Perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik.

(1)

vii ABSTRAK

PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA REMAJA LAKI-LAKI YANG BERTINDIK DAN YANG TIDAK BERTINDIK

Ivanty Lesmana 029114009 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian komparatif ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah tingkat harga diri remaja. Harga diri adalah evaluasi seseorang secara global terhadap dirinya sendiri dan tingkah lakunya, baik itu evaluasi positif maupun evaluasi negatif, terhadap kemampuan, keberhasilan, keberhargaan serta penerimaan individu yang berasal dari interaksi individu dengan orang lain yang kemudian menjadi penopang kepercayaan diri dan keberhargaan dirinya. Variabel bebas dari penelitian ini adalah remaja laki-laki yang memiliki tindik dan yang tidak memiliki tindik.

Subyek penelitian ini adalah remaja laki-laki berusia 18-21 tahun sebanyak 120 orang dengan jumlah subyek yang bertindik adalah 60 orang dan subyek yang tidak bertindik adalah 60 orang. Estimasi reliabilitas alat ukur harga diri adalah sebesar 0,916.

Penelitian ini menggunakan metode analisis data independent sample T-test. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik, dengan nilai t sebesar 8,112 (p<0,05), yang berarti bahwa remaja laki-laki yang bertindik memiliki tingkat harga diri yang lebih rendah (Mean = 122,73) dibandingkan dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik (Mean = 140).


(2)

viii ABSTRACT

THE SELF-ESTEEM LEVEL DIFFERENCE BETWEEN PIERCED AND NON-PIERCED MALE ADOLESCENTS

Ivanty Lesmana 029114009 Psychology Faculty Sanata Dharma University

Yogyakarta

This comparative research aims to know the difference of self esteem level between pierced and non-pierced male adolescents. The dependent variable in this research is self-esteem level of male adolescents. Self esteem is the global evaluation of ourselves and our attitudes, which are negative or positive, about our ability, success, respect and individual acceptance which comes from the individual interactions with others and as supports of existance and happiness. The independent variables are pierced male adolescents and non-pierced male adolescents.

The subjects of this research are 120 male adolescents with 18 – 21 range ages. There are 60 subjects who had pierced and 60 subjects who had not. Reliability estimation of this measurement is 0,916.

This research uses independent sample T-test method of data analyses. It finds out that there is a difference of self-esteem level between pierced and non-pieced male adolescents with t = 8,112 (p<0,05). It means that the pierced male adolescents have a lower level of self esteem (Mean = 122,73) than the non-pierced male adolescents (Mean = 140).


(3)

PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA

REMAJA LAKI-LAKI YANG BERTINDIK

DAN YANG TIDAK BERTINDIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Ivanty Lesmana NIM : 029114009

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

ii


(5)

iii


(6)

iv MOTTO


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tuhan Yesus Kristus Bunda Maria Papa dan Mamaku


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Mei 2009 Penulis,


(9)

vii ABSTRAK

PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA REMAJA LAKI-LAKI YANG BERTINDIK DAN YANG TIDAK BERTINDIK

Ivanty Lesmana 029114009 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian komparatif ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah tingkat harga diri remaja. Harga diri adalah evaluasi seseorang secara global terhadap dirinya sendiri dan tingkah lakunya, baik itu evaluasi positif maupun evaluasi negatif, terhadap kemampuan, keberhasilan, keberhargaan serta penerimaan individu yang berasal dari interaksi individu dengan orang lain yang kemudian menjadi penopang kepercayaan diri dan keberhargaan dirinya. Variabel bebas dari penelitian ini adalah remaja laki-laki yang memiliki tindik dan yang tidak memiliki tindik.

Subyek penelitian ini adalah remaja laki-laki berusia 18-21 tahun sebanyak 120 orang dengan jumlah subyek yang bertindik adalah 60 orang dan subyek yang tidak bertindik adalah 60 orang. Estimasi reliabilitas alat ukur harga diri adalah sebesar 0,916.

Penelitian ini menggunakan metode analisis data independent sample T-test. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik, dengan nilai t sebesar 8,112 (p<0,05), yang berarti bahwa remaja laki-laki yang bertindik memiliki tingkat harga diri yang lebih rendah (Mean = 122,73) dibandingkan dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik (Mean = 140).


(10)

viii ABSTRACT

THE SELF-ESTEEM LEVEL DIFFERENCE BETWEEN PIERCED AND NON-PIERCED MALE ADOLESCENTS

Ivanty Lesmana 029114009 Psychology Faculty Sanata Dharma University

Yogyakarta

This comparative research aims to know the difference of self esteem level between pierced and non-pierced male adolescents. The dependent variable in this research is self-esteem level of male adolescents. Self esteem is the global evaluation of ourselves and our attitudes, which are negative or positive, about our ability, success, respect and individual acceptance which comes from the individual interactions with others and as supports of existance and happiness. The independent variables are pierced male adolescents and non-pierced male adolescents.

The subjects of this research are 120 male adolescents with 18 – 21 range ages. There are 60 subjects who had pierced and 60 subjects who had not. Reliability estimation of this measurement is 0,916.

This research uses independent sample T-test method of data analyses. It finds out that there is a difference of self-esteem level between pierced and non-pieced male adolescents with t = 8,112 (p<0,05). It means that the pierced male adolescents have a lower level of self esteem (Mean = 122,73) than the non-pierced male adolescents (Mean = 140).


(11)

ix


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang diberikan dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi ini merupakan suatu kewajiban dan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa untuk menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Dalam rangka memenuhi kewajiban dan syarat tersebut, maka penulis memilih judul “PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA REMAJA LAKI-LAKI YANG BERTINDIK DAN YANG TIDAK BERTINDIK”

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, karya tulis ini tidak akan berhasil sebagaimana mestinya. Oleh karenanya penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas semua berkat yang telah diberikan kepadaku.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala waktu, dukungan dan kesabaran yang diberikan kepada penulis.

4. Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi., sebagai dosen penguji karya tulis ini. 5. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si., sebagai dosen penguji karya ini sekaligus

sebagai dosen pembimbing studi kami yang baru.

6. Mas Gandung, Mas Doni, Mas Muji, Pak Giek dan Mbak Naniek atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis.

7. Teristimewa untuk kedua orang tuaku, Lie Djien Kiong dan Rifka Rika, atas semua doa, dukungan, pengertian dan kesabarannya menunggu penulis menyelesaikan studi serta untuk segala hal yang telah diberikan selama ini.


(13)

xi

8. Dawy dan Agun, The Greatest Sister and Brother.

9. Larry dan Andre atas waktu dan kesediaan diri untuk membantu dalam pengumpulan questioner.

10.Teman-teman Psikologi, terutama Danang, atas dukungan dan semangat yang diberikan selama ini. Saya benar-benar takut kamu ‘mengejarku’ hehehe.. dan Hera serta P&G atas pinjaman buku-buku dan email-emailnya.

11.R. Aswin Ajie Praditya, My Beloved Hunny, for all things.. Lop u..

12.Serta semua pihak yang tidak sempat ditulis, atas dukungan dan bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini, tapi semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua.

Yogyakarta,


(14)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………..i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...ii

HALAMAN PEGESAHAN………..iii

HALAMAN MOTTO………..iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..vi

ABSTRAK………..vii

ABSTRACT……….viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………....ix

KATA PENGANTAR………...x

DAFTAR ISI………..xii

DAFTAR TABEL………..xv

DAFTAR LAMPIRAN………..xvi

BAB I. PENDAHULUAN……….1

A. LATAR BELAKANG MASALAH………1

B. RUMUSAN MASALAH………5

C. TUJUAN PENELITIAN……… 5

D. MANFAAT PENELITIAN……….5

BAB II. LANDASAN TEORI...7

A. HARGA DIRI REMAJA...7

1. Pengertian Harga Diri...7

2. Pembentukan Harga Diri... 9

3. Aspek-Aspek Harga Diri... 12

4. Penggolongan Harga Diri... 13

5. Remaja... 16

6. Karakteristik Remaja... 16

7. Harga Diri Remaja... 19


(15)

xiii

1. Pengertian Modifikasi Tubuh... 21

2. Istilah-Istilah Modifikasi Tubuh... 21

3. Tindik... 22

a. Sejarah Tindik... 22

b. Pengertian Tindik... 24

c. Metode Dalam Tindik...25

C. Pandangan Masyarakat Terhadap Tindik... 26

D. Hubungan Harga Diri Dengan Tindik...27

E. Hipotesis...30

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...31

A. Jenis Penelitian...31

B. Identifikasi Variabel Penelitian...31

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian...31

D. Subyek Penelitian...33

E. Metode Pengumpulan Data...33

F. Uji Validitas dan Reliabilitas...36

1. Uji Coba Alat Ukur... 36

2. Estimasi Validitas... 36

3. Analisis Aitem...37

4. Estimasi Reliabilitas...39

G. Metode Analisis Data...39

H. Prosedur Penelitian...40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...42

A. Pelaksanaan Penelitian...42

1. Waktu Pelaksanaan Penelitian...42

2. Cara Pelaksanaan Penelitian...42

B. Deskripsi Data Penelitian...43

C. Analisis Hasil Penelitian... 43

1. Uji Asumsi Penelitian... 43

2. Uji Hipotesis... 45


(16)

xiv

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...50

A. Kesimpulan... 50

B. Saran...50


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-Kisi Skala Tingkat Harga Diri Sebelum Diujicobakan...35

Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Tingkat Harga Diri Setelah Diujicobakan...38

Tabel 3. Deskripsi Data Penelitian...43

Tabel 4. Data Tingkat Harga Diri Berdasarkan Perbedaan Mean...43

Tabel 5. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov...44

Tabel 6. Uji Homogenitas...44

Tabel 7. Tabel Ringkasan Hasil Uji-t...45

Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji t Berdasarkan Aspek Harga Diri...46


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Tabulasi Data Aitem 1. Uji Coba

2. Penelitian Lampiran B. Uji Reliabilitas

Lampiran C. Deskripsi Data Penelitian Lampiran D. Instrumen Penelitian

1. Skala Uji Coba 2. Skala Penelitian


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini semakin banyak kita jumpai para remaja yang melakukan tindik (piercing). Mereka seolah tidak peduli bagaimana pandangan orang-orang sekitar terhadap mereka (Kompas, 2007). Tindik tubuh atau sering juga disebut piercing merupakan salah satu bentuk modifikasi tubuh dengan tujuan memakai perhiasan. Beberapa orang melakukan penindikan dengan alasan agama maupun budaya, sedangkan di masa modern ini, khususnya dunia Barat, tindik dilakukan karena alasan keyakinan, hiasan semata, atau tujuan seksual (Wales and Sanger, 2007).

