28
1 Lingkungan yang tenteram, dalam arti penuh kedamaian dan bebas dari
kehidupan yang curiga mencurigai 2
Lingkungan yang rukun dimana sesama warga tidak saling mencampuri urusan orang lain tanpa, tanpa disertai oleh sikap acuh tak acuh
3 Tersedianya fasilitas bergaul yang memadai seperti sarana berolahraga,
maka dari situ akan timbul suatu interaksi diantara sesamanya.
44
B. Pembentukan Akhlakul Karimah
1. Pengertian Pembentukan Akhlakul Karimah
Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, pembentukan adalah proses, cara, perbuatan atau usaha untuk membentuk.
45
Adapun pengertian akhlak telah penulis paparkan pada pembahasan sebelumnya yaitu akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong
melakukan perbuatan secara berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu. Sedangkan Al-
Karimah adalah kata yang berasal dari kata Karim yang artinya mulia, baik, terpuji. Jadi Akhlakul Karimah adalah watak, tabiat pembawaan, karakter yang
diulang-ulang tanpa disadari sehingga menjadi kebiasaan yang mulia atau bisa juga dikatakan perilaku yang baik.
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Mengenai pembentukan akhlak, para ulama berbeda pendapat, yakni:
a. Sebagian ahli berpendapat, bahwa akhlak adalah insting garizah yang dibawa
manusia sejak lahir. Bagi golongan ini akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri
manusia dan hati nurani dan akhlak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa dibentuk.
44
Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, Jakarta: Bumi Aksara, 1988, h.192-193
45
Daryanto SS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Apollo, 1998, h. 88
29
b. Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan,
pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Golongan ini berpendapat bahwa akhlak dapat dibentuk.
46
Dalam kenyataannya akhlak perlu dibina, dididik dengan berbagai metode sehingga menghasilkan pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada kedua orang tua, saying kepada sesame makhluk Tuhan dan seterusnya.
Banyaknya tantangan dan godaan akibat dampak dari kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK menyebabkan pembinaan untuk membentuk
akhlakul karimah sangat diperlukan salah satunya pembinaan akhlak yang dilakukan di lembaga pendidikan. Jika program pendidikan dan pembinaan itu
dirancang dengan baik, sistematik, dan dilaksanakan dengan sungguh-sumgguh, maka akan menghasilkan anak-anak atau orang-orang yang baik akhlaknya.
Disinilah letak peran dan fungsi lembaga pendidikan. Dengan demikian pembentukan akhlakul karimah dapat diartikan
sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk akhlak anak didik dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan
baik dan dilaksanakan dengan sumgguh-sungguh dan konsisten sehingga menghasilkan generasi yang berakhlak mulia.
2. Macam-Macam Akhlak
Dari segi objeknya, akhlak dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada alam atau
lingkungan.
47
a Akhlak kepada Allah
Akhlak kepada Allah dimaksudkan sebagai gambaran kondisi hubungan manusia dengan Allah. Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak
baik kepada Allah, diantaranya adalah: karena Allah telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaannya, Allah telah
46
Abudin Nata, Akhlak…, h.156
47
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h. 11
30
memberikan perlengkapan panca indera, hati nurani dan naluri kepada manusia, Allah telah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan bagi
kelangsungan hidupnya, dan Allah telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan kepada manusia untuk dapat menguasai daratan
dan lautan.
48
b Akhlak kepada sesama manusia
Akhlak dengan sesama manusia adalah gambaran tentang hubungan manusia dengan sesama manusia dalam berintegrasi sosial. Akhlak kepada sesama
manusia terdiri dari: akhlak kepada Rasulullah, orang tua, diri sendiri, keluarga, tetangga, masyarakat dan sebagainya.
49
c Akhlak kepada alam atau lingkungan
Akhlak kepada Alam atau lingkungan adalah sikap seorang manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada disekitarnya untuk kepentingan
hidupnya.
