Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring berkembangnya dan tekanan kehidupan modern, berupa suasana kompetensi dalam segala bidang. Tuntutan kebutuhan yang semakin tinggi dalam hal pendidikan, sosial, ruang fisik yang semakin menyempit dan menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang terjadi disekitar kita, mulai dari kekerasan maupun penyalahgunaan Narkoba yang semakin tidak terkendali karena peredarannya telah menjangkau ke berbagai lapisan masyarakat. Dan mereka semua yang menyandang peran sebagai orangtua “harus” bisa menjaga dan memberi pendidikan yang lebih baik terhadap putra dan putri mereka, karena semakin modern suatu massa akan membawa dampak yang besar terhadap pranata sosial yang ada. Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang mengalami banyak perubahan, baik pada fisik, psikologis, maupun sosial. Berbagai perubahan yang terjadi pada masa remaja ini akan saling berpengaruh antara satu dengan yang lainnya. Sebagai peralihan dari masa anak menuju masa dewasa, remaja merupakan masa yang penuh dengan kesulitan dan gejolak, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang tuanya sering kali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaaan masa remaja tersebut ternyata dapat menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antar remaja dan orang tua yakni dalam keluarga atau remaja dengan lingkungannya. Hal tersebut diatas tentunya tidak membantu remaja untuk melewati masa ini dengan wajar, sehingga berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti penyalahgunaan zat atau kenakalan remaja atau gangguan mental lainya. Orang tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang diderita oleh anak remajanya. Untuk menghindari hal tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi anak remaja, kita sekalian diharapkan memahami perkambangan remajanya beserta ciri-ciri khas yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. 1 Dengan ini diharapkan bahwa kita yang telah dewasa agar memahami atas perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak dan remaja pada saat ia memasuki masa remajanya. Begitu pula dengan memahami dan membina remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaaan serta mencegah bentuk kenakalan remaja perlu memahami proses tumbuh kembangnya dari anak sampai dewasa awal. Istilah remaja berasal dari kata latin adolescent yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa, namun istilah yang sering dipakai saat ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik dalam Hurlock, 1980. Remaja, sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas, karena tidak termasuk golongan anak-anak maupun orang dewasa atau golongan orang tua. Remaja ada diantara anak-anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya dalam Monks, 2001. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang mengalami suatu masa peralihan dari masa kanak- kanak ke masa dewasa, meliputi aspek fisik dan psikis yang perkembangannya selalu sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan menurut Hurlock dalam Mappiare, 1982 remaja meliputi rentangan usia 13-21 tahun, dibagi dalam dua fase, yaitu untuk remaja awal berusia antara13 atau 14 tahun sampai usia 17 tahun, dan untuk remaja akhir berusia antara 17-21 tahun. Berdasarkan berbagai pendapat mengenai rentang usia remaja, maka dalam penelitian ini dipakai batasan usia untuk remaja akhir adalah usia 17 tahun sampai 21 tahun. Maslow 1970 dalam teori hirarki kebutuhan, menempatkan kebutuhan individu akan harga diri sebagai kebutuhan pada level puncak sebelum kebutuhan aktualisasi diri. Pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika remaja tidak memiliki harga diri yang mantap. Remaja akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior, dan canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri remaja dapat terpenuhi secara optimal, kemungkinan remaja akan