Di Indonesia sendiri, tindik mulai dikenal remaja diperkirakan sekitar tahun 1970-an dan mulai diminati oleh masyarakat awal tahun 1990-an. Mereka ditindik karena terpengaruh mode atau trend dan tindik dianggap mempunyai nilai seni setelah tattoo yang sudah lebih dulu diakui eksistensinya. Ada juga alasan lain yaitu agar diterima dan mendapatkan pengakuan dari kelompoknya dan menambah rasa percaya diri (Kompas, 2007).

Menurut Greif, Hewitt & Armstrong (dalam Krell, 2003) modifikasi tubuh sudah dipraktekkan beribu-ribu tahun yang lalu di seluruh dunia. Selama 20 tahun terakhir, modifikasi tubuh seperti tindik dianggap sebagai suatu ciri-ciri penyimpangan, namun seiring dengan berjalannya waktu,


(20)

tindik juga sudah mulai diterima oleh masyarakat (Hewitt dalam Krell, 2003). Modifikasi tubuh telah berubah dari suatu hal yang pernah dianggap tabu menjadi suatu bentuk seni yang diterima masyarakat (DeMello dalam Krell, 2003). Walaupun hal ini secara luas sedang diterima, tidak berarti bahwa tidak ada stereotip atau pandangan dan anggapan negatif dari masyarakat terhadap para pemilik tindik. Modifikasi tubuh sering dikaitkan pada penyimpangan, pemberontakan atau perilaku beresiko lainnya (Garza dalam Krell, 2003).

Penelitian Drews, Allison, & Probst (dalam Krell, 2003) secara rinci melihat tentang perbedaan konsep diri antara murid-murid yang melakukan modifikasi tubuh dengan yang tidak melakukan modifikasi tubuh. Studi itu menunjukkan bahwa murid-murid yang memodifikasi tubuhnya cenderung menempatkan diri mereka sebagai orang yang kreatif, menarik, dan petualang daripada mereka yang tidak melakukan modifkasi tubuh.

Menurut Adler & Towne (dalam Twyman, 2001), harga diri digambarkan sebagai bagian dari konsep diri (kesatuan persepsi, pegangan diri mereka). Harga diri merupakan kunci kesuksesan dan kebahagiaan seseorang (Coopersmith dalam Elkins, 1979). Harga diri adalah evaluasi yang kita buat mengenai diri kita sendiri, yaitu tentang bagaimana kita memandang dan menilai diri kita (Taylor, Peplau, & Sears, 2000; Page & Page, 2000). Sedangkan Rogers (dalam Huffman, Vernoy & Vernoy, 1997) menyatakan bahwa harga diri adalah suatu perasaan mengenai diri kita, baik maupun buruk, yang sifatnya relatif permanen. Biasanya, harga diri dapat


(21)

3

digolongkan menjadi 2, yaitu tingkat tinggi dan tingkat rendah. Harga diri bukan sesuatu yang konkret namun tinggi rendahnya harga diri yang dimiliki seseorang tercermin dalam kata-kata, sikap dan perilakunya sehari-hari.

Harga diri ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungan dengan orang lain. Banyak aspek dalam kehidupan sehari-hari yang bisa menyebabkan harga diri yang rendah, salah satunya adalah melalui kritik tidak menyenangkan tentang seseorang. Hal ini menyebabkan seseorang merasa bahwa mereka tidak sebagus orang lain atau bahwa mereka sedang kekurangan beberapa hal penting dalam hidup mereka. Salah satu hal penting ini adalah penampilan fisik tubuh mereka (Twyman, 2001).

Remaja yang merupakan masa untuk mencari identitas diri biasanya akan menggunakan penampilan mereka, seperti daya tarik fisik, bentuk tubuh, pakaian dan lain-lain untuk mengangkat diri mereka (Hurlock, 1980). Remaja sadar dukungan sosial sangat besar dipengaruhi oleh penampilan diri dan mengetahui bahwa kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan benda-benda yang dimilikinya, kemandirian dan keanggotaan sosial. Ini adalah “simbol status” yang mengangkat wibawa remaja di antara teman-teman sebaya dan memperbesar kesempatan memperoleh dukungan sosial yang lebih besar (Santrock, 1998).

Para remaja melakukan modifikasi tubuh untuk meningkatkan dan memperindah penampilan diri mereka (Kompas, 2007). Houghton et al. (dalam Carroll & Anderson, 2002) menuliskan bahwa hal yang memotivasi


(22)

seseorang untuk melakukan tindik adalah hasrat untuk meningkatkan penampilan diri. Menurut Martin (dalam Carroll & Anderson, 2002) masa remaja merupakan masa dimana modifikasi tubuh menjadi suatu hal yang menarik terkait dengan perjuangan remaja dalam mencari identitas diri dan kontrol terhadap perubahan tubuh yang mereka alami.

Menurut Caplan (dalam Krell, 2003) tindik merupakan salah satu media untuk mengekspresikan identitas pribadi atau membuat pernyataan diri. Tindik juga merupakan salah satu bentuk kompensasi dari suatu gambaran diri yang tidak baik yang dirasakan oleh remaja. Banyak remaja merasa lebih baik tentang gambaran diri mereka setelah melakukan suatu jenis modifikasi tubuh. (Twyman, 2001). Modifikasi tubuh menyebabkan seseorang memiliki harga diri lebih tinggi daripada yang mereka miliki sebelumnya. Lazimnya, remaja dengan penghargaan diri rendah melihat diri mereka tidak berharga daripada orang lain. Mereka memutuskan untuk mengubah tubuh mereka dengan harapan hal itu dapat menyebabkan orang lain memperhatikan mereka dikarenakan kini mereka bisa menjadi diri mereka sendiri dan memiliki identitas diri sendiri (Twyman, 2001).

Harga diri dipandang memegang peranan penting dalam kehidupan. Banyak remaja menindik tubuhnya untuk meningkatkan harga diri yang dimiliki. Namun mereka dengan tindik tubuh sering dipandang sebagai pemberontak, tidak bertanggungjawab, bodoh bahkan kriminil. Hal ini dikarenakan tindik dimiliki oleh sebagian besar para kriminil yang akhirnya menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap mereka yang


(23)

5

berpenampilan seperti itu (Liputan6, 2006). Di tengah adanya stereotip atau pandangan negatif masyarakat tentang remaja yang memiliki tindik, peneliti tertarik untuk melihat perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan remaja laki-laki yang tidak bertindik. Penulis ingin melihat kelompok manakah yang memiliki tingkat harga diri yang lebih tinggi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang terurai di atas, maka yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada perbedaan tingkat harga diri antara para remaja laki-laki yang bertindik dengan yang tidak bertindik?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat harga diri antara para remaja laki-laki yang bertindik dengan yang tidak bertindik.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi perkembangan ilmu psikologi terutama Psikologi Perkembangan dan Psikologi Kepribadian, yakni terutama kajian tentang


(24)

perbedaan tingkat harga diri pada remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik.

2. Manfaat Praktis

Memberikan gambaran pada para remaja akan tingkat harga diri antara remaja yang bertindik dan yang tidak bertindik, sehingga diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi dan refleksi akan pentingnya harga diri dalam kehidupan sehari-hari.

Diharapkan hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi dan sumber acuan bagi penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan topik harga diri pada remaja.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Harga Diri Remaja 1. Pengertian Harga diri

Ada berbagai definisi mengenai harga diri yang dikemukakan oleh para ahli. Rosenberg & Coopersmith (dalam Bachman & O’Malley, 1977) menggunakan istilah harga diri untuk memberikan pengertian tentang evaluasi diri yang merupakan dimensi global dan mempunyai sifat relatif tetap. Coopersmith (1967) mengartikan harga diri sebagai suatu hasil dari evaluasi diri yang dilakukan seseorang, yang biasanya dipertahankan dan sebagian berasal dari interaksi individu dengan lingkungan dan dari sejumlah penghargaan, penerimaan serta perhatian orang lain yang diterimanya. Sedangkan menurut Branden (1998), harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian sebagai kunci penting dalam perkembangan perilaku seseorang karena berpengaruh pada proses berpikir, tingkat emosi, keputusan yang diambil, berpengaruh pada nilai-nilai dan tujuan hidupnya.

Branden (1998) menambahkan bahwa harga diri merupakan pengalaman intim yang berada dalam inti kehidupan. Harga diri mempunyai dua komponen, yaitu perasaan pribadi dan perasaan nilai pribadi, sehingga dengan kata lain, harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri (self-confidence) dan penghormatan diri (self-respect).


(26)

Terkait dengan kepercayaan diri, Berne dan Savary (1988) mendefinisikan harga diri sebagai penopang rasa percaya diri sehingga seseorang dapat membina hubungan yang sehat dengan orang lain, melihat diri mereka sebagai orang yang berhasil dan memperlakukan orang lain tanpa kekerasan.

Harga diri seseorang berkaitan dengan kehidupan sehari-harinya. Bila orang memiliki penilaian yang baik terhadap dirinya, ia akan tampak bahagia, sehat dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang menimbulkan stres. Sebaliknya jika orang memiliki penilaian negatif terhadap dirinya, seringkali tampak cemas, depresi dan pesimis (Brehm & Kassin, 1996).

Kepuasan terhadap terpenuhinya kebutuhan harga diri menimbulkan perasaan percaya diri, kuat, stabil, merasa berguna dan diperlukan oleh orang lain (Koeswara, 1991). Sebaliknya, kegagalan untuk memenuhi harga diri menyebabkan perasaan inferior, lemah dan keadaan tidak berdaya. Ini sesuai dengan pendapat Maslow (dalam Goble, 1987) yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri, lebih mampu menjalani kegiatan dengan berhasil. Sebaliknya, jika harga diri kurang maka ia akan diliputi rasa rendah diri, rasa tidak berdaya dan selanjutnya putus asa.