50
Adapun dari segi sifatnya, akhlak dibagi kepada dua bagian yaitu akhlak
yang terpuji al-akhlaq al-mahmudah dan akhlak yang tercela al-akhlaq al- madzmumah.
51
1 Akhlak Terpuji Al-akhlaq al-Mahmudah
Imam Ghazali memandang bahwa orang yang mendekat kepada Allah adlah orang yang mendekati ajaran-ajararan Rasulullah yang memiliki akhlak
sempurna dan yang telah berakhlak dengan Quran yang merupakan ketetapan Allah, dalam hal ini adalah akhlaq Mahmudah.
52
Perilaku atau tingkah laku yang seperti ini sangat banyak dan harus dianut atau dimiliki oleh setiap orang,
diantaranya:
48
Abudin Nata, Akhlak…, h.149-150
49
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h.12
50
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h. 12
51
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan …, h. 11
52
Hussein Bahreisj, Ajaran-ajaran Akhlak Imam Ghazali, Surabaya: Al-Ikhlas, 1981, h. 45
31
a Al-Amanah setia, jujur, dapat dipercaya
Al-Amanah menurut bahasa berarti tutipan seseorang kepada orang lain. anak itu titipan Allah adalah ungkapan yang menunjukkan bahwa
manusia adalah kepercayaan Allah sebagai pemelihara dan pendidik anak itu. Jadi disini manusia adalah kepercayaan Allah, karena Dia tidak akan
menitipkan sesuatu yang berharga kepada orang yang tidak dipercaya. Dari sini amanat diartikan sebagai sikap mental yang jujur, lurus hati dan
terpercaya.Sikap amanah menjadi syarat mutlak bagi seorang pemimpin baik formal maupun informal. Pemimpin yang memiliki amanah adalah pemimpin
yang adil, bijaksana, demokratis dan toleran. Suatu Negara atau masyarakat akan hancur bila dipimpin oleh orang yang curang atau khianat. Ia tidak akan
memiliki kemampuan memperbaiki kehidupan masyarakatnya, karena ia tidak berbuat kecuali yang memberikan keuntungan pribadi dan
golongannya. Ditangan pemimpin seperti inilah suburnya praktek KKN, suap dan sebagainya.
53
Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisaa ayat 58:
⌧ ☺
☺ ⌧
☺ ⌧
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
54
b As-Sabru sabar
53
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 203-204
54
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 128
32
Menurut Imam Ghazali bahwa arti kesabaran adalah meninggalkan perbuatan yang diinginkan oleh syahwat yang perbuatan itu bermanfaat baik
untuk kepentingan dunia ataupun akhirat.
55
Sabar merupakan kekuatan batin, karena dengan sabar ia dapat menguasai dan memimpin dirinya sehingga tidak melakukan perbuatan yang
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Sebagaimana sabda Nabi:
ﻋ ْ ا
ه ﻰ ﺮ
ْ ﺮ
ة لﺎ
: لﺎ
ر ْﻮ
ل ﷲا
ص .
م :
ْ ﺸ ا
ﺪْ ﺪ
ﺼ ﺎ ْﺮ
ﻋ ﺔ
ا ﺎ
ا ﺸ
ﺪْ ﺪ
ا ﺬ
ْي ْ
ﻚ ْ
ﻋ ْا
ﻐ ﻀ
ﻋ
Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : Bukan yang kuat itu yang kuat bergulat tetapi yang kuat adalah yang mampu mengendalikan jiwa dari
kemarahan. Muttafaq alaih.
56
c Al- Iffah memelihara kesucian diri
Al-Iffah termasuk akhlaqul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah
dilakukan setiap waktu. Dengan penjagaan diri secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian. Hal ini
dilakukan mulai dari memelihara qalbu untuk membuat rencana angan-angan yang buruk.
