Kesimpulan Saran Latar Belakang

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh terhadap pembungaan, jumlah ubi, panjang ubi, diameter ubi, jumlah cabang, bobot ubi, dan diameter batang, tetapi berpengaruh nyata terhadap pengamatan kadar aci ubi. 2. Umur tanaman berpengaruh terhadap jumlah cabang, bobot ubi, dan kadar aci. 3. Kinerja paclobutrazol terhadap diameter batang dan kadar aci ubi dipengaruhi oleh umur tanaman. Hal itu terlihat dari terjadinya interaksi antara umur tanaman dengan paclobutrazol pada diameter batang dan kadar aci.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lapang untuk mengetahui pengaruh umur tanaman yang baik dan tingkatan dosis konsentrasi paclobutrazol yang paling efektif dalam merangsang pembungaan pada tanaman ubikayu. I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ubi kayu Manihot esculenta Crantz merupakan komoditas andalan Indonesia, khususnya Provinsi Lampung. Indonesia adalah penghasil ubi kayu terbesar ke-4 di dunia setelah Nigeria, Brazil, dan Thailand. Pada tahun 2006, luas areal lahan ubi kayu di Lampung mencapai 298.989 ha Deptan, 2006. Oleh karena itu, ubi kayu mempunyai nilai sosial yang sangat strategis sehingga harus diperhatikan peningkatan produktivitasnya. Selain sebagai sumber makanan pokok, ubi kayu juga digunakan dalam industri sebagai bahan baku pembuatan tepung tapioka, makanan ternak, dan bioetanol. Di Indonesia, Lampung merupakan provinsi penghasil ubi kayu terbesar 24. Pada tahun 2005, produksi ubi kayu nasional sebesar 19,5 juta ton dengan areal seluas 1,24 juta hektar Prihandana et al., 2007. Walaupun demikian produktivitas tanaman ubi kayu di Provinsi Lampung masih rendah. Berdasarkan laporan dinas pertanian, rata-rata produktivitasnya baru mencapai 15-20 tonha Dinas Pertanian, 2006. Rendahnya produktivitas tersebut antara lain disebabkan oleh 1 ketidakmampuan petani membeli pupuk yang dari waktu ke waktu semakin mahal dan sulit diperoleh, sehingga pupuk yang diberikan oleh petani tidak sesuai kebutuhan tanaman, bahkan banyak sebagian dari petani yang tidak menggunakan pupuk, 2 makin rendahnya tingkat kesuburan tanah karena input pupuk yang diberikan ke dalam tanah tidak sebanding dengan nutrisi yang terangkut melalui panen, dan 3 praktek budidaya yang tidak benar. Berdasarkan hasil penelitian Suherman dan Kuntjoro 1999 di Provinsi Lampung, 35 petani tidak memupuk, 59 memupuk seadanya, dan 6 memupuk sesuai anjuran. Berlawanan dengan fenomena tersebut, ubi kayu terus dibutuhkan dalam jumlah yang makin meningkat. Ini terbukti oleh areal tanaman ubi kayu di Provinsi Lampung yang dari tahun ke tahun sejak tahun 1960an terus meningkat Dinas Pertanian, 2006. Peningkatan tersebut berarti juga makin banyaknya petani dan keluarganya yang bergantung pada ubi kayu, langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu tanaman ubi kayu merupakan tanaman yang mempunyai nilai sosial cukup tinggi di Provinsi Lampung. Sampai dengan Tahun 2005, penduduk pedesaan yang terlibat dalam budidaya tanaman ubi kayu sekitar 600.000 jiwa, belum termasuk penduduk yang terlibat aktif sebagai karyawan di pabrik-pabrik berbahan baku ubi kayu dan kegiatan ekonomi yang tumbuh sebagai dampak dari peredaran uang di sekitar agroindustri dan pertanaman ubi kayu. Nilai penting dari tanaman ubi kayu ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan akan makin banyaknya pabrik-pabrik pengolahan ubi kayu menjadi produk industri yang makin beragam seperti pabrik bioetanol dan lain-lain. Oleh karena itu perlu adanya usaha untuk meningkatkan produktivitas ubi kayu. Ini menuntut adanya perbaikan genetik melalui persilangan antarubi kayu. Varietas unggul ubi kayu pada umumnya berupa klon yang diperbanyak secara vegetatif menggunakan stek. Karena sebagian besar menyerbuk silang dan seleksi dilaksanakan pada generasi F1, klon-klon ubi kayu secara genetik bersifat heterozigot. Tahap-tahap perakitan varietas ubi kayu meliputi penciptaan atau perluasan keragaman genetik populasi awal, evaluasi karakter agronomi dan seleksi kecambah dan tanaman yang tumbuh dari biji botani, evaluasi dan seleksi klon, dan uji daya hasil CIAT, 2005; Perez et al. Persilangan antarubi kayu dapat dilakukan apabila klon-klon yang akan disilangkan berbunga. Akan tetapi masalah yang ada pada pembungaan ubi kayu adalah tidak seragamnya tanaman ubi kayu untuk dapat berbunga serentak di dataran rendah. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh faktor eksternal seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan unsur hara, sehingga peningkatan kualitas varietas tanaman ubi kayu hanya terbatas pada daerah dataran tinggi saja. Beberapa pengaruh suhu yang dapat menghambat pembungaan adalah curah hujan yang tinggi, karena pada musim hujan tanaman akan menyerap unsur hara dan air agar dapat menyimpan cadangan makanan sehingga pertumbuhan vegetatif lebih dominan. Dengan demikian pembentukan bunga pada tanaman sulit terjadi. Dalam hal ini pengaruh suhu yang optimal sangat penting dibutuhkan oleh tanaman ubikayu untuk merangsang keluarnya bunga. Suhu minimal untuk tanaman ubi kayu agar dapat tumbuh adalah 10 °C, jika pertumbuhan di bawah 10 °C maka tanaman akan kerdil dan bahkan tanaman akan mati, hal itu disebabkan karena bagian dari sel-sel tanaman tidak dapat bekerja dengan baik. Sebaliknya jika suhu terlalu tinggi dan melebihi suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman ubi kayu, maka tanaman ubi kayu juga tidak dapat tumbuh dengan baik, dalam hal yang berhubungan dengan proses pembungaan pada tanaman ubi kayu, maka akan terjadi penghambatan perkembangan bunga pada tahap diferensiasi tepung sari dan dapat merusak perkembangan kuncup bunga Sitompul, 1995. Dalam proses pembentukan bunga, suhu optimal untuk perkembangan bunga adalah 25 °C. Intensitas cahaya mempunyai pengaruh yang lebih besar dan efeknya lebih konsisten dari pada panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan mengurangi inisiasi bunga pada banyak spesies tanaman Matthews, 1963. Tanaman ubi kayu cenderung menyerbuk silang karena bunga betina membuka 10-14 hari sebelum bunga jantan membuka. Meskipun demikian, penyerbukan sendiri dan silang dapat terjadi secara alamiah. Berdasarkan hal tersebut, untuk mempermudah pelaksanaan persilangan ubi kayu di dataran rendah, maka perlu ada terobosan teknologi dengan melakukan perangsangan pembungaan pada tanaman ubi kayu. Dengan demikian persilangan ubi kayu untuk mendapatkan varietas unggul juga dapat dilakukan di dataran rendah. Untuk merangsang pembungaan pada tanaman ubi kayu agar dapat berbunga secara bersamaan, maka perlu dilakukan pengujian dengan senyawa kimia yang diharapkan dapat merangsang keluarnya bunga. Salah satu bahan kimia yang telah banyak diteliti pengaruhnya terhadap percepatan pembungaan untuk banyak tanaman komersial adalah Paclobutrazol. Senyawa paclobutrazol dengan nama kimia 2RS, 3 RS- 1 4-chlorphenyl-4,4- dimethyl-2-IH-1,2,4-triazol-1-ylpentan-3-ol adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan pada tanaman. Penggunaan paclobutrazol pada ubi kayu bertujuan untuk menghambat kerja sel pada bagian tanaman, sehingga proses biosintesis terhambat. Dengan demikian pertumbuhan vegetatif juga terhambat dan akan menyebabkan cadangan makanan yang ada dialokasikan untuk merangsang munculnya bunga. Paclobutrazol telah diujikan pada tanaman lain sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah bunga dan jumlah tunas. Seperti pada tanaman tanaman hias kaca piring penggunaan paclobutrazol dengan konsentrasi 400 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga dan menghambat pemanjangan ruas Choiriyah, 1999. Pada tanaman melati juga telah dilakukan percobaan paclobutrazol dengan pemberian konsentrasi 200 ppm yang memberikan pengaruh pada perpanjangan ruas dan dapat meningkatkan jumlah bunga Herlina, 1997. Ini semua membuktikan bahwa paclobutrazol cukup efektif dalam merangsang keluarnya bunga. Menurut Ervina 1999, paclobutrazol dapat diaplikasikan dengan cara penyemprotan melalui daun, tanah, atau injeksi batang. Efek penghambatan pemanjangan ruas pada tanaman adalah karena kerja dari paclobutrazol yang dapat menghambat biosintesis giberelin sehingga produksi giberelin rendah. Sebagai akibat dari rendahnya produksi giberelin menyebabkan terhambatnya pembelahan dan pemanjangan sel, sehingga kinerja tanaman dihambat untuk pelebaran daun. Pemberian paclobutrazol pada tanaman yang kondisi awalnya telah memiliki cadangan makanan yang cukup, karena proses pertumbuhan vegetatif dihambat, akan mengakibatkan cadangan makanan yang ada dialokasikan untuk pembentukan bunga. Pemberian paclobutrazol melalui tanah memiliki daya persistensi yang tinggi sehingga tidak memerlukan aplikasi berkali-kali dibandingkan melalui daun. Berdasarkan kebutuhan perbaikan genetik tanaman ubi kayu untuk peningkatan produktivitas di lahan marginal melalui pemuliaan di dataran rendah, maka perangsangan pembungaan dengan menggunakan paclobutrazol perlu dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah