Penggunaan Jaringan Sosial Sebagai Potensi Modal Sosial Dalam Bisnis Etnis Cina (Studi jaringan sosial pada pengusaha etnis Cina di kota Medan)”.

(1)

PENGGUNAAN JARINGAN SOSIAL SEBAGAI POTENSI MODAL SOSIAL DALAM BISNIS ETNIS CINA

(Studi jaringan sosial Pada Pengusaha Etnis Cina di Kota Medan)

Diajukan Oleh :

Zimi Syahputra 020901015

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

ABTRAKSI

Skripsi ini lahir dari realita yang terjadi di kota medan dimana uuntuk bidang ekonomi di kota medan dikuasai oleh para pengusaha etnik cina,, dalam penelitian ini menganalisis bagaimana para pengusaha etnis cina di kota medan membagun suatu bentuk jaringan diantara mereka yang jaringan tersebut dapat membantu mereka dalam mengembangkan bisnis mereka. dalam penelitian ini ingin dilihat bagaimana para pengusaha etnis cina yang ada di kota medan membentuk jaringan tersebut, bagaimana ikatan bentuk jaringan tersebut dan bagaimana peranan jaringan tersebut. Dalam persaingan dalam bidang ekonomi para pengusaha etnis cina dapat pengguna jaringan sosial yang juga merupakan salah satu potensi modal sosial yang ada pada para pengusaha etnis cina di kota medan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study) yang bersifat deskriptif karena mengacu pada objek studi yang diamati situasi dan perilakunya. Studi kasus adalah tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya terhadap suatu kasus dilakukan secara mendalam, mendetail dan komperhensif. Lokasi penelitian berada di kotamadyia Medan ini di sebabkan karena unit abalisis adalah para pengusaha etnis cina yang mereka tersebar tempat tinggalnya dikota medan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap para pengusaha etnis cina di kota medan, bahwa jaringan sosial yang terbentuk di pengusaha etni cina dikota medan bermula dari pertemanan dan adanya hubungan keluarga.selanjutnya didapati bahwa bila dilihat dari bentuknya jaringan sosial yang ada pada pengusah etnis cina di kota medan dapat

dibedakan menjadi lima bentuk berdasarkan ikatan pembentukannya.jaringan sosial pada pengisaha etnis cina di kota medan berperan untuk mempermudah kerjasama bisnis diantara pera pengusaha etnis cina, memberikan kemudahan kerjasama yang lebih fleksibel dan efesiensi biaya dan waktu. Jaringan sosial yang ada pada pengusaha etnis cina merupakan potensi modal sosial, dimana jaringan sosial yang terbentuk pada mereka dapat sebagi sarana untuk mencapai tujuan bersama


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sebagai pemilik rohku, karena atas berkat-Nya dan rahmat-Nya yang senantiasa menyertai dan menaungi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan juga pada saat penyusunan skripsi yang berjudul: “Penggunaan Jaringan Sosial Sebagai Potensi Modal Sosial Dalam Bisnis Etnis Cina (Studi jaringan sosial pada pengusaha etnis Cina di kota Medan)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menghadapi berbagai hambatan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, pengalaman, kepustakaan dan materi penulis. Namun, berkat pertolongan dan kehendak Allah SWT yang memberi ketabahan, kesabaran, dan kekuatan kepada penulis dan juga para teman-teman yang selalu memberikan motivasi, dukungan pada saat-saat penulis mengalami kesulitan. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, kritikan, saran-saran, motivasi serta dukungan Doa dari berbagai pihak, oleh karena itu Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. DR. Arief Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku sekretaris Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Muba Simanihuruk M.Sc, selaku dosen wali penulis semenjak semester pertama sampai pada penyelesaian skripsi ini

5. Ibu Dra. Ria Manurung M.Si, selaku dosen pembimbing penulis,.yang telah memberikan inspirasi bagi penulis melalui kelas-kelas mata kuliah yang diajarkan.juga dengan kesabaran ,memotivasi dan selalu memngigat penulis untuk segera menyelesaikan skrips, Walau begitu banyak kesibukan, masih bersedia


(4)

meluangkan waktu kepada penulis untuk memberikan masukan berupa nasehat maupun materi yang berguna dalam penulisan skripsi ini.

6. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen Sosiologi dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan berbagai materi selama penulis menjalani perkuliahan di FISIP USU.

7. Secara khusus dan teristimewa kepada kedua orang tuaku yang tercinta Ayahanda Ilhasmi dan Ibunda Cut Fatmawati (nyak lon sayang) yang telah melahirkan dan membesarkan penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang serta selalu memberikan didikan dan disiplin, nasehat, memberikan motivasi dan memberikan perhatian yang besar bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Buat abangku Hendri Efendi serta adikku tercinta Didi Junaidi, Syamsul Rizal, Reza Fahmi dan Zulfikri selalu mendoakan, memberikan dukungan dan perhatian yang besar bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat Sosiologi Stambuk 1998, 1999, 2000, dan seluruh Stambuk 2001 yang telah menjadi teman dalam kesukaran, yang telah memberikan sumbangan pemikiran semasa perkuliahan.

10.Terima Kasihku juga buat Sosiologi Stambuk 2002 yang selalu kompak: Roy Spender, Benny Ariyandi, Dedi Ashari, RamaDhani A.N, Pinta U.S, Alhamdy, Haru, Bornok, riko, Novenra, Kevin, Henry Sinaga, Juni A, Mona, Dea, Ade, Horhosana, Imelda B, Martha, Juniwati, Uli, Siska, Intan dua-duanya, Masli, Natalia, Eka, Anna, Eprina, Julasni, Kusrinayanti, Silvia, Zulfahriani, Dewi Z, Elida, Tuti, Innike, Vevy, Sariomas, Mahyani, yang memberikan doanya maupun pemikiran hingga tulisan ini dapat selesai.

11.Kepada seluruh responden penelitian ini yang telah meluangkan waktunya untuk memberi informasi melalui jawaban atas kuissioner penelitian sehingga dapat menjawab permasalahan penelitian, dan penulis dapat menyusun laporan penelitian yang berbentuk skripsi ini.

12.Dan kepada semua sanak Famili, teman-teman yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan dukungan semangat serta doa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran begitu juga waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun demikian penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari para pembaca. Besar harapan penulis kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Mei 2008

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. i

KATA PENGANTAR……….... ii

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR TABEL……….. vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang……… 1

1.2.Perumusan Masalah... 5

1.3.Tujuan Penelitian... 5

1.4. Manfaat Penelitian... 6

1.4.1. Manfaat Teoritis... 6

1.4.2. Manfaat Praksis... 6

1.5.Defenisi Konsep... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1. Modal Sosial………... 9

2.1.1.Jaringan Sosial ……….. 13

2.1.2. Kepercayaan ………. 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian……….. 19

3.2. Lokasi Penelitian... 20

3.3. Unit Analisis dan Informan .………. 21

3.4.Teknik Pengumpulan Data……… 24


(7)

3.7. Keterbatasan Penelitian………. 28

BAB IV DESKRIPSI DAN HASIL ANALISIS DATA 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 30

4.1.1. Kota Medan Secara Gegrafis ………... 31

4.1.2. Kota Medan Secara Demografis ………. 32

4.1.3. Kota Medan Secara Kultur………... 34

4.1.4 Gambaran Penduduk Etnis Cina Dikota Medan…………... 35

4.2. Profil Informan………. 36

4.3. Penyajian Dan Analisis Data……… 41

4.3.1. Konteks Sejarah Bisnis Etnis Cina Di Kota Medan………….. 41

4.3.2. Analisa Terbentuknya Jaringan Sosial …..………... 43

4.3.3. Analisa Bentuk Ikatan Jaringan Sosial …………..…………... 48

4.3.4. Analisa Peran Jaringan Sosial Sebagi Potensi Modal sosial... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN……… 57

5.2. SARAN……… 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.6. Jadwal Kegiatan. ………... 26 4.1. Penduduk kota Medan menurut suku bangsa……….. 33 4.2. Jumlah penduduk Etnis Cina di setiap kecamatan……….. 36


(9)

ABTRAKSI

Skripsi ini lahir dari realita yang terjadi di kota medan dimana uuntuk bidang ekonomi di kota medan dikuasai oleh para pengusaha etnik cina,, dalam penelitian ini menganalisis bagaimana para pengusaha etnis cina di kota medan membagun suatu bentuk jaringan diantara mereka yang jaringan tersebut dapat membantu mereka dalam mengembangkan bisnis mereka. dalam penelitian ini ingin dilihat bagaimana para pengusaha etnis cina yang ada di kota medan membentuk jaringan tersebut, bagaimana ikatan bentuk jaringan tersebut dan bagaimana peranan jaringan tersebut. Dalam persaingan dalam bidang ekonomi para pengusaha etnis cina dapat pengguna jaringan sosial yang juga merupakan salah satu potensi modal sosial yang ada pada para pengusaha etnis cina di kota medan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study) yang bersifat deskriptif karena mengacu pada objek studi yang diamati situasi dan perilakunya. Studi kasus adalah tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya terhadap suatu kasus dilakukan secara mendalam, mendetail dan komperhensif. Lokasi penelitian berada di kotamadyia Medan ini di sebabkan karena unit abalisis adalah para pengusaha etnis cina yang mereka tersebar tempat tinggalnya dikota medan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap para pengusaha etnis cina di kota medan, bahwa jaringan sosial yang terbentuk di pengusaha etni cina dikota medan bermula dari pertemanan dan adanya hubungan keluarga.selanjutnya didapati bahwa bila dilihat dari bentuknya jaringan sosial yang ada pada pengusah etnis cina di kota medan dapat

dibedakan menjadi lima bentuk berdasarkan ikatan pembentukannya.jaringan sosial pada pengisaha etnis cina di kota medan berperan untuk mempermudah kerjasama bisnis diantara pera pengusaha etnis cina, memberikan kemudahan kerjasama yang lebih fleksibel dan efesiensi biaya dan waktu. Jaringan sosial yang ada pada pengusaha etnis cina merupakan potensi modal sosial, dimana jaringan sosial yang terbentuk pada mereka dapat sebagi sarana untuk mencapai tujuan bersama


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan etnis Cina di Medan di mulai pada abad ke-15, dimana ketika armada pedagang Cina datang mengunjungi pelabuhan Sumatera Timur untuk berdagang dengan cara barter. Hubungan dagang tersebut berlangsung dalam waktu lama sehingga sebagian pedagang tersebut menetap di Sumatera Timur. Ketika usaha perkebunan tembakau Belanda di Deli terus berkembang maka pengusaha Belanda mendatangkan tenga kerja dari daratan Cina karena mereka tidak cocok dengan buruh pribumi. Pada tahun 1879 tercatat 4.000 orang kuli Cina, dan pada tahun 1888 tercatat 18.352 orang kuli Cina. Setelah kontrak mereka habis, para buruh Cina banyak bermukim di kota-kota, dan bekerja sebagai pedagang, pemilik toko, petani kecil, nelayan dan penjual barang bekas. Pada akhir abad ke-19, dengan bantuan pemerintah Hindia Belanda dan pengusahanya, memberikan monopoli pengangkutan di kawasan Sumatera Timur pada etnis Cina. Pengusaha Belanda juga memberikan kesempatan bagi orang etnis Cina untuk menjadi penyalur bahan makanan dan kontraktor di perkebunan ( Lubis,1996 : 33 ).