57
Adapun kesucian diri al-iffah akan melahirkansifat-sifat murah hati, malu, sabar, memaafkan, dan toleransi, rasa cukup Qanaah, wara, lemah
lembut, tolong menolong, kerapihan dan tidak thama rakus.
58
d Al-Qanaah mencukupkan apa yang ada
Diakui bahwa setiap manusia disuruh berusaha maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu, agama memandang rendah
orang yang malas berusaha dan tidak memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap saat ia meminta-minta uluran tangan orang lain. Realita kehidupan
menunjukkan bahwa tidak semua usaha maksimal itu dapt menjamin terpenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sempurna. Hal ini harus diyakini
55
Hussein Bahreisj, Ajaran-ajaran Akhlak Imam Ghazali…, h.47-48
56
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 202
57
Hamzah yaqub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul Karimah suatu pengantar, Bandung: CV.Diponogoro, 1996, cet. Ke-7, h. 109
58
Imam Al-Ghazali, Bimbingan Mencapai Ketenangan JIwa, Terj. Dari Ihya Ulumuddin Juz III oleh Abdul Mujieb AS, Surabaya: PT. Bungkul Indah , 1986, h. 46
33
karena manusia hanya dapat berbuat maksimal sedangkan hasil usahanya tetap tergantung kepada ridho Allah dan harus pandai mencukupkan apa yang
diterima itu.
59
Qanaah dalam pengertiannya yang luas mengandung empat perkara, yaitu: menerima dengan rela apa yang ada, memohon kepada Tuhan
tambahan yang pantas disertai usaha atau ikhtiar, menerima dengan sabar ketentuan Tuhan, dan bertawakkal kepada Tuhan.
60
e Al-Haya pemalu
Malu adalah kondisi objektif kejiwaan manusia yang merasa tidak senang, merasa rendah dan hina karena melakukan perbuatan yang tidak
baik. Sikap mental pemalu adalah penjelmaan dari keimanan seseorang mukmin. Rasul berkata: Rasa Malu bahagian dari Iman HR. Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Umar. Dari sikap itu maka seseorang dapat diukur tingkat keimanannya.
61
Malu adakalanya terjadi dalam hal kebaikan dan kejahatan. Malu yang penulis maksud di sini adalah malu dari melakukan perbuatan kejahatan.
Malu sudah menjadi khasanah kultural bangsa dan disebut dengan budaya ketimuran. Budaya malu memiliki kekuatan membendung dan
membentengi moral umat. Namun, kini menjadi masyarakat yang memiliki pemikiran yang berkembang mulai pula kepada prinsip-prinsip keimanan
kepada Allah. Akibatnya rasa malu yang selama ini menjadi benteng sudah roboh tidak berdaya menahan pengaruh budaya asing yang semakin kencang
sebagai akibat dari globalisasi. Oleh karena itu peran orang tua, guru maupun masyarakat sangat diperlukan dalm memberikan pemahaman dalam jiwa
anak didik mereka mengenai budaya malu ini.
59
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 209
60
Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980, cet I, H. 153
61
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h.217
34
2 Akhlak Tercela Al-akhlaq al-Madzmumah
Akhlak madzmumah yaitu tingkah laku yang tercela atau akhlak yang jahat. Menurut istilah al-Ghazali disebut muhlikat artinya segala sesuatu yang
membinasakan atau mencelakakan, diantaranya: a
Dusta Dusta dapat diartikan dengan berkata tidak sesuai dengan fakta atau
berbuat tidak sesuai dengan yang diinginkan. Penyakit rohani ini disebut juga dengan bohong.
62
Dr. Raymond Peach mengatakan: Berbohong adalah alat pertahanan terbaik dari si lemah dan caranya
yang terbaik untuk menghindari bahaya dalam banyak hal, dusta adalah reaksi atas kelemahan dan kegagalan. Misalnya anda bertanya
kepada seorang anak, apakah engkau memecahkan jambangan itu? apabila si anak menyadari bahwa mengakui kesalahan akan
mendatangkan hukuman maka nalurinya akan menyuruhnya untuk menyangkal.
