sel-sel seperti fibroblas atau odontoblas yang ada. Pada manusia lanjut usia, jumlah sel ini sedikit sehingga kemampuan sel pulpa untuk regenerasi pun berkurang.
7
• Immunocompetent Sel yang termasuk di kategori ini merupakan sel pertahanan yang masuk
melalui aliran darah. Sel ini berfungsi saat adanya invasi bakteri atau benda asing yang masuk. Sel imun yang banyak dijumpai pada pulpa gigi adalah limfosit,
makrofag, dan dendritik.
21
Sel-sel immunocompetent dapat merespon berbagai situasi klinis yang dapat menyebabkan kehilangan integritas jaringan keras gigi. Salah satunya adalah respon
peradangan. Radang pada pulpa gigi pulpitis terjadi apabila terdapat invasi bakteri ataupun produk-produknya, pulpitis juga dapat terjadi apabila terdapat iritasi kimia,
fisik, thermis, serta stimulasi elektrik. Anatomi pulpa gigi yang dikelilingi oleh jaringan keras mengakibatkan tampilan klinis peradangan yang terjadi pada pulpa
gigi berbeda dengan di lokasi lainnya. Gejala klinis peradangan seperti panas, bengkak, dan kemerahan tidak dapat dilihat pada pulpitis, hanya rasa nyeri saja yang
menjadi gejala klinis pada keadaan pulpitis.
19
2.2 Gigi Molar Pertama Bawah Permanen
Gigi molar pertama bawah permanen merupakan gigi yang paling sering direstorasi, dan mendapat perawatan saluran akar. Gigi ini merupakan gigi permanen
yang pertama erupsi di rongga mulut, yaitu pada usia 6-7 tahun.
22
Crown dari gigi ini memiliki lima cusp fungsional; tiga cusp di bagian bukal mesiobukal, distobukal, dan distal dan dua cusp di bagian lingual mesiolingual dan
distolingual gambar 9. Cusp mesiobukal merupakan cusp yang memiliki ukuran paling besar dan lebar pada gigi ini.
23
Secara umum, gigi molar pertama permanen memiliki dua akar gambar 9, satu di bagian mesial dan satu di distal. Akar mesial pada gigi ini memiliki ukuran
yang lebih lebar dan melengkung ke arah mesial dari garis servikal hingga sepertiga akar, kemudian melengkung ke arah distal hingga apeks gigi. Gigi molar pertama
permanen bawah juga memiliki variasi jumlah akar yang beranekaragam, dimana
dapat dijumpai jumlah akar lebih dari dua, seperti : akar distal yang bercabang menjadi dua, ataupun adanya akar tambahan di bagian distolingual yang disebut radix
entomolaris.
23
Gigi molar pertama permanen bawah umumnya memiliki tiga saluran akar; dua saluran akar di akar mesial dan satu saluran akar besar berbentuk oval di bagian
distal. Pada akar mesial terdapat saluran akar mesiobukal dan mesiolingual, akan tetapi terkadang dapat terjadi variasi dimana ditemukan saluran akar tambahan
diantaranya yang disebut saluran akar mesial tengah dengan insidensi hingga 15.
24
Gambar 9. Anatomi Gigi Molar Pertama Bawah Permanen.
24
2.3 Atrisi Gigi
Secara umum, atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu atrisi fisiologis dan atrisi patologis.
12
Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal. Atrisi patologis adalah
hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan yang abnormal.
13
Pengunyahan yang abnormal ini dapat berupa kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan clenching, serta kebiasaan mengunyah sirih
atau pinang.
25,26
Atrisi gigi terjadi akibat dari hasil interaksi yang kompleks antara gigi, struktur pendukungnya, serta fungsi komponen pengunyahan.
14
Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi gigi, tetapi juga mengakibatkan perubahan pada skeletal, morfologi lengkung gigi, dan
hubungan antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya.
27
Tingkat dan perluasan atrisi gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologis gigi dan
lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan kekerasan enamel dan dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam
makanan.
