Kontribusi pendidikan akidah akhlak terhadap pembentukan kepribadian siswa MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan

(1)

45

SISWA MI. DARUL AITAM PONDOK PINANG

KEBAYORAN LAMA JAKARTA SELATAN

Oleh:

HIDAYAT

NIM. 8050110001509

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1428 H / 2008 M


(2)

ABSTRAK

“HIDAYAT HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN AKIDAH AKHLAK TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN SISWA MI. DARUL

AITAM PONDOK PINANG KEBAYORAN LAMA JAKARTA

SELATAN”.

(Studi Deskripsi Kuantitatif Pada MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran lama Jakarta Selatan. Skripsi, Jakarta Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, September 2007.

Bertitik tolak dari permasalahan bahwa adanya temuan tentang kepribadian siswa yang tidak baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah. Baik terhadap orang tua, guru-guru maupun kepada masyarakat di sekitarnya.

Maka atas dasar pertimbangan pemikiran mengenai pokok masalah tersebut penulis memilih judul “Hubungan Antara Pendidikan Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Kepribadian Siswa MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan”.

Sumber data yang digunakan terdiri daridua macam yaitu informasi dan key informasi. Informasi yang ada dalam penelitian ini berjumlah 30 siswa, yakni siswa kelas IV, V, dan VI yang mengikuti pembelajaran pendidikan di MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran lama Jakarta Selatan. Sedangkan key informasinya adalah kepala sekolah dan guru bidang studi akidah akhlak.

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi wawancara dan angket.

Dari hasil angket dianalisis dengan memakai rumus statistik yaitu dengan rumus korelasi Product Moment, penelitian ini menyimpulkan bahwa :

1. Pendidikan Akidah Akhlak memiliki kontribusi yang cukup terhadap. Pembentukan kepribadian siswa di MI. Darul Aitam Pondok pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

2. Kurikulum dan yang digunakan di MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, adalah kurikulum yang dikeluarkan oleh Departemen Agama.

3. Hasil penelitian pendidikan akidah akhlak terhadap pembentukan kepribadian siswa cukup baik, antara lain: siswa mengamalkan shalat wajib, beramal shaleh dan perilaku terpuji.

4. Karakter kepribadian siswa yang mengikuti pendidikan akidah akhlak memiliki sikap dan sifat yang terpuji, beradab dan bermoral. Sesuai dengan etika islam dan norma-norma budaya bangsa Indonesia


(3)

MOTTO

!"

#$ %&'()

*(+,-.

0 1 2

3

45

6

1789(

1

: 6

%;1,<

=>?@

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

[Q.S Al- Ahzab : 21]

“Memberikan pengajaran, pendidikan dan tuntunan merupakan sebaik-baik hadiah dan perhiasan paling indah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dengan nilai yang jauh lebih baik dari pada dunia dan segala isinya”.

“Seorang mu’min menjadi mulia karena agamanya, memiliki kepribadian karena akalnya, dan menjadi terhormat karena akhlaknya.” (Al-Hakim)


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assala’mualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan khadirat Allah SWT atas taufik dan hidayah serta Rahman dam Rahim-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN AKIDAH AKHLAK DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN SISWA MI DARUL AITAM PONDOK PINANG KEBAYORAN LAMA JAKARTA

SELATAN”. Guna memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar sarjana S1 (Strata Satu), Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, karena berkat jasa beliaulah kita menjadi sebagai seorang muslim dan selalu dalam hidayah Allah SWT.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Juga tidak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. DR. Dede Rosyada Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dosen pembimbing seminar proposal skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan sekertaris jurusan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dra.Eri Rossatria M.A.g Ketua Jurusan PTTM Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Bapak. Drs. A. Syafi’i, M.Ag, dosen pembimbing skripsi yang telah banyak berkorban waktu, tenaga, pikiran dan perasaan untuk memberikan bimbingan, arahan ataupun perunjuk dalam penyusunan serta penulisan skripsi ini.


(5)

5. Seluruh dosen dan karyawan dilingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. bapak H.M. Hasan, H.A, Bapak Sanusi, S.Ag, selaku kepala sekolah dan guru bidang akidah akhlak pada MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Yang telah banyak membantu dan memberikan waktu kepada penulis untuk melakukan observasi, wawancara dan penelitian serta bersedia memberikan data-data sekolah dengan sangat memuaskan, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. 7. Kedua orang tua, anak-anak serta istri yang tercinta yang telah bersusah

payah membantu baik moril maupun materil serta pengertiannya selama ini.

8. Para siswa MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang telah berpartisipasi dalam memberikan jawaban terhadap angket yang penulis sebarkan.

9. Pemerintah yang telah memberikan beasiswa melalui Departemen Agama supaya penulis dapat mengikuti perkuliahan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Rekan-rekan penulis seperjuangan program PTTM/PAI 2007 yang selalu kompak dan rajin dalam perkuliahan, semoga ukhuwah yang terjalin selama ini agar tetap terjaga.

Penulis menyadari kekurangan pada skripsi ini, untuk itu kritik dan saran-saran yang konstruktif sangat penulis nantikan. Kemudian mengenai skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis persembahkan semuanya, semoga jasa-jasa dan budi baik mereka yang telah memberikan bantuan moril dan materil mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari-Nya. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 19 Mei 2009

24 Jum tsaniyah1430H


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN... ii

ABSTRAKSI... iii

MOTTO... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identitas Masalah, Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Akidah Akhlak dan Pembentukan Kepribadian ... 9

1. Pengertian Pendidikan... 10

2. Pengertian Pendidikan Akidah Akhlak ... 13

3. Dasar Pendidikan Akidah Akhlak... 20

4. Tujuan Pendidikan Akidah Akhlak... 22

B. Metode Pendidikan Akidah Akhlak... 25

C. Pengertian Kepribadian dan Aspek-aspeknya... 29

D. Proses Pembentukan Kepribadian ... 31

E. Pendidikan Akidah Akhlak dalam Pembentukan Kepribadian Siswa ... 35

F. Kerangka Berfikir ... 37


(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B. Populasi dan Sampel... 39

C. Teknik Pengumpulan Data ... 40

D. Teknik Pengelolaan Data ... 42

E. Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi ... 45

B. Analis dan Interpretasi ... 51

C. Uji Hipotesis... 68

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 70

B. Saran-saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA... 72

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP DAFTAR TABEL Tabel 1 : Populasi dan sampel ...40

Tabel 2 : Kisi-kisi Instrumen Angket Penelitian...42

Tabel 3 : Interprestasi Nilai ...44


(8)

Tabel 5 : Keadaan Siswa M.II Darul Aitam Pondok Pinang Jakarta Selatan..47

Tabel 6 : Sarana dan prasarana M. I Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan ...48

Tabel 7 : Tentang Rukun Iman ada 6 ...51

Tabel 8 : Rukun Iman yang pertama percaya kepada Allah ...52

Tabel 9 : Selalu mengingat Allah dalam hidup sehari-hari ...53

Tabel 10 : Shalat wajib 5 waktu dalam sehari semalam ...53

Tabel 11 : Ajaran Islam Tentang anjuran bershadaqah ...54

Tabel 12 : Selalu mengingat Allah SWT dalam hidup sehari-hari ...55

Tabel 13 : Hormat kepada orang tua ...55

Tabel 14 : Sikap berbakti kepada orang tua dan guru ...56

Tabel 15 : Sikap bergaul sesama teman sepermainan ...56

Tabel 16 : Pengetahuan tentang nilai-nilai membaca al-Quran ...57

Tabel 17 : Sikap dan kepribadian dalam mengerjakan tugas dari guru ...57

Tabel 18 : Sikap dan kepribadian dalam hal kebersihan dan kerapian di rumah ………...58

Tabel 19 : Sikap dan tindakan melihat perselisihan antara teman ...59

Tabel 20 : Sikap dan perasaan jika mendapat rezeki dari Allah SWT ...59

Tabel 21 : Kebiasaan membaca doa setelah selesai salat ...60

Tabel 22 : Kegiatan kerja bakti (kebersihan masal) di sekolah ... 60

Tabel 23 : Partisipasi dalam pengumpulan infak rutin setiap hari jum’at ...61

Tabel 24 : Menghormati tamu yang datang ke rumah ...61

Tabel 25 : Menjaga ketertiban di kelas dalam proses belajar mengajar ...62

Tabel 26 : Patisipasi dalam acara-acara hari-hari besar Islam di sekolah ...63

Tabel 27 : Perhitungan untuk mencari data variabel X dari hasil Penyebaran Angket ...64

Tabel 28 : Perhitungan untuk mencari data variabel Y dari hasil Penyebaran Angket...65

Tabel 29 : Perhitungan untuk memperoleh angka indeks korelasi antara variabel X (kontribusi pendidikan akidah akhlak) dan varaibel Y (pembentukan kepribadian siswa) ...66


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Angket penelitian Hubungan Antara Pendidikan Akidah Akhlak terhadap pembentukan kapribadian siswa kelas IV, V, dan VI M.I Darul Aitam Pondok Pinang.

Lampiran II : Pedoman dan Hasil Wawancara terhadap kepala sekolah M.I Darul Aitam Pondok Pinang Jakarta Selatan.

Lampiran III : Pedoman dan Hasil Wawancara terhadap Guru Bidang Studi Akidah Akhlak M.I Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Lampiran IV : Surat Izin Penelitian

Lampiran V : Surat keterangan telah melakukan penelitian Lampiran VI : Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran VII : Surat Observasi Lampiran VIII : Daftar Riwayat Hidup


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang berkenaan dengan pengajaran dan pendidikan tentang pentingnya penanaman akidah dan akhlak. Diantaranya adalah di dalam surat Luqman ayat 13-15.

5:

6

*A(+5

B,),% CDE

FG 6

H)JK,F 2

LM 0NA 2

OE

Q ; RFS

C

.

TU

Q;7DR

XYZJK

[X\,K 

=?]@

%5\L^ 6 6

8*A&'_`a

,)2( ,

C

)9cZ d

H)ef!"

g%G 6

h c 

*G 6

H)FZA&j,Y 6

@ k f

l

@ 6"

1KN

n

(o2( ,

6

p cn

;17j(+5

=?@

6

q

( (rA(0

c 

6"

qs1 tFS

u

f

av5\

(o

B,) C

w YZ,l

O

Y

(+ rF,xF

.

(+ r N,)

&^ 6

4y

zY61F f

.

{ o|

6

OS4

N(

* f

8}

y6"

p cn

h

LXFX

p cn

F70 1 f

KNp

)~ y!• Y

(+ C

X9%

FZ(+F 

=?

@

13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

14. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.

15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.


(11)

5

Isi dari ayat-ayat tersebut menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman (akidah), akhlak, ibadah tentang hubungan sosial dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pendidikan akidah akhlak merupakan suatu hal yang menjadi pokok dan urgen bagi terbentuknya pribadi yang memiliki keyakinan kuat dan lurus serta budi pekerti dan tingkah laku yan mulia.

Agama Islam sungguh menekankan pengajaran akidah dan akhlak sebagai pedoman pokok (landasan dasar) bagi setiap individu muslim supaya ia mengusahakan kemuliaan dan kesucian, mengenal dan melaksanakan hak dan kewajibannya. Berpegang teguh pada sendi-sendi rukun iman dan rukun Islam disertai dengan implementasi pada keutamaan akhlak yang terpuji. Memasukan diri ke dalam lingkungan kerohanian yang murni suci jauh dari segala noda dan cela.

Mengenai pengajaran dan pendidikan akidah akhlak diawali oleh rasulullah SAW yang juga sebagai guru dan pendidik utamanya. Beliau mendidik kaumnya (umatnya) dalam rangka membentuk manusia muslim yang memiliki karakter keimanan yang kokoh disertai dengan akhlak dan kepribadian yang luhur dan terpuji.

Rasulullah SAW sebagai penyebar agama yang suci ini benar-benar telah mencapai puncak keluhuran budi pekerti sebagai mana yang telah difirmankan Allah SWT:

=@

€X\,K 

S•FZ 8

€ c(F

€€€o‚y

6

Artinya : “Dan sesungguhnya engkau itu wahai Rasulullah memiliki budi pekerti yang teramat luhur”. (QS. Al-Qalam: 4)

Pendidikan agama merupakan unsur penting dalam pembentukan dan pembinaan kepribadian seseorang. Pendidikan agama dalam hal ini


(12)

tentang akidah dan akhlak harus tetap berlangsung kontinyu baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat, pendidikan agama yang berlangsung dengan baik dalam semua lembaga pendidikan formal (sekolah), maupun in-formal (keluarga) dan masyarakat. Merupakan unsur penting dalam pembentukan dan pembinaan kepribadian seseorang. Kepribadian yang terjalin di dalam nilai-nilai agama, akan membuahkan akhlak yang baik.

Dalam Bab II pasal 3 undang-undang sistem pendidikan nasional menjelaskan fungsi dan tujuan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Jadi dengan kata lain pendidikan dan pengajaran akidah akhlak yang dilaksanakan di sekolah sejalan dan membina siswa menjadi warga negara yang baik dengan memiliki pola perilaku dan kepribadian yang luhur. Dan sekaligus menjadi umat Islam yang patuh dan ta’at dalam menjalankan perintah agamanya serta meninggalkan semua larangannya.

Dalam kehidupan sehari-hari begitu lugu dan polos ternyata masih suka berkata-kata kasar, membantah kepada guru maupun kepada orang tua. Suka mencuri, kurang bahkan tidak sopan, tidak menghormati orang tua dan guru, berani berbohong dan suka mencontoh, mengejek orang lain kurang jujur dan sebagainya, maka hal yang demikian ini akan menyebabkan terciptanya kepribadian yang tidak baik yang akan mengarah kepada perbuatan-perbuatan dan tingkah laku negatif (tercela). Dari kejadian nyata yang ada tersebut baik itu dilingkungan keluarga, masyarakat ataupun lingkungan sekolah maka kita patut untuk merenungkan bagaimana jalan

1

UU RI No. 20 Tahun 2003,Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafindo, 2003), h. 5-6


(13)

keluar dan solusinya guna memback-up dan melindungi anak-anak muslim (generasi Islam) dari sifat dan sikap.

Serta tingkah laku yang kurang bahkan tidak terpuji itu yang pada gilirannya nanti beberapa tahun kemudian akan menjelma menjadi generasi yang tidak memiliki kepribadian dan akhlak yang tidak terpuji.

Untuk mewujudkan agar seseorang memiliki akhlak yang baik, maka sifat mendasar yang tercermin dari perilaku atau kepribadiannya perlu mendapat pembentukan yang baik agar kepribadiannya dapat tumbuh, sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu kepribadian merupakan potensi dasar bagi seorang muslim. Apabila kepribadian dan akhlaknya baik, maka akan baik juga segala tingkah laku dan perbuatannya.

Secara formal, institusi yang layak dijadikan sebagai tempat mendidik adalah sekolah yang mempunyai tugas membimbing dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, kecakapan-kecakapan dan keterampilan keterampilan hidup lainnya, yang belum dimiliki dan dikuasai oleh anak didik (siswa), tentunya guru dan civitas sekolah (madrasah Ibtidaiyah) memiliki tanggung jawab yang besar terhadap perkembangan kepribadian anak didik sebagai realisasi atas amanat yang diberikan orang tua dan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut. Disinilah perlunya pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya terutama pada mata pelajaran akidah akhlak bagi perkembangannya kepribadian anak didik yang harus mendapat perhatian baik dari pimpinan sekolah, para guru, juga pihak-pihak lain yang terkait, sebab kepribadian anak didik (siswa) akan menjadi baik atau rusak ditentukan oleh proses pendidikan yang diterimanya pendidikan di sekolah.

Bertitik tolak dari permasalahan di atas penulis ingin meninjau kembali sejauh mana pentingnya pendidikan akidah akhlak bagi pembentukan siswa dengan mengetahui pelaksanaan pendidikan bidang studi akidah akhlak disekolah yang kami jadikan objek penelitian untuk mengetahui sejauh mana kaitannya dalam pembentukan kepribadian siswa. Atas dasar pertimbangan pemikiran kepribadian siswa. Atas dasar pertimbangan


(14)

pemikiran pokok masalah di atas penulis memilih judul: ”Hubungan antara Pendidikan Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Kepribadian Siswa MI. Darul Aitam, Pondok Pinang, Kabayoran Lama Jakarta Selatan”.

Adapun alasan penulis memilih judul ini adalah sebagai berikut: 1. Sepanjang pengetahuan penulis bahwa di MI Darul Aitam Pondok Pinang,

Kebayoran Lama Jakarta Selatan belum ada penelitian oleh pihak manapun tentang pendidikan akidah akhlak dalam membentuk kepribadian siswa.

2. Pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian siswa adalah suatu keharusan dan tanggung jawab pihak guru dan sekolah dalam menjadikan para siswanya memiliki kepribadian dan tingkah laku sesuai dengan ajaran islam.

3. Masalah krisis moral menjadi permasalahan yang komplek dan menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan juga para orang tua khususnya, hal demikian ini terjadi juga pada siswa MI. Darul Aitam Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

4. Betapa pentingnya pertan guru kepada siswa-siswinya di dalam pendidikan akhlak, kerena baik dan buruknya pendidikan akhlak tergantung bagaimana guru memberikan pengajaran akhlak kepada siswanya.

5. Salah satu keberhasilan program pendidikan di MI Darul Aitam adalah dapat diukur dengan parameter dari lulusan yang memiliki kualitas ilmu, iman dan berakhlak karimah dengan indikator perilaku mereka di dalam kehidupan sehari-hari secara nyata.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Eksistensi pendidikan akidah akhlak pada MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.


(15)

b. Minat para siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pendidikan akidah akhlak.

c. Pengajaran dan pendidikan aqidah akhlak pada MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

d. Situasi dan kondisi yang mendukung dalam pembinaan dan pembentukan kepribadian akhlak siswa.

e. Metode yang digunakan dalam pendidikan akidah akhlak pada MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

f. Aspek-aspek yang harus dimiliki, dipahami dan dapat diamalkan oleh siswa, sebagai suatu bentuk kepribadian dan akhlak yang baik antara lain keimanan pada Allah SWT, akhlak akhlak yang berkaitan dengan diri pribadi dalam keluarga, di sekolah dan lingkungan masyarakat. g. Kontribusi pendidikan akhlak terhadap pembentukan kepribadian

siswa, pada MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

2. Pembatasan Masalah

Tidak semua masalah dapat kami bahas, namun penulis hanya mengambil beberapa masalah tersebut untuk dijadikan sebagai bahan karya tulis agar lebih khusus dan terarah, sehingga mempermudah penulis dalam menjelaskan permasalahan yang akan dibahas, maka penulis akan membatasi pada :

a. Kontribusi pendidikan akidah akhlak terhadap pembentukan kepribadian siswa pada MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

b. Eksistensi pendidikan akidah akhlak pada MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

c. Minat para siswa dalam mengikuti pembelajaran pendidikan akidah akhlak MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.


(16)

d. Aspek-aspek yang harus dimiliki dan dipahami oleh para siswa antara lain keimanan pada Allah SWT, Malaikat, Rasul Allah SWT, kitab-kitab-Nya. Aspek akidah akhlak pada diri pribadi, keluarga, di sekolah dan lingkungan masyarakat.

e. Metode yang digunakan dalam pendidikan akidah akhlak di MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

3. Rumusan Masalah

Dengan melihat pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah: Apakah pendidikan akidah akhlak berkontribusi positif terhadap pembentukan pribadi pada siswa? Dan sejauh manakah pendidikan akhlak tersebut berkontribusi positif terhadap pembentukan perilaku siswa.

C. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian : 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk memberikan subangsih pemikiran pada sekolah MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Untuk mengaplikasikan dan pembentukan kepribadian siswa dalam pendidikan akhlak yang karimah.

b. Untuk menjadikan MI Darul Aitam lebih baik dan berkembang kearah yang positif, sesuai dengan apa yang penulis inginkan.

c. Untuk menjadikan sekolah madrasah lebih kreatif dan inovatif dalam berakhlak, sesuai dengan akhlak nabi Muhammad SAW. Dengan apa yang dikatakan dalam Al-Quran yaitu akhlak Qura’ni.

d. Untuk mengatasi sejauh mana kuwalitas pendidikan aqidah akhlak terhadap pembentukan kepribadian dan karakter siswa-siswa MI Darul Aitam, Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.


(17)

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang nyata tentang hubungan antara pendidikan akidah akhlak terhadap pembentukan kepribadian siswa MI Darul Aitam.

b. Hasil penelitian ini akan berguna untuk kepala sekolah, guru dan orang tua sebagai salah satu cara dalam meningkatkan pembentukan kepribadian siswa yang terpuji. Sehingga dapat mengubah pandangan orang tua tentang pendidikan akidah akhlak yang selama ini kurang mendapat perhatian yang maksimal dan fokus.

c. Hasil penelitian ini dapat menambah spektrum khazanah keilmuan dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

d. Hasil penelitiam ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan pada tahap penelitian selanjutnya.


(18)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Akidah Akhlak dan Pembentukan Kepribadian 1. Pengertian Pendidikan

Bila kita memahami pengertian pendidikan dari segi bahasa, kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah” dengan asal kata kerjanya “rabba”.1 Sedangkan menurut etimologi kata “pendidikan” berasal dari kata “didik” yang mendapat awal pe dan akhiran an yang artinya “pemeliharaan, asuhan, pimpinan atau bimbingan”.2 Kata “pengajaran” itu sendiri dalam bahasa arabnya ta’lim dengan kata kerjanya “allama” jadi mengenai kata pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya adalah tarbiyah wa ta’lim.

Sedangkan jika dikaitkan dengan pendidikan Islam adalah tarbiyah islamiyah. Dalam bentuk kata benda, kata rabba digunakan juga untuk Tuhan. Karena diidentikan bahwa Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara juga yang menciptakan.3

Kata “

}v

” yang berarti juga mendidik dapat kita lihat dalam surat (Al-Isra ayat: 24)

}v

(+ rd

(+

ƒ

4„C

%;1

&^

=>@

Artinya : “ …Ya, Tuhanku, sayangilah keduanya (ibu bapakku) sebagaimana mereka telah mendidik/ memelihara sejak kecil (Al-Isra ayat: 24)

Kata lain yang mengandung arti pendidikan adalah seperti sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:

1

DR. Zakiyah Drajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Tahun, 2004), h. 25

2

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), Cet. Ke-7, h. 250

3


(19)

Artinya : “Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku”

Sedangkan pengertian pendidikan secara istilah adalah suatu usaha yang dilakukan oleh orang dewasa yang bertanggung jawab dalam memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik, dalam perkembangan jasmani dan rohani. Agar mereka mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.”

Van Cleve Morris menyatakan “secara ringkas kita mengatakan pendidikan adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya bukan alat sosial sementara untuk mengarahkan cara hidup secara mengarah kepada setiap generasi, tetapi ia juga menjadi agen yang melayani masa depan yang lebih baik. Mortimer J. Adler mengartikan pendidikan adalah proses dengan mana segenap kemampuan manusia yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan disempurnakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang arsitik dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain, atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik.5

Dalam pengertian yang lebih luas, proses kependidikan tersebut menyangkut proses seseorang menyesuaikan dirinya dengan dunia yang lebih sempit (khusus) dunia sekitarnya pun melakukan proses penyesuaian dengan dirinya. Dia belajar untuk mengetahui cara-cara jalannya alam dan dalam batas-batas tertentu dapat dikelola dan diaturnya. Dan juga belajar mengenai apa saja yang diperlukan oleh sesama manusia terhadap dirinya dan bagaimana ia harus bekerja sama dengan orang lain secara baik dan harmonis juga dapat memahami dan merasakan keakraban dirinya dengan alam lingkungan hidupnya, agar dirinya merasa betah pada tempat tinggalnya, tidak merasa tersaing hidup pada dunianya sendiri.

5


(20)

Maka pendidikan itu juga melakukan bimbingan, membina dan membentuk keterampilan-keterampilan supaya memiliki kepribadian mandiri pada siswa, juga membantu anak didik untuk perkembangan jasmani dan rohaninya dengan seimbang agar menjadi manusia yang bertanggung jawab serta dapat mencapai tujuan-tujuan yang diinginkanya.

Dari pengertian-pengertian pendidikan di atas tampaklah segi-segi persamaan dan perbedaannya. Mengenai persamaannya bahwa pendidikan merupakan usaha secara sadar yang dilakukannya berupa bantuan bimbingan, kepemimpinan, tuntutan dan pengawasan terhadap perkembangannya siswa (murid) baik berkaitan dengan fisiknya maupun keadaan psykisnya yang menimbulkan perubahan yang signifikan dan persamaan pada tingkah laku siswa itu sendiri.

Adapun perbedaannya terletak pada tujuannya dan batas waktu pendidikan. Dr. Winarno Surachmad membatasi pada umur dewasa dan tujuannya mencapai kedewasaan anak didik. Sedangkan A.D.Marimba tidak membatasinya pada umur dewasa dan tujuannya bukan sekedar mencapai kedewasaan dan penyesuaian pada tiap-tiap fase perkembangan seseorang tetapi lebih jauh dari itu semua, yakni pencapaian pribadi yang utama. Penyesuaian tiap-tiap fase hanya merupakan tujuan perantara atau sementara dan bukan tujuan akhir .

Dengan demikian kami lebih cenderung pada batasan pendidikan Islam, yang sesuai dengan pengertian dan tujuan pendidikan Islam. Sedangkan kepribadian yang utama yang akan dicapai dalam pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah “kepribadian serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islami.6

Ditinjau pada pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan yang berdasarkan pada filsafat hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Dalam undang-undang No. 4 Tahun 1950 disebutkan bahwa tujuan pendidikan

6


(21)

dan pengajaran adalah “membentuk manusia susila, yang cakap dan warga negara yang demokrasi, serta bertanggung jawab tentang kesejateraan masyarakat dan tanah air”. Oleh karena itu segela usaha dalam pendidikan harus diarahkan kepada tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan akhir pendidikan dinegeri kita sebagaimana tercantum di dalam undang-undang RI No. 20 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pada Bab II pasal 3 bahwa “pendidiikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka menderdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.”7

Degan demikian jelas bagi kita bahwa rumusan tersebut mengandung cita-cita yang luhur dan tinggi dalam upaya pembentukan manusia Indonesia yang berkualitas baik dengan ditinjau dari segi aspek mental spiritualnya ataupun juga aspek fisik jasmaninya. Pembentukan manusia Indonesia yang diiktiarkan melalui proses pendidikan nasional adalah benar-benar manusia yang berkesadaran tinggi dalam kehidupan mental spiritual maupun aspek jasmaniahnya baik itu berkaitan dengan kehidupan pribadi atau dalam kehidupan bermasyarakatnya. Maka terbentuklah manusia yang berkesinambungan dalam bidang fisik atau material dan mental spiritualnya. Manusia yang demikian adalah manusia yang sesuai dengan cita-cita islam yaitu yang disebut manusia insanul kamil (sempurna).

2. Pengertian Pendidikan Akidah Akhlak

Ajaran Islam sebagaimana menurut Maulana.M Ali, dibagi kepada dua bagian, yaitu yang lazim disebut rukun Iman, dan bagian praktek yang

7


(22)

mencakup segala pekerjaan oleh individu muslim. Bagian pertama disebut Aqa’id atau aqidah artinya kepercayaan yang kokoh,sedangkan bagian yang kedua disebut Ahkam. Jamil Shaliba mengartikan akidah menurut bahasa adalah menghubungkan dua sudut sehinga bertemu dan bersambung secara kokoh.8

Ada juga akidah yang berkaitan dengan kata aqad masuk dalam kategori untuk pengertian akad nikah, akad jual beli dan akad kredit dan lain sebagainya. Melalui penelaahan bidang akidah ini bahwa keyakinan dalam islam bersifat murni baik isinya maupun prosesnya. Sebagai sebuah keyakinan kepada Tuhan yang wajib disembah hanyalah kepada Allah semata. Keyakinan tersebut haruslah murni tiada embel-embel sebagai tandingannya.Karena akan berakibat pada nilai-nilai kemusyrikan bahkan dapat menjadi kafir, dan dalam prosesnya keyakinan tersebut harus langsung, tidak boleh melalui perantara. Akidah yang demikian itulah yang akan melahirkan bentuk pengabdian hanya kepada Allah, kemudian melahirkan jiwa yang bebas,merdeka dan tidak tunduk kepada manusia dan lainnya yang menggantikan posisi Tuhan.

Dalam pandangan Dr. Yusuf Qardhawi bahwa akidah adalah keimanan sebagai sebuah kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku, kepribadian, dan perbuatan sehari-hari.9

Dengan demikian akidah islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku serta berbuat yang pada akhirnya menimbulkan gerakan amal saleh.

Pendidikan berupaya dan berusaha menanamkan dan membina akhlak akidah (keimanan) kepada para peserta didik. Instansi yang bertanggung jawab terhadap penanaman keyakinan agama ialah keluarga

8

Abudin Nata, “Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Tahun 1999), h. 84

9


(23)

terutama juga lembaga pendidikan. Sebelumnya kita perlu mencermati bagaimana sebuah gagasan pemikiran atau kepercayaan sebagai sebuah pandangan keyakinan yang bersifat semesta alam.Menurut Murtadha Muthahhari dalam bukunya pandangan dunia tauhid (akidah). Ada lima syarat yang harus ditanamkan kepada peserta didik diantaranya adalah: 1) Dapat diedukasikan dan dibuktikan (didukung oleh nalar dan logika),

sehingga melicinkan jalan bagi diterimannya pandangan tauhid tersebut secara rasional serta dapat dijadikan petunjuk dan menghapuskan kebingungan dan kebodohan.

2) Memberi makna pada kehidupan, menghapuskan dari pikiran, gagasan yang mengatakan bahwa hidup itu sia-sia, bahwa seluruh perjalanan menuju ketidak berartian.

3) Membangkitkan ideal-ideal, antusiasme dan aspirasi, sehingga membuatnya memiliki daya tarik semangat dan kekuatan.

4) Dapat memperkuat dan menyucikan maksud-maksud dan tujuan sosial manusia, sehingga membuat orang mudah berkorban, dan idealisme berkenaan dengan tujuan pada jalur itu, tentu tidak memiliki jaminan bahwa tujuan-tujuannya akan dilaksanakan.

5) Membangkitkan komitmen dan tanggung jawab pada dirinya dan manyarakat.10

Pendidikan akidah, tauhid benar-benar tertanam dalam hati dan jiwa peserta didik (siswa) jika memenuhi kelima syarat tersebut, sehingga dapat membentuk sebagai sebuah keimanan dan keyakinan yang bersifat tauhid aktual dan tidak sebagai pandangan keyakinan yang tekstual saja. Maka pertambahan ilmu tauhid membuat para siswa semakin mensucikan hati dan jiwanya sebagaimana yang diajarkan dalam agama.

Dalam upaya pendidikan tauhid (akidah), maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu unsur-unsur apa saja yang berperan penting dalam proses trasmisi ilmu dari para pendidik kepada para murid, baru kemudian

10

Mohammad Fauzi Adhim, Mendidik Anak Menuju Takdir, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar Tahun 1996), h. 84


(24)

meninjau kembali nilai-nilai strategisnya. Hal yang demikian menjadi penting guna menjadikannya sebagai basis penamaan pandangan tauhid (akidah).

Mengenai tema-tema pokok tentang tauhid (akidah) yang di sajikan (diajarkan) kepada siswa yaitu:

1. Kalimat Tauhid a. Arti kalimat tauhid b. Contoh sederhana c. Pembiasaan 2. Asma’ul Husna

a. Kalimat Asma’ul Husna dan artinya 3. Kalimat-kalimat Thayyibah

a. Subhanallah b. Masya Allah 4. Malaikat Allah

a.Nama-nama Sepuluh Malaikat b.Tugas-tugas Malaikat

c.Bukti Sederhana adanya Malaikat Allah 5. Sifat-sifat Allah dalam Asma’ul Husna 6. Makhluk Ghaib

a.Jin, Setan dan asal kejadiannya b.Jin dan Setan

7. Taubat

a. Pengertian taubat b. Kesalahan dan dosa c. Cara-cara bertaubat

8. Iman kepada Nabi dan Rasul a. Percaya kepada nabi dan rasul b. Mencontoh sifat-sifat nabi dan rasul


(25)

9. Sifat-sifat Allah dalam Asma’ul Husna a. Al Wahhab

b. Ar-Razzaq c. Al-Fattaah d. Asy-Syakuur e. Al-Mughnii

10.Ketuguhan Iman dari kisah Masyitah dan Ashabul Kahfi a. Kisah Masyitah

b. Kisah Teladan Ashabul Kahfi

Dari tema-tema pokok tersebut merupakan jenis materi yang di sesuaikan dengan standar isi kurikulum yang di programkan untuk ke tercapainya hasil belajar para siswa di tingkat madrasah ibtidaiyah.

Di sesuaikan terhadap perkembangan mental spiritual serta daya pikir dan nalar mereka sesuai dengan usianya. Namun demikian pendidikan dan pengajaran bidang tauhid (akidah) ini, perlu ada penyempurnaan baik dari segi tema-tema pokok, metode, personil giru, sistem dan sarana prasarana pendukung yang lain.

Adapun pengertian akhlak menurut etimologi berasal dari bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kata

!"!

khuluk di dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat.11 dalam Dairatul Ma’arif dikatakan :

!

#

$

%

!&

(

)

!*

Artinya : Akhlak adalah sifat-sifat manusia yang terdidik”

Dari pengertian dapat diketahui bahwa akhlak adalah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Di dalam ensiklopedia pendidikan dikatakan bahwa akhlak

11

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penafsiran Al-Qur’an, 1973), Cet, Ke-1, h. 156


(26)

adalah “budi pekerti, watak kesusilaan (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.12

Dalam pengertian sehari-hari oleh masyarakat akhlak diartikan “budi pekerti” atau sopan santun. Para ahli pendidikan banyak memberi batasan mengenai pengertian akhlak.

Ibnu Maskawih mengatakan bahwa yang disebut akhlak adalah “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa berfikir dan melalui pertimbangan lebih dahulu.13

Imam Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut: “Akhlak adalah suatu sikap atau sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan.14

Jika sikap itu yang darinya perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal maupun syara, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan yang tercela, maka sikap tersebut adalah sebagai akhlak yang buruk.15

Dari beberapa pengertian di atas jelaslah bahwa akhlak adalah ajaran tentang baik buruk terhadap suatu perbuatan atau perkataan seseorang yang dilahirkan tanpa paksaan. Akhlak baik adalah perilaku seseorang yang dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji, baik menurut akal maupun tuntutan agama, sedangkan akhlak yang buruk adalah perilaku manusia yang menghasilkan perbuatan-perbuatan jelek dan tidak terpuji.

12

Soegarda Purbakawtjo, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakara: Gunung Agung 1976), h. 9

13

Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina Ilmu 1979), h. 8

14

H.A. Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Setia), Cet Ke-2, h. 2 15


(27)

Imam Ali r.a. berkata: Kebagusan akhlak itu ada pada tiga perkara : menjauhkan segala yang haram, mencari yang halal dan berbuat keluasan kepada keluarga”. Tetapi sebenarnya ucapan itu hanya mengemukakan buah (hasil) dari kebagusan akhlak. Tidak dari kebagusan akhlak itu sendiri, dan menyingkapkan yang tertutup dari hakekat itu adalah lebih utama.

Perkataan Al-Khalqu (kejadian) dan Al-Khulqu (akhlak) adalah dua perkataan yang dipakai bersama-sama. Maka akhlak (budi pekerti) adalah menerangkan tentang keadaan dalam jiwa yang menetap di dalamnya. Dan darinya itu timbul segala macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan kepada pemikiran dan penelitian. Akhlak yang baik, timbul dari sebab adanya perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syari’at. Dan jika muncul dari adanya perbuaan-perbuatan yang jelek lagi tercela niscaya keadaan yang menyebabkan timbulnya keadaan itu dinamakan akhlak yang buruk.

Jadi akhlak itu adalah keadaan jiwa dan bentuknya yang batiniah, maka pada batiniah ada empat hal yang harus diperhatikan agar menjadi baik dan sempurna perilaku seseorang yaitu: kekuatan ilmu, kekuatan amarah, kekuatan nafsu syahwat, dan kekuatan keseimbangan diantara kekuatan tiga tersebut.

Dalam hal perubahan akhlak tidak dapat terlepas dari hubungannya dengan pendidikan akhlak terkait dengan menghilangkan akhlak yang tercela. Hal ini dapat dipahami, karena tidak ada manusia tercela. Hal ini dapat dipahami, karena tidak ada manusia yang merasa tentram dan senang mempunyai akhlak yang tercela selama masih memiliki akal yang sehat menginginkan akhlaknya tercela, sehingga keterkaitan antara perubahan akhlak dengan pendidikan akhlak tidak dapat dipisahkan.

Ini dari perubahan akhlak adalah perubahan dari akhlak yang buruk kepada akhlak yang baik, yakni kembali kepada yang sebenarnya (ajaran Islam) ini akan berhasil karena dua sebab, yaitu karena pertama, atas karunia Allah yang telah memberikan fitrah manusia secara sempurna,


(28)

akhlak dan amarah. Bahkan nafsu syahwat dijadikan lurus serta patuh terhadap agama, yang kedua: akhlak tersebut diusahakan dengan jalan mujahadah dan riyadhoh, maksudnya membawa diri kearah perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan akhlak yang baik.

Mengenai tema-tema tetntang akhlak (kepribadian) yang disajikan kepada siswa berdasarkan kurikulum Departemen Agama adalah sebagai berikut:

1. Akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari a. sifat lemah lembut

b. ramah, saling menghormati dan pandai bergaul 2. Akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari

a. sombong, acuh tak acuh b. malas

3. Adab berbicara

a. adab berbicara yang baik

b. menghargai orang lain ketika berbicara c. menghormati orang lain yang berbicara 4. Adab kehidupan sehari-hari

5. Adab ke kamar mandi

6. Keteladanan Nabi Ibrahim AS a. ketuguhan iman nabi Ibrahim AS b. manfaat ketuguhan nabi Ibrahim AS 7. Akhlak Terpuji

a. kreatif, rendah, santun, ikhlas dan dermawan 8. Akhlak Tercela

a. bodoh, pemarah,kikir dan boros

9. Adab bergaul kepada orang lain lebih tua, sebaya dan lebih muda a. adab bergaul kepada yang lebih tua

b. adab dengan teman sebaya

c. adab bergaul kepada orang yang lebih muda 10. Adab kepada dhu’afa


(29)

a. adab bergaul dengan orang yang cacat jasmani dan rohani b. adab bergaul dengan fakir miskin

c. adab bergaul dengan anak yatim 11. Adab dalam perjalanan

12. Keteladanan Nabi Musa AS dan Yusuf AS 13. Syukur Nikmat

14. Adab bekerja

15. Adab kepada orang tua 16. Adab ketika terkena musibah

a. pengertian adab ketika terkena musibah b. sikap terhadap musibah

3. Dasar Pendidikan Akidah Akhlak

Di dalam Islam yang menjadi dasar pendidikan akidah akhlak adalah Al-Qur’an dan Hadits. Dengan kata lain dasar-dasar yang lain selalu dikembalikan kepada sumber tersebut, apabila sesuai maka diterima dan sebaliknya apabila tidak sesuai maka ditolak. Hal tersebut disebabkan karena semua inti ajaran Islam bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan pedoman dasar hidup manusia. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

+, -!./ + ( 0 12"3

40 -!/) !564

7

8 !9 .6

*):ﻥ !* !ﺱ<

=

> 0 ? <

“Aku tinggalkan untuk kamu sekalian dua hal (perkara) tidka akan

sesat kamu sejalian selama berpegang kepada keduanya, yaitu

ketabullah dan sunnah Rasul-Nya”.

16

Sejarah Islam telah menunjukkan bahwa Rasulullah SAW di utus kepada seluruh manusia adalah untuk mengajar dan membimbing mereka

16

Abu Abdillah bin Anas (Imam Malik), Al-Muawaththa, (Cairo: Darut Tahrir, 1967), h. 560


(30)

dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama dan dunia serta menunjukkan mereka dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama dan dunia serta menunjukkan mereka ke jalan yang lurus, yakni jalan yang diridhai Allah SWT. Al-Qur’an adalah kitabullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang berisikan pedoman dan petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat Al-Qur’an diturunkan untuk menunjukkan manusia ke jalan yang benar dan keadaan yang lebih baik, sebagaimana firman Allah SWT:

LM 0NA 2

X, 6"

c h cZLj

1fY" 6

7

61F(+5

C

)y

6

=* 

]1

% +5

;

^

6

h c 

f

(o C

&^6"

.

|

(o,

 :

*,f

=3… 

f†‡

=?ˆ@

Artinya :

“Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)

mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari

perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa

yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu

termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

(QS. Luqman : 17)

17

Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada manusia untuk memberi petunjuk ke jalan yang benar, yaitu jalan yang diridhai Allah SWT. Dengan demikian tepat sekali kalau Al-Qur’an dijadikan sebagai dasar pertama dari pendidikan akidah akhlak.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa disamping Al-Qur’an, yang menjadi sumber pendidikan akidah akhlak adalah Al-Hadits. Hadits adalah “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan atau takrir dan sebagainya”18. Hadis mempunyai nilai yang tinggi setelah Al-Qur’an karena banyak

17

Yayasan Penyelenggara Penerjemahan Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Gema Risalah Press, 1989), h. 65

18

Fathur Rahman, Ikhtisar Mustahalahul Hadits, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1985), Cet. Ke-4, h. 6


(31)

ayat Al-Qur’an yang mengemukakan tentang kedudukan Nabi Muhammad SAW untuk menunjukkan umat manusia ke jalan yang lurus, dan sekaligus merupakan pribadi yang utuh, yaitu pribadi yang dapat dihadiahkan contoh teladan dan panutan bagi setiap muslim. Sebagaimana Nabi bersabda:

!5@A! +ﻥ

B /0 -+ !C

D,): ? <

“Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan

akhlak yang mulia”

(HR. Baihaki).

19

Oleh karena itu mengakui jejak Rasulullah SAW sangatlah besar pengaruhnya dalam pembentukan pribadi dan watak sebagai seorang muslim yang sejati. Sebagaimana friman Allah SWT:

.

F4,6" 6

.

F4,6" 6

v1

h

U Š Y

X95\

(+‚y

Š Y

h c 

%,

KAcZ o5

k

o +5

=?>@

Artinya :

“Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya,

jika kamu berpaling Sesungguhnya kewajiban Rasul kami

hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”

(QS. At-Taqhaabun: 12)

20

Selanjutnya Imam Al-Ghazali memandang bahwa orang yang dekat kepada Allah SWT adalah orang yang mendekati ajaran-ajaran Rasulullah SAW yang memiliki akhlak sempurna dan yang telah berakhlak dengan Al-Qur’an yang merupakan ketetapan Allah SWT.21

4. Tujuan Pendidikan Akidah Akhlak

19

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Muwatho Imam bin Abas Juz 1,

20

Yayasan Penyelenggaraan Penerjemahan Al-Qur’an, OP.Cit., h. 942 21


(32)

Tujuan adalah sasaran yang hendak dicapai setelah kegiatan selesai. Pendidikan merupakan kegiatan yang berproses secara sistematis dan berencana sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan pendidikan diperlukan untuk membentuk kepribadian seseorang. Begitu pula dengan pendidikan akidah akhlak mempunyai tujuan yang kehendak dicapai. Jika pendidikan itu formal, maka tujuannya tergambar dalam kurikulum. “Adapun fungsi tujuan adalah sebagai titik pusat perhatian dan pedoman dalam melaksanakan kegiatan serta pedoman untuk mencegah atau menghindari penyimpangan kegiatan.22

Tujuan pendidikan akidah akhlak dilembaga-lembaga pendidikan formal biasanya terbagi kepada dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun yang dimaksud dengan tujuan umum adalah “tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan cara pengajaran atau cara lain yang meliputi aspek sikap, tingkah laku, kebiasaan dan pandangan”.23

Untuk menuju kepada tujuan umum tersebut, perlu adanya pengkhususan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu. Misalnya disesuaikan dengan tugas dari suatu lembaga pendidikan dan sebagainya. “Tujuan pendidikan yang telah disesuaikan dengan kondisi-kondisi tertentu dalam rangka untuk mencapai tujuan umum pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan khusus.24

Tujuan umum pendidikan akidah akhlak adalah membimbing anak agar menjadi muslim sejati, beriman teguh serta mampu mengabdikan dirinya kepada Allah SWT.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

22

Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Metodologi Pengajaran Agama Islam,

(Jakarta: ttp. 1981/1982), h. 60 23

Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN Dirjen Lembaga Islam, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 29

24

Amir Dain Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), h. 72


(33)

f 6

K`5 cZ(8

‹*7r5Œ

avy`a

6

TE

@ 6

oF 4,

= ,@

Artinya: “

Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya

mereka menyembah kepada-Ku. “

(QS. Al-Zariyat: 56).

Sedangkan tujuan khusus pendidikan akhlak adalah” Tujuan pendidikan akhlak pada tiap jenjang atau tingkatan pendidikan yang dilaluinya”. Seperti tujuan pendidikan akhlak di Madrasah Aliyah berbeda dengan tujuan akhlak di Madrasah Tsanawiyah.

Menurut Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pendidikan Agama bahwa tujuan pendidikan akhlak di Madrasah Tsanawiyah adalah” memupuk jiwa agama dengan berusaha menanamkan rasa cinta kepada Allah SWT dalam hati murid, menanamkan I’tikad dan kepercayaan yang benar dalam jiwanya, mendidik murid-murid agar menjadi orang yang bertaqwa, membiasakan dan membimbing anak untuk berakhlak mulia serta memiki adat kebiasaan yang baik.”25

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan akidah akhlak adalah mendididik seseorang untuk menjadi muslim yang sejati, berdikari, berakhlak mulia, beriman dan beramal sholeh, sehingga menjadi anggota masyarakat yang sanggup mandiri mengabdi kepada Allah SWT dan berbakti kepada bangsa dan sesamanya. Hal ini searah dengan tujuan umum pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila, yaitu: “ Tujuan umum pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, beerbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin,

25

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pendidikan Agama, Kurikulum MTS, (Jakarta: ttp 1975), h. 22-27


(34)

bekerja keras, tangguh dan bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil secara sehat jasmani dan rohani”26

B. Metode Pendidikan Akidah Akhlak

Menurut pengertian etimologi, metode adalah” cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud”.27 Dengan demikian untuk melaksanakan sesuatu diperlukan cara-cara yang tepat dan teratur. Al-Ghazali sebagai tokoh pendidikan islam menyatakan tentang metode pendidikan sebagai berikut:

“Bila seorang dokter mengobati seluruh pasiennya dengan satu obat saja, maka banyak dari mereka yang mati begitu pula bila seorang guru membawakan satu metode, sistem dan latihan kepada seluruh muridnya, tentu banyak pula dari mereka yang akan rusak dan mati jiwanya dan tumpul semangat berpikirnya. Seharusnya para guru meneliti terlebih dahulu sifat, umur, watak dan milie anak-anak didik, kemudian barulah ditetapkan metodenya, asuhannya, latihan dan metode yang harus dibawakan kepada muridnya”28.

