu calon pengunjung objek agrowisata mengenai aktivitas pertanian. Rasa ingin tahu tersebut kemudian dicoba dijawab melalui serangkaian kegiatan di objek agrowisata. Konsep dasar ini kemudian dikembangkan menjadi konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep tata hijau, konsep perabot jalan (street furniture) dan konsep visual.
Konsep Ruang
Mengacu pada konsep dasar perencanaan, jalan masuk menuju kawasan wisata agro kemudian dibagi menjadi beberapa ruang, yaitu ruang pergerakan, ruang penyangga dan ruang identitas (Gambar 4).
(43)
a: Ruang gerak kendaraan c: Ruang identitas b: Ruang gerak pejalan kaki d: Ruang penyangga
Gambar 4. Pembagian ruang
A. Ruang pergerakan merupakan ruang yang digunakan untuk pergerakan
pengguna jalan. Ruang ini dibagi menjadi :
1. Ruang pergerakan kendaraan bermotor yang berupa badan jalan. Ruang ini dikonsepkan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi kendaraan bermotor.
2. Ruang pergerakan pejalan kaki/sepeda yang berupa jalur khusus yang terpisah dari badan jalan. Ruang ini diupayakan sedemikian rupa agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki dan pengguna jalan lainnya.
Fasilitas yang diperlukan untuk menunjang berlangsungnya fungsi ruang ini antara lain adalah: badan jalan, rambu, lampu jalan, trotoar, peneduh, tempat sampah, zebra cross.
B. Ruang penyangga adalah ruang yang membatasi ruang pergerakan
dengan lingkungan sekitar. Ruang ini berupa jalur hijau yang juga berfungsi untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh jalan terhadap lingkungan sekitar seperti polusi, kebisingan, erosi dan sebagainya.Jalur hijau jalan merupakan fasilitas yang mutlak diperlukan dalam ruang ini.
C. Ruang identitas adalah ruang yang berfungsi untuk memberikan kesan
khas yang kuat pada jalan. Kesan yang ingin ditampilkan pada ruang ini adalah kesan menyambut bagi pengguna jalan dan kesan yang mencerminkan nuansa pertanian yang kuat pada jalan.
Ruang ini diletakkan di ujung dan pangkal jalan serta pada beberapa bagian jalan lainnya. Peletakan ruang identitas di ujung dan pangkal jalan bertujuan untuk memberikan kesan menyambut bagi penggguna jalan, khususnya calon pengunjung kawasan wisata agro. Sedangkan, ruang identitas yang diletakkan di bagian jalan lainnya difungsikan untuk
a b
b c
c d d
(44)
memberikan informasi tentang budidaya sayuran yang diusahakan di kawasan wisata agro dan berbagai aktivitas pertaniannya. Fasilitas yang diperlukan dalam ruang ini adalah pemandangan kehidupan pertanian dan sign board sebagai pemberi informasi dan juga gerbang masuk.
Tabel 2 meringkas mengenai ruang dengan fungsinya beserta fasilitas yang diperlukan untuk membentuk ruang tersebut.
Tabel 2. Ruang, fungsi dan fasilitas
Nama Ruang Fungsi Fasilitas
1. Ruang Gerak a. Kendaraan b. Pejalan
kaki
Sirkulasi kendaraan Sirkulasi pejalan kaki
• Badan jalan, rambu, lampu jalan • Trotoar, peneduh,
tempat sampah, zebra cross,
3. Ruang penyangga
Membatasi antara ruang gerak dan lingkungan sekitar serta mengurangi dampak negatif yang timbul di ruang gerak.
• Jalur hijau
2. Ruang identitas
Memberikan kesan yang khas pada jalan
• Pemandangan pertanian yang indah, sign board, gerbang masuk
Konsep Sirkulasi
Konsep untuk sirkulasi dibedakan menjadi sirkulasi kendaraan dan sirkulasi pejalan kaki. Konsep sirkulasi untuk kendaraan bermotor adalah pergerakan yang nyaman, aman, lancar dan dengan kecepatan sedang. Pada kecepatan yang sedang, pengemudi kendaraan diharapkan dapat menginterpretasikan pemandangan yang disajikan di sepanjang jalan. Fasilitas untuk sirkulasi kendaraan adalah badan jalan yang cukup lebar untuk dilewati dua kendaraan dari arah berlawanan.