28
Atrisi tidak hanya disebabkan karena terpaparnya gigi oleh beban pengunyahan dalam jangka waktu yang lama, tetapi juga berkorelasi dengan
kebersihan gigi, disgnati, bruxism, dan kebiasaan diet.
29
Menurut penelitian sebelumnya, atrisi terjadi lebih banyak di gigi posterior mandibular daripada gigi
posterior maksila dan terjadi lebih banyak pada bagian bukal gigi molar dibandingkan dengan bagian lingual gigi molar.
29 ,30
2.3.1 Efek Atrisi Terhadap Pembentukan Dentin Tertier
Dalam proses mastikasi abnormal terjadi peningkatan frekuensi dan tekanan pengunyahan. Meningkatnya frekuensi pengunyahan, menyebabkan meningkatnya
jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan
gigi. Hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi.
31
Tekanan pengunyahan yang besar akan menyebabkan gigi menerima gesekan mekanis yang besar dari gigi
antagonisnya. Semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Semakin mudah terjadi
pengikisan pada permukaan gigi, maka semakin cepat terjadi atrisi gigi yang parah.
6,7
Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin.
14
Dentin yang terpapar, saat menerima ransangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan
menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul
persepsi rasa sakit atau ngilu.
15
Apabila kebiasaan menyirih terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa dan
menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.
32
Dentin tertier terjadi pada permukaan pulpa dentin primer atau sekunder dan akan terlokal di area iritasi. Dentin ini terbentuk secara proposional dengan jumlah
dentin primer yang hancur. Tingkat terbentuknya dentin tertier berbanding terbalik dengan tingkat serangan karies, yaitu pembentukan dentin tertier besar terhadap lesi
karies yang perkembangannya lambat. Tubuli dalam dentin reparatif tidak beraturan atau sering tidak ditemukan, sehingga membuatnya lebih tidak permeabel terhadap
stimuli eksternal. Sel-sel yang membentuk dentin reparatif dianggap bukan odontonblas primer tetapi berasal dari sel yang lebih dalam di pulpa seperti fibroblas
dalam zona yang kaya sel, sel endothelial atau pericyte vaskulatur darah yang dibedakan terhadap stimulasi oleh faktor-
β perkembangan jaringan.
8
Dentin reparatif, terutama di zona perbatasan antara dentin primer dengan sekunder mempunyai
permeabilitas rendah dan dapat menghalangi ingress irritan terhadap pulpa.
16
2.4 Kebiasaan Menyirih
Menyirih adalah suatu proses mengunyah campuran bahan yang umumnya terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Kebiasaan menyirih merupakan
praktek kuno yang umum di banyak negara Asia dan masyarakat migrasi di Afrika, Eropah, dan Amerika Utara, yang melengkapi penerimaan sosial dibanyak
masyarakat dan juga populer di kalangan wanita. Kebiasaan mengunyah sirih telah dikenal dan dilaporkan di berbagai negara seperti Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh,
Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, China, Papua New Guinea, beberapa Pulau Pasifik, dan populasi migran di tempat-tempat seperti Afrika Selatan dan Timur,
Inggris, Amerika Utara, dan Australia.
1
Menyirih juga merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia, kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun yang
mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. Adat kebiasaan ini biasanya dilakukan pada saat upacara adat atau pada acara yang sifatnya ritual
keagamaan.
2
Kebiasaan menyirih juga dijumpai pada masyarakat suku Karo, khususnya pada perempuan suku Karo di Pancur Batu Medan. Kebiasaan ini terus
berlangsung sampai saat ini, baik yang dilakukan sehari-hari maupun pada saat upacara adat.
2-3
Komposisi menyirih bervariasi dari satu daerah ke daerah lainnya dan dari satu suku ke suku yang lainnya, pada suku karo di Pancur Batu Medan, komposisi
menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Pada suku Jawa, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang, dan kapulaga,
yang dapat ditambahi dengan cengkeh atau kayu manis. Di Nusa Tenggara Timur, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, pinang, dan kapur sedangkan suku Dayak
di Kalimantan, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, gambir, kapur sirih, dan buah pinang, yang sering ditambah dengan kapulaga, cengkeh, kunyit, dan daun jeruk
dan di Papua, khususnya masyarakat di wilayah pesisir pantai, komposisi menyirih terdiri atas pinang, buah sirih, dan kapur.