Harga diri dalam penelitian ini merupakan evaluasi seseorang secara global terhadap dirinya sendiri dan tingkah lakunya, baik itu evaluasi positif maupun evaluasi negatif, terhadap kemampuan, keberhasilan, penerimaan serta perhatian orang lain terhadap individu


(27)

9

yang berasal dari interaksi individu dengan orang lain. Penilaian ini memiliki peranan penting dalam tingkah laku sosial seseorang

2. Pembentukan Harga Diri

Harga diri tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk oleh pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Coopersmith (1967) mengatakan bahwa harga diri sebagai salah satu aspek kepribadian yang terbentuk dalam interaksi dengan lingkungan sosial, karena itu lingkungan memiliki peran dalam pembentukan dan perkembangan harga diri seseorang.

Harga diri seseorang mengalami perkembangan. Menurut Branden (1998) mengembangkan harga diri berarti mengembangkan keyakinan-keyakinan seseorang bahwa individu mampu hidup dan patut untuk bahagia dalam menghadapi kehidupan yang penuh keyakinan, kebajikan dan optimisme, yang akan membantu kita mencapai tujuan hidup. Mengembangkan harga diri berarti memperluas kapasitas untuk mencapai kebahagiaan.

Pembentukan harga diri dipengaruhi oleh adanya penghargaan, pengertian, penerimaan dan perlakuan orang lain terhadap dirinya sendiri, juga adanya prestasi yang dicapai, lingkungan sosial dan lingkungan dimana dia bergaul, kerabat kerja, dan lingkungan keluarga.


(28)

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan harga diri a. Faktor Internal / Psikologis Individu

Coopersmith (1967) menyatakan beberapa ubahan yang ada pada harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan, nilai, aspirasi, dan mekanisme pertahanan diri. Kesuksesan mempunyai arti yang tidak sama pada tiap individu, tetapi tetap memberikan pengaruh pada harga diri. Kesuksesan dapat dipandang sebagai popularitas, hadiah, kepuasan, ataupun yang lain. Nilai yang dimaksud Coopersmith lebih kepada konteks nilai kompetensi berdasarkan lingkungan sosialnya.

b. Lingkungan keluarga

Setiap individu dilahirkan dan dibesarkan dalam suatu lingkungan sosial. Sikap dan perilaku orang tua lebih membentuk kepribadian seseorang (Hurlock, 1980) karena dari sikap orang tua inilah anak dapat merasa diterima atau ditolak, merasa berharga atau tidak berharga, dicintai atau tidak dicintai orang tuanya.

c. Lingkungan sosial

Perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri tergantung bagaimana individu membandingkan dirinya dengan orang lain. Harga diri tumbuh secara luas dari persepsinya mengenai bagaimana individu melihat dirinya sendiri dalam relasinya dengan orang lain (Hamachek, 1987). Pandangan seseorang terhadap dirinya didasarkan


(29)

11

atas apa yang dia ketahui tentang dirinya dan juga berdasarkan penilaian orang lain atas dirinya.

d. Kondisi fisik

Wright (dalam Setyaningsih, 1992) mengatakan bahwa orang cacat cenderung menunjukkan penerimaan sosial yang negatif akibat kurangnya penghargaan sosial terhadap dirinya. Hal tersebut juga dikuatkan oleh hasil beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa penampilan menarik (physical attractiveness) berkolaborasi positif dengan harga diri seseorang. Individu yang berpenampilan menarik juga lebih dihargai dan mendapatkan perlakuan istimewa dari lingkungannya (Hatfield dan Sprecher,1986). Dikatakan pula bahwa semakin tinggi persepsi diri seseorang tentang daya tarik fisiknya, semakin tinggi pula harga dirinya. Keinginan tampil menarik ini dapat diwujudkan dengan memodifikasi tubuh.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri tidak dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk dari pengalaman individu dengan individu lain sebagai hasil interaksi dengan lingkungan sosial. Harga diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain adalah psikologis individu, lingkungan keluarga, lingkungan sosial, serta kondisi fisik seseorang.


(30)

3. Aspek-Aspek Harga Diri

Coopersmith (1967) membatasi harga diri sebagai evaluasi yang dibuat seseorang dan bersifat menetap. Dalam analisisnya tentang harga diri, Coopersmith menjelaskan aspek-aspek yang ada di dalam harga diri, yaitu sebagai berikut:

a) Kekuasaan

Yang dimaksud kekuasaan adalah kemampuan mengontrol dan mempengaruhi diri sendiri dan orang lain. Kekuasaan akan tampak apabila orang lain menghargai, mempertimbangkan hak dan pendapat orang tersebut.

b) Rasa Keberartian

Rasa keberartian yang ada pada diri seseorang meliputi penerimaan, perhatian dan afeksi dari orang lain. Hal ini ditandai dengan kehangatan, responsif, dan minat kepada orang lain seperti kepada dirinya sendiri.

c) Pemilikan Moral dan Etik

Penilaian benar dan salah sehingga individu mampu bersosialisasi dengan baik (sesuai dengan usianya). Orang tua sangat diharapkan untuk memberikan bimbingan yang sesuai dengan tradisi setempat dan nilai-nilai keagamaan yang ada kepada anak-anak mereka. Indikator positif yang tampak adalah perilaku yang tidak agresif, tidak mencuri, ketaatan berdoa dan kepatuhan, serta hormat kepada orang tua.


(31)

13

d) Kompetensi

Kompetensi digambarkan sebagai kemampuan individu dalam mencapai prestasi. Hal ini akan tampak sebagai perilaku spontan serta kemandirian yang memberikan perasaan berharga terhadap segala sesuatu yang dilakukannya.

Selain keempat hal di atas, Coopersmith menambahkan bahwa harga diri memiliki pengaruh besar terhadap penyesuaian diri yang baik, kebahagiaan personal, dan fungsi afektif baik pada anak-anak maupun terhadap orang dewasa. Harga diri menunjukkan pengenalan individu terhadap diri sendiri serta sikap mereka terhadap diri sendiri.

4. Penggolongan Harga Diri

Harga diri dapat bersifat positif dan negatif. Rasa harga diri yang positif adalah kemampuan untuk melihat diri sendiri berharga, berkemampuan, penuh kasih sayang dan menarik, memiliki bakat-bakat pribadi yang khas serta kepribadian yang berharga dalam hubungan dengan orang lain. Orang yang memiliki rasa harga diri positif biasanya juga memiliki rasa percaya diri, dapat membina hubungan yang sehat dengan orang lain, melihat diri sebagai orang yang berhasil dan memperlakukan orang lain tanpa kekerasan. Sebaliknya rasa harga diri yang negatif tercermin pada orang-orang yang cenderung memikirkan kegagalan, dan meremehkan kemampuan diri sendiri (Berne & Savary, 1998).


(32)

Coopersmith (1967) menggolongkan harga diri menjadi dua golongan, yaitu :

a. Harga Diri Tinggi

Harga diri tinggi adalah penilaian seseorang bahwa dirinya penting dan berharga. Seseorang yang berharga diri tinggi percaya bahwa mereka adalah pribadi yang berhasil dalam hidup dan menerima diri, bahagia dan lebih mampu memenuhi harapan lingkungan daripada mereka yang berharga diri sedang dan rendah (Coopersmith, 1967). Harga diri tinggi identik dengan harga diri positif. Harga diri positif merupakan harga diri yang paling sehat apabila seseorang dapat mengenal dan menerima diri sendiri dengan segala keterbatasannya. Mereka mudah memandang keterbatasannya sehingga menjadi bagian dari realitas diri (Berne & Savary, 1998).

b. Harga diri rendah

Harga diri rendah adalah penilaian seseorang bahwa dirinya tidak berarti, tidak dibutuhkan dan kurang percaya diri. Harga diri yang negatif diliputi rasa rendah diri, tampak tidak berharga, tidak mampu, tidak berdaya, tidak dicintai dan selalu membandingkan diri dengan orang lain (Berne & Savary, 1998).

Jadi dalam perkembangannya harga diri dapat digolongkan menjadi tingkat tinggi dan rendah. Harga diri tinggi merupakan penilaian seseorang yang memandang bahwa dirinya penting dan berharga. Mereka mampu menerima dirinya sendiri. Sedangkan orang yang memiliki tingkat


(33)

15

harga diri rendah biasanya merasa bahwa dirinya tidak berarti dan tidak berharga yang mengakibatkan kurangnya percaya diri.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan evaluasi seseorang secara global terhadap dirinya sendiri dan tingkah lakunya, baik evaluasi negatif maupun positif terhadap kemampuan, keberhasilan, keberhargaan serta penerimaan individu yang berasal dari interaksinya dengan orang lain. Harga diri seseorang tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk seiring dengan pengalaman-pengalaman dalam kehidupannya. Pembentukan harga diri dipengaruhi oleh adanya penghargaan, pengertian, penerimaan dan perlakuan orang lain terhadap dirinya sendiri, psikologis individu, lingkungan keluarga, lingkungan sosial, kondisi fisik seseorang, dan juga adanya prestasi yang dicapainya.

5. Remaja

Para psikolog menyetujui bahwa masa remaja dimulai dari masa puber (Pettijohn, 1992). Masa puber pria dimulai kira-kira pada usia 12 tahun sedangkan pada wanita dimulai pada usia kira-kira 11 tahun. Masa puber tersebut ditandai terjadinya perubahan fisik, diantaranya yakni pada wanita terjadi menstruasi pertama, sedangkan pada anak laki-laki mengalami perubahan suara menjadi lebih besar dari pada wanita, dan selain itu terjadinya mimpi basah. Pada kenyataannya, masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa,


(34)

meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa yaitu dari sifat yang tergantung menjadi sifat yang mandiri.

Secara umum batasan usia remaja berlangsung pada usia 12 sampai dengan 21 tahun. Menurut Monks (2001) ada tiga tahap masa remaja yaitu usia 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Dari penjelasan di atas bisa dikatakan bahwa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan segala perubahan-perubahan fisik yang dialaminya. Oleh karena itu dari batasan-batasan yang telah terurai di atas, peneliti membatasi penelitian ini dengan mengambil remaja berusia 18 sampai dengan 21 tahun.

6. Karakteristik Remaja

Clarke-Stewart dan Friedman (1987), Ingersol (dalam Agustiani, 2006) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduksi. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari


(35)

17

orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.

Selain perubahan dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja, remaja dituntut untuk menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai dengan orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain (Agustiani, 2006).

Myers (1999) mengungkapkan bahwa perkembangan masa remaja sangat dipengaruhi oleh konteks dimana mereka berada. Latar belakang lingkungan, sosio-kultural masyarakat sekitar maupun latar belakang keluarga (orang tua), akan ikut memberikan corak dan arah proses perkembangan maupun proses pembentukan identitas diri remaja yang bersangkutan.