Etnis Cina yang ada di kota Medan merupakan kelompok yang dikenal dengan sebutan Cina totok. Ini dapat dilihat dari karakteristik etnis Cina yang ada, dimana mereka masih mempertahankan budaya dari kota atau propinsi asalnya di Cina. Etnis Cina yang di Jakarta sering juga di sebut dengan Cina peranakan, karena


(11)

etnik Tionghoa September 2006:49). Kebanyakan etnis Cina yang di Sumatera Timur tidak berbahasa Melayu, mereka hanya menggunakan bahasa Cina menurut dialek mereka masing-masing (Vleming Jr.1989 :185 ). Jadi bukan merupakan hal yang mengherankan jika para etnis Cina yang ada di Medan terbiasa menggunakan bahasa Cina dalam kegiatan sehari-hari.

Dari hasil sensus penduduk tahun 1930 jumlah etnis Cina di kota Medan 27.000 jiwa. Pada tahun 1973 Biro Pusat Statistik melaporkan etnis Cina di kota Medan mencapai 129.408 jiwa, hasil survei tahun 1983 etnis cina berjumlah 166.166 jiwa lebih (Melly G. Tan 1979 dan Pelly, 1983 :103). Menurut sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 2000 penduduk etnis cina telah berjumlah 202.308 jiwa dan merupakan populasi penduduk terbesar ketiga setelah populasi penduduk etnis Jawa dan etnis Batak di Medan.

Kota Medan sudah menjadi tempat perkumpulan etnis Cina sejak sekitar tahun 1920-an. Perkumpulan etnis Cina ini biasanya bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para pedagang etnis Cina yang berada dalam kesulitan, berperan sebagai perantara penyelesaian perselisihan di antara anggota, pemberi sokongan pada para penemu, pemberian bantuan pada orang Cina melarat, dan sebaginya. Perkumpulan-perkumpulan tersebut dibedakan menjadi perkumpulan keahlian, perkumpulan orang sekampung / propinsi dan perkumpulan keluarga. Pada sekitar tahun 1920-an di kota Medan terdapat 16 perkumpulan keahlian, 12 perkumpulan sekampung ( Vleming Jr.1989:187 ). Setiap perkumpulan tersebut memiliki aturan-aturan sendiri, memiliki waktu berkumpul dan memiliki gedung sendiri untuk bertemu.


(12)

Saat ini etnis Cina di Medan merupakan etnis yang paling dominan dalam penguasaan sumber daya ekonomi dan orang-orang kaya di Medan merupakan orang dari etnis Cina (Baddaruddin, 2003;40). Hal ini tidak terbatas saja pada etnis Cina di Medan tetapi juga etnis Cina yang ada di Indonesia secara umumnya merupakan pemilik dan pebisnis-pebisnis yang menguasai dan mengendalikan ekonomi. Menurut majalah Forbes Asia 10 orng terkaya di indonesia di dominasi etnik ini, seperti Sukanto Tanoto, Putra Sampoerna, Eka Tjipta Widjaja, Rachman Halim, R. Budi Hartono, Eddy William Kartuari, Trihatma k. Haliman dan Liem Sioe Liong (Tempo, 1 oktober 2006 : 112). Dalam majalah Swasembada pada edisi

Bintang-bintang Bisnis dari daerah ( Swa 18 edisi khusus/31 agustus 2006 ) yang merangkum

nama-nama pengusaha-pengusahsa sukses dari Sumatera Utara maka di dapat banyak nama pengusaha-pengusaha dari etnis Cina seperti Albert Kang, Amin Halim, Anton Chen Tjia, Bobby Leong, Vincent Wijaya dan lainnya. Pada umumnya pengusaha-pengusaha yang menguasai bisnis di Sumatera Utara khusus Medan merupakan pengusaha-pengusaha dari etnis Cina.

Keunggulan etnis Cina dalam bidang ekonomi tidak terlepas dari budaya mereka dalam berdagang yang mereka rintis sejak mereka tiba ke Medan. Keunggulan etnis Cina pada bidang ekonomi tidak terlepas pada ikatan kekerabatan yang menyadiakan jaringan sosial dikalangan mereka. Jaringan sosial terbentuk dimulai dari ikatan-ikatan kekeluargaan dan ikatan-ikatan pertemanan yang terjalin dalam komunitas etnis Cina. Ikatan kekerabatan dan pertemanan yang terbentuk sudah sejak dari dahulu hal ini dapat kita lihat dengan banyaknuya


(13)

perkumpulan-Jr,1989:187). Ikatan-ikatan ini terus terbentuk dan berkembang, kebanyakan ikatan ini berdasarkan pada kekerabatan dan ikatan kedaerahan, ikatan-ikatan yang berkembang membentuk jaringan sosial yang luas. Jaringan sosial yang terbentuk memberikan kontribusi-kontribusi yang menguntungkan dalam pencapaian tujuan bersama, seperti bagaimana etnis Cina berbagi informasi ketika melakukan bisnis.

Kepercayaan pada pengusaha etnis Cina merupakan satu hal yang sangat penting dalam berbisnis. Sin yung yang artinya mempergunakan kepercayaan seluas-luasnya adalah peribahasa Cina kuno yang sangat berpengaruh pada pengusaha etnis Cina dalam berbisnis (Elly, 2006:2). Kepercayaan di sini mempunyai makna yang dalam bukan hanya pada hubungan antar pribadi tapi juga dasar dalam melakukan bisnis. Kepercayaan pada bisnis para pengusaha etnis Cina merupakan bagian yang tak terlepaskan akan terjalinnya kerjasama dalam bisnis. Menurut hasil penelitian Robert H. Sillin (1972) yang meneliti tentang pasar grosir sayur di Hongkong, dia menemukan bahwa kepercayaan merupakan faktor vital dalam mempertahankan jaringan kompleks hubungan-hubungan dagang. Kepercayaan yang terjadi antara para pengusaha etnis Cina membawa kepada kemudahan dalam melakukan kegiatan bisnis, sehingga kegiatan transaksi bisnis lebih mudah dan praktis.

Dalam menjalankan kegiatan bisnis, orang etnis Cina selalu berpegang pada nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bersama. Nilai-nilai dan norma tersebut menjadi sesuatu yang menjaga dan mempererat hubungan-hubungan yang telah ada sehingga tercapai satu keharmonisan dalam menjalankan kegiatan bisnis. Nilai dan norma yang ada seperti menekankan saling menjaga kepercayaan dengan sesama etnis Cina dalam melakukan kegiatan bisnis. Pengertian norma di sini adalah


(14)

sekumpulan aturan-aturan yang menjadi pegangan dan diikuti anggota dalam suatu kelompok.

Dengan membaca pemaparan diatas maka terlihat bagaimana modal sosial yang berupa kepercayaan, jaringan sosial dan norma sangat berperan dalam mempengaruhi kegitan berbisnis para pengusaha Cina. Dalam penelitian ini mengkaji bagaimana peranan jaringan sosial sebagai potensi modal sosial dalam kegiatan bisnis etnis cina di kota Medan. Bagaimana para pengusaha etnis cina dapat memanfaatkan modal sosial untuk mengembangkan dan melakukan bisnis mereka. Hal inilah yang membuat menarik peneliti, untuk melakukan penelitian ini.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah yang akan diteliti adalah:

“Bagaimana peranan jaringan sosial sebagai potensi modal sosial pada bisnis etnis Cina di Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

“Untuk mengetahui bagaimana peranan jaringan sosial sebagi potensi modal sosial pada bisnis etnis Cina di kota Medan.”


(15)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1.4.1 Manfaat Teoritis:

 Bahwa penelitian yang berkaitan tentang peranan jaringan sosial sebagi potensi modal sosial pada bisnis etnis cina, diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada mahasiswa lainnya yang akan melakukan penelitian tentang Jaringan sosial sebagai potensi modal sosial pada bisnis etnis cina dalam bentuk yang lainnya.

 Memberikan manfaat kepada peneliti untuk mengetahui dan memperoleh jawaban mengenai modal sosial pada bisnis etnis Cina di Kota Medan .

1.4.2 Manfaat Praksis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau umbangan bagi peneliti dan pihak-pihak terkait lainnya.

1.5 Defenisi Konsep

Untuk memperjelas maksud dan pengertian, serta untuk mempersatukan pemahaman persepsi tentang konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka akan menguraikan batasan konsep yang akan dipergunakan. Pemberian batasan konsep ini diperlukan untuk menuntun peneliti dalam menangani rangkaian proses penelitian bersangkutan serta dalam menginterpretasikan hasil penelitian (Sanapiah


(16)

Faisal, 1999:107). Berikut dijelaskan batasan konsep yang dipergunakan dalam peneltian ini.

1. Bisnis adalah proses-proses yang dilakukan dalam kegiatan-kegiatan berusaha.

2. Etnis cina adalah orang yang memiliki silsilah keturunan dari negeri Cina dan telah lama tinggal di Indonesia dan menjalankan usaha mereka di Indonesia.

3. Modal Sosial adalah potensi atau sumber daya yang bernilai ekonomis yang dimiliki oleh setiap individu, lapisan masyarakat, kelompok dan komunitas serta dapat digunakan untuk mengakses sumber-sumber keuangan, mendapatkan informasi, menemukan pekerjaan, merintis usaha, dan juga menunjukkan pada bagian-bagian organisasi sosial seperti kepercayaan, jaringan dan norma.

3.1 Kepercayaan (Trust), adalah sikap mempercayai antara orang etnis Cina dengan etnis Cina atau etnis lain, yang dilakukan dalam melakukan kegiatan bisnis, dimana mengandung harapan akan didapat keuntungan bersama.

3.2 Jaringan Sosial (Social Networks) adalah hubungan-hubungan yang terjalin diantara para pengusaha etnis Cina dengan pengusaha etnis Cina yang lain, yang didalamnya telah terbangun keterlekatan. Hubungan keterlekatan didasari pada hubungan kekerabatan, pertemanan, kedaerahan, agama dan suku.


(17)

3.3Norma/nilai (norms) adalah norma dan nilai sesuatu aturan dan ide dan menjadi pegangan dan diikuti oleh anggota kelompok dalam melakukan kegiatan-kegiatan bisnis sehari-hari.