2,3
Menyirih memiliki efek positif dan negatif terhadap kesehatan umum maupun rongga mulut. Efek positif kebiasaan menyirih dan terhadap kesehatan umum
diantaranya dapat menetralkan asam lambung, mengobati sakit perut, sakit kepala, dan demam, relaksasi, meningkatkan konsentrasi, mengembalikan mood bekerja,
meningkatkan kapasitas kerja, kewaspadaan, dan stamina, menekan rasa lapar, mengurangi gejala schizophrenia, mencegah morning sickness pada ibu hamil, dan
mencegah osteoporosis. Efek positif kebiasaan menyirih terhadap kesehatan rongga mulut adalah dapat menyegarkan nafas dan menghambat pertumbuhan bakteri
penyebab karies gigi. Efek negatif kebiasaan menyirih terhadap kesehatan umum
diantaranya terkait dengan penyakit kardiovaskular, karsinoma hepatoselular, sirosis hati, hiperlipidemia, hiperkalsemia, penyakit ginjal kronis, hipertensi, obesitas,
diabetes mellitus, sindrom metabolik, induksi hormone ekstrapiramidal, sindrom milk-alkali, induksi displasia serviks uterus, kanker kerongkongan dan hati, berat
lahir bayi rendah pada ibu penyirihpenyuntil, dan predisposisi kolonisasi Helicobacter pylori dalam saluran pencernaan.
4
Efek negatif kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap rongga mulut dapat dibagi dua, yaitu terhadap mukosa mulut dan
terhadap gigi. Terhadap mukosa mulut menyirih dan menyuntil dapat menyebabkan lesi oral leukoplakia, fibrosis submukosa, karsinoma sel skuamosa, lesi lichenoid,
15
perubahan warna pada mukosa mulut, penyakit periodontal, dan kanker mulut.
4,5
Terhadap gigi menyirih dapat menyebabkan atrisi gigi, hipersensitivitas dentin, nekrosis pulpa, dan terbentuknya stein dan kalkulus pada gigi.
6
2.4.1 Efek Menyirih Terhadap Atrisi Gigi
Dalam proses menyirih terjadi peningkatan frekuensi dan tekanan pengunyahan. Meningkatnya frekuensi pengunyahan menyebabkan meningkatnya
jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan
gigi, hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi.
31
Terjadinya atrisi gigi akibat kebiasaan menyirih terutama dipengaruhi oleh komposisi menyirih yang
bersifat kasar dan keras. Dalam campuran sirih bahan yang bersifat kasar adalah kapur. Kapur memiliki sifat kasar karena pada umumnya kapur dari kulit kerang atau
batu kapur yang dihaluskan. Kekasaran kapur menyebabkan semakin mudahnya terjadi pengikisan pada permukaan gigi dalam proses menyirih.
33
Dalam campuran sirih juga terdapat bahan pinang yang memiliki sifat keras. Ketika dikunyah, bahan pinang yang keras akan menstimuli otot-otot pengunyahan,
sehingga memberikan tekanan pengunyahan yang besar. Tekanan pengunyahan yang besar akan menyebabkan gigi menerima gesekan mekanis yang besar dari gigi
antagonisnya atau bahan pinang, semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi, maka semakin
cepat terjadi atrisi gigi yang parah.
6,7
Tekanan pengunyahan yang besar dapat menyebabkan arthrosis pada sendi temporomandibular.
32
Apabila kapur dan pinang digunakan dengan frekuensi yang tinggi, gigi dengan segera akan mengalami atrisi
gigi yang parah. Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin.
14
Dentin yang terpapar, saat memerima ransangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor
syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit atau ngilu.
15
Dentin terdiri atas 70 materi anorganik dan 30 materi organik.
17
Hal ini menyebabkan atrisi gigi yang terjadi pada lapisan dentin lebih cepat daripada lapisan enamel. Apabila kebiasaan menyirih
terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa dan menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.