Konsep sirkulasi untuk pejalan kaki adalah pergerakan santai, aman dan nyaman. Fasilitas yang diperlukan adalah jalur pejalan kaki yang cukup lebar untuk dilewati dua orang. Jalur ini bersifat kontinu dan merupakan jalur yang berbeda dengan jalur kendaraan. Untuk lebih jelasnya, konsep sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 5.
(45)
a: Ruang kendaraan bermotor Sirkulasi kendaraan b: Ruang pejalan kaki Sirkulasi pejalan kaki
c: Ruang identitas
Gambar 5. Konsep Sirkulasi
Konsep Tata Hijau
Tata hijau diarahkan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan, peningkatan kualitas lingkungan di sekitar jalan dan memberikan nilai estetika jalan. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan vegetasi yang berfungsi sebagai berikut:
a. Pengarah. Tata hijau berfungsi mengarahkan pandangan pengendara
kendaraan bermotor ke lokasi yang dituju. Vegetasi yang digunakan dapat berupa pohon, semak atau ground cover.
b. Pemberi kenyamanan. Tata hijau dapat berfungsi sebagai pengendali iklim
mikro di sepanjang jalan sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan. Vegetasi yang digunakan dapat berupa pohon, semak atau tanaman penutup tanah yang dapat memenuhi fungsi ini.
c. Pemberi nilai estetika. Tata hijau dapat membingkai pemandangan yang
indah atau menutup pemandangan yang buruk untuk dilihat pengguna jalan. Tata hijau juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas estetik suatu pemandangan. Vegetasi yang digunakan dapat berupa pepohonan, semak maupun ground cover.
d. Penyangga. Tata hijau menjadi pembatas antara jalan dengan lingkungan
untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh jalan terhadap lingkungan sekitar. Dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh jalan antara lain adalah polusi, erosi, bising, dan lain-lain. Vegetasi yang digunakan berupa semak, pepohonan ataupun tanaman penutup tanah.
Jenis tanaman penutup tanah yang digunakan adalah sayuran yang diusahakan di objek agrowisata dan dikombinasikan dengan jenis tanaman lain. Penggabungan ini dimaksudkan untuk mewujudkan fungsi tata hijau yang telah
a
b
b
(46)
disebutkan sebelumnya. Untuk jenis pepohonan yang digunakan merupakan jenis yang sesuai dengan kondisi tapak.
Konsep Perabot Jalan ( Street furniture )
Konsep untuk perabot jalan (street furniture) adalah memberikan keamanan, kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jalan melalui penggunaan perlengkapan jalan yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, standar bentuk yang telah ditetapkan dan penempatan yang tepat sehingga tidak mengganggu sirkulasi. Selain itu, perlengkapan jalan dapat memberikan kesan yang khas lanskap pertanian kepada pengguna jalan melalui desain yang berciri pertanian.
Konsep Visual
Pemandangan yang ingin ditonjolkan adalah kehidupan sehari-hari petani dan berbagai jenis sayuran beserta cara membudiyakannya beserta keindahan alam pedesaan yang tampak di sepanjang jalan. Pemandangan tersebut difungsikan untuk memberikan penyambutan kepada calon pengunjung objek agrowisata serta memberikan sekilas informasi kepada calon pengunjung mengenai objek agrowisata yang akan mereka kunjungi.
Pengembangan fungsi tersebut dilakukan dengan cara penyajian pemandangan dalam bentuk yang terbagi-bagi. Atau dengan kata lain pemandangan diapresiasi oleh calon pengunjung hanya bagian per bagian. Setiap bagian dari pemandangan diperlakukan sebagai pemandangan yang terpisah dari bagian lain dan setiap bagian pemandangan menampilkan sisi terbaiknya. Setiap bagian pemandangan pada akhirnya akan bersatu pada bagian akhir, dimana pemandangan ditampilkan secara keseluruhan. Gambar 6 memperjelas mengenai maksud dari konsep visual ini.
Gambar 6. Konsep visual
Pohon Bukaan ke pemandangan
Jalan
(47)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penilaian Jalur Pencapaian Menuju Objek Agrowisata
Berdasarkan pada konsep perencanaan yang telah dibuat sebelumnya, jalur yang akan dikembangkan merupakan jalan yang dapat diakses dengan mudah, dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan mengenai pertanian dan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Untuk mencapai hal ini, maka dilakukan penilaian terhadap beberapa aspek lanskap yang dimiliki oleh ketiga jalur masuk.