4. Pengusaha adalah orang yang memiliki usaha dalam bidang perdagangan dan jasa.


(18)

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial

Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas. Modal sosial menjadi khasanah perdebatan yang menarik bagi ahli-ahli sosial dan pembangunan khususnya awal tahun 1990-an. Teori tentang modal sosial ini pada awalnya dikembangkan oleh seorang sosiolog Perancis bernama Pierre Bourdieu, dan oleh seorang sosiolog Amerika Serikat bernama James Coleman. Bourdieu menyatakan ada tiga macam modal, yaitu modal uang, modal sosial, dan modal budaya, dan akan lebih efektif digunakan jika diantara ketiganya ada interaksi sosial atau hubungan sosial. Modal sosial dapat digunakan untuk segala kepentingan, namun tanpa ada sumber daya fisik dan pengetahuan budaya yang dimiliki, maka akan sulit bagi individu-individu untuk membangun sebuah hubungan sosial. Hubungan sosial hanya akan kuat jika ketiga unsur diatas eksis (Hasbullah, 2004:9).

James Coleman mengartikan modal sosial (social capital) sebagai struktur hubungan antar individu-individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru. Menurut Coleman, modal sosial lemah oleh proses-proses yang merusak kekerabatan, seperti perceraian dan perpisahan, atau migrasi. Ketika keluarga meninggalkan jaringan-jaringan kekerabatan mereka yang sudah ada, teman-teman dan kontak-kontak yang lainnya, maka nilai dari modal sosial mereka akan jatuh (Field, 2005:140).


(20)

Fukuyama merumuskan modal sosial dengan mengacu kepada “norma-norma informal yang mendukung kerjasama antara individu dan kapabilitas yang muncul dari prevalensi kepercayaan dalam suatu masyarakat atau di dalam bagian-bagian tertentu dari masyarakat. Modal sosial dapat menfasilitasi ekspansi ekonomi ke tingkat yang lebih besar bila didukung dengan radius kepercayaan yang meluas(Ahmadi, 2003: 6 ). Putnam merumuskan modal sosial dengan mengacu pada ciri-ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma-norma, dan kepercayaan yang menfasilitasi koordinasi kerjasama untuk sesuatu yang manfaatnya bisa dirasakan secara bersama-sama (mutual benafit).modal sosial dalam bentuk struktur masyarakat yang horizontal ( yang kemudian melahirkan asosiasi-asiosiasi horisontal) berperan penting dalam mendukung kemajuan ekonomi.

Menurut Robert Lawang, modal sosial menunjuk pada semua kekuatan kekuatan sosial komunitas yang dikontruksikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan/atau kelompok secara efisien dan efektif dengan modal-modal lainnya (Lawang, 2004:24). Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu dapat bekerjasama untuk memperoleh hal-hal yang tercapai sebelumnya serta meminimalisasikan kesulitan yang besar. Modal sosial menentukan bagaimana orang dapat bekerja sama dengan mudah.

Hakikat modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Hubungan sosial mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan, pola kerjasama,


(21)

pertukaran sosial, saling percaya, termasuk nilai dan norma yang mendasari hubungan sosial tersebut (Ibrahim, 2006:110).

Pierre Bourdieu (Dalam Field, 2005:16) menjelaskan bahwa pusat perhatian utamanya dalam modal sosial adalah tentang pengertian “tataran sosial”. Menurutnya bahwa modal sosial berhubungan dengan modal-modal lainnya, seperti modal ekonomi dan modal budaya. Ketiga modal tersebut akan berfungsi efektif jika kesemuanya memiliki hubungan. Modal sosial dapat digunakan untuk segala kepentingan dengan dukungan sumberdaya fisik dan pengetahuan budaya yang dimiliki, begitu pula sebaliknya.dalam konteks huibungan sosial, eksistensi dari ketiga modal (modal sosial, modal ekonomi dan budaya) tersebut merupakan garansi dari kuatnya suatu ikatan hubungan sosial.

Modal sosial atau Social Capital merupakan sumber daya yang dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Sumber daya yang digunakan untuk investasi, disebut dengan modal. Modal sosial cukup luas dan kompleks. Modal sosial disini tidak diartikan dengan materi, tetapi merupakan modal sosial yang terdapat pada seseorang. Misalnya pada kelompok institusi keluarga, organisasi, dan semua hal yang dapat mengarah pada kerjasama. Modal sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok, dengan ruang perhatian pada kepercayaan, jaringan, norma dan nilai yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.

Pada masyarakat dikenal beberapa jenis modal, yaitu modal budaya (cultural

capital), modal manusia (human capital), modal keuangan (financial capital) dan modakl


(22)

diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Modal manusia lebih merujuk pada kemampuan, keahlian yang dimiliki individu. Modal keuangan merupakan uang tunai yang dimiliki, tabungan pada bank, investasi, fasilitas kredit dan lainya yang bisa dihitung dan memiliki nilai nominal. Modal fisik dikaitkan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan material atau fisik.

Modal sosial akan dapat mendorong keempat modal diatas dapat digunakan lebih optimal lagi. Menurut Hasbullah, modal sosial adalah sumberdaya yang dapat dipandang sebagi investasi untuk mendapatkan sumberdaya baru.. Di mana kebudayaan tersebut dapat membantu masyarakat atau komunitas supaya bisa menumbuh kembangkan kehidupan ekonomi masyarakat atau komunitas tersebut. Kemampuan komunitas mendayagunakan modal sosial membuat penggunaan modal menjadi lebih efektif dan efisien sehingga memungkinkan terciptanya sistem pengelolaan yang berkelanjutan.

Beberapa defenisi yang diberikan para ahli tentang modal sosial yang secara garis besar menunjukkan bahwa modal sosial merupakan unsur pelumas yang sangat menentukan bagi terbangunnya kerjasama antar individu atau kelompok atau terbangunnya suatu perilaku kerjasama kolektif. Dalam modal sosial selalu tidak terlepas pada tiga elemen pokok yang ada pada modal sosial yang mencakup (a) Kepercayaan/Trust (kejujuran, kewajaran, sikap egaliter, toleransi, dan kemurahan hati); (b) Jaringan Sosial/Social Networks (parisipasi, resiprositas, solidaritas, kerjasama); (c) Norma/norms (nilai-nilai bersama, norma dan sanksi, aturan-aturan). Menurutnya ketiga elemen modal sosial di atas berikut aspek-aspeknya pada hakikatnya adalah elemen-elemen yang ada atau seharusnya ada dalam kehidupan sebuah kelompok sosial, apakah kelompok itu bernama komunitas, masyarakat, suku bangsa, atau kategori lainnya atau


(23)

dengan kata lain elemen-elemen modal sosial tersebut merupakan pelumas yang melicinkan berputarnya mesin struktur sosial.

2.1.1. Jaringan Sosial (social networks)

Hubungan manusia sangat berarti baginya sebagai individu. Dapat dikatakan bahwa kita, setidaknya sebagian, diartikan melalui siapa yang kita kenal. Secara lebih luas, ikatan-ikatan di antara manusia juga berperan sebagai dinding pembatas bagi struktur-struktur sosial yang lebih luas. Ide sentral dari modal sosial adalah bahwa jaringan-jaringan sosial merupakan suatu aset yang bernilai (Field, 2005:16)jaringan-jaringan menyediakan suatu basis bagi kohesi sosial karena menyanggupkan orang untuk bekerjasama satu sama lain dan bukan hanya dengan orang yang mereka kenal secara langsung agar saling menguntungkan.

Jaringan lebih mobel dari pada hirarki. Dalam alokasi sumber daya ala jaringan, transaksi terjadi tidak melalui pertukaran yang terpisah atau restu administratif, tetapi melalui jaringan-jaringan individu yang terlibat dalam aksi-aksi timbal balik, saling mengutamakan, dan saling mendukung. Jaringan dapat bersifat kompleks; mereka tidak menerapkan kriteria pasar yang ekplisit, juga tidak memakai paternalisme yang biasanya terdapat dalam hirarki. Sebuah asumsi dasar dari hubungan jaringan adalah bahwa satu pihak tergantung pada sumber-sumber yang dikontrol oleh pihak lain, dan bahwa ada keuntungan yang bisa diperoleh dari penggabungan sumber daya. Intinya, pihak-pihak dalam jaringan setuju untuk tidak mengejar kepentingan diri sendiri dengan jalan merugikan yang lainnya. Powell ( dalam Hamilton, 1996:270)


(24)

Keterkaitan jaringan dan kelompok merupakan aspek vital dari modal sosial. Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan antara individu dalam komunitas. Keterkaitan terwujud di dalam beragam tipe kelompok pada tingkat lokal maupun tingkat lebih tinggi. Jaringan hubungan sosial biasanya akan diwarnai oleh suatu tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Pada kelompok sosial yang biasanya terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis keturunan (liniage), pengalaman-pengalaman sosial turun temurun (repeated

social experiences), dan kesamaan kepercayaan pada dimensi Ketuhanan (religious belief) cenderung memiliki kohesifitas yang tinggi, tetapi rentang

jaringan maupun trust yang terbangun sangat sempit. Sebaliknya, pada kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih modern akan memiliki tingkat partisipasi anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang lebih luas.

Pada dasarnya modal sosial merupakan kerjasama yang dibangun dengan untuk mencapai tujuan. Kerjasama yang terjalin tercipta ketika telah terjadinya hubungan interaksi sosial sehingga menghasilkan jaringan kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya dan terbentuknya nilai dan norma dalam hubungan interaksi tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rakhmania (2003:58), pada etnis Cina di Jakarta maka didapati institusi keluarga dan ikatan kekerabatan adalah modal sosial yang menopang bisnis etnis Cina. Ikatan kekeluargaan menyediakan jaringan sosial di kalangan etnis Cina, di mana jaringan sosial ini berdasarkan kepercayaan. Melalui jaringan sosial tersebut bisnis mereka makin meningkat.


(25)

Dengan adanya modal sosial pada etnis Cina terjadilah perkembangan bisnis-binis, di sini terlihat bagaimana modal sosial dapat berfungsi dan bermanfaat bagi bisnis etnis Cina bila mereka mampu mempergunakan modal sosial sebaik-baiknya.

2.1.2. Kepercayaan (Trust)

Modal sosial; Trust yang dijabarkan oleh Max Weber, dimana Weber melihat sekte babtis pada agama kristen yang memperlihatkan kualitas moral dalam mengawali sebuah bisnis serta untuk mendapatkan pinjaman modal. Unsur-unsur modal sosial yang dijabarkan oleh Max Weber yakni

1. Adanya jaringan hubungan non ekonomi.

2. Adanya fungsi jaringan sosial yang memungkinkan terjadinya perputaran informasi.

3. Informasi dan kepercayaan digunakan untuk mendapatkan sumber daya ekonomi.

Seperti pernyataan Weber yang melihat bahwa orang Protestan bekerja keras bukan untuk mencari keuntungan, melainkan ingin meraih kedudukan di hadapan Tuhan. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa tindakan ekonomi seseorang sangat dipengaruhi oleh unsur kepercayaan (religiusitas) yang dimiliki setiap masyarakat. Agama dalam hal ini berperan dalam menumbuhkan sikap semangat untuk bekerja keras, hemat dan perduli terhadap sesamanya. Apabila mereka mempercayai hal itu maka Tuhan akan memberikan jaminan pahala dan surga bagi mereka.