32
Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan
umur penyirih.
4
Stain ekstrinsik pada gigi yaitu perubahan warna gigi menjadi hitam atau coklat karena deposit dari mengunyah sirih sering dijumpai pada penyirih,
terutama pada penyirih dengan profilaksis kebersihan mulut yang kurang dan perawatan gigi yang tidak teratur.
33
Berdasarkan penelitian Parmer 2008, pengunyah sirih memiliki prevalensi atrisi dan sensitivitas gigi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak mengunyah sirih. Hal ini disebabkan beban dan frekuensi pengunyahan yang berlebihan dan terpapar dengan berbagai komponen dari
campuran sirih.
28
Keith 1988 menyatakan bahwa trauma kronis yang berulang karena kebiasaan mengatup-katupkan dan mengasah gigi dapat merangsang
perubahan bentuk sendi atau dapat memulai proses degeneratif. Mengunyah pinang yang dilakukan besamaan dengan kegiatan menyirih telah diketahui secara luas dapat
menyebabkan atrisi gigi, pewarnaan dan pembentukan faset pada gigi, dan prevalensi periodontitis yang lebih tinggi.
9
Atrisi gigi, baik pada interproksimal maupun oklusal, dapat dianggap sebagai akibat dari serangkaian interaksi antara gigi, struktur pendukungnya, dan komponen
pengunyahan. Hal ini dihasilkan oleh kontak gigi dengan gigi antara gigi yang
berantagonis. Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi gigi, tetapi juga pada perubahan skeletal, morfologi lengkung gigi, dan hubungan
antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya.
33
Tingkat dan perluasan keausan gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologi gigi dan lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan
kekerasan enamel dan dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam makanan, bruxism atau pengasahan gigi dan aksi non-
pengunyahan.
33
2.5 Scanning Electron Microscopy SEM
Scanning Electron Microscopy SEM merupakan alat yang digunakan untuk melihat detail permukaan sel atau struktur jasad renik lainnya, dan obyek diamati
secara tiga dimensi. Sejak dikembangkan tahun 1950-an, SEM telah berkembang pemakaiannya pada bidang studi ilmu kedokteran. SEM telah memungkinkan peneliti
untuk memeriksa berbagai spesimen menjadi jauh lebih jelas.
34
Pengembangan mikroskop elektron mulai pada tahun 1920-an. Dengan pimpinan ilmuwan asal Jerman Ernst Ruska dan Max Knoll, Transmission Electron
Microscopy TEM dikembangkan pada tahun 1930-an oleh Ruska. Karena hasil penemuan tersebut yang mengejutkan dunia, Ernst Ruska mendapat penghargaan
Nobel Fisika pada tahun 1986. Tidak jauh dari lahirnya TEM, SEM dikembangkan pertama kali tahun 1938 oleh Manfred von Ardenne.
34
Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optik dan TEM. Pada
SEM gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru elektron sekunder atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel
tersebut diberi sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam
gradasi gelap-terang pada layar monitor cathode ray tube CRT. Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar supaya bisa dilihat.
33
2.5.1 Gambaran Struktur Dentin Tertier dengan Menggunakan SEM
Apabila diamati spesimen gigi yang atrisi parah dibawah SEM dapat dilihat pembentukan reparatif dentin dan dapat dibandingkan perbedaan mikrostruktur
tubulus dentin normal dengan tubulus dentin tertier.
35
Pada tubulus dentin normal tidak ada pembentukan kristal, tubulusnya teratur dan marginnya tidak kasar.
36
Dimana pada tubulus dentin reparatif terdapat pembentukan kristal disepanjang tubulus dentin, kemudian dinding tubulus dentin tertier agak kasar dibandingkan
dengan dinding tubulus dentin normal. Dimana dapat dilihat dengan jelas margin dinding tubulus dentin reparatif bentuknya irregular dibandingkan dengan yang
normal, pada tubulus dentin reparatif diameter tubulusnya tidak teratur dan kurang daripada yang normal.
