Teori kontrak defacto Teori kontrak ekpresif Teori promissory estoppel. Teori kontrak quasi pura-pura

16

4. Teori kepercayaan merugi Injurious Reliance Theory.

Teori ini mengajarkan bahwa kontrak sudah dianggap ada jika dengan kontrak yang bersangkutan sudah menimbulkan kepercayaan bagi pihak terhadap siapa janji itu diberikan sehingga pihak yang menerima janji tersebut karena kepercayaannya itu akan menimbulkan kerugian jika janji itu tidak terlaksana. Dan didalam ilmu hukum ada empat teori berdasar pada teori formasi kontrak, yaitu:

1. Teori kontrak defacto

Kontrak de facto implied in-fact adalah kontrak yang tidak pernah disebutkan dengan tegas tetapi ada dalam kenyataan, pada prinsipnya dapat diterima sebagai kontrak yang sempurna.

2. Teori kontrak ekpresif

Bahwa setiap kontrak yang dinyatakan dengan tegas ekpresif oleh para pihak baik dengan tertulis ataupun secara lisan, sejauh memenuhi syarat-syarat syahnya kontrak, dianggap sebagai ikatan yang sempurna bagi para pihak.

3. Teori promissory estoppel.

Teori ini disebut juga dengan detrimental reliance, dengan adanya persesuaian kehendak diantara pihak jika pihak lawan telah melakukan sesuatu sebagai akibat dari tindakan-tindakan pihak lainnya yang dianggap merupakan tawaran untuk suatu ikatan kontrak. Universitas Sumatera Utara 17

