2.1.5 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar atau kecilnya suatu perusahaan yang ditentukan dengan batas-batas tertentu yang sudah
ditentukan. Ukuran perusahaan dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain total aset, nilai pasar, dan penjualan perusahaan. Pengukuran dengan
menggunakan total aset digunakan sebagai proksi ukuran perusahaan dengan mempertimbangkan bahwa nilai aset relatif lebih stabil
dibandingkan dengan nilai pasar dan penjualan. Menurut Sugiarto 2009:,
“semakin besar perusahaan semakin baik aksesnya ke pasar modal, namun juga memiliki biaya meminjam
lebih rendah ”. Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang
kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Oleh karena itu, perusahaan yang berukuran besar lebih dikenal oleh masyarakat dan melibatkan lebih
banyak pihak dalam kegiatan operasi perusahaan. Selain itu, perusahaan yang memiliki total aset yang besar
menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan, dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap
memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih
Universitas Sumatera Utara
mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aset yang kecil.
2.1.6 Independensi Auditor
Menurut Siti dan Ely 2010:13 auditor independen ialah orang yang bertanggung jawab atas audit laporan keuangan historis auditee-nya.
Independen dimaksudkan sebagai sikap mental auditor yang memiliki integritas tinggi, obyektif pada permasalahan yang timbul dan tidak
memihak pada kepentingan manapun.
Sedangkan Independensi menurut Mulyadi 2002:26-27 “dapat
diartikan sebagai sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain
”. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya. Dalam kenyataannya auditor seringkali menemui kesulitan dalam
mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut
Mulyadi, 2002:27 :
1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar oleh kliennya atas jasanya tersebut.
2. Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan kliennya.
3. Mempertahankan sikap
mental independen
seringkali dapat
menyebabkan lepasnya klien.
Universitas Sumatera Utara
Standar umum audit yang kedua menyatakan bahwa “dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental
harus dipertahankan oleh auditor”.SA Seksi 220. Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah
dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen
dalam fakta in fact maupun dalam penampilan in appearance.
2.2 PENELITIAN TERDAHULU