memperoleh keberhasilan dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan keyakinan diri self-confidence, dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya Jordan et al, 1979. Pada masa remaja, seseorang berusaha untuk mencari tahu bagaimana penilaian orang-orang tentang dirinya. Penilaian-penilaian dari orang-orang di sekitar remaja tentang dirinya,tentu saja dapat mempengaruhi remaja.Untuk dapat mengetahui kemampuan dirinya, remaja harus dapat mengevaluasi potensi diri yang dimiliki dan hal ini berkaitan dengan proses penilaian diri atau disebut juga sebagai self-esteem Coopersmith, 1967. Coopersmith 1967, mengungkapkan bahwa harga diri terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan. Pengalaman-pengalaman itu selanjutnya menimbulkan perasaan positif maupun perasaan negatif terhadap diri individu. Perasaan-perasaan yang ada pada seseorang pada umumnya berkaitan dengan tiga hal yaitu pada saat ia menjadi anggota suatu kelompok tertentu, pada saat ia mengalami keberhasilan atau kegagalan, pada saat ia dihargai atau merasa tidak dihargai. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Horney dalam Hall Lindzey 1993 bahwa harga diri seseorang ditentukan oleh banyaknya penghargaan yang diterima dari masyarakat lingkungan sekitarnya. Menurut Coopersmith 1967, Self-Esteem adalah evaluasi yang dibuat individu atas penghargaan untuk dirinya dan mengindikasikan sejauhmana individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, sukses,dan berharga. Sedikides 1993 menyatakan tiga kemungkinan motif dalam evaluasi diri. Orang dapat mencari self-assesment untuk memperoleh pengetahuan yang akurat tentang dirinya sendiri, self-enhancement untuk mendapat informasi yang positif untuk diri mereka sendiri atau self-verification untuk mengkonfirmasi sesuatu yang sudah mereka ketahui tentang diri mereka sendiri. Fakta yang ada menunjukkan bahwa Harga Diri penting bagi perkembangan mental remaja. Harga Diri yang tinggi sangat berperan bagi pembentukan pribadi yang kuat, sehat, dan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan, termasuk mampu berkata ’tidak’ untuk hal-hal yang negatif dengan kata lain tidak mudah terpengaruh oleh berbagai godaan yang dihadapi seorang remaja setiap hari dari teman sebaya mereka sendiri peer pressure Utamadi, 2001. Berbagai tingkah laku khas remaja, seperti prestasi dalam bidang akademik maupun olah raga, pacaran, sampai penyalahgunaan obat-obatan seringkali dikaitkan dengan Harga Diri. Seorang remaja yang memiliki Harga Diri yang rendah, maka prestasi yang dicapai oleh remaja tersebut tidak akan optimal. Remaja tersebut akan ragu-ragu dalam bertindak, sehingga akan menghambatnya dalam mengerjakan sesuatu. Selain itu, kasus kenakalan remaja. Salah satu faktor yang menyebabkan kenakalan remaja adalah rendahnya Harga Diri yang dimiliki remaja bersangkutan. Remaja yang memiliki Harga Diri yang tinggi tidak akan mudah terbawa godaan yang banyak ditawarkan oleh lingkungan, seperti tawuran, ataupu penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Harga Diri yang rendah akan memperlemah hubungan yang dibina dengan orang lain, sedangkan Harga Diri yang tinggi akan mendukung remaja mengembangkan hubungannya dengan orang lain.Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba atau napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Salah satu dari sekian banyak masalah remaja adalah harga diri, dimana dalam hal ini harga diri sangat berpengaruh pada diri remaja itu sendiri, karena dengan memiliki harga diri tinggi maka akan dapat membantu remaja untuk dapat beradaptasi serta berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan masyarakat yang lebih luas. Santrock 2002 menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi. Dulu harga diri yang rendah dianggap sebagai akar dari berbagai penyakit sosial.Orang-orang yang melakukan penyalahgunaan obat-obatan, memiliki prestasi