Selain kondisi-kondisi yang disebutkan di atas, stereotip populer juga mempengaruhi sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Anthony (dalam Hurlock, 1980) menjelaskan “stereotip juga berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi remaja, yang menggambarkan


(36)

citra diri remaja sendiri yang lambat laun dianggap sebagai gambaran yang asli dan remaja membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran ini”.

Remaja yang merupakan masa untuk mencari identitas diri biasanya akan menggunakan penampilan mereka seperti daya tarik fisik, bentuk tubuh, pakaian dan lain-lain untuk mengangkat diri mereka (Hurlock, 1980). Seorang remaja yang berbeda secara fisik dari remaja lainnya sering memiliki harga diri yang rendah (Tjahjono, 1996). Yang sering berkembang adalah kemarahan terhadap diri sendiri karena berbeda dan dilecehkan oleh orang lain yang melihatnya, atau karena menyoroti kelainannya.

Reaksi individu atas perkembangan fisiknya tergantung pula pada pengaruh lingkungan dan sifat pribadinya sendiri; interpretasi dirinya terhadap lingkungannya itu. Seringkali menjadi sulit bagi remaja untuk menerima keadaan fisiknya apabila sejak kanak-kanak telah mengagungkan suatu konsep tertentu tentang penampilan diri pada waktu dewasa nanti (Hurlock, 1980). Adapun sebabnya adalah bahwa mereka sadar dukungan sosial sangat besar dipengaruhi oleh penampilan diri dan mengetahui bahwa kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan benda-benda yang dimilikinya, kemandirian dan keanggotaan sosial. Di dalam interaksi sosial, penampilan fisik merupakan ciri pribadi yang paling jelas dan paling mudah untuk dikenali oleh orang lain, oleh karena itu kepuasan terhadap tubuhnya sendiri merupakan hal yang sangat penting selama masa remaja (Hurlock, 1980).


(37)

19

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Perkembangan pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh konteks dimana mereka berada, yaitu latar belakang lingkungan, sosio-kultural masyarakat sekitar maupun latar belakang keluarga (orang tua).

7. Harga Diri Remaja

Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi setiap individu. Harga diri yang positif juga merupakan faktor yang penting dalam perkembangan kepribadian seseorang (Fuhrmann, 1990). Terutama pada masa remaja, pembentukan harga diri sedang berada pada tahap yang krisis karena pada masa ini remaja mulai memiliki kebutuhan untuk mencari jati dirinya dan mencapai kepercayaan dirinya dan hal ini dapat dicapai dengan harga diri. Harga diri memegang peran yang sangat penting dalam tingkah laku remaja dalam usahanya memenuhi kebutuhan psikologisnya. Kebutuhan akan harga diri pada remaja dilihat melalui sudut pandang orang lain sehingga harga diri kemudian menjadi evaluasi individu atas semua yang dia harapkan (Fuhrmann, 1990).

Rasa harga diri yang tinggi merupakan salah satu sumber daya paling berharga yang dimiliki oleh seorang individu (Clemes dan Bean, 1995). Dapat dikatakan bahwa remaja dengan harga diri tinggi akan belajar dengan lebih efektif, mengembangkan hubungan yang lebih


(38)

bermakna, lebih mampu memanfaatkan kesempatan dan bekerja secara produktif dan mandiri. Seorang remaja yang meninggalkan tahap ini dengan rasa harga diri yang berkembang kuat, dia akan memasuki masa dewasa dengan dibekali fondasi kuat yang diperlukannya untuk menjalani kehidupan yang produktif dan memuaskan.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan harga diri, remaja dituntut untuk terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri. Dengan mengenali dirinya akan muncul kepercayaan diri untuk dapat menentukan pilihan dan mengatasi rintangan yang berat. Oleh Mecca (dalam Setyaningsih, 1992), bahwa penerimaan terhadap diri tersebut juga akan menghasilkan suatu modal dalam kepribadian, yaitu untuk membentuk dan mengembangkan rasa percaya diri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi remaja. Harga diri memegang peran yang sangat penting dalam tingkah laku remaja dalam usahanya memenuhi kebutuhan psikologisnya. Remaja dengan harga diri tinggi akan belajar dengan lebih efektif, mengembangkan hubungan yang lebih bermakna, lebih mampu memanfaatkan kesempatan dan bekerja secara produktif dan mandiri.


(39)

21

B. Modifikasi Tubuh

1. Pengertian Modifikasi Tubuh

Modifikasi tubuh adalah perubahan tubuh manusia yang disengaja dan bersifat permanen atau semi-permanen untuk alasan-alasan yang tidak medis, seperti tindakan spiritual, sebagai ciri sosial dan indikasi perlawanan, ataupun alasan kecantikan. Terdapat berbagai motivasi yang mendorong seseorang melakukan modifikasi tubuh, dari perubahan tubuh yang dapat diterima secara sosial (contoh: tindik telinga pada banyak komunitas sosial) maupun kewajiban secara agama sebagai hukuman fisik. Namun ada juga beberapa orang yang mempunyai alasan tidak jelas untuk memodifikasi tubuhnya (Wales and Sanger, 2007).

2. Istilah-istilah Modifikasi Tubuh

Ada beberapa bentuk modifikasi tubuh yang sering dilakukan, antara lain body piercing (tindik) adalah penggunaan perhiasan secara permanen melalui fistula, seringkali dimodifikasi lebih dalam dengan pelebaran (stretching). Tattoo adalah penggunaan tinta pada bagian kulit tubuh. Tongue splitting adalah pembelahan pada lidah seperti pada ular. Female genital cutting adalah pemotongan labia minora atau klitoris. Male circumcision adalah penghilangan kulit khatan, sering juga disebut frenulum. Sebaliknya beberapa pria memilih melakukan pemulihan kulit khatan.


(40)

Perubahan bentuk secara ekstrim pada umumnya dilihat sebagai gejala kerusakan tubuh, sakit jiwa, atau sebagai ekspresi kesombongan yang tidak terkendali. Masyarakat pada umumnya tidak siap dengan beberapa bentuk modifikasi tubuh dan mengelompokkannya sebagai orang-orang dari kelompok tertentu (Wales and Sanger, 2007).

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa modifikasi tubuh merupakan perubahan tubuh manusia yang disengaja dan bersifat permanen atau semi-permanen untuk alasan-alasan yang tidak medis, seperti spiritual, sebagai ciri sosial, ataupun alasan kecantikan. Walaupun demikian, hal ini belum sepenuhnya bisa diterima oleh masyarakat umum karena dianggap sebagai kegiatan memalsukan keindahan alami tubuh (Wales and Sanger, 2007).

3. Tindik

a. Sejarah Tindik

Catatan sejarah menunjukkan bahwa tindik tubuh (termasuk tindik telinga) telah dilakukan oleh orang di seluruh dunia sejak zaman purba. Tubuh mumi dengan tindik telah ditemukan, termasuk tubuh mumi tertua yang ditemukan, Otzi Si Manusia Lintah, yang ditemukan di gletser Valentina Truiilon. Mumi ini memiliki tindik telinga 7-11 mm (Wales and Sanger, 2007).

Tindik telinga dan tindik hidung juga disebutkan dalam Kitab Suci. Di Kejadian 24:22, pembantu Abraham memberi anting hidung


(41)

23

dan telinga pada Rebeka, istri dari Ishak. Tindik hidung merupakan hal yang biasa di India sejak abad ke-16. Tindik lidah adalah hal yang populer untuk kaum bangsawan Aztec dan Maya, meskipun hal ini dilakukan sebagai bagian dari ritual darah dan tindik yang tidak bersifat permanen (Wales and Sanger, 2007).

Suku Indian melakukan body piercing dengan cara mengantungkan kait besi di bagian dada. Ritual yang disebut OKIPA ini diperuntukan bagi lelaki yang akan diangkat menjadi tentara atau panglima perang. Sementara sebuah suku di India melakukan ritual menusuki tubuh dengan jarum yang panjangnya bisa mencapai sekitar satu meter untuk menghormati dewa. Ritual bernama Kavandi ini biasanya digelar setiap Februari (Wales and Sanger, 2007).

Di Indonesia, tradisi tindik biasa dilakukan warga Suku Asmat di Kabupaten Merauke dan Suku Dani di Kabupaten jayawijaya, Papua. Lelaki Asmat menusuki bagian hidung dengan batang kayu atau tulang belikat babi sebagai tanda telah memasuki tahap kedewasaan. Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaaan tubuh melalui tindik di daun telinga sejak abad ke-17. Tak sembarangan orang bisa menindik diri, hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping. Sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar cuping daun telinga. Menurut kepercayaan mereka, semakin besar pelebaran lubang daun telinga, semakin cantik dan


(42)

tinggi status sosialnya di masyarakat. Model primitif inilah yang akhirnya banyak ditiru komunitas tindik di dunia (Wales and Sanger, 2007).

b. Pengertian Tindik

Piercing atau tindik merupakan salah satu bentuk modifikasi tubuh yang bertujuan memakai perhiasan. Tindik dapat pula berarti kegiatan penindikan tubuh atau menindik bagian tubuh yang terbuka. Beberapa orang melakukan penindikan dengan alasan agama maupun budaya, sedangkan di masa modern ini, khususnya dunia Barat, tindik dilakukan karena alasan keyakinan, hiasan semata, atau tujuan seksual (Wales and Sanger, 2007).

Untuk penempatan/letak tindikan dalam penelitian ini akan dianggap sebagai satu populasi karena penelitian ini ditujukan bagi para remaja laki-laki dimana tindik dimanapun pada laki-laki belum lazim diterima oleh masyarakat.


(43)

25

c. Metode Dalam Tindik

Tindik dapat dilakukan dalam beberapa cara diantaranya adalah:

1. Cara Sederhana

Dahulu, seseorang yang ingin menindik tubuhnya menggunakan alat yang tajam, seperti jarum. Jarum dipanaskan dan ditusuk ke bagian tubuh yang ingin ditindik (biasanya telinga).

2. Cara Medis

Menggunakan jarum khusus untuk melubangi bagian tubuh yang ingin ditindik. Biasanya tenaga medis mencari rongga kosong diantara fistula, keadaan abnormal suatu jaringan yang diantara dua epithelium (jaringan kulit).

3. Metode cannula

Metode ini juga digunakan oleh tenaga medis. Biasanya memasukkan sejenis tabung ke bagian tubuh yang akan ditindik. Cara kerjanya seperti chateter.