(26)

Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa trust itu berasal dari sebuah jaringan sebagai sumber penting tumbuh dan hilangnya trust. Dalam pandangan Francis Fukuyama, trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Fukuyama berpendapat bahwa kepercayaan adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama. Adanya jaminan tentang kejujuran dalam komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas dan sifat kooperatif dalam komunitas.

Modal sosial; kepercayaan dapat diperoleh melalui hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal dalam hal ini adalah bahwa pekerja migran menciptakan hubungan sosial yang baik dengan para pengusaha kecil konveksi di tempat mereka bekerja. Hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan rasa percaya diantara para pengusaha dan pekerja sehingga menciptakan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan dikedua belah pihak hubungan yang kedua adalah horizontal yaitu hubungan sosial dengan sesama pekerja migran dan masyarakat di sekitar mereka. Hubungan yang baik diantara sesama pekerja migran dalam kelompoknya akan membangun rasa solidaritas yang tinggi dan menimbulkan kepercayaan (trust).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lubis, yang menyoroti bagaimana bekerjanya elemen modal sosial yakni kepercayaan dalam pengelolaan arisan, dia melihat bahwa kepercayaan antar anggota dengan pengurus arisan merupakan perekat kuat untuk terjalinnya kerjasama yang lebih baik. Anggota percaya


(27)

kepada pengurus karena mereka jujur, bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan anggota (bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok individu), dan menjaga kepercayaan itu ketika ditunjuk sebagai pengurus dalam anggota.

Beberapa dimensi Modal Sosial dikumpulkan datanya, salah satunya adalah perasaan saling mempercayai dan rasa aman yakni:

 Percaya meninggalkan rumah, untuk berpergian ke luar kota, bahwa rumah yang ditinggalkan akan aman.

 Percaya bahwa tetangga akan ikut mengawasi keamanan rumah yang kita tinggalkan.

 Percaya bahwa tetangga semuanya adalah orang yang baik.

 Perasaan aman berjalan sendiri di jalanan setelah malam hari.

 Persetujuan pada pendapat bahwa setiap orang dapat dipercaya.

 Reputasi aman di area tempat tinggal.

 Perasaan percaya pada pemerintah.

 Perasaan percaya pada anggota legislatif.

 Perasaan percaya pada pemimpin lokal.

 Perasaan percaya pada tokoh agama yang ada dalam komunitas dan yang berada di luar komunitas.

Bentuk kepercayaan (trust) yang dimiliki setiap individu tidak hanya terdapat dalam kesamaan religi saja melainkan sudah menyebar pada tingkatan yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian kepercayaan (trust) yang dimiliki oleh setiap individu baik itu pada pengusaha etnis Cina dalam komunitasnya akan memberikan kontribusi dalam strategi berbisnis.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study) karena mengacu pada objek studi yang diamati, situasinya, dan perilakunya. Studi kasus adalah tipe penelitian yang penelaahannya terhadap suatu kasus dilakukan secara mendalam, mendetail, dan komprehensif (Faisal, 1999:22). Metode studi kasus digunakan dalam penelitian ini karena:

 Pendekatan ini melihat individu secara holistik (utuh).

 Pendekatan ini menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menggambarkan fenomena yang terjadi dengan melibatkan berbagai metode seperti wawancara, observasi dan lain-lain.

 Pendekatan ini bersifat emik, maksudnya peneliti dapat membagun pandangannya sendiri tentang apa yang diteliti secara rinci (Moleong, 2005:4-6).

Sesuai dengan strategi-strategi penelitian lain, studi kasus merupakan suatu cara penelitian terhadap masalah empiris dengan mengikuti rangkaian prosedur yang telah dispesifikasikan terlebih dahulu. Metode studi kasus banyak digunakan bila perumusan masalah suatu penelitian menuntut ‘how’ (bagaimana) atau ‘why’ (mengapa).

Dalam tataran praktis, akan mencakup satu satuan tempat atau organisasi tertentu. Karena itu, studi kasus harus dilihat berdasarkan asumsi-asumsi dasarnya. Kasus


(29)

merupakan bounded system yang berdiri sendiri, sekaligus merupakan bagian dari yang lain. Hubungan dialektika antara individu dengan masyarakat/kelompok sebagai sebuah sistem. Sebaliknya, individu tidak mungkin dapat dipisahkan dari nilai-nilai masyarakat/kelompok.

Melalui pendekatan ini, peneliti diharapkan bisa memberikan jawaban atau menganalisis mengenai permasalahan yang dijadikan sebagai objek penelitian. Dimana di dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana jaringan sosial pada pengusaha, terutama pada pengusaha etnis Cina. Dengan begitu peneliti berusaha untuk mencari informasi pengusaha-pengusaha etnis Cina yang relevan dengan penelitian. Dengan tujuan untuk bisa berinteraksi langsung dengan para pengusaha etnis Cina sehingga permasalahan penelitian dapat terjawab.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan karena komunitas etnis Cina di Medan memiliki karekteristik yang berbeda dari komunitas etnis Cina yang ada di daerah Indonesia lainnya, seperti penggunaan bahasa pergaulan sehari-hari yang masih menggunakan bahasa dari daerah asal mereka di Cina, masih terdapatnya perkumpulan-perkumpulan berdasarkan kesukuan dan lain-lainnya. Komunitas etnis Cina yang ada di kota Medan merupakan komunitas yang dominan dalam bidang ekonomi, yang terlihat sangat jelas. Selain itu, belum banyak penelitian tentang jaringan sosial pada etnis Cina di kota Medan dan lokasi penelitian mendukung efisiensi penelitian karena peneliti tinggal dan beraktivitas di lokasi penelitian, sehingga membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian.


(30)

3.3.1. Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah semua pengusaha etnis Cina yang bertempat tinggal di kota Medan.

3.3.2. Informan

Mengingat jumlah unit analisisnya cukup banyak, maka dapat diambil beberapa yang dijadikan sebagai sumber informan. Adapun teknik pengambilan informan dilakukan dengan cara menentukan orang (dalam hal ini pengusaha etnis Cina baik pria maupun wanita) yang dianggap mewakili unit analisis dan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.

Dalam hal ini peneliti perlu menetapkan kriteria sebagai persyaratan untuk menjadi sumber informan yaitu:

1. Pengusaha etnis Cina yang dikenali dari penampilan fisik dan silsilah keluarga dari Cina yang bertempat tinggal di kota Medan dan memiliki perusahaan.

2. Pengusaha etnis Cina yang telah menjalankan perusahaan tersebut selama 5 tahun.

Informan Informasi yang di peroleh Teknik

Pengusaha I  Konsep dan

implementasi

partisipasi, resiprositas,

 Wawancara


(31)

solidaritas, kerjasama, keadilan.

 Nilai-nilai yang dianut bersama, norma-norma dan sanksi-sanksi, aturan-aturan yang ada dikalangan pengusaha etnis cina.

Pengusaha II  nilai-nilai yang dianut bersama, norma-norma dan sanksi-sanksi, aturan-aturan yang ada pada pengusaha etnis cina.

 Konsep dan

implementasi

partisipasi, resiprositas, solidaritas,

kerjasama,keadilan.

 Konsep dan

implementasi kejujuran, kewajaran, egaliter, toleransi, kemurahan

 Wawancara


(32)

hati.

Pengusaha III  konsep dan

implementasi kejujuran, kewajaran, egaliter, toleransi, kemurahan hati.

 Konsep dan

implementasi

partisipasi, resiprositas, solidaritas, kerjasama, keadilan.

 Nilai-nilai yang dianut bersama, norma-norma dan sanksi-sanksi, aturan-aturan-aturan

yang ada.

 wawancara

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 3.4.1 Wawancara mendalam (in- depth interview) :

Wawancara yang akan dilakukan yang berkaitan dengan jaringan sosial pada pengusaha etnis Cina di kota Medan. Hal ini dilakukan untuk menggali informasi dari informan yaitu dengan mengadakan tanya jawab langsung guna memperoleh


(33)

mengenai pengalaman individu atau perorangan terutama dalam hal ini para pengusaha yang telah menjalankan perusahaan. Dalam hal ini dipergunakan pedoman wawancara (interview guide) yang memuat pertanyaan-pertanyaan sehingga dapat menjawab permasalahan penelitian.

3.4.2 Observasi:

Berkaitan dengan melakukan pengamatan secara tidak langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan objek penelitian yaitu jaringan sosial yang terdapat pada pengusaha etnis Cina yang ada di Medan. Tujuannya untuk mendapatkan data yang mendukung dari hasil wawancara yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

3.4.3 Pencatatan dokumen

Diperoleh dengan mengumpulkan dari berbagai sumber data sekunder yakni studi kepustakaan, peneliti berusaha mendapatkan suatu landasan teori yang kuat dari berbagai litelatur seperti buku-buku, jurnal serta dokumen lainnya yang berhubungan langsung dengan penelitian ini.

3.5 Interpretasi Data

Data-data yang berupa hasil observasi non-partisipan, wawancara yang diperoleh dari sumber data penelitian ini dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan dan dikategorikan sesuai dengan permasalahan penelitian dan dari studi kepustakaan. Selanjutnya tahap yang dilakukan adalah analisa dan interpretasi data. Pada tahap inilah data dikerjakan dan dimanfaatkan dengan sedemikian rupa sampai berhasil


(34)

menyimpulkan kebenaran yang berguna untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis kualitatif, di mana proses analisis dalam penelitian ini telah dilakukan sejak awal penulisan proposal sampai selesainya penelitian.

3.6 Jadwal Kegiatan

Tabel 2.1

Distribusi Jadwal Penelitian

NO

JADWAL KEGIATAN

Febuari

maret

April

Mei

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Membuat surat


(35)

Kesatuan Bangsa Dan Perlindungan Masyarakat 2 Mendapatkan surat

penelitian dari Fisip USU dan

mengantarkan surat tersebut ke kesatuan bangsa dan

perlindungan masyarakat Prov Sumut

3 Medapatkan surat penelitian dari kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat dan mengatarkan surat tersebut ke badan Penelitian dan pengembangan Prov Sumut.