Berdasarkan pendapat Al-Ghazali diatas dapat diketahui tidak ada satu metodepun yang sempurna tanpa diselingi metode lain. Konsep ini sangat berguna bagi para pendidik, sebab suatu metode tepat untuk pelajaran tertentu tetapi belum tentu untuk pelajaran yang lain. Dengan diketahuinya bermcam-macam metode mengajar, seorang guru akan mendapatkan metode yang tepat. Adapun metode yang dipakai dalam pendidikan akhlak selain, serita dan tanya jawab dapat dipergunakan beberapa metode dibawah ini:

1. Metode Keteladanan

26

Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989), Cet, Ke-1, h. 21

27

W.J.S, Purwadarminta……h. 766 28

Nasrusin Thala, Tokoh-tokoh Pendidikan Zaman Islam Jaya, (Jakarta: Mutiara, 1993), h. 82


(35)

Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak.

Mengingat pendidikan adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya,

didasari atau tidak akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya, akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak”29.

Metode keteladanan merupakan keharusan bagi para guru, yakni memberikan contoh yang baik bagi para siswa dalam berbagai hal, baik itu sikap perilaku keseharian maupun etika bersosialisasi dengan para siswa, sehingga para siswa dapat menjadikan para guru sebagai suritauladan yang patut diikuti.

2. Metode Pembiasaan

Seorang anak sejak lahir telah diciptakan dengan dibekali fitrah tauhid yang murni, agama yang benar dan iman kepada Allah SWT. Ini termasuk masalah yang sudah merupakan ketetapan dalam syari”at Islam. Dari sini tampak peranan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Tidak ada yang menyangkal bahwa anak akan tumbuh dengan iman yang benar, berhiaskan diri dengan etika islami, bahkan sampai pada puncak nilai-nilai spiritual yang tinggi, dan kepribadian yang utama. Jika anak menerima pendidikan yang baik dari orang tuanya yang soleh dan pengajarannya yang tulus, disamping tersediannya lingkungan yang baik, maka tidak diragukan bahwa anak tersebut akan terdidik dalam keutamaan iman dan takwa, juga akan terbiasa dengan akhlak yang terpuji.”30

29

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), Cet. Ke-2, h. 142

30


(36)

Ada hal-hal penting yang harus diketahui oleh para pendidik dalam hal mengajarkan kebaikan kepada anak-anak dan membiasakan anak berbudi pekerti yang luhur, yaitu mengikuti sistem stimulasi kepada anak-anak dengan kata-kata uyang baik dan pemberian hadiah. Sewaktu-waktu menggunakan metode targhib ( pemberian stimulus berupa pujian) dan dengan metode tarhib ( pemberian stimulus berupa peringatan atau sesuatu yang ditakuti).

Metode pembiasaan adalah termasuk prinsip utama dalam pendidikan merupakan metode paling efektif dalam pembentukan akidah dan penelusuran akhlak anak, karena didasarkan pada perhatian dan pengikutsertaan, didirikan atas dasar targhib dan tarhib serta bertolak dari bimbingan dan pengarahan.

3. Metode Nasihat

Dalam mewujudkan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, nasehat dan cerita merupakan metode yang bertumpu pada bahasa, baik lisan maupun tertulis.Termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Karena nasehat dan petuah memilki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak terhadap kesadaran akan hakekat sesuatu.31

Cara seperti ini banyak sekali dijumpai dalam al-Qur’an,karena nasehat dan cerita pada hakekatnya bersifat penyampaian pesan dari sumbernya kepada pihak yang dipandang memerlukannya.Bahasa al-Qur’an dalam berdakwah serta dalam menyampaikan petuah dan nasehat sungguh sangat beragam.

Metode al-Qur’an dalam menyajikan nasehat dan pengajaran mempunyai ciri tersendiri, yaitu:

31


(37)

• Seruan yang menyenangkan, secara dibarengi dengan kelembutan atau upaya penolakan.

• Metode cerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasehat.

• Metode wasiat dan nasehat

Metode-metode di atas, masing-masing mempunyai pengaruh yang sangat besar. Karenannya, jika para pendidik menggunakan metode yang telah digunakan al-Qur’an ini, maka tidak diragukan lagi, anak-anak akan tumbuh dalam kebaikan, keutamaan akhlak dan tingkah laku yang terpuji.

4. Metode Perhatian dan Pengawasan

Yang dimaksud metode perhatian dan pengawasan adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial.

Berikut ini beberapa contoh tentang perhatian dan pengawasan Rasulullah SAW, yaitu:

• Perhatian dalam pendidikan sosial

• Perhatian dalam memperingatkan yang haram • Perhatian dalam mendidik anak

• Perhatian dalam memberi petunjuk kepada kaum dewasa, dan • Perhatian dalam pendidikan spiritual.32

Demikianlah sebagian conto dalam upaya perhatian dan pengawasan Rasulullah SAW kepada anggota masyarakat yanmg melaksanakan petunjuk perbaikannya. Ini merupakan contoh nyata menguatkan bahwa Rasul sangat memperhatikan pendidikan umat Islam. Oleh karena itu hendaklah kita senantiasa memperhatikan dan mengawasi anak-anak dengan sepenuh hati. Dengan begitu anak akan

32


(38)

menjadi seorang mukmin yang bertakwa disegani, dihormati dan terpuji.

5. Metode Hukuman

Hukuman-hukuman dalam Islam dikenal dengan dua macam, yaitu hudud dan ta’zir. Hudud adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syari’at Islam, yang wajib dilaksanakan karena Allah SWT. Seperti had bagi orang yang minum-minuman keras, adalah dicambuk antara- 40-80 kali. Sedangkan ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh Allah SWT untuk setiap perbuatan maksiat yang didalamnya tidak terdapat untuk memberi pelajaran bagi orang lain demi kemaslahan umat, karena hukuman ta’zir ini tidak ditentukan, maka hendaknya diperhitungkan bentuk hukuman yang sesuai dengan kesalahannya.33

Para ahli pendidikan melarang pendidikan menggunakan metode hukuman kecuali setelah mengeluarkan ancaman, peringatan dan nasehat. Metode hukuman adalah cara yang paling akhir, ini berarti bahwa disana terdapat beberapa cara dalam memperbaiki dan mendidik.

Pendidikan hendaknya bijaksana dalam menggunakan cara hukuman, yang sesuai, tidak bertentangan dengan tingkat kecerdasan anak. Pendidikan dan pembawaannya. Disamping itu, hendaknya ia tidak segera menggunakan hukuman, keculai setelah menggunakan cara-cara lain, metode hukuman adalah cara yang paling akhir.

C. Pengertian Kepribadian dan Aspek-aspeknya

Kata kepribadian berasal dari kata “personality” dalam bahasa inggris yang berasal dari bahasa latin “pertama” yang berarti “kedok atau topeng” yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain panggung yang

33


(39)

maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau kepribadian yang angkara murka, serakah dan sebagainya sering ditopengkan dengan gambar raksasa. Sedangkan untuk prilaku yang baik, budi luhur, suka menolong, berani berkorban dan sebagainya ditopengkan dengan seorang kesatria dan sebagainya.34

Selain itu kata kepribadian juga berasal dari kata kerja “pribadi” yang artinya “manusia sebagai perseorangan (diri manusia atau diri orang sendiri)”. Sedangkan arti kepribadian adalah “keadaan manusia sebagai perseorangan, keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak orang”.35

Di dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat kebanyakan orang akan menunjukkan keadaannya yang baik-baik saja dan untuk itu maka mendapatkan kedudukan, penghasilan atau prestise yang lebih sekalipun ia harus bertindak, berbicara, atau berbuat yang bukan saja tidak sesuai dengan dirinya sendiri, melainkan kadang-kdang bertentangan dengan hakikat kepribadiannya sendiri.36

Gordon W. Allport (1937) memberikan definisi kepribadian sebagai berikut: “Personality is the dyhamic organisation within the individual of those psychopyscal system that determine his uniqui to this environment”. “Kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya”.37

Dari uraian diatas, maka kepribadian adalah suatau totalitas psikipisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak didalam lingkungan yang unik,dalam banyak hal orang-orang sering mencampuradukan pemakaian istilah karakter, temperamen, kepribadian. Ketiga istilah ini memang mempunyai arti yang sangat erat hubungannya satu dengan yang lainnya.

34

Agus Sujatno, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 10 35

W.J.S. Poerdarminta, h. 768 36

Agus Sujatno, Psikologi Kepribadian, h. 768 37

Ahmad Fauzi, Psikologi Umum Untuk F.T. Komponen MKDK, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke-1, h. 119


(40)

Karakter lebih menjurus kearah tabi’at-tabi’at yang dapat disebut benar atau salah, sesuai atau tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang diakui.

Temperamen adalah salah satu segi dari kepribadian yang erat hubungannya dengan pertimbangan zat-zat cair yang ada dalam tubuh.

Kepribadian dalam artian psycologis sangat luas meliputi segala aspek kehidupan seseorang, keseluruhan kualitas dirinya yang dapat diperhatikan dalam caranya berbuat, berpikir, berpendapat, sikap dan minat, falsafah hidupnya serta kepercayaannya. 38

Dengan demikian kepribadian iu terdiri dari beberapa aspek, seperti dikemukakan oleh Drs. Ahmad D. Marimba, bahwa aspek kepribadian itu dapat digolongkan ke dalam tiga bagian:

1. Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-caranya berbuat, berbicara, dan sebagainya.