4. Pistol Tindik

Ada alat khusus seperti pistol pada umumnya, tapi digunakan untuk menindik. Biasanya penindik sudah melengkapinya dengan satu perhiasan kecil diujung jarumnya, sehingga begitu jarum menyentuh bagian tubuh yang ingin ditindik, seketika itu pula perhiasan menempel di tubuh. Namun penggunaan alat ini tidak disarankan karena mampu menularkan berbagai virus seperti HIV.


(44)

C. Pandangan Masyarakat Terhadap Tindik

Tindik secara umum meningkat sebagai budaya yang populer lebih dari 30 tahun terakhir (Featherstone; Sweetman dalam Carroll & Anderson, 2002). Selama 20 tahun terakhir, modifikasi tubuh seperti tindik dianggap sebagai suatu ciri-ciri penyimpangan, namun seiring dengan berjalannya waktu, tindik juga sudah mulai disaring sebagai budaya (Hewitt dalam Krell, 2003). Modifikasi tubuh telah berubah dari suatu hal yang pernah dianggap tabu menjadi suatu bentuk seni yang diterima masyarakat (DeMello dalam Krell, 2003).

Beberapa orang menganggap menindik atau ditindik sebagai kegiatan spritual, kadang-kadang dianggap sebagai ‘orang primitif’ yang modern, sedangkan beberapa orang menganggap pandangan ini sebagai suatu ejekan ataupun sebagai trend tersendiri. Beberapa orang menganggap tindik sebagai bentuk artistik atau ekspresi diri.

Ada stereotip masyarakat tentang mereka para pemilik tindik. Ada anggapan bahwa tindik, sebagai salah satu bentuk modifikasi tubuh sering dikaitkan pada penyimpangan, pemberontakan atau perilaku beresiko lainnya (Garza dalam Krell, 2003). Di Indonesia sendiri, mereka dengan tindik tubuh sering dipandang sebagai pemberontak, tidak bertanggungjawab, bodoh bahkan kriminil. Hal ini dikarenakan tindik dimiliki oleh sebagian besar para kriminil yang akhirnya menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap mereka yang berpenampilan seperti itu. Anggapan negatif seperti ini secara tidak langsung mendapat "pengesahan" di berbagai kota di Indonesia.


(45)

27

Adanya anggapan negatif masyarakat tentang tindik dan adanya larangan bagi penganut agama tertentu semakin menyempurnakan image tindik sebagai sesuatu yang dilarang. Oleh karena itu, memiliki tindik dianggap sama dengan memberontak terhadap nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama yang ada (Liputan 6, 2006).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun tindik sudah mulai diterima, namun tetap ada stereotip tentang mereka para pemilik tindik. Mereka sering dianggap sebagai orang yang menyimpang, pemberontak, tidak bertanggungjawab, bahkan seorang penjahat, yang menentang nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama yang ada di masyarakat.

D. Hubungan Harga Diri Remaja Dengan Tindik

Dalam kehidupan, harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi setiap individu. Harga diri ditentukan sebagian besar oleh pandangan orang lain/masyarakat terhadap individu. Hal ini berarti harga diri dipengaruhi oleh adanya penghargaan, pengertian, penerimaan dan perlakuan orang lain terhadap diri individu serta prestasi yang dicapai di lingkungan dimana individu bergaul, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial.

Tindik seringkali mendapatkan pencitraan negatif oleh sebagian masyarakat. Hal ini dikarenakan ada sebagian dari para pemilik tindik ini memiliki penampilan yang cenderung “menyeramkan” sehingga seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, pembuat onar, dan bertindak sesuai


(46)

keinginannya sendiri. Masyarakat sering menganggap bahwa orang yang melakukan modifikasi tubuh, seperti tindik, merupakan pemberontak, tidak

bertanggungjawab, bodoh bahkan penjahat. Adanya anggapan negatif masyarakat tentang tindik dan adanya larangan bagi

penganut agama tertentu, semakin menyempurnakan image tindik sebagai sesuatu yang dilarang. Oleh karena itu, memiliki tindik dianggap sama dengan memberontak terhadap nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama yang ada.

Pada masa remaja, harga diri memegang peran yang sangat penting dalam tingkah laku remaja dalam usahanya memenuhi kebutuhan psikologisnya. Pada masa remaja pembentukan harga diri sedang berada pada tahap yang krisis karena pada masa ini remaja mulai memiliki kebutuhan untuk mencari jati dirinya dan kepercayaan dirinya. Remaja dengan penghargaan diri rendah melihat diri mereka tidak berharga daripada orang lain. Modifikasi tubuh, seperti tindik, dianggap mampu meningkatkan harga diri seseorang karena setelah melakukan tindik individu memiliki evaluasi yang lebih baik mengenai dirinya sendiri, sehingga akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi pula yang akhirnya akan berpengaruh terhadap kehidupan pribadinya (Twyman, 2001). Menurut Kesler (dalam Setyaningsih, 1992) jika remaja merasa dirinya penting dan menarik, maka remaja tersebut akan memiliki harga diri yang tinggi.

Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa tindik mempunyai hubungan dengan peningkatan harga diri seseorang di masa remaja. Remaja yang


(47)

29

bertindik cenderung menempatkan diri mereka sebagai orang yang lebih menarik, mandiri, kreatif dan hal positif lainnya (Drews, Allison, & Probst dalam Twyman, 2001). Namun dengan adanya pandangan dan anggapan negatif dari masyarakat terhadap remaja yang bertindik, pada akhirnya cukup mempengaruhi penilaian remaja tersebut tentang diri mereka sendiri. Hal ini dikarenakan pembentukan harga diri sangat dipengaruhi oleh pandangan orang lain/masyarakat terhadap individu. Sedangkan bagi remaja yang tidak bertindik, mereka cenderung tidak mendapatkan penilaian yang negatif tentang penampilan mereka oleh masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu peneliti ingin melihat seberapa tinggi harga diri para remaja yang bertindik dibandingkan dengan remaja yang tidak bertindik apabila dikaitkan dengan adanya stereotip masyarakat.

Skema 1

Skema 2 Remaja bertindik

Merasa diri lebih menarik, mandiri, kreatif, dan hal positif lainnya.

Harga Diri Positif

Mendapatkan pandangan atau penilaian negatif dari

masyarakat

Harga Diri Negatif Remaja bertindik


(48)

Paparan di atas menunjukkan bahwa harga diri yang dimiliki seseorang sangat penting dalam kehidupan, apalagi pada masa remaja karena harga diri akan menentukan perilaku remaja di masa yang akan datang. Dengan adanya harga diri, seseorang akan mempunyai kepercayaan diri untuk menentukan pilihan dan mengatasi rintangan untuk mencapai kesuksesan dalam hidupnya.

E. Hipotesis

Pada penelitian ini peneliti mengambil hipotesis bahwa “Ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik”.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan dengan cara membandingkan tingkat harga diri (sebagai variabel tergantung) antara remaja laki-laki yang bertindik dan remaja laki-laki yang tidak bertindik (sebagai variabel bebas).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Tergantung : Tingkat harga diri 2. Variabel Bebas : Kepemilikan tindik

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional penelitian ini akan memberikan batasan atau arti dari suatu variabel yang bersangkutan, agar tidak diartikan dengan maksud yang berbeda.

1. Harga Diri

Harga diri dalam penelitian ini adalah hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri, yang mengacu kepada penilaian diri yang dipengaruhi oleh keberartian individu (significance), ketaatannya terhadap norma (virtue), kekuasaan individu (power), dan kemampuannya


(50)

mencapai prestasi (competence). Berikut penjelasan tentang aspek-aspek tersebut:

a. Kekuasaan

Kekuasaan akan tampak apabila orang lain menghargai, mempertimbangkan hak dan pendapat orang tersebut.

b. Rasa Keberartian

Rasa keberartian ditandai dengan sikap hangat, responsif, dan minat orang lain terhadap individu.

c. Kepemilikan Moral dan Etik

Indikator positif yang tampak adalah perilaku yang tidak agresif, tidak mencuri, ketaatan berdoa dan kepatuhan, serta hormat kepada orang tua.

d. Kompetensi

Kompetensi akan tampak sebagai perilaku spontan serta kemandirian yang memberikan perasaan berharga terhadap segala sesuatu yang dilakukannya.

Harga diri akan diungkap melalui skala tingkat harga diri yang disusun oleh peneliti sendiri dengan mengacu pada indikator harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967). Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat harga diri seorang remaja dan semakin rendah skor total yang diperoleh maka semakin rendah pula harga diri seorang remaja.


(51)

33

2. Kepemilikan Tindik

Remaja laki-laki yang memiliki tindik dan remaja laki-laki tidak memiliki tindik sama sekali.

D. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah para remaja berusia 18-21 tahun (Monks, 2001). Sampel penelitian diambil secara

purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan ciri-ciri yang sudah ditentukan sebelumnya (Hadi, 1986). Batasan subyek penelitian adalah remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik. Hal ini dikarenakan di Yogyakarta remaja laki-laki bertindik belum lazim diterima oleh masyarkat.

E. Metode pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah skala pengukuran tingkat harga diri. Skala tingkat harga diri disusun oleh peneliti sendiri dengan mengacu pada indikator harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967).

Data harga diri remaja dilihat dengan menggunakan skala pengukuran harga diri, dimana komponen di dalamnya mengacu kepada teori Coopersmith (1967) dengan aspek-aspek :

1. Power (Kekuasaan)

2. Significance (Rasa Keberartian) 3. Virtue (Kepemilikan Moral dan Etik)


(52)

4. Competence (Kompetensi)

Skala tersebut disusun dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings), yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2000). Dalam skala yang menggunakan metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings) ini subyek diminta untuk merespon pernyataan-pernyataan yang dirumuskan secara

favorable atau unfavorable tentang suatu obyek. Dalam hal ini obyek skala adalah tingkat harga diri.

Pemberian skor dalam skala harga diri ini menggunakan skala Likert. Jawaban subyek dinyatakan dalam empat kategori, yaitu “Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS), yang masing-masing pilihan mencerminkan tingkat harga diri yang ingin diungkapkan. Penggunaan skala Likert dengan modifikasi ini untuk menghindari adanya pilihan netral atau ragu-ragu.

Pemberian skor bergantung dari favorable tidaknya suatu butir item yang bergerak dari 1 sampai 4. Kelompok item favorable merupakan item yang mengindikasikan tingkat harga diri tinggi dengan uraian, yaitu sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2) dan sangat tidak setuju (1). Sedangkan item unfavorable merupakan item yang mengindikasikan tingkat harga diri yang rendah dengan uraian, yaitu sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3), dan sangat tidak setuju (4).