4 Mendapatkan surat penelitian dari kantor kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat Prov Sumut dan mengantarkan surat penelitian tersebut ke Balitbang Prov Sumut sehingga penulis mendapatkan surat penelitian (surat tembusan) kepada Dekan Fisip Usu,dan untuk penulis sendiri 5 Setelah peneliti

mendapatkan surat tembusan dari Balibang

6 Dan setelah peneliti memperoleh surat tembusan dari maka peneliti


(36)

wawancara kepada Informan I (M.F.L) 8 Melakukan

wawancara kepada informan II (S.K) 9 Melakukan

wawancara kepada informan III ( W.L

10

Melakukan wawancara kepada informan (H.T)

3.7 Keterbatasan Penelitian

Kendala terbesar dalam penelitian ini adalah dimulai dari pengambilan surat izin dari penelitian dari kantor badan penelitian dan pengembangan Provinsi Sumatra utara dan kantor persatuan dan kesatuan bangsa provinsi Sumatra utara, pengurusan surat izin ini memerlukan waktu sampai 8 hari karena kendala administrasi dan ketidakhadiran pegawai yang bersangkutan.


(37)

peneliti dalam melakukan penelitian hanya dengan mengandalkan pertemanan dan pendekatan-pendekatan pribadi.

Setelah mendapatkan surat izin dari kantor kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat, keterbatasan kemampuan peneliti dalam menjumpai informan-informan menjadi hal yang sangat mempengaruhi peneliti dalam membuat penelitian ini, keterbatasan tersebut peneliti coba selesaikan dengan meminta bantuan teman peneliti tapi bantuan itu tidak maksimal karena juga tidak bisa untuk mendapatkan target yang peneliti buat. Keterbatasan yang lain juga kepadatan jadwal informan dan keengganan informan untuk melakukan wawancara dengan peneliti. Keterbatasan waktu tersebut peneliti coba menyiasati dengan melakukan wawancara berulang dan dengan menunggu waktu senggang informan, keengganan informan untuk memberikan penjelasan, peneliti siasati dengan cara memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian ini dan mengatakan bahwa kerahasiaan informan akan keterangan akan dijaga.

Peneliti juga terkendala pada pencarian bahan-bahan tentang pengusaha-pengusaha besar etnis Cina di medan, ini karena kurangnya publikasi-publikasi yang membahas tentang perkembangan bisnis para pengusaha etnis Cina yang ada di kota Medan. Kekuranggan bahan-bahan tersebut peneliti tutupi dengan melakukan observasi-observasi untuk mendapatkan informasi-informasi tambahan.

selesai dari permasalahan teknis penelitian dan kendala di lapanggan, peneliti menyadari masih terdapat keterbatasan dalam hal kemampuan dan pengalaman dalam melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Walau demikian peneliti tetap terus berusaha untuk melaksanakan rangkaian kegiatan penelitian dengan sebaik mungkin agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan validitasnya.


(38)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Secara historis perkembangan kota Medan, sejak awal telah memposisikan menjadi pusat perdagangan (ekspor - impor) sejak masa lalu. Dijadikannya kota Medan sebagai ibukota Deli juga telah menjadikannya kota Medan menjadi pusat pemerintah sampai saat ini, di samping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota provinsi Sumatera Utara. Perkembangan kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis, ekonomi dan karakteristik kota Medan itu sendiri, yakni sebagai kota mengemban fungsi yang luas dan besar, serta salah satu kota terbesar di Indonesia. Realitasnya, kota Medan kini berfungsi :

1. Sebagai pusat pemerintahan daerah, baik pemerintahan provinsi Sumatera Utara maupun kotamadya Medan, sebagai tempat kedudukan perwakilan/konsulat negara-negara sahabat, serta wilayah kedudukan berbagai perwakilan perusahaan, bisnis, keuangan di Sumatera Utara.

2. Sebagai pusat pelayanan kebutuhan sosial, ekonomi masyarakat Sumatera Utara, seperti : rumah sakit, perguruan tinggi, stasiun TVRI, RRI, dan lain-lain, termasuk berbagai fasilitas yang dikembangkan swasta, khususnya pusat-pusat perdagangan.

3. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, perdagangan, keuangan dan jasa secara regional maupun internasional.


(39)

4. Sebagai pintu gerbang regional/internasional/kepariwisataan untuk kawasan barat.

4.1.1. Kota Medan Secara Geografis

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3,6 % dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif lebih besar. Secara geografis, kota Medan terletak pada 30 30’- 30 43’ Lintang Utara dan 980 35’- 980 44’ Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut.

Secara administratif, wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan berbatas dengan Daerah Deli Serdang, yaitu sebelah barat, selatan dan timur. Sepanjang wilayah Utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geogarafis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam.

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai pintu masuk kegiatan perdagangan barang dan jasa, naik perdagangan domestik maupun ke luar negeri (ekspor - impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong


(40)

perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan saat ini.

4.1.2 Kota Medan Secara Demografis

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Kota Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.006.142 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk commuters. Dengan demikian Kota Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.

Dilihat dari struktur umur penduduk, Kota Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian Kota Medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan periode tahun 2000-2005 cenderung mengalami peningkatan. Di mana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09 % menjadi 0,63 % pada tahun 2005. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk mengalami peningkatan 7.183 jiwa per Km dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 (BPS Provinsi Sumut). Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Kecamatan Medan Helvetia, dan


(41)

Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur.

Tabel 4.1

Penduduk kota Medan menurut suku bangsa

Suku bangsa Jumlah

Melayu 125.557

Karo 78.129 Simalungun 13.078 Tapanuli/Toba 365.758 Mandailing 178.308

Pak-pak 6.509

Nias 13.159 Jawa 628.898 Minang 163.774 Cina 202.839 Data sensus penduduk 2000. BPS Provinsi Sumut

4.1.3 Kota Medan Dalam Dimensi Sejarah

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru

125557; 7,07% 78129; 4,40% 13078; 0,74% 365758; 20,59% 178308; 10,04% 6509; 0,37% 628898; 35,41% 163774; 9,22% 202839; 11,42%

suku bangsa melayu suku bangsa karo suku bangsa simalungun suku bangsa tapanuli/toba suku bangsa mandailing suku bangsa pak-pak suku bangsa nias suku bangsa jawa suku bangsa minang suku bangsa cina


(42)

Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutnya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan Kota Medan sejak awal memposisikannya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembangannya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai pusat perdagangan (ekspor - impor) sejak masa lalu. Sedang dijadikannya Medan sebagai ibukota Deli juga telah mendorong Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, di samping merupakan salah satu daerah Kota juga sekaligus ibukota Propinsi Sumatera Utara.

4.1.4 Kota Medan Secara Kultur

Sebagai pusat perdagangan regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Dapat dilihat dari keberagaman suku bangsa yang bertempat tinggal di kota Medan, dari data BPS Provinsi Sumatera Utara tercatat 10 suku bangsa yang berdiam di kota Medan, ini belum termasuk lagi beberapa suku bangsa minoritas seperti suku Tamil.

Kota Medan juga terdiri dari banyak pemeluk agama yang saling berlainan dari mulai yang beragama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha sampai


(43)

yang beragama Hindu. Ini belum dihitung lagi aliran-aliran kepercayaan yang dianut oleh sebagian kecil penduduk kota Medan. Dari keberagaman suku bangsa sampai keberagaman agama dan kepercayaan tetapi kota Medan tidak pernah dilanda konflik karena isu agama, hal ini berbeda dengan kota-kota besar lain yang ada di Indonesia.

Dengan banyaknya keberagaman yang ada di Kota Medan menyajikan keberagaman budaya yang kesemuanya berjalan beriringan. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragam nilai-nilai budaya tersebut tentu saja juga mendukung keberagaman yang ada di kota Medan yang merendam primordialisme di Kota Medan.

4.1.5 Gambaran Penduduk etnis Tionghoa di Kota Medan

Sebagian besar warga etnis Cina tinggal di daerah perkotaan, seperti yang tergambar dalam data penduduk etnis Cina dalam setiap kecamatan yang ada di kota Medan. Masyarakat etnis Cina di kota Medan umumnya bermukim di daerah-daerah sekitar pusat kota, yang komunitasnya pada umumnya adalah sesama etnis Cina.

Ada beberapa sebab kenapa mengapa para etnis Cina membentuk komunitas sendiri. Pertama, kuatnya rasa saling membutuhkan dan ketergantungan sesama orang Cina. Mereka berinteraksi dengan penduduk lokal agar terhindar dari konflik dengan para penduduk. Kedua, juga dapat dilihat dari sisi lain dengan adanya larangan WNA untuk bermukim dan mendirikan usaha di desa-desa. Sebagaimana kita tahu peraturan pemerintah RI No.10/1959 yang melarang WNA (termasuk etnis


(44)

Cina) untuk bermukim dan mendirikan usaha di desa-desa dan hanya diperkenankan berusaha terbatas di sekitar ibu kota daerah tingkat I dan II.

Dari data penduduk yang berdasarkan pada etnis maka dapat dilihat bahwa penduduk etnis Cina bertempat tinggal paling banyak pada daerah Medan Area, Medan Sunggal, Petisah, dan Medan Kota. Sedangkan daerah-daerah pinggiran kota penduduk etnis Cina tidak begitu banyak. Gambaran tempat tinggal penduduk etnis Cina ini memperlihatkan bahwa sebagian besar mereka menempati kawasan atau daerah yang memiliki nilai ekonomi yang relatif lebih tinggi terutama bila kita berpatokan dari harga tanahnya..

Tabel 4.2

Jumlah penduduk etnis cina di setiap kecamatan di medan

KECAMATAN JUMLAH PERSENTASE

1 Petisah 25298 11.4%

2 Medan Baru 4419 2.0%

3 Medan Helvetia 3666 1.6%

4 Medan Sunggal 27882 12.5%

5 Medan Maimun 15073 6.8%

6 Medan Barat 21281 9.6%

7 Medan Labuhan 1528 0.7%

8 Medan Tuntungan 389 0.2%

9 Medan Deli 10179 4.6%

10 Medan Area 35947 16.1%

11 Tembu Medan ng 9497 4.3%

12 Medan Perjuangan 14130 6.3%


(45)

14 Medan Belawan 4127 1.9%

15 Medan Marelan 702 0.3%

16 Medan Denai 6836 3.1%

17 Medan Selayang 1264 0.6%

18 Medan Amplas 554 0.2%

19 Medan Polonia 4229 1.9%

20 Medan Johor 10764 4.8%

21 Medan Kota 23358 10.5%

Kotamadya Medan 222627 100.0%

Sumber: Dinas Informasi Komunikasi dan Data Elektronik, kota Medan, 2005

4.2 Profil Informan Penelitian

1. M.F. L

M.F.L biasa disapa dengan Pak F, beliau merupakan penyandang gelar B.Bc dari Standfordship University (London). Dia merupakan CEO dan Presiden Direktur dari PT. Macan Berkah Internasional yang membawahi Madinah Syariah Supermarket (bergerak di ritel) dan IT Consultant (konsultan ritel). Dimana Supermarket yang berada di dalam bangunan Plaza Milenium, yang para konsumen pada umumnya mengenal dengan sebutan supermarket Madinah Syariah, yang mana pada awalnya supermarket tersebut

11.4% 2.0% 1.6% 12.5% 6.8% 9.6% 4.6% 16.1% 4.3% 6.3% 4.8% 10.5% 1.9% 0.2% 0.6% 3.1% 0.3% 1.9% 0.7% 0.2%0.7% 1 PETISAH 2 MEDAN BARU 3 MEDAN HELVETIA 4 MEDAN SUNGGAL 5 MEDAN MAIMUN 6 MEDAN BARAT 7 MEDAN LABUHAN 8 MEDAN TUNTUNGAN 9 MEDAN DELI 10 MEDAN AREA 11 MEDAN TEMBUNG 12 MEDAN PERJUANGAN 13 MEDAN TIMUR 14 MEDAN BELAWAN 15 MEDAN MARELAN 16 MEDAN DENAI 17 MEDAN SELAYANG 18 MEDAN AMPLAS 19 MEDAN POLONIA 20 MEDAN JOHOR 21 MEDAN KOTA


(46)

bernama Macan Syariah, yang katanya perubahan tersebut karena adanya perubahan dalam manajemen perusahaan tersebut.