63
Dalam pandangan agama, dusta adalah suatu hal yang sangat tercela, sebab ia merupakan pokok dan induk dari bermacam-macam akhlak yang
buruk yang tidak saja merugikan masyarakat tetapi juga merugikan diri sendiri.
Berdusta atau berbohong itu ada 3 macam yaitu berdusta dengan perbuatan, berdusta dengan lisan, berdusta dalam hati.
64
Orang yang sering berkata dan berbuat tidak sesuai dengan kenyataan inilah yang disebut dengan pendusta. Perbuatan orang ini sering
mengakibatkan kerusakan tatanan hidup bermasyarakat. b
Takabbur
62
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h.2
63
Sayid Mujtaba Musawi Lari, Menumpas Penyakit Hati Terj. Dari Youth and Moral oleh Hashem, Jakarta: Lentera 1996, cet.I h.53
64
H. Anwar Masyari MA, Akhlak Al-Quran, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990, Cet.I h.167
35
Takabbur atau sombong ialah suatu keadaan yang ada dalam diri manusia dan tercermin pengaruh-pengaruhnya, dimana seseorang melihat
dirinya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan orang lain. Seseorang yang sombong memandang dirinya memiliki kedudukan dan keutamaan,
karena hilangnya kenyataan dari pandangannya, dan ia berada dalam persepsi yang salah. Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang itu dapat bersikap
sombong, yaitu sombong karena harta, ilmu dan kekuasaankedudukan.
65
Menurut Humaidi Tatapangarsa dalam bukunya akhlak yang mulia, Takabbur itu ada 3 macam:
1. Takabbur kepada Tuhan, berupa sikap tidak mau memperdulikan ajaran-
ajaran Islam 2.
Takabbur kepada Rasul-Nya, berupa sikap dimana orang merasa rendah dirinya kalau mengikuti dan mematuhi Rasul.
3. Takabbur kepada sesama manusia, menganggap dirinya lebih hebat dari
orang lain. c
Dengki Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang
diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu berpindah ke tangannya sendiri atau tidak.
66
Salah satu unsur yang menimbulkan dengki adalah pendidikan yang buruk di rumah. Apabila orang tua lebih mencintai salah satu anak
danmelimpahinya dengan cinta dan kasih sayang yang khusus tanpa memberikan hal yang sama kepada yag lainnya, anak yang terbiarkan akan
membangun perasaan terhina dan memberontak.
67
d Marah
Marah termasuk sifat kebinatangan yang dimiliki manusia. Dan ia merupakan hal yang alami yang terlahir dalam diri manusia atau hewan dari
65
Syahid Dastaghib, Menuju Kesempurnaan Diri: wacana seputar akhlak, Terj. Dari al-Akhlaq al-Islamiyah oleh Ali Yahya, Jakarta: Lentera Basritama, 2003, cet.I, h. 209
66
H. Muslich Shabir, Tanbihul Ghafilin, Semarang: CV. Toha Putera, 1993, cet.I h. 161
67
Sayid Mujtaba Musawi Lari, Menumpas Penyakit Hati Terj. Dari Youth and Moral oleh Hashem…, h. 90
36
perasaan yang keras dan tajam terhadap yang lain. Apabila seseorang menemui sesuatu yang menjadi penghalang bagi keinginannya atau
bertentangan dengannya, maka ia akan merasakan kesempitan susah dan kesal, seperti ia mendengar perkataan yang buruk atau tertimpa kezhaliman.
Lalu timbullah pada dirinya perasaan ingin membalas dendam, dan kemudian bergolaklah darahnya.