(53)

35

Tabel 1. Kisi-kisi Sebelum Diujicobakan No.

Aspek Definisi Contoh Favorable Unfavorable Jumlah

Power Kemampuan

mengontrol dan mempengaruhi diri sendiri dan orang lain.

Teman-teman selalu mengikuti gagasan saya.

1, 2, 3, 4, 31, 32, 33, 34.

(8)

16, 17, 18, 19, 46, 47, 48, 49.

(8) 16

Significance Rasa keberartian

yang ada pada diri seseorang meliputi penerimaan,

perhatian dan afeksi dari orang lain.

Saya populer di antara teman-teman

sepergaulan.

5, 6, 7, 35, 36, 37, 61, 62, 63.

(9)

20, 21, 22, 50, 51, 52.

(6) 15

Virtue Penilaian benar dan

salah sehingga individu mampu bersosialisasi dengan baik (sesuai dengan usianya). Saya selalu mengikuti peraturan yang berlaku di lingkungan dimana saya berada.

8, 9, 10, 11, 38, 39, 40, 41.

(8)

23, 24, 25, 26, 53, 54, 55, 56.

(8) 16

Competence Kemampuan

individu dalam mencapai prestasi. Saya mampu melakukan suatu hal sebaik orang lain.

12, 13, 27, 28, 42, 43, 57, 58, 64.

(9)

14, 15, 29, 30, 44, 45, 59, 60.

(8) 17


(54)

F. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur tersebut dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam menyeleksi aitem-aitem, mana yang memiliki daya beda dan mana yang tidak memiliki daya beda. Skala tersebut diujicobakan pada 180 remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik berusia antara 18 – 21 tahun. Uji coba alat ukur dilakukan diberbagai tempat seperti di kampus, studio tattoo dan piercing, dan tempat bilyard pada tanggal 24 Maret hingga 12 April 2008. Dari 180 alat ukur yang dibagikan, jumlah alat ukur yang datanya dapat diolah adalah 149. 14 alat ukur tidak kembali, sisanya memiliki data yang tidak dapat diolah karena adanya soal yang dikosongkan atau tidak dijawab dan beberapa soal yang memiliki 2 jawaban.

2. Estimasi Validitas

Uji validitas alat ukur tersebut adalah dengan menggunakan validitas isi. Validitas isi di sini menunjukkan sejauhmana aitem-aitem dalam suatu tes mencakup keseluruhan kawasan isi obyek yang hendak diukur oleh tes yang bersangkutan (Azwar, 2000). Validitas isi menandakan bahwa isi alat ukur relevan dan tidak menyimpang dari batasan tujuan ukur. Validitas isi dilakukan oleh peneliti dengan mengkonsultasikan alat ukur kepada dosen pembimbing skripsi, sehingga dosen (ahli) dan peneliti mendapatkan suatu kesepakatan bahwa


(55)

aitem-37

aitem yang tercantum dalam alat ukur telah mencakup keseluruhan isi obyek yang hendak diukur.

3. Analisis Item

Analisis aitem di sini bertujuan untuk dapat memilih aitem-aitem yang memiliki daya beda, yaitu dengan nilai r minimal 0,25 (r ≥ 0,25), sehingga dapat dipakai dalam pengambilan data penelitian (Azwar, 2000). Aitem yang tidak lolos seleksi atau tidak memiliki daya beda tidak akan dimasukkan pada skala untuk penelitian.

Aitem-aitem tersebut dianalisis atau diolah dengan program SPSS 13.0. Setelah itu aitem-aitem dipilih berdasarkan hasil analisis reliabilitas aitem, dengan batas minimal r adalah 0,25, dimana aitem yang kurang dari 0,25 akan gugur karena tidak memiliki daya beda.

Dari hasil analisis, aitem-aitem yang kemudian tidak memenuhi syarat, yaitu dengan nilai r dibawah 0,25 ada 21 aitem dari total 64 item. Aitem-aitem tersebut adalah aitem nomor 4, 5, 8, 9, 14, 19, 25, 27, 32, 34, 35, 42, 43, 44, 46, 47, 48, 53, 59, 61 dan 64. Aitem nomor 4, 19, 32, 34, 46, 47, dan 48 adalah aitem yang mengungkap aspek power. Aitem nomor 5, 35, dan 61 adalah aitem yang mengungkap aspek significance. Aitem nomor 8, 9, 25, dan 53 adalah aitem yang mengungkap aspek

virtue, dan aitem nomor 14, 27, 42, 43, 44, 59, dan 64 adalah aitem yang mengungkap aspek competence. Karena aitem yang gugur hanya 1/3 dari keseluruhan total aitem, tidak dilakukan revisi untuk menggantikan aitem


(56)

yang gugur (Azwar, 2000). Jadi jumlah aitem yang akan digunakan pada pengambilan data adalah 43 aitem. Ke-43 item-item tersebut memiliki nilai korelasi item sebesar 0,279 sampai dengan 0,533. Berikut ini disertakan tabel kisi-kisi Skala Pengukuran Tingkat Harga Diri.

Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Tingkat Harga Diri Setelah Diujicobakan No

Aspek Definisi Favorable Unfavorable Jumlah

Power Kemampuan mengontrol dan

mempengaruhi diri sendiri dan orang lain.

1, 2, 3, 31, 33.

(5)

16, 17, 18, 49.

(4) 9

Significance Rasa keberartian yang ada

pada diri seseorang meliputi penerimaan, perhatian dan afeksi dari orang lain.

6, 7, 36, 37, 62, 63.

(6)

20, 21, 22, 50, 51, 52.

(6) 12

Virtue Penilaian benar dan salah

sehingga individu mampu bersosialisasi dengan baik (sesuai dengan usianya).

10, 11, 38, 39, 40, 41.

(6)

23, 24, 26, 54, 55, 56.

(6) 12

Competence Kemampuan individu dalam

mencapai prestasi.

12, 13, 28, 57, 58.

(5)

15, 29, 30, 45, 60.

(5) 10


(57)

39

Jumlah aitem yang sahih sebanyak 43 dengan penyebaran untuk setiap aspek berkisar antara 9 aitem – 12 aitem. Dengan demikian jumlah aitem keseluruhan cukup seimbang antara satu aspek dengan aspek lainnya.

4. Estimasi Reliabilitas

Prosedur skala ini adalah dengan menyajikan skala kepada subyek hanya satu kali (single-trial administration). Oleh karena itu, pengujian reliabilitas skala tersebut menggunakan koefisien reabilitas alpha, yang dihitung dengan program SPSS 13.0.

Berdasarkan hasil perhitungan, koefisien reliabilitas alpha yang dihasilkan adalah 0,916. Pada umumnya, reliabilitas telah dianggap memuaskan bila koefisiennya mencapai nilai r minimal 0,800 (Azwar, 2000). Hal ini berarti koefisien tersebut termasuk baik dan dianggap memuaskan, dimana nilai r yang sempurna adalah 1,00. Koefisien ini menandakan kekonsistenan yang tinggi sehingga alat ukur tersebut dipercaya mampu mengungkap harga diri remaja yang sesungguhnya. Data hasil perhitungan mengenai uji reliabilitas dapat dilihat pada lampiran.


(58)

G. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan pengujian hipotesis penelitian, dilakukan dulu uji asumsi data sebagai syarat dilakukannya pengujian hipotesis penelitian. Hal ini bertujuan agar bisa mendapatkan kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Uji asumsi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dari program SPSS for windows (Statistical Product and Service Solution) versi 13.00, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebaran variabel bebas dan tergantung bersifat normal atau tidak.

Metode yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah uji-t dari program SPSS for windows (Statistical Product and Service Solution) versi 13.00. Uji-t adalah suatu cara untuk membandingkan dua kelompok subyek dengan mencari perbedaan mean antara sifat atau keadaan atau tingkah laku kedua kelompok tersebut.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat Skala Pengukuran Tingkat Harga Diri dengan metode rating yang dijumlahkan (Summated Rating) untuk diujicobakan pada kelompok uji coba yang memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok subyek yang sesungguhnya.


(59)

41

2. Melakukan uji kesahihan butir dan reliabilitas skala untuk mendapatkan butir yang sahih dan data yang reliabel.

3. Menentukan subyek penelitian sesuai kriteria dan kemudian mengukur tingkat harga diri dengan cara meminta subyek mengisi skala yang telah diuji kesahihannya dan kereliabelannya.

4. Menganalisis data yang masuk dengan uji statistik (Independent Sample t Test), untuk melihat ada tidaknya perbedaan tingkat harga diri antara remaja yang bertindik dan remaja yang tidak bertindik.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 5 Juni - 26 Juni 2008. Peneliti menyebarkan 130 skala, dimana hanya 123 skala yang kembali. Dari 123 skala yang diisi subyek, hanya 120 skala yang dijadikan sebagai hasil penelitian, dengan perincian 60 skala subyek bertindik dan 60 skala subyek tidak bertindik.

2. Cara Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memberikan sebagian skala secara langsung oleh peneliti kepada subyek. Sebagian lainnya dititipkan pada beberapa teman. Peneliti juga mengunjungi beberapa tempat yang diketahui ramai dikunjungi oleh para remaja, terutama remaja yang bertindik, yaitu studio tattoo dan piercing, studio musik dan tempat bilyard di Yogyakarta.


(61)

43

B. Deskripsi Data Penelitian

Berikut tabel yang berisi data penilaian berdasarkan penghitungan komputerisasi dengan menggunakan SPSS versi 13.0, sehingga dapat diketahui gambaran sekilas dan ringkas dari data yang telah didapat.

Tabel 3. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 4. Data Tingkat Harga Diri Berdasarkan Perbedaan Mean Remaja Laki-Laki Yang Bertindik dan Yang Tidak Bertindik

Tindik Tidak Tindik Total

N 60 60 120

Mean 122,73 140 131,37

Std. Deviation 12,599 10,636 14,490

Maximum 147 164 164 Minimum 87 115 87

C. Analisis Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Penelitian

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diperoleh kemudian dilakukan uji asumsi, yaitu uji normalitas. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari sebuah

N 120 Skor Minimum Teoritik 43

Skor Minimum Empirik 87 Skor Maksimum Teoritik 172 Skor Maksimum Empirik 164

Mean Teoritik 107,5

Mean Empirik 131,37

Median 132 Standar Deviasi 14,490


(62)

distribusi normal, dengan mengetahui apakah sebaran skor memenuhi asumsi distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan teknik Kolomogorov-Smirnov, yang menyatakan bahwa jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka sebarannya normal, tetapi bila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka sebaran skornya tidak normal.