2. Aspek-aspek kejiwaan, meliputi aspek-aspek yang tidak segera dapat dilihat dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-caranya berpikir, sikap dan minat.

3. Aspek-aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan. Ini meliputi sistem nilai-nilai yang telah meresap di dalam kepribadian itu, yang telah menjadi bagian dan mendarah daging dalam kepribadian itu yang mengarahkan dan memberi corak seluruh individu itu. Bagi orang-orang beragama, aspek-aspek inilah yang menuntutnya kearah kebahagiaan, bukan saja di dunia tetapi di akhir. Aspek-aspek inilah yang memberi kualitas kepribadian keseluruhannya.

Dari pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian merupakan keseluruhan sifat-sifat atau tingkah laku yang mencerminkan watak seseorang, baik tingkah laku luarnya maupun kegiatan jiwanya, yang tampak dari penampilannya dalam segala aspek kehidupan, seperti tampak

38


(41)

dalam caranya berbuat, berpikir, dan mengeluarkan pendapat, sikap dan minat serta falsafah hidupnya dan kepercayaannya.39

D. Proses Pembentukan Kepribadian

Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur, bukanlah hal yang sekali jadi melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses. Akhir perkembangan itu, kalau berlangsung dengan baik akan menghasilkan suatu kepribadian yang harmonis.

Kepribadian yang harmonis terjadi apabila aspek-aspeksnya seimbang, tenaga-tenaga bekerja seimbang sesuai dengan kebutuhan. Dari segi lain kepribadian yang harmonis dapat dikenal pada adanya keseimbangan antara peranan individu dengan pengaruh lingkungan sekitarnya.

Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa orang-orang muslimin haruslah memiliki kepribadian yang harmonis Firman Allah SWT:

o,

4

6

A •YZ(F(0

%$|f!"

<x(

6

.

y KN

Ž,-( $•K„

c 

|

|•

2 6

v1

54cZ l

• 4 r

=?]@

Artinya : “Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat

Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi

atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)

menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.

(QS. Al-Baqarah: 143)

Untuk membentuk kepribadian yang harmonis bukanlah suatu usaha yang mudah dan cepat, melainkan suatu proses yang panjang dan ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Dalam hal ini Anwari Masy’ari menjelaskan, bahwa.“Dalam rangka pembentukan kepribadian muslim hendaklah dimulai sejak dini yaitu dari masa anak belum lahir sampai menjadi remaja,”40

39

Ibid., h. 67 40

Anwari Masy’ari, Membentuk Pribadi Muslim, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1996), h. 11


(42)

Masa anak sebelum lahir, yaitu saat anak dalam kandungan perlu sekali ditanamkan unsur-unsur agama, setelah lahir nanti si anak memiliki dasar mental agama yang kuat. Misalnya dapat dilakukan dalam bentuk membaca Al-Qur’an bagi si ibu, menciptakan hubungan yang harmonis antara si ibu, menciptakan hubungan yang harmonis antara suami istri, memperbanyak ibadah-ibadah sunah seperti shalat tahajud dan sebagainya bagi si orang tua terutama ibu yang mengandungnya.

Masa anak sesudah lahir atau masa anak-anak adalah tahapan terpenting dalam membentuk kepribadian. Sebab baik atau buruknya kepribadian anak ketika dewasa banyak ditentukan oleh pendidikan masa kecilnya. Oleh karena setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci bersih, dan baik atau tidaknya keika dewasa tergantung kepada didikan kedua orang tuanya, sebagaimana sabda Nabi SAW dalam salah satu hadisnya:

Eﻥ F+!< Eﻥ 4G !< Eﻥ 1,! !? 1 H4I%

"J ! 1!

K 1!10 0 0

=

H4 4#

J L M: ? <

Artinya :

“Tiada seorang anakpun yang tidak dilahirkan dalam

keadaan suci (sebagai Islam), maka kedua orang tuanyalah

yang menjadikan Yahudi atau Nasrani ataupun Majusi.”

(HR. Bukhari dari Abu Hurairah).

41

Sehubungan dengan itu Prof. Dr. Dzakiah Daradjat dalam bukunya, ilmu Jiwa Agama, mengatakan sebagai berikut:

“Pada umumnya agama seorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecul dulu. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama maka pada masa dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya… “42

Masa remaja merupakan masa yang sulit karena masa ini adalah masa kegoncangan emosi dalam prosesnya identitas diri, kehidupan dan pengalaman agama belum stabil. Oleh karena itu hendaknya dalam menyampaikan perintah atau larangan harus berhati-hati. Begitu pula dalam menyampaikan

41

H.A. Mustafa, 150 Hadits-hadits Pilihan, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987), h. 16 42


(43)

ajaran-ajaran agama hendaknya dengan cara bijaksana. Tetap dan sesuai dengan sikap, sifat dan alam pikiran mereka.

Kemudian dalam rangka proses pembentukan kepribadian muslim ada tiga taraf yang harus diupayakan yaitu pembiasaan pembentukan pengertian, sikap dan minat dan pembentukan kerohanian yang luhur.43

1. Pembahasan

Proses pembentukan kepribadian dengan cara pembiasaan adalah sangat penting dan harus didahulukan dan pada tahapan yang lain sasarannya adalah aspek jasmani yang pembinaannya lebih mudah. Namun demikian, pembiasaan amat menjelaskan,“Begitu kuatnya pengaruh kebiasaan sehingga manakala akan dirubah, biasanya menimbulkan reaksi yang cukup keras dari dalam pribadi itu sendiri, lihatlah betapa reaksi yang ditimbul jika seorang pecandu alkohol akan menghentikan kebiasannya.’44

Contoh pelaksanaan tahap pembinaan, mislanya perintah shalat dan puasa agar seorang muslim dapat melaksanakan shalat dan puasa dengan baik, maka perlu dibiasakan sejak kecil sebelum baligh, sehingga setelah dewasa (baligh) ia akan terbiasa melaksanakan. Tujuan dan pembiasaan adalah untuk membentuk aspek kejasmanian dari kepribadian, atau memberi kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu misalnya hapalan bacaan shalat atau do’a dalam ibadah lainnya.

2. Pembentukan Pengertian, Sikap dan Minat

Tahap pembentukan pengertian, sikap dan minat merupakan tindak lanjut dari tahap pembiasaan. Pada tahap pembiasaan baru merupakan pembentukan kebiasaan dengan tujuan supaya dilakukan

43

Ahmad D. Marimba., h. 766 44

Hamzah Ya’kub, Etika Islam, (Bandung: CV Diponegoro, 1993), Cet. Ke-2, h. 62


(44)

dengan tepat. Adapun pada taraf pembentukan pengertian, sikap dan minat merupakan pemberian pengetahuan dan pengertian terhadap kebiasaan-kebiasaan yang sudah tepat itu. Amalan-amalan yang sudah dikerjakan dan hapalan-hafalan yang sudah diucapkan diberi pengertian dan perlu ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang erat hubungannya dengan kepercayaan.

3. Pembentukan Kerohanian yang Luhur

Tahap pembentukan kerohanian yang luhur, merupakan tahap pematangan rohaniah, seperti menanamkan kepercayaan terhadap pokok-pokok keimanan. Alat yang utama adalah tenaga budi dan kebudayaan serta kejiwaan yang akan mendapatkan pengenalan akan Allah SWT. Jika tahap pembentukan kerohanian yang luhur ini berhasil, maka akan terwujud kerohanian yang matang yaitu sebagaimana diungkapkan oleh Akhmad D. Marimba, yaitu”Adanya kesadaran dan pengertian yang mendalam, segala apa yang dipikirkannya, dipilihnya dan diputuskannya serta dilakukannya adalah keinsyafan sendiri dengan rasa tanggung jawab”45. Pembentukan taraf yang ketiga ini sebagian besar merupakan pembentukan sendiri atau pendidikan sendiri.

Dalam proses pembentukan kepribadian muslim, ketiga taraf itu saling mengisi dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Yaitu tarap yang lebih rendah akan menjadi landasan bagi taraf berikutnya dan akan menumbuhkan kesadaran dan keinsyafan terhadap apa yang diperoleh pada taraf sebelumnya, sehingga membuat pelaksanaan- pelaksanaan amalan yang lebih kualitatif. Jika proses pembentukan kepribadian muslim terwujudlah tujuan Allah SWT menciptakan manusia, sesuai dengan firman-Nya:

45


(45)

f 6

K`5 cZ(8

‹*7r5Œ

avy`a

6

TE

@ 6

oF 4,

= ,@

Artinya :

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia,

melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”

(QS. Adz-Dzariyah: 56).

46

E. Pendidikan Akidah Akklak dalam Pembentukan Siswa

Pendidikan dan pengajaran merupakan hal yang pertama dan utama usaha manusia untuk mencerdaskan bangsanya dan sekaligus mempertinggi cita-cita bangsanya, akan tetapi pendidikan dan pengajaran akhlak lebih dari itu, ia juga menuntut orang mencapai kebahagiaan hidup di akhirat kelak.

Usaha-usaha pendidikan dan pengajaran akidah akhlak harus dimulai sejak anak didik lahir ke duania ini, anak adalah amanah Allah SWT kepada orang tuanya. Fitrah anak yang mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa harus disalurkan dengan sewajarnya, dibimbing dan diarahkan kepada rasa iman kepada Allah SWT dan mencintai_nya pula.