4. Teori kontrak quasi pura-pura

Disebut juga quasi contract atau implied in law, dalam hal tertentu apabila dipenuhi syarat-syarat tertentu, maka hukum dapat dianggap adanya kontrak diantara para pihak dengan berbagai konsekwensinya, sungguhpun dalam kenyataannya kontrak tersebut tidak pernah ada. Menurut W. Friedman, suatu undang-undang harus memberikan keadaan yang sama kepada semua pihak, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara pribadi- pribadi tersebut. 15 Pembahasan tentang hubungan perjanjian para pihak pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dalam masalah keadilan. Perjanjian sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu dan lain pihak menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Menurut Munir Fuady, Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasan untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. 16 Menurut Subekti dalam Bukunya Hukum Perjanjian, Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak perjanjian yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan keteriban umum. 17 15 W. Friedman, Teori Dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kasus Atas Teori-Teori Hukum, Diterjemahkan Dari Buku Aslinya Legal Theory, Terjemahan Muhammad. Bandung: Mandar Maju, 1997, hal. 21. 16 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2002,hal 12. 17 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Pembimbing Masa, 1980, hal.5 Universitas Sumatera Utara 18 Asas kebebasan berkontrak meliputi ruang sebagai berikut : 1. Bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian 2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian 3. Kebebasan untuk menentukan memilih causa dari perjanjian yang dibuatnya 4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian 5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian 6. Kebebasan untuk menerima menyimpangi ketentuan Undang undang yang bersifat aanvullend. 18 Menurut Munir Fuady, asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasan untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. 19 Menurut Felix. O. Soebagjo, dalam penerapan asas kebebasan berkontrak, bukan berarti dapat dilakukan bebas sebebasnya, akan tetapi juga ada pembatasan yang diterapkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan, yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan. Dengan demikian kita melihat bahwa asas kebebasan berkontrak ini tidak hanya milik KUHPerdata, akan tetapi bersifat universal. 20 18 Kompasiana.com, “Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Perjanjian di Indonesia”, http:m.kompasiana.compostread2388953asas-kebebasan-berkontrak-dalam-hukum-perjanjian-di- indonesia 19 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2002 hal 12 20 Felix O. Soebagjo, Perkebangan Asas-Asas Hukum Kontrak Dalam Praktek Bisnis selama 25 Tahun Terakhir , Disampaikan dalam pertemuan ilmiah “Perkembangan Hukum Kontrak dalam PraktekBisnis di Indonesia”, diseleggarakan oleh Badan Pengkajian Hukum Nasional, Jakarta 18 dan 19 Pebruari 1993. Universitas Sumatera Utara 19 Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. Dalam berkontrak terdapat pembatasan yang mana diatur oleh pasal – pasal KUHPerdata itu sendiri, yaitu pasal 1320 dan pasal 1338 ayat 3,yaitu mengenai asas itikad baik. 21 Dalam The principles of European Contract Law penggunaan kebebasan berkontrak dibatasi, yaitu : 22 a. Good faith itikad baik b. Fair dealing transaksi yang adil c. The mandatory rues estabilished by these Principles peraturan yang memaksa yang diterapkan oleh prinsip ini. d. Exclusion of the principles is permitted, except as otherwise provides by these Principles pengecualian dari prinsip – prinsip tersebut diijinkan, kecuali ditentukan sebaliknya oleh prinsip – prinsip ini. Pembatasan kebebasan berkontrak didasarkan pada beberapa alasan, yaitu : 23 a. Tumbuh dan meluasnya penggunaan kontrak standart. Pembatasan oleh pihak yang kuat atau pihak yang membuat kontrak. 21 Opcit 22 Opcit 23 Ibid Universitas Sumatera Utara 20 b. Menurunnya peranan dari pilihan bebas, tumbuhnya upaya perlindungan terhadap konsumen. Ketika terjadinya suatu kontrak, maka para pihak harus memahami syarat- syarat perjanjian berdasarkan pasal 1320 hukum perdata, yaitu adanya kesepakatan, kecakapan para pihak dalam bertindak hukum, adaanya suatu hal tertentu, dan adanya sebab yang halal, dalam pengertian bahwasanya hal yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, sehingga dalam berkontrak itu sendiri dapat mencerminkan adanya suatu kedaulatan hukum yang dimiliki oleh setiap individu dalam suatu perbuatan hukum, yang mana hal yang disepakati akan mengikat para pihak dalam kontrak tersebut untuk kemudian dapat memberikan prestasi yang seimbang atau sama nilainya dan apa yang disepakati bersama menjadi undang- undang bagi kedua belah pihak yang berjanji, sehingga menjadi kepastian hukum. Dalam perjanjian kerjasama jual beli tandan buah segar antara Pabrik Kelapa Sawit PKS Kwala Sawit PTPN II dengan CV Bina Mandiri terdapat suatu penyimpangan dari isi kesepakatan yang tertuang dalam kontrak kerjasama jual beli tandan buah segar TBS, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan prestasi yang diterima oleh salah satu pihak atau disebut juga wanprestasi. Yaitu terjadinya pelanggaran pada pasal 5 ayat 2 Surat Perjanjian Kerjasama Jual Beli Tandan Buah Segar, yaitu mengenai keterlambatan pembayaran, yang mana pembayaran oleh PTPN II lewat dari pada jangka waktu yang telah di tentukan yaitu setiap satu minggu setelah proses pembelian tandan buah segar dari pihak pemasok selesai dilakukan. Adanya pelanggaran ini menimbulkan suatu sengketa perselisihan berupa keberatan dari pihak Universitas Sumatera Utara 21 rekananpemasok karena adanya kerugian yang diterima, maka diperlukan suatu pranata hukum untuk dapat menyelesaikan perselisihan tersebut. Pola penyelesaian sengketaperselisihan dalam bidang perjanjian dapat dikelompokkan menjadi 3 tiga bagian, yaitu : 1. Melalui jalur musyawarah mufakat yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak 2. Melalui jalur mediasi dengan menggunakan mediator atau melalui jaliur alternatif penyelesaian sengketa 3. Melalui jalur litigasi pengadilan

2. Kerangka Konsepsi