Ia merupakan anak pertama dari lima bersaudara, pasangan dari H.L dan T. K. Pak F merupakan orang yang supel dan ramah terhadap banyak orang ini terlihat ketika peneliti datang ke supermarket yang juga sebagai tempat ia berkantor. Nampak ia sedang berbicara dengan beberapa orang pelanggan yang sedang berbelanja. Pak F merupakan bagian dari keluarga yang mengelola jaringan Ritel Macan Yaohan yang tersebar di Kota Medan.

Menurut F bahwa jaringan yang terbentuk pada pebisnis etnis Cina berawal dari perkenalan, hubungan kekeluargaan yang kemudian memunculkan rasa saling percaya yang terus-menerus dibina. Pada umumnya pembinaan jaringan tersebut melalui pertemuan-pertemuan yang dilakukan.

Menurut F jaringan yang terbentuk memberikan keuntungan bersama pada orang-orang yang tergabung dalam jaringan tersebut, seperti kemudahan dalam mendapatkan informasi dan mempermudah urusan bisnis.

2. S.K

S.K merupakan Presiden Direktur Grup Capela, sebuah Holding (gabungan beberapa perusahaan) yang bergerak di bidang penjualan kendaraan roda empat dengan berbagai merek, penjualan sepeda motor merk Honda, sampai pada penjualan kendaraan alat berat sekalian suku cadang dan sekarang juga mengurusi perusahaan pembiayaan mobil sampai pada perusahaan perkebunan.

S.K, merupakan anak laki-laki bungsu dari lima bersaudara, berusia 42 tahun, peraih gelar MBA dari Universitas Golden Gate, Amerika Serikat. Ia merupakan


(47)

pengusaha etnis Cina yang berpenampilan trendi dengan balutan baju kemeja dan tidak lupa dasi disertai dengan celana dan sepatu yang mengkilap dan tidak ketinggalan mobil mewah sebagai kendaraan. S.K juga tergabung dalam beberapa kelompok penggemar seperti dalam kelompok penggemar jam tangan mewah, sampai pada kelompok penggemar minuman Wine.

Jaringan dipertahankan dengan mempertahankan komitmen sehingga kepercayaan yang terjalin dapat terus dipertahankan. Jaringan yang terbentuk sangat diperlukan dalam bisnis selain lebih mempermudah urusan bisnis juga mempermudah kita untuk mengetahui kondisi bisnis yang ada. Menurut S.K jaringan memberikan manfaat pada semua orang yang masuk dalam jaringan tersebut, di mana kita saling diuntungkan, sehingga membawa keuntungan bersama.

3. W.L

W.L, pria berusia 54 tahun ini merupakan pemilik dari perusahaan Trophy Tour & Travel, pendiri Institut Teknologi Manajemen Internasional (ITMI), Perguruan Harapan Mandiri dan juga perusahaan yang bergerak dalam bisnis properti, pemilik BTS kargo dan ia merupakan pemilik Jatayu Airlines dan sekarang juga lagi mengembangkan usaha dalam bidang kebun sawit.

W.L merupakan pengusaha yang mudah untuk diajak berbicara. Mantan ketua organisasi pemilik maskapai penerbangan Indonesia merupakan orang yang santai, ini terlihat ketika dalam wawancara yang dilakukan peneliti. Menurut W.L dalam berusaha diperlukan keuletan dan bagaimana menjaga kepercayaan. dalam menjalankan usaha. Bila kepercayaan telah terjalin maka proses bisnis akan berjalan lebih mudah.


(48)

Kepercayaan merupakan hal yang sangat membantu dalam mengembangkan bisnis terutama di Medan. Kepercayaan muncul dari adanya hubungan yang baik. Kepercayaan dipertahankan dengan komitmen, di mana kita harus bisa menjaga komitmen yang telah kita buat.

4. H.T

H.T merupakan pemilik jaringan toko kaset E.T 45, ia juga merupakan pengusaha yang aktif di beberapa organisasi kepemudaan. Beliau merupakan lulusan Sarjana ekonomi dari Universitas Harapan. Pengusaha yang supel ini mungkin ditunjang dengan pengalamannya di beberapa organisasi kepemudaan, merupakan orang yang mudah diajak berbicara dalam hal apapun, tetapi dia merupakan pengusaha yang sulit ditemui dengan banyaknya jadwal kegiatan yang diikuti. Pak H.T merupakan pengusaha yang dekat dengan tokoh pendiri partai Hanura.

4.3. Penyajian dan Analisis Data

4.3.1 Konteks Sejarah Bisnis Etnis Cina di Kota Medan

Cina perantauan yang pertama membuka usaha bisnis di Medan adalah Tjong A Fie, yang datang ke tanah Deli bersama abangnya, Tjong yong Hian. Mereka berangkat dari tanah kelahirannya di Desa Moy Hian, Kanton, tahun 1875. Awalnya mereka membuka perkebunan tembakau dan membuka warung umtuk memenuhi kebutuhan para pekerja kebun dan mereka menetap di Labuhan Deli.

Selain perkebunan tembakau, Tjong A Fie membuka kedai untuk melayani segala kebutuhan kuli-kuli Cina Daratan yang berbondong-bondong datang ke Tanah Deli. Membanjirnya Cina perantauan yang bekerja dan menetap di Tanah Deli membuat kedai Tjong A Fie berkembang dengan cepat. Dalam tempo singkat, Tjong A Fie terkenal


(49)

sebagai pengusaha kaya raya dan sangat dihormati. Untuk memperlancar segala urusan, dia memindahkan pusat bisnisnya ke Medan pada tahun 1886. Saat inilah dia membangun rumahnya yang megah yang sampai sekarang masih ada, di daerah Kesawan yang kini menjadi sebagai salah satu pusat bisnis kota Medan.

Kemudian usaha Tjong A Fie berkembang, tidak hanya terbatas pada usaha bisnuis, sampai juga terkenal sebagai salah satu orang yang memiliki kekuasaan politik pada saat itu. Ini karena hubungan dekatnya dengan Sultan Deli dan orang-orang Belanda. Karena mempunyai hubungan khusus dengan Sultan Deli dan kekayaan yang dia miliki maka pada tahun 1885 pemerintahan Belanda menganugerahi pangkat “Letnan” padanya. Gelar tersebut merupakan gelar yang sangat bergengsi bagi orang-orang Cina yang ada di Tanah Deli.( Swasembada, 2005 :28)

Dengan keberhasilan Tjong A Fie maka makin banyak perantauan Cina yang awalnya menjadi kuli berubah profesi menjadi pedagang. Ditambah dengan bertambahnya para imigran yang datang dari Cina dimana para perantau Cina yang ada di daerah Deli tetap melakukan hubungan dengan keluarga yang ada di Cina daratan. Ini dapat ditelusuri dengan banyak pengiriman uang dari Deli ke Cina melaui para pemilik toko emas yang memiliki hubungan dagang dengan para pedagang emas yang ada di Hongkong atau Kanton (Vleming, 1989 : 186).

Kemudian mereka orang-orang Cina membangun komunitas dengan mendirikan permukiman. Sejak dahulu ada satu kebiasaan pedagang-pedagang asing untuk tinggal di kampung mereka sendiri. Ini adalah kebiasaan, bukan keharusan. Pada awal abad ke-19 ada peraturan Belanda yang mengharuskan para orang Cina untuk tinggal di kampung tersendiri. Dalam Staatsblad, tahun 1835 No 37 dinyatakan bahwa sebab pertama adalah


(50)

untuk menghindari tercampurnya (almagatie) berbagai bangsa di Jawa. Mulai tahun itu, peraturan kampung Cina diperkeras. Orang-orang Cina dikumpulkan dalam kampung-kampung mereka sendiri dan diperintah oleh kepala-kepala mereka sendiri. Peraturan mengenai kampung Cina juga dicantumkan dalam berbagai peraturan pemerintah Hindia Belanda, yakni dalam peraturan tahun 1818, 1827, dan 1854. pelaksanaan kampung-kampung tersendiri adalah adanya kekhawatiran Belanda bahwa orang Cina dan bangsa lain (Bumiputra) akan bersatu menentang pemerintahan Belanda. Hal ini telah terbukti dalam kerjasama antara seorang Cina yang bernama Boen Seng dengan Raden Prawira Sentana, yang membahayakan kemanan Yogyakarta (Ham, 2005 : 42).

Jadi terbentuknya kampung Cina juga diawali oleh kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan Belanda. Pola pemukiman Cina ini terus berlangsung sampai sekarang. Pola pemukiman orang Cina ini juga memberikan keuntungan bagi orang Cina yang di daerah daratan dimana dari hubungan yang mereka lakukan membentuk suatu jaringan informasi melalui sistem kekerabatan (keluarga) dan ini merupakan salah satu modal sosial bagi pendatang (etnis Cina) yang baru.

Lihat sekarang perkembangan para pebisnis etnis Cina yang berkembang di kota medan, dari usaha skala kecil sampai perusahaan yang berskala besar dan internasional. Lihat usaha berskala besar milik etnis Cina kelahiran medan sukanto Tanoto pemilik Raja Garuda Mas Grup, kemudian ada Grup Karya Prajona Nelayan milik Martua Sitorus yang bergerak di bidang industri CPO nasional, Grup Musim Mas yang didirikan oleh Anwar karim (almarhum) salah seorang perintis industri sawit di Indonesia dan banyak para pengusaha etnis Cina lainnya.


(51)

Teori modal sosial pada intinya adalah pentingnya hubungan. Dengan membuat hubungan antara seseorang dengan orang lain dan terus memeliharanya agar terjalin terus, orang dapat bekerja sama untuk mendapatkan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat diperoleh dengan seorang diri, atau dengan hanya berusaha dengan kemampuan seorang diri, diperlukan usaha yang cukup keras untuk mendapatkan hal tersebut.seseorang dapat membuat hubungan dengan orang lain melalui Jaringan sosial, dimana dalam jaringan sosial tersebut mereka cendrung berbagi nilai-nilai umum bersama anggota-anggota lain dalam jaringan sosial tersebut, sampai pada ketingkatan jaringan sosial tersebut membentuk suatu sumber daya, yang dapat dilihat sebagai pembentukan sejenis modal.