Menurut Simonds (1983), aspek-aspek utama yang harus diperhatikan dalam merencanakan jalan adalah akses yang rasional, dimensi jalan yang dapat menampung arus lalu lintas, pemandangan yang menarik dan topografi. Sehingga pada proses analisa dilakukan penilaian terhadap elemen-elemen tersebut.
Pada proses analisa ini sebelum dilakukan penilaian kondisi dari masing-masing elemen, dilakukanlah pembobotan. Dasar pemberian bobot untuk tiap elemen adalah tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya. Pemberian bobot ini dilakukan agar tujuan utama dari konsep dasar dapat terwujud. Selanjutnya setiap jalan diberi penilaian atas masing-masing elemen tersebut. Nilai yang diberikan berkisar antara satu sampai tiga. Berikut diuraikan bobot masing-masing elemen dan kriteria penilaian kondisi setiap jalan.
Kriteria Penilaian untuk Aspek Aksesibilitas
Tujuan utama dari perencanaan jalan adalah menyediakan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan. Kualitas akses turut menentukan tercapainya tujuan ini. Akses yang rasional mengimplikasikan efisiensi hubungan dari satu titik menuju ke titik lain (Simonds 1983). Efisiensi inilah yang akan menimbulkan rasa nyaman bagi pengguna jalan. Oleh karena itulah, aksesibilitas turut dinilai untuk menentukan jalan masuk utama menuju objek agrowisata.
Aksesibilitas diberi bobot tertinggi yaitu empat, mengingat pentingnya elemen ini bagi objek agrowisata. Lokasi agrowisata harus ditunjang oleh kemudahan mencapai lokasi (Tirtawinata dan Facruddin 1996 dalam Mulyani 2001). Dalam penilaiannya suatu jalur akan dinyatakan baik jika aksesnya mudah dengan rute yang tidak berbelit-belit. Jika dinyatakan dalam angka dengan skala satu sampai tiga, maka jalur demikian diberi nilai tertinggi yaitu tiga.
(48)
Ada kalanya suatu jalur memiliki kualifikasi tersebut namun hanya dalam waktu tertentu. Misalnya pada hari biasa aksesnya mudah dan rute tidak berbelit-belit, namun hal yang sebaliknya terjadi pada waktu libur atau akhir pekan dikarenakan peningkatan arus lalu lintas. Jika suatu jalur memiliki kondisi yang demikian, maka diberi nilai sedang atau dua.
Kondisi lain yang mungkin terjadi adalah kualitas akses suatu jalur sangat rendah. Hal ini dapat terjadi jika aksesnya sulit dengan rute yang berbelit-belit. Dalam skala satu sampai tiga. kondisi demikian akan diberi nilai terendah, yaitu satu.
Kriteria Penilaian untuk Aspek Kondisi Visual
Kondisi visual menjadi aspek yang penting untuk dinilai karena estetika visual jalan merupakan hal yang paling penting dan berguna bagi pengguna jalan untuk memberikan pengalaman visual dan menjadi perhatian bagi pengguna jalan (Hornlebeck dan Okerlund 1973, dalam Ruslan 2005). Selain itu kehadiran pemandangan yang menarik dapat mengurangi kebosanan pengemudi kendaraan bermotor.
Bobot yang diberikan untuk elemen ini adalah sebesar tiga. Elemen ini menjadi penting karena dapat memberikan pengalaman yang menarik bagi pengguna jalan. Selain itu, kondisi visual suatu tapak akan turut menentukan terwujudnya jalan masuk untuk menyambut calon pengunjung objek agrowisata sekaligus memberikan pengetahuan mengenai lanskap pertanian.
Pada ketiga jalan dapat terlihat lanskap pertanian dengan kualitas estetik yang berbeda. Pada tahapan ini, yang akan dinilai adalah kualitas estetik dari pemandangan lanskap pertanian di sepanjang tiga jalur pencapaian. Kualitas kondisi visual dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu baik, sedang dan buruk. Dalam skala penilaian satu sampai tiga, kualitas kondisi visual yang baik diberi nilai 3, yang sedang diberi nilai 2 dan yang buruk diberi nilai 1.