yang buruk, mengalami depresi, dan melakukan tindak kekerasan termasuk terorisme adalah orang-orang yang memiliki harga diri yang rendah Baron, Byrne, Branscombe, 2003. Thombs dalam W. Amita, 2001 menyatakan bahwa seorang pecandu narkoba sering merasa tidak mampu melewati stres dan tekanan atas simptom disfungsi otak seperti penurunan daya ingat, penurunan daya konsentrasi, serta sugesti physichal cravings yang dialaminya. Sebagian dari mereka juga sering merasa kesulitan beradaptasi dengan lingkungan, kesulitan memaksimalkan perawatan yang mereka jalani dan merasa tidak yakin bahwa mereka dapat mencapai kesembuhan dan terlepas dari ketergantungan narkoba yang ia alami. Karakteristik lainnya dari seorang penderita narkoba adalah memiliki harga diri rendah. Menurut norwinski dalam W. Amita, 2001 harga diri yang tinggi akan membantu mereka lebig percaya diri da memberi keyakinan bahwa ia dapat melewati tantangan-tantangan dalam kehidupan. KabarIndonesia 2011 , 13-Juni-2009 melaporkan bahwa Peredaran Narkoba di Jakarta tampaknya sudah sangat mengkhawatirkan. Ini terlihat dari data Badan Narkotika Nasional bahwa 5 dari 100 warga DKI Jakarta telah masuk dalam perangkap Narkoba. Berdasarkan data pusat penelitian kesehatan puslitkes universitas Indonesia Sofia, 2011, prevalensi penyalahguaan narkoba mengalami kenaikan sejak tahun 2009. Pada tahun tersebut prevalensi penyalahgunaan narkoba mencapai 1.99 setara dengan 3,6juta jiwa, tahun 2010 angka tersebut naik menjadi 2,21 4,02 juta jiwa. Dan pada tahun 2011 prevalensi penyalahgunaan meningkat 2.8 atau sekitar 5 juta jiwa. Pada tahun 2015 apabila tidak dilakukan upaya-upaya penanggulangan yang komprehensif akan meningkat menjadi 2.8 atau setara dengan 5.1juta jiwa. Menurut data dari BNN Badan Narkotika Nasional yang diperoleh dari RSKO Rumah Sakit Kecanduan Obat Fatmawati pada tahun 1995 sampai dengan 2002, bahwa pasien mencapai kenaikan puncaknya pada tahun 1999, kemudian turun hingga tahun 2002. Namun menurut perkiraan, saat ini masih ada sekitar 1 sampai 2 juta pengguna di Indonesia 150.000 diantaranya berada di Jakarta. Dan yang perlu diperhatikan adalah pengguna rentang usia 15-19 tahun dan masih menduduki SLTP maupun SMA yang menduduki peringkat kedua terbesar setelah usia 20-24 tahun. Berdasarkan penelitian Adisukarto dalam poerwandari dan Koentjoro, 2001 menunjukkan bahwa 47,7 korban penyalahgunaan narkoba adalah remaja. Biasanya remaja beresiko tinggi adalah mereka yang tidak bisa berkomunikasi dengan orang tua, memiliki kepercayaan dan harga diri rendah, suka mencari sensasi, kontrol diri yang rendah, sulit menyesuaikan dengan lingkungan yang menyalahgunakan narkoba. Alasan pertama remaja menggunakan narkoba karena ingin mencoba, tergiur ajakan teman dan lain sebagainya Individu yang berada pada masa remaja anyak mengalami konflik yang disebabkan oleh pencarian jati diri dan mengalami konflik peran. Mereka tidak bisa mengatasi konflik tersebut, mereka cenderung mencari kompensasi keluar rumah. Dimasa ini mereka juga lebih cenderung berinteraksi dan menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua. Masa perkembangan remaja memiliki kebutuhan atau keterkaitan dengan kelompok teman sebaya sehingga apapun yang dilakukan teman-teman sekelompoknya, remaja cenderung menerima dan mengadaptasinya pada kehidupan remaja itu sendiri, seperti tawuran, bolos sekolah, dan menyalahgunakan narkoba. Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa penderita pada usia 20-24 tahun umumnya telah aktif mengkonsumsi Narkoba sejak masa duduk di bangku SLTP dan SMA. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan tingkat sekolah menengah terkesan menjadi pintu gerbang perkenalan kaum remaja dengan Narkoba. Berdasarkan uraian diatas penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan Harga Diri pada remaja yang menggunakan dan remaja yang tidak menggunakan narkoba.

B. Rumusan Masalah