Hasil analisis data dalam penelitian dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov pada SPSS versi 13.0, diperoleh nilai sebesar 0,644 dengan signifikansi sebesar 0,802. Angka ini menunjukkan bahwa penelitian ini dapat dikatakan normal karena nilai p yang dihasilkan lebih besar dari 0,05. Berikut adalah tabel yang memperlihatkan sebagian hasil uji normalitas dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov, data yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 5. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Kolmogorov-Smirnov z 0,644

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,802 Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

Tabel 6. Uji Homogenitas Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Aitem_Total Based on Mean .654 1 118 .420

Based on Median .591 1 118 .444

Based on Median and with

adjusted df .591 1 111.216 .444

Based on trimmed mean .617 1 118 .434 Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran


(63)

45

2. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik”.

Untuk menguji hipotesis tersebut, peneliti menggunakan independent sample t test yang dihitung menggunakan program SPSS 13.0. Hipotesis diterima jika nilai probablilitasnya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) dan akan ditolak jika nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05 (p>0.05). Dengan nilai t sebesar 8,112 serta nilai p sebesar 0,00 (p< 0,05 atau taraf signifikansi sebesar 5%) maka dugaan bahwa ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik dapat terbukti. Oleh karena itu hipotesis yang berbunyi “ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik” dapat diterima. Berikut ini disertakan tabel ringkasan hasil uji t.

Tabel 7. Tabel Ringkasan Hasil Uji t

t df Sig. (2 tailed) Tindik – Tidak Tindik 8,112 118 0,00

Selain melihat perbedaan tingkat harga diri subyek secara keseluruhan, peneliti juga melihat perbedaan tingkat harga diri pada aspek-aspek yang diukur. Dari keempat aspek ini, peneliti ingin melihat aspek-aspek mana saja yang menunjukkan perbedaan antara subyek yang


(64)

bertindik dan yang tidak bertindik. Oleh karena itu peneliti melakukan uji t pada masing-masing aspek.

Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji t Berdasarkan Aspek Harga Diri Mean SD No Aspek

Tindik Tidak Tindik

Tindik Tidak Tindik

t df Sig. (2 tailed)

1 Power 26,12 28,97 2,578 2,681 5,936 118 0,00

2 Significance 36,70 40,48 4,224 4,019 5,026 118 0,00

3 Virtue 31,85 39,05 5,148 4,188 8,404 118 0,00

4 Competence 28,07 31,50 3,659 3,501 5,252 118 0,00

Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 9. Ringkasan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Per Aspek Uji Normalitas Uji Homogenitas No Aspek

Kolmogorov-Smirnov z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Based on Mean (Sig.)

1 Power 1.050 .220 .955

2 Significance .974 .299 .800

3 Virtue .924 .360 .382

4 Competence .780 .578 .679

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada setiap aspek power, significance, virtue dan competence terdapat perbedaan tingkat harga diri antara subyek yang bertindik dan yang tidak bertindik.

D. Pembahasan

Seperti telah disinggung sebelumnya tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik. Pada hasil uji t, ditemukan nilai t sebesar 8,112 dengan nilai p sebesar 0,00 (p<0,05) tanda


(65)

47

hipotesis yang berbunyi “ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki-laki-laki yang tidak bertindik” dapat diterima.

Hasil mean pada tingkat harga diri remaja laki-laki yang tidak bertindik (140) lebih besar daripada mean pada tingkat harga diri remaja laki-laki yang bertindik (122,73). Hal ini membuktikan bahwa remaja laki-laki-laki-laki yang tidak bertindik memiliki tingkat harga diri yang lebih tinggi.

Harga diri adalah evaluasi seseorang secara global terhadap dirinya sendiri dan tingkah lakunya, baik itu evaluasi positif maupun evaluasi negatif, terhadap kemampuan, keberhasilan, penerimaan serta perhatian orang lain terhadap individu yang berasal dari interaksi individu dengan orang lain.

Kenyataan tersebut didukung pula dengan data dari hasil uji t pada setiap aspek harga diri. Dari hasil uji hipotesa keempat aspek harga diri, dapat dilihat bahwa semua nilai mean aspek-aspek harga diri remaja laki-laki tidak bertindik lebih tinggi daripada remaja laki-laki yang bertindik. Saat nilai mean keempat aspek tinggi, maka individu tersebut memiliki harga diri yang tinggi. Hal ini dengan jelas berarti bahwa harga diri remaja laki-laki tidak bertindik lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki bertindik.

Adapun perbedaan tingkat harga diri antara kelompok remaja laki-laki tidak bertindik dengan kelompok remaja laki-laki bertindik mungkin disebabkan oleh adanya stereotip masyarakat tentang para pemilik tindik tersebut. Meskipun mulai diterima, bukan berarti tidak ada stereotip ataupun pandangan dan anggapan negatif tentang mereka yang memiliki tindik.


(66)

Tindik seringkali mendapatkan pencitraan negatif oleh sebagian masyarakat. Hal ini dikarenakan ada sebagian dari para pemilik tindik ini memiliki penampilan yang cenderung “menyeramkan” sehingga seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, pembuat onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri.

Dari keempat aspek harga diri yang diuji, hasil uji t pada aspek virtue memiliki nilai t paling tinggi dibandingkan aspek-aspek lain, yaitu sebesar 8,404 dengan nilai p sebesar 0,00 (p<0,05). Melihat hasil ini mereka dengan tindik tubuh dianggap cenderung berperilaku lebih agresif dibandingkan mereka tanpa tindik tubuh. Hal ini juga didukung oleh penelitian Forbes (dalam Krell, 2003) yang menunjukkan bahwa para pelaku modifikasi tubuh, khususnya tindik dan tattoo, mengaku sering mengambil bagian dalam perilaku-perilaku beresiko lainnya dibandingkan mereka yang tidak memodifikasi tubuhnya.

Remaja yang tidak bertindik memiliki harga diri yang lebih tinggi mungkin dikarenakan mereka cenderung tidak mendapatkan penilaian yang negatif tentang penampilan mereka oleh masyarakat di sekitarnya. Seperti yang dikatakan Fuhrmann (1990) kebutuhan akan harga diri pada remaja dilihat melalui sudut pandang orang lain, sehingga harga diri kemudian menjadi evaluasi individu atas semua yang dia harapkan. Pandangan terhadap dirinya didasarkan pada penilaian orang lain atas dirinya dan juga berdasarkan atas apa yang dia ketahui tentang dirinya. Meski harga diri mempunyai sifat relatif tetap, namun harga diri juga mengalami perkembangan (Branden,


(67)

49

1998). Perkembangan harga diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah psikologis individu, lingkungan keluarga, lingkungan sosial, serta kondisi fisik seseorang. Dengan demikian skema yang dipilih dalam penelitian ini adalah skema 2, yaitu remaja yang bertindik akan memiliki harga diri negatif ketika mendapatkan penilaian negatif dari masyarakat sekitar.

Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa kelompok remaja laki-laki yang tidak bertindik memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki yang bertindik.


(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki yang bertindik dengan remaja laki yang tidak bertindik. Remaja laki-laki tidak bertindik memiliki tingkat harga diri yang lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki yang bertindik. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji t yang memiliki nilai signifikansi sebesar 0,00, yang lebih kecil dari 0,05 (0,00<0,05). Dari keempat aspek yang mendasari harga diri, semua aspek menunjukkan perbedaan.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat harga diri remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik, maka saran yang dapat disampaikan :

1. Bagi Subyek

Untuk para remaja sebaiknya tidak hanya terfokus pada penilaian orang lain tapi juga melihat kompetensi yang dimiliki oleh diri sendiri, seperti prestasi di sekolah dan kemampuan-kemampuannya di bidang yang lain.


(69)

51

2. Bagi orang tua

Untuk para orang tua sebaiknya mencoba mengerti dengan perubahan sikap dan kebutuhan para remaja yang sedang berada dalam usaha untuk mencari identitas dirinya. Adanya stereotip masyarakat jangan ikut mempengaruhi penilaian orang tua, melainkan bisa dijadikan sebagai semangat agar mendorong anak mereka tetap berprestasi dan selalu bersikap baik.

3. Bagi Masyarkat

Masyarakat hendaknya jangan langsung menilai para remaja tersebut dari penampilan fisik. Ketika para remaja tersebut merasa dinilai negatif/ jelek, sebagian dari mereka kemudian berusaha untuk menutupi kekurangan tersebut agar dinilai lebih positif oleh masyarakat. Penilaian negatif terhadap mereka yang berpiercing juga sebaiknya diganti dengan penilaian yang lebih positif karena memang tidak semua dari mereka yang berpiercing merupakan pemberontak dan penjahat. Sebagian dari remaja tersebut melakukan piercing sebagai salah satu cara mengekspresikan diri mereka.


(70)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: PT Refiika Aditama.

Azwar, S. 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengkurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Azwar, S. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Kelima. Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset.

Bachman, J.G. & O’Malley, P.M. 1977. Self Esteem in Young Men : A Longitudinanl Ananlysis of the impact of Education and Occupational Attainment. Journal of Personality & Social Psychology. Volume 55.p.365-379.

Berne, Patricia H & Savary, Louis M, 1988. Membangun Harga Diri Anak. Yogyakarta: Kanisius.

Bhrem, S.S., Kassin, S.M. 1996. Social Psychology 2nd ed, Boston: Houghton Mifflin Company.

Branden, N. 1998. A woman’s Self-Esteem, San Fransisco, California: Jossey-Bass Publishers

Carroll, L. & Anderson, R. 2002. Body Piercing, Tattooing Self-Esteem, and Body Investment in Adolescent Girls. Adolescence Journal, Vol. 37. Diunduh 8 Maret 2008, dari http://www.questia.com.

Clemes, Harris, Ph. D. dan Reynold Bean, Ed. M. 2001. Membangkitkan Harga Diri Anak. Jakarta : Penerbit Mitra Utama.

Coopersmith, S. 1967. The Antecendent of Self Esteem. San Fransisco: W.H: Freeman & Company.

Elkins, Dr. Dov Peretz. 1979. Self Concept Sourcebook : Ideas and Activities for Building Self Esteem. New York : Growth Associates.