Menurut Ruslan (2005), kondisi visual dinyatakan baik jika jalan didominasi oleh vegetasi dengan bangunan yang tertata baik dengan model bangunan yang menarik, tidak acak-acakan dan kokoh. Tidak adanya ulilitas listrik yang menggantung dan kondisi langit cerah juga meningkatkan nilai keindahan suatu lanskap. Lebih lanjut Ruslan (2005) menjelaskan bahwa kondisi visual dinyatakan berkualitas sedang jika proporsi vegetasi dan bangunan cukup seimbang. Suatu jalan dengan dominasi vegetasi dapat juga bernilai keindahan
(49)
sedangkan bangunan dan/atau utilitas tidak tertata. Sedangkan kondisi visual kualitas rendah adalah jika proporsi bangunan lebih besar daripada vegetasi dan bangunan berada dalam kondisi tidak tertata dengan baik.
Kriteria Penilaian untuk Aspek Lebar Jalan
Penelitian ini akan menilai lebar jalan dan kaitannya untuk menampung arus lalu lintas yang ada dan yang akan datang. Lebar badan jalan menjadi penting untuk dinilai karena dalam suatu kegiatan wisata mutlak diperlukan jalan yang dapat menampung kegiatan berlalu lintas yang aman dan nyaman. Lebih lanjut lebar jalan dapat mempengaruhi jumlah arus pengunjung objek agrowisata yang datang (Tirtawinata dan Facruddin 1996, dalam Mulyani 2001).
Lebar jalan diberi bobot dua karena kaitannya dengan menampung kegiatan lalu lintas yang lancar, aman dan nyaman. Menurut Harris and Dines (1988), untuk menampung kegiatan lalu lintas sekaligus kegiatan wisata pada jalan, diperlukan lebar jalan kurang lebih 6.7 meter. Jika jalan memiliki lebar demikian maka akan diberi nilai tiga, dari skala nilai satu sampai tiga.
Harris and Dines (1988) juga menyinggung mengenai lebar minimum jalan lokal di daerah pedesaan, yaitu 4 meter. Jika suatu jalan memiliki lebar demikian, setidaknya telah memenuhi standar untuk jalan lokal. Namun, standar untuk jalan wisata belum terpenuhi. Oleh karena itulah jalan dengan lebar sekian diberi nilai dua atau dikategorikan sedang.
Lain halnya jika jalan tidak memenuhi kedua standar tersebut. Atau dengan kata lain lebar jalan lebih sempit dari standar minimal untuk jalan lokal, kurang dari 4 meter. Jalan demikian dalam penilaiannya diberi nilai terendah, yaitu satu.
Kriteria Penilaian untuk Aspek Topografi
Elemen terakhir yang dinilai adalah topografi. Elemen ini menentukan visibilitas suatu pemandangan. Menurut Booth (1983), topografi dapat mempengaruhi apa dan berapa banyak yang dapat terlihat dari suatu titik pandang, menciptakan vista yang dramatis, menciptakan sequential viewing dari sebuah objek atau bahkan menyembunyikan elemen yang tidak dikehendaki.
Bobot yang diberikan untuk elemen ini adalah satu dengan skala penilaian antara satu sampai tiga. Nilai satu diberikan pada jalan dengan kondisi topografi yang menghalangi visibilitas pemandangan lanskap pertanian. Hal ini
(50)
dapat terjadi pada jalan yang terletak pada topografi bawah, sehingga tidak dapat melihat pemandangan lanskap pertanian. Jalan yang berada pada topografi tengah diberi nilai dua. Pada jalan demikian pemandangan terkadang dapat terlihat jelas, namun adakalanya tidak terlihat. Lain halnya pada jalan yang berada di topografi atas, dimana pemandangan dapat terlihat dengan jelas tanpa penghalang. Jalan demikian diberi nilai tiga.