68
Karena itu, kita sering menyaksikan bahwa pada kondisi demikian, sebagian orang berubah mukanya menjadi merah dan
tampak dengan jelas pergerakan darah yang ada di wajahnya, kemudian mulailah melontarkan kata-kata yang bertentangan dengan yang sebenarnya,
mencela orang lain dengan ungkapan-ungkapan yang keji dan hina, atau menggunakan tangan dan kakinya.
e Bakhil
Bakhil artinya kikir. Orang yang kikir ialah orang yang sangat hemat dengan apa yang menjadi miliknya, tetapi hematnya demikian sangat dn sukar
baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan kepada orang lain.
Orang kikir itu ada dua macam: pertama, orang kikir yang tidak mengajak orang lain untuk berlaku kikir. Kedua, orang kikir yang mengajak
orang lain berlaku kikir. Yang kedua inilah lebih jahat dan lebih berbahaya dari yang pertama. Golongan inilah yang senantiasa menghambat kemajuan
dan menghalangi berdirinya amal-amal kebajikan untuk umum. Golongan ini dimusuhi manusia dan tidak disukai Tuhan.
69
Allah SWT berfirman:
☺
⌧ ⌧
68
Syahid Dastaghib, Menuju Kesempurnaan Diri: wacana seputar akhlak…,h. 113
69
M.Ali Alhamidy, Jalan Hidup Muslim, Bandung: PT.Al-Marif, 1977, cet.ke-7, hlm.132
37
Allah tidak suka kepada tiap-tiap orang yang sombong, yang bermegah diri. Yaitu orang-orang kikir dan mereka mengajak manusia berlaku
kikirQS:An-Nisaa:37.
70
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Akhlakul Karimah
Abudin Nata dalam bukunya Akhlak Tasawuf mengatakan bahwa untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada
khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang amat popular, yaitu aliran Nativisme, aliran Empirisme, dan aliran Konvergensi.
a Aliran Nativisme berpendapat bahwa faktor yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan, dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan bakat, akal dan lain-lain. Jika
seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.
b Aliran Empirisme berpendapat bahwa faktor yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan diri sseseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika
pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian juga sebaliknya.
c Aliran Konvergensi berpendapat bahwa pembentukan akhlak dipengaruhi
oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.
71
Aliran konvergensi ini tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dipahami dari ayat dan hadits di bawah ini:
☺ ⌧
☺
70
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h.124
71
Abudin Nata, Akhlak…, h.167-168
38
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan,
dan hati nurani agar kamu bersyukur.
72
QS. An-Nahl: 78 Ayat di atas memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk
dididik, yaitu penglihatan, pandengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran agama dan pendidikan.
ﺎ ﺠ ْوا اﺮﺼ ْوا ادﻮﻬ اﻮ ﺎ ةﺮْﻄ ْا ﻰ ﻋ ﺪ ْﻮ ﻻا دْﻮ ْﻮ ْ ﺎ ا اور
ىرﺎﺨ ةﺮ ﺮه ا ﻋ
Tidak seorang anak pun yang baru dilahirkan kecuali telah membawa fitrah kecenderungan untuk percaya kepada Allah, maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak tersebut berahama Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi. HR. Bukhari dari Abu Hurairah
73
Dengan demikian, jelaslah bahwa faktor yang mempengaruhi pembentukan atau pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu faktor dari dalam
seperti potensi fisik, intelektual dan hati rohaniah yang dibawa oleh anak semenjak lahir, dan faktor dari luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua,
guru, dan tokoh serta pemimpin di masyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif pengetahuan,
afektif penghayatan, dan psikomotorik pengamalan ajaran agama yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak didik
4. Proses Pembentukan Akhlakul Karimah
Telah penulis paparkan sebelumnya mengenai pendapat para ulama tentang pembentukan akhlak. Sebagian ulama berpendapat bahwa akhlak itu tidak
bisa dibentuk, dan sebagian lagi dapat dibentuk dari hasil pendidikan, latihan, pembinaan dan sebagainya. Dari kedua pendapat tersebut, penulis lebih condong
kepada pendapat kedua. Penulis mengakui adanya insting yang mendorong perbuatan setiap manusia, tetapi pembentukan akhlak itu bukan pembawaan sejak
lahir melainkan suatu tindakan yang dikerjakan berulang-ulang dan menjadi suatu kebiasaan sehingga terbentuknya akhlak.