Prof. Dr. Dzakiyah Daradjat mengatakan: “orang tua adalah pembina yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sudah tumbuh itu”.47

Karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu adanya bantuan dari orang yang mampu dan mau membantu ornag tua dalam pendidikan anak-anaknya, terutama dalam mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, orang tersebut lebih dikenal dengan guru. Dengan demikian pembentukan kepribadian siswa merupakan tanggung jawab orang tua dan guru.

Proses pembentukan kepribadian bukanlah suatu proses yaang berlangsung cepat, melainkan berkaitan erat dengan pembentukan iman dan akhlak.

46

Departemen Agama RI, h. 862 47


(46)

Dalam pembentukan kepribadian siswa sangat diperlukan pembiasan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya, karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian pribadinya.

Oleh karena itu jika pendidikan akhlak telah meresap ke dalam jiwa siswa dan telah menjadi bagian dari kepribadiannya, ia akan dapat berfungsi sebagai pengendalian dalam segala sikap dan tingkah lakunya dalam menjalani kehidupannya di masa-masa yang akan datang, sehingga akan membahagiakan hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak.

F. Kerangka Berfikir

Pendidikan akidah akhlak yang dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) dimana guru sebagai pelaksananya, baik sebagai guru agama ataupun guru bidang studi akidah akhlak, hendaknya di dasarkan pada konsep pemahaman terhadap teori-teori dan pandangan tentang pendidikan kemudian dikaitkan dengan akidah akhlak, baik dalam kerangka acuan tekstual maupun dalam kerangka acuan kontekstual sebagai perilaku ataupun kepribadian yang baik. Sehingga dapatlah terbentuk diri pribadi yang sholeh dan berakhlak karimah.

Sedangkan kepribadian yang baik pada diri siswa sebagai transendent dari akibat pendidikan akidah akhlak pada diri dan karakter siswa merupakan tujuan yang ingin dicapai sebagai indiktor keberhsilannya. Maka hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kurikulum, guru pelaksanaan pendukung, konstruksi bangunan kompleks pendidikan, maka pelajaran dan juga buku-buku paket pelajaran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk kepribadian yang baik pada siswa haruslah diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Yaitu dengan melaksanakan pendidikan dan pengajaran


(47)

akidah akhlak yang ditugaskan kepada guru-guru yang unggulan dan profesional baik dari segi pengalamannya maupun wawasan keilmuannya.

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa adanya hubungan yang berpengaruh positif dari pelaksanaan pendidikan akidah akhlak terhadap.

Pembentukan kepribadian siswa sebagai peserta didik yang sedang menjalani proses pendidikan di sekolah (Madrasah Ibtidaiyah). Jadi dalam pengertian jika semakin baik para peserta didik dalam mengikuti pendidikan akidah akhlak akan semakin berkontribusi positif terhadap pembentukan kepribadian pada diri siswa.

G. Hipotesis

Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan akidah akhlak dengan pembentukan kepribadian pada siswa MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan akidah akhlak dengan pembentukan kepribadian pada diri siswa MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


(48)

Penelitian ini dilakukan di MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dan waktu penelitian dilangsungkan November 2007.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek-objek penelitian sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun populasi pada penelitian ini adalah siswa siswi kelas IV, V dan kelas VI, MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Sebanyak 120 siswa, Sedangkan sampel yang diambil sebagai objek penelitian sekitar 25% saja, yaitu 30 orang siswa.

Sebagaimana teori ilmiah yang dikemukakan Suharsimi Arikunto dalam bukunya tentang prosedur penelitian bahwa jika objek penelitian kurang dari 100 orang, maka semuanya harus menjadi objek penelitian, tetapi jika lebih dari 100 orang, maka boleh diambil sampel sebanyak 10-15% atau 20-25% atau lebih.1 Sesuai dengan data sampel yang ada yaitu lebih dari 100 maka penulis mengambil sampel sebanyak 25% dari total populasi yang ada, sehingga yang mewakili objek penelitian ini sekitar 30 siswa dengan penentuan diambil secara acak atau sistem rendom.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam matrik populasi dan sampel di bawah ini:

Tabel. 1

Populasi dan sampel siswa yang mengikui pembelajaran pada MI Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Kelas Populasi Sampel

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-1, h. 112


(1)

3. Apakah kamu selalu ingat pada Allah dalam kehidupan sehari-hari … a. Selalu

b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

4. Dalam sehari semalam kita wajib mengerjakan shalat sebanyak berapa waktu? a. 2 waktu

b. 3 waktu c. 4 waktu d. 5 waktu

5. Bershadaqoh sangat dianjurkan sekali dalam ……. a. Ajaran Islam

b. Perintah teman c. Ajaran orang tua d. Agama lain

6. Orang yang terkena (tertimpa) musibah wajib kita …. a. Menolongnya

b. Mengacuhkan c. Mengejek d. meninggalkan

7. Kepada orang tua kita harus …. a. Menghindar

b. Mendekati c. Menghormati d. Membebani

8. Perintah orang tua dan guru harusnya kita …. a. Taati dan kerjakan

b. Memperhatikan dengan baik c. Marahi

d. Masa bodo


(2)

a. Membiarkan b. Mengganggu c. Menyayangi d. Menyakiti

10.Membaca Al-Qur’an adalah bernilai … a. Biasa saja

b. Ibadah c. Pribadi d. Jama’ah

11.Tugas-tugas yang diberikan oleh guru harus kita kerjakan secara … a. Baik dan rapi

b. Dibersihkan ibu c. Baik dan selesaikan d. Malas-malasan

12.Jika halaman rumah kita kotor dan berantakan maka seharusnya … a. Bersihkan dan rapihkan

b. Dibersihkan Ibu c. Tidak perduli d. membiarkan saja

13. Apa yang dapat kita lakukan ketika melihat teman bertengkar ? a. Sangat senang

b.Tidak senang c. Mendamaikan d. Tidak peduli

14. Bagaimana pendapatmu jika mendapatkan rezeki yang banyak a. Tidak boros

b. Menerima dengan ikhlas c. Bersyukur

d. Tidak senang


(3)

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

16. Apakah dalam kegiatan kerja bakti di sekolah kamu turut serta? a. Selalu

b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

17. Di sekolah ada pengumpulan infak rutin setiap hari Jum’at bagaimana sikapmu?

a. Selalu berinfak b. Sering berinfak c. Kadang-kadang infak d. Tidak pernah berinfak

18. Apakah jika ada tamu di rumah kamu menghormatinya ? a. Selalu

b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

19. Jika sedang belajar di kelas apakah kamu tertib dalam memperhatikannya ? a. Selalu

b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

20. Apakah kamu berpartisipasi dalam acara hari-hari besar Islam di sekolahmu a. Selalu

b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah


(4)

Lampiran 2

PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA KEPADA KEPALA SEKOLAH

Hari/Tanggal : Senin, 27 November 2007

Jam : 10.00 – 12.00 WIB

Tempat : MI. Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Interview : H.M. Hasan H.A,

Jabatan : Kepala Sekolah MI. Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

A. Pengantar

Bapak kepala sekolah yang terhormat, dalam rangka menyelesaikan skripsi program strata satu (S1) penulis mengharapkan bantuan kepala sekolah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan dengan keadaan yang sebenarnya. Wawancara ini kami ajukan dalam usaha mengumpulkan data yang sangat kami perlukan dalam penelitian kami yang berjudul. “Hubungan Antara Pendidikan Akidah Akhlak Dan Pembentukan Kepribadian Siswa MI. Darul Aitam Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Atas bantuan dan partisipasi bapak kepala sekolah penelitian penulis hanturkan banyak terima kasih.

B. Daftar Pertanyaan

1. Apa nama yayasan sekolah ini ? 2. Kapan berdirinya yayasan ini ? 3. Siapa nama pengurus yayasan ini ?

4. Ada berapa lembaga pendidikan dibawah naungan yayasan ini? 5. Apa nama sekolah ini ?


(5)

7. Mohon dijelaskan alamat sekolah ini !

8. Apakah sekolah ini telah terakreditasi ? Mohon dijelaskan !

9. Berapakah jumlah guru dan staf pegawai sekolah ini? Mohon dijelaskan ? 10.Berapakah jumlah siswa/siswi pegawai sekolah ini ? Mohon dijelaskan ! 11.Mohon bapak jelskan mengenai sarana dan prasarana yang ada di sekolah

ini!

12.Bagaimanakah bentuk struktur sekolah yang bapak pimpin ?

C. Jawaban Wawancara

1. Nama yayasan ini adalah “Yayasan Pendidikan Islam Yatim dan Dhuafa Darul Autam (YAPYDDA).

2. Yayasan ini berdiri sejak tahun 1983

3. Nama pengurus yayasan adalah H. Mashud H.N

4. Lembaga-lembaga pendidikan dibawah naungan yayasan ini adalah: a. Madrasah Diniyah

b. Madrasah Ibtidaiyah

5. Nama sekolah ini adalah MI. Darul Aitam

6. Kegiatan belajar mengajar pertama kalinya sejak tahun 1984

7. Alamat sekolah di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang RT. 03/06 No. 13 Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

8. Sekolah ini telah di akreditasi

9. Jumlah guru dan staf pegawai sekolah ini adalah 15 orang (data terlampir) 10.Jumlah siswa sekolah ini 238 siswa, terdiri dari: kelas I 40 siswa, kelas II

40 siswa, kelas III 38 siswa, kelas IV 40 siswa, kelas V 44 siswa, kelas 36 siswa

11.Sarana dan prasarana ada + 12.Bentuk struktur MI. ini (terlampir)

Jakarta, 27 November 2007

Kepala MI. Darul Itam


(6)