Penilaian Terhadap Aspek Aksesibilitas
Objek agrowisata di Agropolitan Cianjur dapat dicapai melalui tiga jalur, yaitu jalur Sindangjaya-Kemang-Baru Awi-Gunung Putri, jalur Cipanas-Lanbouw-Kemang-Baru Awi-Gunung Batu dan jalur Cilengsar-Cipendawa-Gunung Putri. Jalan-jalan tersebut terhubung dengan jalan nasional Bogor-Bandung dan pada hari kerja dapat dicapai dengan mudah dari jalan nasional. Waktu tempuh yang diperlukan untuk mencapai ketiga jalan ini dari kota Bogor pada hari biasa adalah sekitar 1-1.5 jam dengan jarak 35 km. Lain halnya pada hari libur atau akhir pekan dimana lalu lintas di jalan nasional Bogor-Bandung menjadi sangat padat. Pada waktu demikian diperlukan waktu dua sampai tiga jam untuk mencapai ketiga jalur masuk ini.
Pada Gambar 7 terlihat bahwa salah satu titik macet adalah Pasar Cipanas. Biasanya untuk mengakses jalur II dan III dapat langsung melewati Pasar Cipanas. Namun jika terjadi penumpukan kendaraan lalu lintas dialihkan untuk menguranginya. Akibatnya untuk mencapai jalur II dan III, calon pengunjung obyek wisata agro harus berputar dahulu melewati jalur alternatif. Namun akses ke jalur I tidak terganggu karena letaknya yang jauh sebelum Pasar Cipanas (jika dari arah Jakarta atau Bogor). Hal inilah yang menjadikan jalur I sebagai gerbang masuk menuju kawasan agropolitan pada saat ini. Bangunan gerbang masuk yang ada saat ini ditunjukkan pada Gambar 8.
(51)
(52)
Gambar 8. Gerbang Masuk Agropolitan Cianjur
Kemudian pada awal jalur II, yaitu antara Pasar Cipanas dan kantor Desa Cipanas juga terdapat penumpukan angkutan umum. Penumpukan kendaraan umum ini terjadi pada setiap harinya, sehingga menyulitkan calon pengunjung jika melewatinya. Selain itu sepanjang titik kemacetan ini, jalan ditutup untuk arah sebaliknya (arah dari obyek wisata ke jalan nasional).
Telah disebutkan sebelumnya bahwa jalur I (Sindangjaya-Kemang-Baru Awi-Gunung Putri) dapat dengan mudah diakses dari jalan nasional. Calon pengunjung obyek wisata agro dari Jabotabek dapat dengan mudah mengaksesnya dan tidak perlu melewati kemacetan yang sering terjadi di Pasar Cipanas. Jalan ini dapat dijadikan jalan untuk kembali lagi ke jalan nasional. Karena keefisienan dan keefektifan akses menuju jalur I ini maka jalur ini diberi nilai tiga.
Jalur II (Cipanas-Lanbouw-Kemang-Baru Awi-Gunung Batu) bila tidak terjadi penumpukan kendaraan dapat menjadi akses yang baik. Namun, kenyataannya pada mulut jalan ini sering terjadi kemacetan menyebabkan ketidak nyamanan bagi calon pengunjung. Penutupan jalan dari arah obyek wisata menuju jalan nasional dari kantor Desa Cipanas sampai Pasar Cipanas juga dapat mengurangi kenyamanan pengunjung. Dengan adanya hal ini pengunjung terpaksa memutar melewati jalan lain. Jalur II diberi nilai satu atas dasar hal tersebut di atas.
Sama halnya dengan jalur II, jalur III menjadi sedikit sulit diakses oleh pengunjung dari Jabotabek pada hari libur dan akhir pekan. Akibatnya calon pengunjung harus berputar melewati jalan lain. Hal ini tentunya menghabiskan lebih banyak waktu dan dapat mengurangi kenyamanan bagi pengunjung. Namun bagi pengunjung dari daerah Bandung dan sekitarnya jalan ini dapat
(53)
diakses dengan mudah kapan saja. Di sepanjang jalan ini tidak ada titik kemacetan yang berlebihan seperti pada jalur II. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jalan ini menjadi sesuai untuk menunjang kenyamanan calon pengunjung dari berbagai daerah hanya pada waktu hari biasa. Pada hari libur akses menuju jalan ini menjadi kurang nyaman. Karena itulah jalur ini diberi nilai dua.