72
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 413
73
. H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…,h. 7
39
Pembentukan akhlak itu dilakukan secara berangsur-angsur, bukanlah hal yang sekali jadi melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh karena itu,
pembentukan akhlak merupakan suatu proses panjang dan ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Dalam hal ini, Anwari Masyari menjelaskan, bahwa dalam
rangka pembentukan pribadi muslim, hendaknya dimulai sejak dini, yaitu dari masa anak belum lahir sampai remaja…
74
Masa anak sebelum lahir, yaitu saat anak dalam kandungan perlu sekali ditanamkan unsur-unsur agama, agar setelah lahir nanti si anak memiliki dasar
mental yang kuat. Misalnya dapat dilakukan dalam bentuk membaca Al-Quran bagi si ibu, menciptakan hubungan yang harmonis antara suami isteri,
memperbanyak ibadah-ibadah sunah seperti shalat Tahajud dan sebagainya bagi orang tua terutama bagi si ibu yang mengandung.
Masa anak sesudah lahir atau masa anak-anak adalah tahapan terpenting dalam membentuk kepribadian. Sebab baik atau buruknya kepribadian anak ketika
dewasa banyak ditentukan oleh pendidikan masa kecilnya. Begitu bayi lahir, ia sudah memiliki alat indera yang sudah peka, sehingga ia mudah menerima
rangsangan dari luar dirinya. Karena itu Islam menganjurkan agar memperdengarkan suara azan dan iqamat kepada bayi yang baru lahir, sebelum ia
menerima rangsangan dari luar. Azan dan iqamat yang dilantunkan orang tua kepada bayinya menjadi rangsangan kepribadian bayi.
Masa anak-anak yang mulai memasuki taman kanak-kanak merupakan masa pancaroba yang dikenal sebagai masa trotzalter pertama yang ditandai
dengan sikapnya yang selalu membandel. Maka masa ini mengandung resiko terhadap kepribadian anak apabila orang tuanya tidak bijaksana dalam
mendidiknya. Adapun mendidik akhlak anak pada masa ini dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak berkata sopan dan jujur serta bertanggung jawab
tehadap perbuatannya, mengikutsertakan dalam acara keagamaan, memperdengarkan dongeng yang mengandung nilai akhlak yang mulia dan
memberi hukuman yang mendidik apabila ia melakukan kesalahan.
74
Anwari Masyari, Membentuk Pribadi Muslim, Bandung: PT Al-Maarif, 1988, h.11
40
Masa anak-anak yang mulai masuk pada sekolah dasar, mereka sudah mulai banyak bergaul dengan masyarakat di luar rumahnya. Dengan sendirinya
pergaulan dengan orang tuanya sudah mulai berkurang. Dan dalam menerapkan pendidikan akhlak pada masa ini dapat dilakukan dengan cara selalu
mengawasinya agar tidak bergaul dengan anak-anak yang nakal, selalu aktif melakukan Ibadah dan acara-acara keagamaan sehingga dapat meluhurkan budi
pekertinya, dan selalu menanamkan rasa kasih sayang kepada manusia dan makhluk lainnya.
Sedangkan Masa remaja merupakan masa yang sulit karena masa ini adalah masa kegoncangan emosi dalam proses mencari identitas diri, kehidupan
dan pengalaman agama belum stabil. Oleh karena itu hendaknya dalam menyampaikan perintah atau larangan harus berhati-hati begitu pula dalam
menyampaikan ajaran-ajaran agama hendaknya dengan cara bijaksana, tetap dan sesuai dengan sikap, sifat dan alam pikiran mereka.
Setiap pendidikan dan pengetahuan yang diberikan harus ada pendidikan dan pembinaan moral atau pembentukan kepribadian yang sehat.