37
Diameter tubulus dentin tertier berbeda-beda dan kebanyakan tubulus ditutupi oleh kristal karena terjadinya kalsifikasi globular. Dalam
pembesaran yang lebih besar dapat dilihat pembentukan kalsifikasi globular disekitar tubulus dentin dalam ukuran dan bentuk yang berbeda-beda dan tidak teratur.
38
Gambar 10. RD. Dentin reparatif; CD. Dentin circumpulpal
38
Gambar 11. Pada pembesaran 2200x dapat dilihat variasi diameter tubulus dentin. D. tubulus yang
terinfeksi UA. Tubulus yang normal
38
Gambar 12. Pada pembesaran 5500x dapat dilihat pembentukan kristal dan juga margin dinding tubulas dentin yang
irregular
38
2.6 Landasan Teori
Kebiasaan menyirih merupakan praktek kuno yang umum pada negara Asia dan masyarakat migrasi di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara, yang menjadi
kebiasaan pada masyarakat dan juga populer di kalangan perempuan.
1
Pada suku Karo di Pancur Batu Medan dijumpai kebiasaan menyirih, khususnya pada
perempuan dan komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang.
2,3
Menyirih memiliki efek negatif terhadap kesehatan gigi dan mulut. Salah satu efek negatif menyirih terhadap gigi adalah atrisi dimana menyirih menyebabkan
kehilangan lapisan permukaan insisal dan oklusal gigi.
6
Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih,
frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan umur penyirih. Meningkatnya frekuensi pengunyahan menyebabkan meningkatnya jumlah gesekan mekanis yang diterima
oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan meningkatnya
derajat atrisi gigi.
27
Secara umum, atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu atrisi fisiologis dan atrisi patologis.
12
Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal. Atrisi patologis adalah
hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan yang abnormal.
13
Pengunyahan yang abnormal ini dapat berupa kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan clenching, serta kebiasaan mengunyah sirih
atau pinang.
21,22
Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin.
14
Dentin yang terpapar, saat memerima ransangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor
syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit atau ngilu.
15
Apabila kebiasaan menyirih terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan
pulpa dan menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.
28
Dentin tertier adalah dentin yang terbentuk pada jaringan pulpa, biasanya berlokasi pada bagian tepi dari pulpa dan sejajar dengan arah stimulus, khususnya
karena pengunyahan pada penyirih. Dentin tertier terbagi dua yaitu dentin reaksioner dan dentin reparatif. Dentin reaksioner digunakan untuk menjelaskan pembentukan
dentin tertier oleh odontoblas primer yang masih ada setelah terjadi injuri pada gigi. Dentin ini sering ditemui pada injuri yang intensitasnya rendah, contohnya karies
pada enamel dan lesi dentin yang berkembang secara perlahan-lahan. Dentin reparatif merupakan pembentukan dentin tersier setelah kematian odontoblas primer akibat
injuri. Dentin reparatif terbentuk setelah terjadinya injuri yang intensitasnya besar dan mewakili urutan yang lebih kompleks dalam aktivitas biologis, melibatkan kehadiran
sel progenitor dan diferensiasi serta regulasi yang meningkat dalam proses sekresi sel. Pembentukan dentin reparatif adalah oleh odontoblast-like-cell dan dapat dijumpai
pada lesi dentinal tubulus.
8
2.7. Kerangka Teori
Menyirih
Proses mastikasi, frekuensi dan tekanan pengunyahan
meningkat.
Gesekan antara gigi menyebabkan kehausan gigi
Atrisi
Dentin
SEM Scanning Electron microscope
Enamel Atrisi mengenai dentin
menyebabkan pembentukan dentin tertier
Dentin Reparatif Stimulus yang ringan dan masih
ada odontoblas primer
Transforming Growth Factor TGF- β, akan menginduksi proliferasi
dan diferensiasi mesenchymal stem cells untuk pembentukan dentin
tertier dan pembuluh darah baru Dentin Reaksioner
Stimulus yang berat dan tidak ada odontoblas aktif
2.8. Kerangka Konsep