Penilaian Terhadap Aspek visual
Kondisi visual yang terlihat di sepanjang jalur I didominasi oleh kebun dan pemukiman. Pemukiman membentang pada jalan ini sepanjang 2500 meter dan sisa jalan merupakan kebun. Pada awal jalur Sindangjaya-Kemang di sepanjang jalan dapat ditemui deretan rumah peristirahatan/villa. Selanjutnya terlihat beberapa rumah penduduk yang diselingi oleh kebun sayuran. Lebih jauh terdapat pemukiman penduduk yang lebih rapat dimana di setiap halaman rumah ditanami tanaman hias. Pada jalur Baruawi sampai ke obyek wisata didominasi oleh kebun sayuran dan beberapa pemukiman penduduk. Selain itu terlihat juga deretan pegunungan seperti Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Mas. Kesimpulannya jalan ini diberi nilai dua mengingat proporsi vegetasi dan bangunan di sepanjang jalurI ini adalah seimbang. Selain itu kondisi bangunan juga cukup baik tertata.
Pada jalur II pemandangan yang dapat terlihat hampir sama dengan jalur I. Pemukiman membentang pada jalan ini sepanjang 2500 meter dan sisa jalan merupakan kebun. Pemukiman penduduk dan Istana Cipanas mengawali pemandangan di jalur II. Selanjutnya pemandangan yang terlihat di sepanjang jalan adalah lahan pertanian yang diselingi oleh rumah-rumah penduduk. Jalan ini juga diberi nilai dua mengingat proporsi vegetasi dan bangunan di sepanjang jalur I ini adalah seimbang dengan kondisi bangunan juga cukup baik tertata.
Hal yang hampir sama juga terlihat pada jalur III. Pemukiman membentang pada jalan ini sepanjang 3000 meter dan sisa jalan merupakan kebun. Pada awalnya pemandangan di jalan III didominasi oleh pemandangan rumah penduduk/villa yang kurang teratur. Selanjutnya pemandangan lahan pertanian dan beberapa rumah penduduk merupakan pemandangan yang terlihat disepanjang jalan ini. Jalan ini juga diberi nilai satu karena proporsi vegetasi dan bangunan yang kurang lebih berimbang namun kondisi bangunan di sepanjang jalan kurang baik.
(54)
Gambar 10 memberikan gambaran yang jelas mengenai pemandangan yang dapat terlihat jelas di sepanjang jalan-jalan tersebut.
Penilaian Terhadap Aspek Teknis Jalan
Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga Kabupaten Cianjur, jalur I memiliki panjang 5 km dengan lebar jalan 3 m dan merupakan jalan berlajur dua. Jalan ini dilalui 55 kendaraan bermotor beroda empat per hari. Jalur II memiliki panjang 5 km dengan lebar 4 meter dan berlajur dua. Kondisi jalan cukup baik dan dilalui oleh 60 kendaraan per hari.
Jalur III memiliki panjang 5.4 km dan berlajur dua dengan lebar jalan 3 meter. Fisik jalan dalam kondisi yang rusak. Rata-rata jalan ini dilalui oleh 63 kendaraan beroda empat per hari.
Lebar daerah milik jalan (Damija) di ketiga jalan yang tersisa setelah dimanfaatkan sebagai Damaja adalah 50 cm. Daerah milik jalan tersebut pada beberapa bagian berada di bawah bangunan pemukiman penduduk. Daerah pemanfaatan jalan di ketiga jalan ini terdiri atas bahu jalan dan saluran drainase tepi jalan. Trotoar maupun ambang pengaman tidak terdapat di sepanjang jalan-jalan tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Kondisi Aktual Jalan
Telah diuraikan di atas bahwa jalur I dan III memiliki lebar jalan yang sama yaitu 3 meter. Karena itulah kedua jalan ini diberi nilai satu karena lebarnya yang kurang dari standar minimal untuk jalan lokal. Lain halnya dengan jalur II yang memiliki lebar jalan 4 meter. Jalur II ini telah memenuhi standar minimal untuk jalan lokal, sehingga jalan ini diberi nilai dua.