Menurut Robert M.Z. Lawang bahwa, jarinag sosial dibentuk atau terbentuk, dimulai dari masuknya ke dalam jaringan tersebut kepercayaan. Artinya melalui jaringan sosial orang saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, saling bantu dalam melaksanakan atau mengatasi suatu masalah. Jaringan sosial adalah sumber pengetahuan yang menjadi dasar utama dalam pembentukan kepercayaan. Media yang paling cepat membuka jaringan adalah dengan pergaulan. Disini terlihat bagaimana jaringan sosial menunjukan pada semua hubungan dengan orang lain atau kelompok lain yang memungkinkan pengentasan masalah dapat berjalan secara efisien dan efektif

Hal ini sesuai dengan asumsi diatas bahwa di bentuk atau terbentuknya jaringan sosial karena adanya hubungan yang dibangun antara pengusaha etnis Cina dengan pengusaha etnis cina lain, yang hubungan itu terus dibina sehingga menjadi sebuah jaringan sosial. Hal ini sesuai dengan penuturan informan (H T, Lk, 50th)

“...,Awalnya saya melaksanakan hubungan kerjasama dengan pihak yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan saya atau setidak-tidaknya dengan pihak yang telah saya kenal. Ini saya lakukan untuk mempermudah dan menjamin kerjasama tersebut berjalan sesuai


(52)

dengan harapan saya dan hubungan kerjasama tersebut nyaman untuk saya jalankan “

Sejalan dengan pandangan diatas hal yang sama dikuatkan oleh S.K yang mengatakan : ( S K,Lk, 42 th )

“awalnya dahulu ayah saya yang memulai bisnis ini, dengan berkenalan dengan bapak William Soeryadjaya, bos astra internasional ketika itu, kemudian mereka saling bekerjasama, dan karena dia menilai bapak saya berhasil mengembangkan bisnis maka kerjasama tersebut lebih banyak sampai sekarang ini.”.

Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). selanjutnya Robert H. Silin menemukan bahwa “kepercayaan” merupakan faktor vital dalam mempertahankan jaringan kompleks hubungan-hubungan dagang (Halminton, 1996 : 169 ).

Hanya mengenal orang tidak cukup jika mereka tidak merasa wajib membantu anda. Jika orang-orang ingin saling membantu, mereka perlu merasa cocok dengannya, itu berarti mereka perlu merasakan bahwa mereka mempunyai suatu kesesuaian satu sama lain. Semua informan yang di wawancarai beranggapan suatu hubungan atau jaringan sosial terbentuk dilandasi oleh rasa kepercayaan terhadap orang tersebut. Maka suatu jaringan akan terbentuk jika orang-orang dalam jaringan tersebut merupakan orang yang mereka bisa dipercayai secara pribadi. Jaringan tidak akan terbentuk apabila orang-orang yang ada di dalam jaringan tersebut, tidak saling percaya, walaupun mereka saling mengenal. Pada dasarnya suatu jaringan dapat berjalan efektif apabila adanya kepercayaan pribadi pada orang-orang yang ada pada jaringan tersebut. maka


(53)

Pada pengusaha etnis Cina, kepercayaan timbul dari hubungan yang terus dibina. Hubungan yang dibina dari awal sampai seseorang dianggap dapat dipercaya. Kepercayaan pribadi beda dengan kedekatan pribadi sehingga kepercayaan pribadi bukanlah semata-mata bersifat subyektif, berkenan dengan perasaan, dan tidak rasional. Untuk memperoleh kepercayaan mereka harus menunjukkan kualitas-kualitas tertentu sesuai dengan norma-norma kesepakatan antara subjek. Norma-norma ini tidak dirumuskan secara obyektif, tetapi orang-orang yang terlibat mengakui keberadaannya. Karena norma-norma informal tersebut secara luas digunakan untuk mengatur kegiatan bisnis, hubungan bisnis.

Dari gambaran di atas, jelas bahwa adanya hirarki hubungan pribadi. Biasanya apabila kita membicarakan hubungan-hubungan pribadi, kita tidak akan membedakan mereka. Tapi pada kenyataannya, hubungan-hubungan bisnis yang sukses adalah hubungan yang didasarkan pada hubungan jaringan sosial yang telah erat dan penuh kepercayaan. Hubungan merupakan langkah awal pembentukan jaringan sosial yang diikuti dengan pengembangan rasa saling percaya. Kemudian hubungan jaringan menjadi fungsional dalam bisnis. Kepercayaan merupakan mekanisme dasar yang membuat berfungsinya jaringan-jaringan yang terbentuk.

Gambaran diatas sesuai dengan yang diutarakan salah satu informan ( M F L, Lk, 40 th) mengatakan :

“Dalam membuat suatu kerjasama, kita tidak hanya saling kenal tetapi juga harus mengetahui apakah teman yang kita kenal tersebut dapat dipercaya dan apakah kita bisa saling menjalin kesesuaian, dan ini biasanya muncul setelah kita beberapa kali melakukan kerjasama dan rasa saling percaya telah muncul.”.


(54)

Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan informan ( S K, Lk, 42th ) sebagi berikut:

“faktor kepercayaan merupakan hal yang mutlak. Untuk mendapatkan kepercayaan, harus punya kejujuran. Sekali tidak jujur, bakal habis. Bila kepercayaan sudah terbangun, deal bisnis pun akan menjadi mudah. seperti pelanggan saya ketika membeli mobil,kalau di Jakarta bila orang mau membeli mobil, segala persyaratan harus oke dulu, baru mobil bisa di kirim. Orang medan tidak mau, giro belum cair saja, ia sudah minta agar mobilnya dikirim. Ya kami kirim, karena sudah percaya. Jadi kesimpulannya kepercayaan”.

Kemudian dikuatkan lagi dari hasil wawancara dengan informan ( H T, Lk, 50th ) sebagai berikut :

“Orang Cina (Medan ) kalau berbisnis yang dipegang hanya mulutnya. Mereka bisa melakukan Deal bisnis tanpa MoU”.

Sejalan dengan analisis diatas munculnya jaringan dan dari mana asal mereka, terdapat dua faktor yang muncul yang menjelaskan formasi jaringan: faktor kelembagaan dan faktor teknis. Yang pertama mengacu pada interaksi-interaksi rutin yang dibentuk secara sosial yang memudahkan pembentukan jaringan. Yang satunya lagi mengacu pada tekanan-tekanan lingkungan untuk mempertahankan bisnis yang menuntut solusi-solusi dalam bentuk jaringan. Tentu saja, dalam kebanyakan kasus empiris, faktor kelembagaan dan teknis saling berdampingan. Marco Orru (Dalam Hamilton, 1996 : 272)

Sistem-sistem yang menggabungkan personal dan aturan hierarki sering menjadi suatu usaha untuk mengontrol berlangsungnya kerja sama informal yang saling menguntungkan, yang dapat mengarah pada pembentukan diskriminasi secara tak langsung terhadap orang-orang yang tidak termasuk dalam lingkaran. Jaringan-jaringan


(55)

bekerjasama satu sama lain dan bukan hanya dengan orang yang mereka kenal secara langsung agar saling menguntungkan.

4.3.3 Analisa Bentuk Ikatan Jaringan Sosial


(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

(61)

(62)

(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan kan dengan menggunakan data-data yang terkumpul maka diperoleh kesimpulan:

5.1.1 Jaringan sosial pada pengusaha etnis cina dikota Medan terbentuk atau dibentuk dari hubungan-hubungan yang terus dibina dan dari hubungan yang dibina, yang di dalam hubungan tersebut tercipta suatu nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan kesepakan bersama dan menjadi acuan bersama, kemudian dari tersebut menimbulkan rasa saling percaya.

5.1.2 Jaringan sosial yang paling umum pembentukannya dimulai dengan media pergaulan yang menimbulkan hubungan-hubungan yang terus dibina, yang sampai pada tahap terbagunnya rasa saling percaya.

5.1.3 Hubungan yang terbangun tersebut dilakukan atas prinsip kesukarelaan, kesamaan, kebebasan dan keadaan, namun yang paling penting dari itu semua adalah adanya kepercayaan dalam hubungan tersebut, sehingga terbentuklah jaringan sosial

Bentuk jaringan sosial ini bisa dibedakan dari ikatan yang membentuknya, pembentukan jaringan sosial dapat dibedakan menjadi beberapa pembagian,yaitu, jaringan sosial yang dibentuk dari ikatan keluarga, ikatan semarga, ikatan perkawinan, ikatan sekolah, dan ikatan perkumpulan atau club-club.


(64)

Jaringan sosial yang terbentuk pada pengusaha etnis Cina di Kota Medan membuat mereka secara bersama-sama mencapai tujuan bersama, yang tujuan bersama pada jaringan sosial pengusaha etnis Cina di kota Medan yaitu keuntungan bagi usaha mereka. Keuntungan yang diberikan jaringan sosial pengusaha etnis Cina pada para anggota jaringan sosial tersebut seperti, bantuan dana, informasi-informasi yang berhubungan dengan usaha komunitas yang saling mengenal dan penjagaan pada kepentingan bersama.

Jarinagan sosial sebagai suatu wadah dari hububngan-hubunagan yang dibina dan memiliki nilai-nilai bersama untuk mencapai tujuan bersama, tujuan bersama disini terutama tujuan bersama untuk hal ekonomi. Jaringan sosial yang dibentuk para pengusaha etnis cina dikota medan memberikan peranan pada peluang akses informasi sehingga para pengusaha yang tergabung dalam jaringan tersebut dapat mempergunakan informasi yang ada untuk mendapatkan peluang dalam bisnis Jaringan sosial juga di pergunakan sebagi forum bersama untuk mebgatasi masalah-masalah yang dihadapi para anggota yang, terutama masalah-masalah mereka dalam hal berbisnis

Jaringan sosial yang ada pada pengusaha etnis cina di kota medan, memberikan kontribusi yang besar kepada keefidienan dan penghematan dana dan waktu dalam melakukan transaksi bisnis diantara para anggota jaringan sosial tersebut. Jaringan sosial pada etnis cina di kota medan juga berperan merekatkan mereka dalam suatu wadah bersama didalam jaringan sosial yang jaringan sosial tersebut memberikan suatu modal bagi para anggota tersebut untuk mengembangkan


(65)

medan merupakan salah satu pembentuk modal sosial yang ada di dalam masyarakat kota medan terutama pada para pengusaha etnis cina yang ada dikota Medan.

5.2. Saran

1. jaringan sosial merupakan potensi modal sosial yang dapat mencapai tujuan bersama dan merekatkan masyarakat, sehingga pembentukan jaringan sosial bisa di terapkan pada komunitas-komunitas lain sehingga komunitas tersebut dapat mencapai tujuan bersama dan lebih mempererat masyarakat.

