2.3 Atrisi Gigi
Secara umum, atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu atrisi fisiologis dan atrisi patologis.
12
Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal. Atrisi patologis adalah
hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan yang abnormal.
13
Pengunyahan yang abnormal ini dapat berupa kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan clenching, serta kebiasaan mengunyah sirih
atau pinang.
25,26
Atrisi gigi terjadi akibat dari hasil interaksi yang kompleks antara gigi, struktur pendukungnya, serta fungsi komponen pengunyahan.
14
Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi gigi, tetapi juga mengakibatkan perubahan pada skeletal, morfologi lengkung gigi, dan
hubungan antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya.
27
Tingkat dan perluasan atrisi gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologis gigi dan
lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan kekerasan enamel dan dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam
makanan.
28
Atrisi tidak hanya disebabkan karena terpaparnya gigi oleh beban pengunyahan dalam jangka waktu yang lama, tetapi juga berkorelasi dengan
kebersihan gigi, disgnati, bruxism, dan kebiasaan diet.
29
Menurut penelitian sebelumnya, atrisi terjadi lebih banyak di gigi posterior mandibular daripada gigi
posterior maksila dan terjadi lebih banyak pada bagian bukal gigi molar dibandingkan dengan bagian lingual gigi molar.
29 ,30
2.3.1 Efek Atrisi Terhadap Pembentukan Dentin Tertier
Dalam proses mastikasi abnormal terjadi peningkatan frekuensi dan tekanan pengunyahan. Meningkatnya frekuensi pengunyahan, menyebabkan meningkatnya
jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan
gigi. Hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi.
31
Tekanan pengunyahan yang besar akan menyebabkan gigi menerima gesekan mekanis yang besar dari gigi
antagonisnya. Semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Semakin mudah terjadi
pengikisan pada permukaan gigi, maka semakin cepat terjadi atrisi gigi yang parah.
6,7
Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin.
14
Dentin yang terpapar, saat menerima ransangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan
menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul
persepsi rasa sakit atau ngilu.
15
Apabila kebiasaan menyirih terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa dan
menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.
32
Dentin tertier terjadi pada permukaan pulpa dentin primer atau sekunder dan akan terlokal di area iritasi. Dentin ini terbentuk secara proposional dengan jumlah
dentin primer yang hancur. Tingkat terbentuknya dentin tertier berbanding terbalik dengan tingkat serangan karies, yaitu pembentukan dentin tertier besar terhadap lesi
karies yang perkembangannya lambat. Tubuli dalam dentin reparatif tidak beraturan atau sering tidak ditemukan, sehingga membuatnya lebih tidak permeabel terhadap
stimuli eksternal. Sel-sel yang membentuk dentin reparatif dianggap bukan odontonblas primer tetapi berasal dari sel yang lebih dalam di pulpa seperti fibroblas
dalam zona yang kaya sel, sel endothelial atau pericyte vaskulatur darah yang dibedakan terhadap stimulasi oleh faktor-
β perkembangan jaringan.
8
Dentin reparatif, terutama di zona perbatasan antara dentin primer dengan sekunder mempunyai
permeabilitas rendah dan dapat menghalangi ingress irritan terhadap pulpa.
16
2.4 Kebiasaan Menyirih