(55)
(1)
(2)
Tabel Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pinus merkusii (FAO)
Karakter lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Temperatur (t)
Rata-rata tahunan (0C)
19-21 >21-23 17- >19
Td Td >23
<17
Ketersediaan air (w)
Bulan kering (<75 mm) Curah hujan/tahun (mm) 1-2 2500-3000 >2-3 <1 >3000-4000 2000- <2500 Td Td
Td >3
>4000 <2000 Media Perakaran (r) Drainase tanah Tekstur Kedalaman efektif (cm) Baik,sedang SL,L,SCL, SiL,Si,CL, SiCL >100 Sedang LS,SC.SiC 75-100 Agak terhambat, agak cepat Td 50- <75 Terhambat, cepat Sgt terhambat, sgt cepat Retensi Hara(f) pH tanah
5.5-7.0 >7.0-8.0 4.5- <5.5
Td Td >8.0
<4.5 Kemudahan
pengolahan
- - Sgt
keras,sgt teguh, sgt
lekat
- Berkerikil, berbatu Terrain (s/m) Lereng (%) Batuan permukaan (%) Singkapan batuan (%) <8 <3 <2 8-15 3-15 2-10 >15-30 >15-40 >10-25 >30-50 Td >25-40 >50 >40 >40
(3)
Tabel Lampiran 2. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Agathis dammara (FAO)
Karakter lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Temperatur (t) Rata-rata tahunan (0C)
20-24 >24-30 17- <20
Td Td >30
<17 Ketersediaan
air (w)
Bulan kering (<75 mm) Curah hujan/tahun (mm)
<1
2500-3000
1-3
>3000-4000 2000- <2500
>3-4
Td
Td
Td
>4
>400 >2500
Media
Perakaran (r) Drainase tanah
Tekstur
Kedalaman efektif (cm)
Baik,sedang
SL,L,SCL, SiL, Si, CL,
SiCL >150
Agak cepat,
agak terhambat
LS, SC, SiC, StrC
100-150
Cepat
Liat masif
75- <100
Terhambat, cepat
Td
50- <75
Sgt terhambat,
sgt cepat
Kerikil, pasir
<50 Retensi Hara(f)
pH tanah 5.5-7.7 >7.0-7.5 5.0- <5.5
>7.5-8.0 4.5- <4.9
>8.0 <4.5 Terrain (s/m)
Lereng (%) <8 8-15 >15-30 >30-50 >50
(4)
Tabel Lampiran 3. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kayu Putih (Melalueca sp) versi FAO
Karakter lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1
Temperatur (t) Rata-rata tahunan (0C)
21-30 >30
Ketersediaan air (w)
Bulan kering (<75 mm) Curah hujan/tahun (mm)
2-4 1200-1600
>4 <2 >1600 1200-800
<800
Media Perakaran (r)
Drainase tanah
Tekstur
Kedalaman efektif (cm)
Moderatly well, well, somewhat excessive Loam, sandy
clay loam, silt loam, silt,
clay loam, silty slay loam, sandy
clay, structured
clay >100
Somewhat poor
Loamy sand, sandy loam,
silty clay, massive clay
50-99
Excessive
Sand
<50
Very poor
Gravels
Retensi Hara(f)
pH tanah 7.0-7.5 7.6-8.0 6.9-6.0
8.1-8.5 5.9-5.0
>8.5 <5.0 Terrain (s/m)
Lereng (%) Batuan
permukaan (%) Singkapan batuan (%)
0-15 0 0
15-30 1 1
30-50 2-3 2-3
>50 >4 >4
(5)
Tabel. Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Jalan Lokal (USDA, 1983)
Sifat lahan Kesesuaian Lahan
Baik Sedang Buruk
Subsiden total (cm) - - >30
Kedalaman hamparan batuan (cm)
a. Keras b. Lunak
>100 >50
50-100 <50
<50 Padas keras (cm)
a. Tebal b. Tipis
>100 >50
50-100 <50
<50 - Mengembang mengerut Rendah Sedang Tinggi
Air tanah (cm) >75 30-75 <30
Lereng <8 8-15 >15
Banjir Tanpa Jarang Sering
Batu (>7.5 cm) <25 25-50 >50
(6)
Tabel Lampiran 5. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Pedestrian (Soil Survey Staff, 1993)
Sifat lahan Tingkatan Pembatas
Baik Sedang Buruk
Tekstur modifikasi permukaan
- - Es
a. tekstur permukaan - Sandy clay, silty clay, clay
-
b. tekstur lapisan permukaan
Loamy fine sand
Very fine sand, loamy
fine sand, loamy sand
Sand, fine sand
Banjir Tidak
pernah
- Jarang,
kadang, sering
Lereng <8 8-15 >15
Kolam - - Ada
Kedalaman permukaan air tanah (feet)
>2.5 1.5-2.5 <1.5
Kedalaman bedrock - - <20