2. pentingnya membentuk jaringan sosial bagi para pengusaha-pengusaha lain sehingga penguasaan sektor ekonomi merata dan para pelaku ekonomi dapat pula saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan memperkuat daya saing pengusaha untuk menghadapi persaingan ekonomi yang lebih besar

3. perlunya diperbanyak penelitian-penelitian mengenai masyarakat etnis Cina di kota medan sehingga menambah pengetahuan tentang etnis Cina Di kota Medan


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Badaruddin. “Modal Sosial (Social Capital) dan Pemberdayaan Komunitas Nelayan”, dalam M. Arief Nasution, Badaruddin, Subhilhar, (Editor). 2005. Isu-isu

Kelautan : Dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Faisal, 1999. Sanapiah Format-FormatPenelitian Sosial. Jakarta : Rajawali Press. Field, Jhon. 2005. Modal Sosial. Medan : Media Perintis.

Hasbullah, Jousari. 2006. Social Capital:Menuju Kerunggulan Budaya Manusia

Indonesia, Jakarta : MR-United Press.

Hamilton, Gary. 1996. Menguak Jaringan Bisnis Cina di Asia Timur Dan Tenggara. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Ham, Ong Hok. 2005. Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa. Jakarta : Komunitas bambu.

Jr, J.L.Vleming. 1989. Kongsi & Spekulasi. Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti.

Lawang, Robert M.Z. 2004. Kapita Sosial Dalam Perspektif Sosiologi: Suatu

Pengantar. Depok : FISIP UI Press.

Lubis, M. Rajab. 1995. Pribumo Di Mata Orang Cina. Medan : Pustaka Widyasarana.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Perry, Martin. Mengembangkan Usaha Kecil. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Poloma, Margareth. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Rajawali Press. Ritzer, George. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada Media.

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sunarto, Kamanto. 1999. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus: Disain dan Metode. M. Djauzi Mudjakir


(67)

.

Jurnal, Majalah dan Artikel

Elly, Karya. 2006. Peran Budaya Tionghoa Dalam MencapaiKesuksesan Usaha

(Bisnis) Di Tengah-tengah Masyarakat Multikultiral, Medan. ( sebagai bahan

pengantar pada “Forum diskusi percepatan pembangunan melalui partisipasi masyarakat dalam masyarakat Multikultural di sumatera utara).

Ibrahim, Linda D. 2006. Kehidupan Berorganisasi Sebagai ModalSosial Komunitas

Jakarta. Masyarakat: Jurnal Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Indonesia No.11. Hlm. 62-88.

Lubis, Zulkifli B. 2006. Potensi Sosial Budaya Dan Peningkatan Partisipasi

Masyarakat Dalam Pembangunan Di Sumatera Utara, Medan, Universitas

Sumatera Utara. (Sebagai Bahan Pengantar Pada “Forum Diskusi Percepatan Pembangunan Melalui Partisipasi Masyarakat Dalam Masyarakat Multikultural Di Sumatera Utara)

Majalah Intisari. 2006. Etnik Tionghoa di Indonesia. Edisi September. Jakarta.

Rakhmania, Yunita. 2006. Ikatan Etnisitas, Jaringan Sosial, Dan Perkembangan

Bisnis. Komunitas: Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Negeri Jakarta.Vol.I. Hlm. 45-60.

Majalah Swasembada. Agustus, 2006 Bintang-bintang Bisnis Dari Daerah, Edisi Khusus/XX/31 Agustus. Jakarta

Trigilia, Carlo, SocialCapitaland Local Development,European Journal of Social Theory 4(4):427-442, Sage Publications, 2001.

Wafa, Ali. 2003. Urgensi Keberadaan Social Capital dalam Kelompok-kelompok

Sosial. Masyarakat: Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas


(1)

(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan kan dengan menggunakan data-data yang terkumpul maka diperoleh kesimpulan:

5.1.1 Jaringan sosial pada pengusaha etnis cina dikota Medan terbentuk atau dibentuk dari hubungan-hubungan yang terus dibina dan dari hubungan yang dibina, yang di dalam hubungan tersebut tercipta suatu nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan kesepakan bersama dan menjadi acuan bersama, kemudian dari tersebut menimbulkan rasa saling percaya.

5.1.2 Jaringan sosial yang paling umum pembentukannya dimulai dengan media pergaulan yang menimbulkan hubungan-hubungan yang terus dibina, yang sampai pada tahap terbagunnya rasa saling percaya.

5.1.3 Hubungan yang terbangun tersebut dilakukan atas prinsip kesukarelaan, kesamaan, kebebasan dan keadaan, namun yang paling penting dari itu semua adalah adanya kepercayaan dalam hubungan tersebut, sehingga terbentuklah jaringan sosial

Bentuk jaringan sosial ini bisa dibedakan dari ikatan yang membentuknya, pembentukan jaringan sosial dapat dibedakan menjadi beberapa pembagian,yaitu, jaringan sosial yang dibentuk dari ikatan keluarga, ikatan semarga, ikatan perkawinan, ikatan sekolah, dan ikatan perkumpulan atau club-club.


(3)

Jaringan sosial yang terbentuk pada pengusaha etnis Cina di Kota Medan membuat mereka secara bersama-sama mencapai tujuan bersama, yang tujuan bersama pada jaringan sosial pengusaha etnis Cina di kota Medan yaitu keuntungan bagi usaha mereka. Keuntungan yang diberikan jaringan sosial pengusaha etnis Cina pada para anggota jaringan sosial tersebut seperti, bantuan dana, informasi-informasi yang berhubungan dengan usaha komunitas yang saling mengenal dan penjagaan pada kepentingan bersama.

Jarinagan sosial sebagai suatu wadah dari hububngan-hubunagan yang dibina dan memiliki nilai-nilai bersama untuk mencapai tujuan bersama, tujuan bersama disini terutama tujuan bersama untuk hal ekonomi. Jaringan sosial yang dibentuk para pengusaha etnis cina dikota medan memberikan peranan pada peluang akses informasi sehingga para pengusaha yang tergabung dalam jaringan tersebut dapat mempergunakan informasi yang ada untuk mendapatkan peluang dalam bisnis Jaringan sosial juga di pergunakan sebagi forum bersama untuk mebgatasi masalah-masalah yang dihadapi para anggota yang, terutama masalah-masalah mereka dalam hal berbisnis

Jaringan sosial yang ada pada pengusaha etnis cina di kota medan, memberikan kontribusi yang besar kepada keefidienan dan penghematan dana dan waktu dalam melakukan transaksi bisnis diantara para anggota jaringan sosial tersebut. Jaringan sosial pada etnis cina di kota medan juga berperan merekatkan mereka dalam suatu wadah bersama didalam jaringan sosial yang jaringan sosial tersebut memberikan suatu modal bagi para anggota tersebut untuk mengembangkan usaha mereka. Jadi dapat dikatan jaringan sosial pada pengusaha etnis cina di kota


(4)

medan merupakan salah satu pembentuk modal sosial yang ada di dalam masyarakat kota medan terutama pada para pengusaha etnis cina yang ada dikota Medan.

5.2. Saran

1. jaringan sosial merupakan potensi modal sosial yang dapat mencapai tujuan

bersama dan merekatkan masyarakat, sehingga pembentukan jaringan sosial bisa di terapkan pada komunitas-komunitas lain sehingga komunitas tersebut dapat mencapai tujuan bersama dan lebih mempererat masyarakat.

2. pentingnya membentuk jaringan sosial bagi para pengusaha-pengusaha lain

sehingga penguasaan sektor ekonomi merata dan para pelaku ekonomi dapat pula saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan memperkuat daya saing pengusaha untuk menghadapi persaingan ekonomi yang lebih besar

3. perlunya diperbanyak penelitian-penelitian mengenai masyarakat etnis Cina di


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Badaruddin. “Modal Sosial (Social Capital) dan Pemberdayaan Komunitas Nelayan”, dalam M. Arief Nasution, Badaruddin, Subhilhar, (Editor). 2005. Isu-isu Kelautan : Dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Faisal, 1999. Sanapiah Format-FormatPenelitian Sosial. Jakarta : Rajawali Press. Field, Jhon. 2005. Modal Sosial. Medan : Media Perintis.

Hasbullah, Jousari. 2006. Social Capital:Menuju Kerunggulan Budaya Manusia Indonesia, Jakarta : MR-United Press.

Hamilton, Gary. 1996. Menguak Jaringan Bisnis Cina di Asia Timur Dan Tenggara. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Ham, Ong Hok. 2005. Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa. Jakarta : Komunitas bambu.

Jr, J.L.Vleming. 1989. Kongsi & Spekulasi. Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti.

Lawang, Robert M.Z. 2004. Kapita Sosial Dalam Perspektif Sosiologi: Suatu Pengantar. Depok : FISIP UI Press.

Lubis, M. Rajab. 1995. Pribumo Di Mata Orang Cina. Medan : Pustaka Widyasarana.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Perry, Martin. Mengembangkan Usaha Kecil. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Poloma, Margareth. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Rajawali Press. Ritzer, George. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada Media.

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sunarto, Kamanto. 1999. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus: Disain dan Metode. M. Djauzi Mudjakir


(6)

.

Jurnal, Majalah dan Artikel

Elly, Karya. 2006. Peran Budaya Tionghoa Dalam MencapaiKesuksesan Usaha (Bisnis) Di Tengah-tengah Masyarakat Multikultiral, Medan. ( sebagai bahan pengantar pada “Forum diskusi percepatan pembangunan melalui partisipasi masyarakat dalam masyarakat Multikultural di sumatera utara).

Ibrahim, Linda D. 2006. Kehidupan Berorganisasi Sebagai ModalSosial Komunitas Jakarta. Masyarakat: Jurnal Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia No.11. Hlm. 62-88.

Lubis, Zulkifli B. 2006. Potensi Sosial Budaya Dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di Sumatera Utara, Medan, Universitas Sumatera Utara. (Sebagai Bahan Pengantar Pada “Forum Diskusi Percepatan Pembangunan Melalui Partisipasi Masyarakat Dalam Masyarakat Multikultural Di Sumatera Utara)

Majalah Intisari. 2006. Etnik Tionghoa di Indonesia. Edisi September. Jakarta.

Rakhmania, Yunita. 2006. Ikatan Etnisitas, Jaringan Sosial, Dan Perkembangan Bisnis. Komunitas: Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Jakarta.Vol.I. Hlm. 45-60.

Majalah Swasembada. Agustus, 2006 Bintang-bintang Bisnis Dari Daerah, Edisi Khusus/XX/31 Agustus. Jakarta

Trigilia, Carlo, SocialCapitaland Local Development,European Journal of Social Theory 4(4):427-442, Sage Publications, 2001.

Wafa, Ali. 2003. Urgensi Keberadaan Social Capital dalam Kelompok-kelompok Sosial. Masyarakat: Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. No.12. Hlm. 41-50.