Pembinaan moral atau pembentukan kepibadian itu haruslah tegas dan jelas dasar dan tujuannya yang kita inginkan bagi anak-anak. Biasanya ini ditemukan oleh
pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, yang pada umumnya sesuai dengan dasar dan tujuan Negara.
75
Adapun Dalam rangka proses pembentukan kepribadian atau akhlakul karimah ada tiga taraf yang harus diupayakan, yaitu pembiasaan, pemberian
pengertian, sikap dan minat, dan pembentukan kerohanian yang luhur : a
Pembiasaan Proses pembentukan melalui pembiasaan sangat penting dan harus
didahulukan daripada tahapan yang lain karena sasarannya adalah aspek jasmani yang pembinaannya lebih mudah. Namun demikian, pembiasaan amat kuat
pengaruhnya terhadap pembentukan akhlak seseorang. Sebagaimana Hamzah Yakub menjelaskan,Begitu kuatnya pengaruh kebiasaan sehingga manakala
dirubah, biasanya menimbulkan reaksi yang cukup keras dari dalam pribadi itu
75
Zakiah darajat,Kesehatan Mental, Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001, cet. XXIII
41
sendiri, lihatlah betapa reaksi yang timbul jika seorang pacandu alkohol akan menghentikan kebiasaannya.
76
Pembiasaan ini harus dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara terus menerus. Apabila seorang anak dibiasakan untuk mengamalkan perbuatan
yang baik, diberi pendidikan kearah itu, maka ia akan tumbuh di atas kebaikan. Contoh pelaksanaan tahap pembiasaan, misalnya perintah shalat dan puasa. Agar
seorang muslim dapat melaksanakan shalat dan puasa dengan baik, maka perlu dibiasakan sejak kecil sebelum baligh, sehingga setelah dewasa ia akan terbiasa
melaksanakan. Tujuan dari pembiasaan adalah untuk membentuk aspek kejasmanian dan kepribadian, atau memberi kecakapan berbuat atau mengucapkan
sesuatu, misalnya hapalan bacaan shalat atau doa dalam ibadah lainnya.
b Pembentukan pengertian, sikap dan minat
Tahap pembentukan pengertian, sikap dan minat merupakan tindak lanjut dari tahap pembiasaan. Pada tahap pembiasaan baru merupakan
pembentukan kebiasaan-kebiasaan dengan tujuan supaya dilakukan dengan tepat. Adapun pada taraf pembentukan pengertian, sikap dan minat merupakan
pemberian pengetahuan dan pengertian terhadap kebiasaan-kebiasaan yang sudah tepat itu. Amalan-amalan yang sudah dikerjakan dan hafalan-hafalan yang sudah
diucapkan kemudian diberikan pengertian dan perlu ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang erat hubungannya dengan kepercayaan.
c Pembentukan Kerohanian yang luhur
Tahap pembentukan kerohanian yang luhur merupakan tahap pematangan rohaniah, seperti menanamkan kepercayaan terhadap pokok-pokok
keimanan. Alat yang utama adalah tenaga budhi dan kebudayaan serta kejiwaan yang akan mendapatkan pengenalan akan Allah SWT. Jika tahap pembentukan
kerohanian yang luhur ini berhasil, maka akan terwujud kerohanian yang matang yaitu sebagaimana yang diungkapkan oleh Ahmad D. Marimba, yaitu Adanya
kesadaran dan pengertian yang mendalam, segala apa yang dipikirkannya,
76
Hamzah Yakub, Etika Islam, Bandung: CV Diponegoro, 1983, cet. Ke-2, h.62
42
dipilihnya dan diputuskannya serta dilakukannya adalah keinsafannya sendiri dengan rasa tanggung jawab.
77
Pembentukan taraf yang ketiga ini sebagian besar merupakan pembentukan sendiri atau pendidikan sendiri.
C. Guru