Fuhrman, B.S. 1990. Adolescence Adolescent 2nd ed, Glenview Illnois: Scott, Forresman. Co.


(71)

53

Goble, Frank. G. 1987. (Ab. Dr. A. Supratiknya) Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta: Kanisius.

Hadi, S. 1986. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit Andi

Hamachek, D. 1987. Encounters With Self (3rd Edition). Holt, Rhinehart and Winston Inc. Fort Worth.

Hatfield, E. & Sprecher, S. 1986. Mirror, Mirror: The Importance of Looks in Everyday Life. Albany, New York: State University of New York Press. Hewitt, K. 1997. Mutilating the Body: Identity in Blood and Ink. Bowling green,

OH: Bowling Green State University Popular Press.

Huffman, Karen; Mark Vernoy and Judith Vernoy. 1997. Psychology in Action. USA : John Wiley & Sons, Inc.

Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Krell, Lindsay A. 2003. The Relationship Between Body Modification and GPA. Department of Psychology Loyola University New Orleans. Diunduh 8 Maret 2008, dari http://clearinghouse.missouriwestern.edu.

Koeswara, F. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung : Eresco.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono, S. R. 2001. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Myers, D.G. 1999. Social Psycology, International Edition, New York: Mc Graw Hill, Inc.

Page, Dr. Andrew and Cindy Page. 2000. Kiat meningkatkan Harga Diri Anda. Jakarta : Arcan

Pettijohn, T.F. 1992. Psychology a Concise Introduction 3rd ed, The Dushkin Publishing Group, Inc.

Santrock, J.W. 1998. Life-Span Development. Sixth Edition, Texas: Brown & Benchmark Publishers.

Setyaningsih, Hestri. 1992. Citra Raga, pemakaian kosmetika dan harga diri pada remaja putri. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada (tidak diterbitkan).


(72)

Taylor, Shelley E.; Letitia Anne Peplau and David O. Sears. 2000. Social Psychology. USA : Prentice Hall International, Inc.

Tjahjono, Evy. 1998. Harga Diri yang Rendah. Jurnal ANIMA vol.XIII-No. 52 Juli-September 1998.

Triton, P.B. 2006. SPSS 13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Penebit Andi.

Twyman, Shelly L. 2001. The Effect of Low Self-Esteem On Body Alterations. Department of Psychology Missouri Western State University. Diunduh 8 Maret 2008, dari http://clearinghouse.missouriwestern.edu.

Body Modification. Wikipedia. Diunduh 8 Maret 2008, dari http://en.wikipedia.org.

Body Piercing. Wikipedia. Diunduh 8 Maret 2008, dari http://en.wikipedia.org. Harian Nasioanal Kompas, 16 Maret 2007.


(73)

(74)

A. Tabulasi Data Aitem

1. Uji Coba (Tryout)


(1)

NO PERNYATAAN SS S TS STS 16 Saya sering tidak tahu apa yang harus saya

katakan kepada orang lain.

17 Saya merasa orang lain kurang menghargai saya.

18 Saya merasa orang memaksa saya untuk melakukan hal yang tidak saya sukai.

19 Teman-teman kurang mempertimbangkan apa yang saya katakan.

20 Saya tidak memiliki banyak teman.

21 Saya merasa teman-teman kurang memperhatikan saya.

22 Saya sering merasa serba salah bila bersama orang lain yang tidak dekat dengan saya.

23 Saya jarang mengatakan hal yang sebenarnya. 24 Sering terlintas di pikiran saya untuk memiliki

barang kepunyaan orang lain.

25 Saya melanggar peraturan yang saya rasa tidak sesuai dengan kondisi diri saya.

26 Saya jarang bersikap hormat kepada orang tua.

27 Saya melakukan apa yang ada di dalam pikiran saya.

28 Banyak hal yang dapat saya kerjakan setiap harinya.

29 Saya sering merasa jengkel dengan pekerjaan saya.

30 Saya mudah merasa putus asa bila mengalami suatu kegagalan.

31 Saya tahu bagaimana harus bertingkah laku di dalam lingkungan pergaulan saya.

32 Saya merasa mudah untuk berbicara di depan orang banyak.

33 Orang tua membebaskan saya dalam memilih apapun yang menurut saya adalah yang terbaik.

34 Teman-teman mengikuti gagasan saya.

35 Saya populer di antara teman-teman sepergaulan.

36 Orang tua mendengarkan keluhan saya.

37 Saya dapat merasakan kasih sayang dari keluarga saya.

38 Daripada bertengkar dengan teman, saya merasa lebih baik bila saya mengalah.


(2)

NO PERNYATAAN SS S TS STS 39 Saya mengikuti peraturan yang berlaku di

dalam lingkungan dimana saya berada. 40 Saya bertindak sesuai dengan prinsip agama. 41 Saya mengikuti dan melakukan apa yang

disuruh oleh orang tua.

42 Saya dapat memahami bahwa belum tentu semua hal sesuai keinginan saya.

43 Saya bisa mencapai apa yang saya inginkan. 44 Terkadang saya merasa bahwa diri saya tidak

baik.

45 Saya kurang dapat diandalkan.

46 Saya sering merasa kesulitan dalam mengambil keputusan sendiri.

47 Saya berharap saya dapat lebih dihargai. 48 Saya merasa orang lain sering tidak suka bila

saya melakukan apa yang kusukai.

49 Teman-teman jarang meminta pendapat saya tentang berbagai hal.

50 Saya merasa teman saya lebih disukai daripada saya.

51 Bila ada suatu kegiatan, teman-teman jarang mencari/mengundang saya.

52 Saya merasa tidak betah berada di tengah keluarga saya.

53 Saya suka mengkritik teman dengan kata-kata yang tajam.

54 Saya terkadang merasa iri terhadap apa yang dimiliki orang lain.

55 Meskipun saya mengetahui berbohong adalah salah, terkadang saya melakukannya.

56 Saya sering berkata kasar kepada orang tua. 57 Saya bangga dengan hasil pekerjaan saya. 58 Saya mampu me-nyelesaikan permasalahan

yang saya hadapi.

59 Saya merasa saya harus diberitahu terlebih dahulu apa yang harus saya lakukan.

60 Saya tidak mampu mengurusi diri saya sendiri.

61 Teman baru mudah menyukai saya.

62 Saat sedang kesusahan, teman-teman selalu ada untuk membantu saya.

63 Saya merasa keluarga memahami saya.

64 Saya tidak suka bila harus bergantung kepada orang lain.


(3)

Yogyakarta, Mei 2008

Dengan hormat,

Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir saya mengenai tingkat harga diri antara remaja yang bertindik dan remaja yang tidak bertindik, maka saya ingin meminta bantuan Anda untuk mengisi angket tertutup ini. Angket ini berisi pernyataan-pernyataan yang harus Anda jawab sesuai dengan diri anda.

Anda diharapkan mengisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan keadaan diri Anda yang sebenarnya. Pilihlah salah satu jawaban saja!

Sebelumnya Anda diminta untuk mengisi identitas yang ada di bawah ini. Identitas Anda akan dirahasiakan dan aman dijaga oleh peneliti.

Nama / Inisial :

Usia :

Pekerjaan :

Selamat mengerjakan dan kerjakanlah dengan teliti, jangan sampai ada yang terlewatkan!


(4)

Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda silang (X) dalam kotak di salah satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu:

SS = Sangat Setuju S = Setuju

TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1 Saya menggunakan kata-kata yang sopan bila sedang berbicara dengan orang lain.

2 Saya merasa orang lain mempercayai saya. 3 Saya diikutsertakan dalam pengambilan suatu

keputusan.

4 Orang tua memperhatikan saya.

5 Orang lain memper-lakukan saya dengan baik.

6 Saya rutin menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang saya anut.

7 Saya mendengarkan apa yang dikatakan orang tua tanpa membantah.

8 Saya mampu melakukan suatu hal sebaik orang lain.

9 Saya mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya semampu saya.

10 Saya sering cemas memikirkan masa depan saya.

11 Saya sering tidak tahu apa yang harus saya katakan kepada orang lain.

12 Saya merasa orang lain kurang menghargai saya.

13 Saya merasa orang memaksa saya untuk melakukan hal yang tidak saya sukai.

14 Saya tidak memiliki banyak teman.

15 Saya merasa teman-teman kurang memperhatikan saya.


(5)

NO PERNYATAAN SS S TS STS 16 Saya sering merasa serba salah bila bersama

orang lain yang tidak dekat dengan saya.

17 Saya jarang mengatakan hal yang sebenarnya. 18 Sering terlintas di pikiran saya untuk

memiliki barang kepunyaan orang lain.

19 Saya jarang bersikap hormat kepada orang tua.

20 Banyak hal yang dapat saya kerjakan setiap harinya.

21 Saya sering merasa jengkel dengan pekerjaan saya.

22 Saya mudah merasa putus asa bila mengalami suatu kegagalan.

23 Saya tahu bagaimana harus bertingkah laku di dalam lingkungan pergaulan saya.

24 Orang tua membebaskan saya dalam memilih apapun yang menurut saya adalah yang terbaik.

25 Orang tua mendengarkan keluhan saya.

26 Saya dapat merasakan kasih sayang dari keluarga saya.

27 Daripada bertengkar dengan teman, saya merasa lebih baik bila saya mengalah.

28 Saya mengikuti peraturan yang berlaku di dalam lingkungan dimana saya berada.

29 Saya bertindak sesuai dengan prinsip agama. 30 Saya mengikuti dan melakukan apa yang

disuruh oleh orang tua.

31 Saya kurang dapat diandalkan.

32 Teman-teman jarang meminta pendapat saya tentang berbagai hal.

33 Saya merasa teman saya lebih disukai daripada saya.

34 Bila ada suatu kegiatan, teman-teman jarang mencari/mengundang saya.

35 Saya merasa tidak betah berada di tengah keluarga saya.

36 Saya terkadang merasa iri terhadap apa yang dimiliki orang lain.

37 Meskipun saya mengetahui berbohong adalah salah, terkadang saya melakukannya.

38 Saya sering berkata kasar kepada orang tua. 39 Saya bangga dengan hasil pekerjaan saya.


(6)

NO PERNYATAAN SS S TS STS 40 Saya mampu me-nyelesaikan permasalahan

yang saya hadapi.

41 Saya tidak mampu mengurusi diri saya sendiri.

42 Saat sedang kesusahan, teman-teman selalu ada untuk membantu saya.

43 Saya merasa keluarga memahami saya.