Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Islam

selain keterbatasan merupakan ujian dari Allah SWT, juga sifat manusia yang berkeinginan tidak terbatas dianggap sebagai sifat yang alamiah. Ketiga, mazhab Alternatif-Kritis Dipelopori oleh Timur Kuran Ketua Jurusan Ekonomi di University of Southern California. Kuran mengkritisi kedua mazhab di atas. Mazhab ini berpendapat bahwa yang perlu dikritisi tidak saja kapitalisme dan sosialisme, tetapi juga ekonomi Islam itu sendiri. 27 Dari sekian literatur dan perkembangan perekonomian Islam di dunia, tampaknya mazhab Mainstream lebih fleksibel dan dominan dalam berkiprah karena seperti yang ditulis oleh Muhammad Muslehuddin bahwa sesungguhnya esensi dari ekonomi Islam adalah perilaku dan sistem ekonomi yang dibangun established dan ditegakkan berdasarkan syariah, dan kemungkinan menerima unsur ekonomi lainnya selama tidak bertentangan dengannya. 28 Oleh karena itu, mengenai pembahasan ekonomi Islam selanjutnya, yaitu nilai-nilai dasar ekonomi Islam, nilai-nilai instrumental ekonomi Islam dan tujuan ekonomi Islam, penulis menggunakan pendekatan yang lebih condong kepada mazhab mainstream.

B. Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Islam

Nilai-nilai dasar ekonomi Islam tersebut adalah : 27 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : IIIT Indonesia, 2002, h. 13-16 28 Muhammad Muslehuddin, Economics and Islam New Delhi: Marzkazi Maktaba Islami, 1982, h. 47 1. Nilai Dasar Pemilikan Menurut sistem ekonomi Islam a pemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas-atas sumber ekonomi, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya. Seorang muslim yang tidak memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang diamanatkan Allah kepadanya, misalnya dengan membiarkan lahan atau sebidang tidak diolah sebagaimana mestinya akan kehilangan hak atas sumber-sumber ekonomi itu. Demikian juga halnya dengan sumber-sumber ekonomi yang lain. Hal ini disandarkan pada ucapan Nabi Muhammad yang mengatakan bahwa ”Barang siapa yang menghidupkan satu bumi yang mati, maka ia bumi itu baginya” HR Tirmidzi. Islam sangat mendorong serta memberikan janji pahala yang besar bagi orang yang mengelola tanah yang terbengkalai, karena pekerjaan itu akan meluaskan daerah pertanian dan menambah sumber pendapatan. 29 Rasulullah bersabda :“Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya. Dan apa yang dimakan pencuri rizki binatang liar, maka menjadi shadaqah baginya” Akan tetapi, kalau ia menelantarkan tanah itu, misalnya dengan hanya memagarinya saja dengan tembok selama tiga tahun lamanya, maka ia tidak berhak lagi ”memiliki tanah itu”. Selain dari itu menurut sistem ekonomi Islam, b lama pemilikan atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia itu hidup di dunia ini. Apabila seorang manusia meninggal dunia, harta kekayaannya harus dibagikan kepada ahli 29 Dr. Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta : Rabbani Press, 1995, Cetakan ke-1. h. 178 warisnya menurut ketentuan yang ditetapkan Allah. Menurut ajaran Islam, c sumber-sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hajat hidup orang harus menjadi milik umum atau negara, atau sekurang- kurangnya dikuasai oleh negara untuk kepentingan umum atau orang banyak. Islam memandang kepemilikan manusia hanyalah kepemilikan untuk menikmati dan memberdayakan harta kekayaan yang ada, bukan sebagai pemilik hakiki. Manusia hanya bisa memiliki kemanfaatan atas fasilitas yang ada, seperti mempunyai tanah untuk dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, sebagai lahan pertanian ataupun sebagai ladang bisnis. Kepemilikan yang ada hanya sebatas mengambil manfaat dan tidak bisa menghilangkan kepemilikan Allah yang hakiki atau mengurangi hak-hak Allah atas segala fasilitas kehidupan yang telah diturunkan di muka bumi. 30 Oleh karena itu, Islam tidak membolehkan pembentukan atau penguasaan monopoli yang bersifat pribadi, yang ada kemungkinan merugikan bagi masyarakat. Rasulullah Saw melarang pemilikan secara atau pengontrolan secara pribadi terhadap barang-barang yang digunakan masyarakat. Menurut riwayat Ibn Abbas, Rasulullah bersabda : “Padang rumput adalah milik Allah dan RasulNya dan tak seorangpun yang diperbolehkan memilikinya untuk dirinya sendiri.” Adapun hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Semua umat Islam bersama-sama memiliki tiga hal yaitu air, rumput dan api”. 30 Abdul Sami’ Al-Mishri , Pilar-Pilar Ekonomi Islam,Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2006, Cetakan ke-1, h. 27 Maka dalam pandangan ekonomi Islam apabila terdapat cabang-cabang produksi yang mangandung hajat hidup orang banyak dikuasai oleh pribadi, maka negara berhak menyitanya. Hal tersebut bersandar pada suatu riwayat, yaitu nabi pernah menyita sebidang tanah di kota Madinah “Tanah al-Naqi” yang diperuntukkan bagi kaum muslimin untuk mengembalakan kuda-kuda mereka, artinya tanah tersebut dijadikan sebagai milik publik dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Prinsip tersebut juga dilestarikan oleh khalifah Umar bin Khattab yang berusaha untuk menyitamenjaga aset yang dapat mendatangkan kemanfaatan bagi masyarakat publik dalam penguasaan ruang publik tersebut, Umar pernah menyita tanah ar-Rabdzah dan diperuntukkan bagi tempat pengembalaan kaum muslimin. 31 2. Keseimbangan Keseimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai aspek tingkah laku ekonomi seorang muslim. Atas keseimbangan ini misalnya terwujud dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi keborosan QS. Al-Furqan : 67, Ar- Rahman : 9. Nilai dasar keseimbangan ini harus dijaga sebaik-baiknya bukan saja antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat dalam ekonomi, tetapi 31 Ibid, h. 75 juga keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum. Disamping itu harus juga dipelihara keseimbangan antara hak dan kewajiban. 32 3. Keadilan Nilai dasar sistem ekonomi Islam ketiga adalah keadilan. Kata adil adalah kata terbanyak disebut dalam Al-Qur’an lebih dari seribu kali, setelah perkataan Allah dan ilmu pengetahuan. Karena itu dalam Islam, keadilan adalah titik tolak, sekaligus proses dan tujuan semua tindakan manusia. Ini berarti bahwa nilai kata itu sangat penting dalam ajaran Islam terutama dalam kehidupan hukum, sosial politik dan ekonomi. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa a keadilan itu harus diterapkan di semua bidang kehidupan ekonomi. Dalam proses produksi dan konsumsi, misalnya, keadilan harus menjadi penilai yang tepat, faktor-faktor produksi dan kebijaksanaan harga, agar hasilnya sesuai dengan tekanan yang wajar dan kadar yang sebenarnya. Oleh karena itu dalam Islam sistem ijon sangat dilarang dan tidak hanya ijon Islam juga melarang untuk menjual barang-barang yang palsu dan menganjurkan penggunaan ukuran dan timbangan yang benar, hal itu bisa dilihat : 32 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta, UI Press, 1988, h. 7-8 ☺ ﺮ ا ة : Artinya : dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui. QS.Al-Baqarah : 188 ا ل ﺎ : ﻬ ﻰ ر ﻮ ل م ص ﷲا ﱢﺜ ا رﺎ ﱠ ﻰ ﺰ ه ﻮ , و و ﺎ ﺰ ه ﻮ . لﺎ لﺎ و ﺮ ﱠﻰ ا ر د ت ا ذ ا ﺜ ا ﷲا ﺮ ة ﺎ ﺄ ﺬ ا ﺪ آ لﺎ ا . و ر و ا ﺔ رﺎ ر ﷲا ا ﱠن ر ﻮ ل ﷲا م ص ﻬ ﻰ ا ﱠ ا ﱠﻰ ﺰ ه ﻮ و ا ﱠﻰ و ﺄ ا ه ﺎ ﺔ ﻬ ﻰ ا ﺎ و ا ﺸ ﺮ ى اور ىرﺎ ا او Artinya : disampaikan oleh Anas semoga Allah ridha kepadanya bahwa Rasulullah Saw melarang memperjualbelikan buah-buahan selama mereka belum matang. Ditanyakan : “bagaimana kita bisa mengetahui bahwa buah tersebut belum matang”. Jawabnya : “apakah engkau kira ada salah seorang diantaramu akan sanggup mengambil milik saudaranya jika Allah menghentikan buah-buahan itu untuk menjadi matang?“ seperti juga dikemukakan oleh Ibnu Umar yang mengatakan bahwa nabi Saw melarang jual beli pohon kurma sebelum kurma tersebut matang atau mempertukarkan bunga jagung sampai ia menjadi matang atau tidak terdapat kerusakan- kerusakan. Ia melarang tindakan membeli atau menjual seperti apa yang disebutkan diatas. HR.Bukhari dan Muslim ⌧ ☺ ﺎ ا : Artinya : ….dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil…Al- An’am : 152 Keadilan dalam ekonomi juga berlaku dalam penetapan upah pekerja. Dalam ekonomi Islam, upah yang diberikan oleh majikan kepada buruh harus sesuai dan layak. Islam tidak menghendaki adanya eksploitasi buruh yang diterapkan oleh masyarakat kapitalis dan dalam ekonomi Islam, upah buruh ditetapkan secara adil dan seimbang. Yang mana upah yang seimbang itu disesuaikan dengan porsi kerja dari buruh tersebut. Seperti diterangkan oleh Allah : ⌧ ☺ ☺ ﺎ ا ء : Artinya : sesungguhnya, bahwasanya Alah memerintahkan kalian agar menunaikan amanat kepada yang berhak, dan apabila kalian menetapkan keputusan diantara sesama manusia hendaklah kalian menetapkannya dengan adil. An-Nisa : 58 Selain itu, b keadilan juga berarti kebijaksanaan mengalokasikan sejumlah hasil kegiatan ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar, melalui zakat, infak pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang, setiap kali ia memperoleh rezeki, sedekah pemberian ikhlas yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan, baik jenis, jumlah maupun waktunya. Watak utama nilai keadilan yang dikemukakan diatas adalah bahwa masyarakat ekonomi haruslah merupakan masyarakat yang memiliki sifat makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran. Penyimpangan dari watak ini akan menimbulkan bencana bagi masyarakat yang bersangkutan. Ketiga nilai dasar sistem ekonomi Islam tersebut diatas yaitu 1 kebebasan yang terbatas mengenai harta kekayaan dan sumber-sumber produksi, 2 keseimbangan dan 3 keadilan merupakan pangkal asal nilai-nilai instrumental sistem ekonomi Islam. 33

C. Nilai Instrumental Ekonomi Islam