berdifusi  menuju  ke  arah  dalam,  berlawanan  dengan  arah  sekresi  kelenjar.  Rute transfollicular melibatkan difusi melalui sebum lemak yang ada dalam kelenjar
sebum   kemudian  masuk  ke  pembuluh  darah.  Rute  ini  lebih  banyak  dilalui daripada rute transekrine Flynn dan Stewart, 1988.
2.5 Prinsip Dasar Difusi Melalui Membran
Difusi  adalah  proses  perpindahan  massa  molekul  suatu  zat  yang  dibawa oleh  gerakan molecular  secara  acak dan berhubungan  dengan adanya perbedaan
konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya membran. 2.5.1 Hukum Fick pertama
Sejumlah  M  benda  yang  mengalir  melalui  satu  satuan  penampang melintang,  S,  dari  suatu  pembatas  dalam  satu  saruan  waktu  t  dikenal  sebagai
aliran dengan simbol, J Martin et al., 1993.
J = .
1
Di mana:  M = massa gram S  = luas permukaan batas cm
2
Sebaliknya aliran berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi dCDx:
J = 3 D 2
di mana:  D = koefisien difusi cm
2
detik C  = konsentrasi gramcm
3
X  = jarak cm Persamaan  ini  memberikan  aliran  laju  difusi  melalui  satuan  luas  dalam  aliran
pada  keadaan  tunak.  Dalam  percobaan  difusi,  larutan  dalam  kompartemen
Universitas Sumatera Utara
reseptor  yang  diambil  diganti  secara  terus  menerus  dengan  pelarut  baru  untuk menjaga agar selalu dalam keadaan
. Parameter  penetrasi  perkutan  secara
dihitung  dari  data  penetrasi dengan menggunakan persamaan berikut:
D = τ
δ 6
2
3
Js = δ
= Kp Cs                                    4
Di mana: D
= koefisien difusi cm
2
jam δ
= ketebalan membran cm τ
= lag time jam Kp
= koefisien permeabilitas melali membrane jam
31
. cm
32
Cs = konsentrasi zat aktif dalam salep mcg
Js = fluks mcgjam.cm
2
Km = Koefisien partisi kulitpembawa cmjam
2
2.6 Peningkat Penetrasi
atau peningkat penetrasi adalah bahan yang dapat meningkatkan permeabilitas  kulit  ataupun  mengurangi  impermeabilitas  kulit.  Bahan  peningkat
penetrasi  tidak  memiliki  efek  terapi,  tetapi  dapat  mentransport  obat  dari  bentuk sediaan  ke  dalam  kulit  Kumar,  et  al.,  2012.  Alasan  dibutuhkan  penggunaan
bahan peningkat penetrasi adalah adanya barier penetrasi, yaitu stratum korneum.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan  penetrasi  obat  dapat  dilakukan  menggunakan  peningkat  penetrasi kimia maupun fisika Pathan dan Setty, 2009.
2.6.1 Peningkatan penetrasi secara fisika
Peningkatan penetrasi secara fifika dapat dilakukan dengan Sharma, et al., 2012:
a. Tato obat Merupakan  modifikasi  dari  tato  biasa,  yaitu  tato  ini  mengandung  bahan
obat.  Tidak  dapat  ditentukan  durasi  terapi  dari  sediaan  ini.  Tato  dilepas apabila sudah terjadi perubahan warna. Obat yang biasa digunakan antara
lain acetaminophen, vitamin C, dan lain3lain. b. Gelombang tekanan
Gelombang  tekanan  dihasilkan  dari  radiasi  laser  yang  kuat  dapat meningkatkan permeabilitas stratum korneum dan membran sel.
c. Frekuensi radio Cara  ini  melibatkan  pemaparan  kulit  pada  frekuensi  tinggi,  sekitar  100
KHz, yang menyebabkan membentukan kanal mikro pada membran sel. d. Magnetophoresis
Magnethophoresis  merupakan  suatu  gaya  dorong  untuk  meningkatkan penetrasi  obat  melalui  kulit.  Magnetophoresis  menyebabkan  perubahan
struktur kulit sehingga meningkatkan permeabilitasnya. e. Ionthophoresis
Merupakan peningkatan penetrasi obat melalui kulit menggunakan arus
Universitas Sumatera Utara
listrik.  Obat  digunakan  di  bawah  elektroda  yang  memiliki  muatan  yang sama dengan obat, dan elektroda lain dengan muatan berbeda ditempatkan
pada bagian tubuh yang lain. f. Elektroporasi
Merupakan  metode  peningkat  penetrasi  dengan  menggunakan  tegangan tinggi  5031000  volt  dalam  waktu  yang  sangat  singkat  mikrosekon  atau
milisekon. g. Mikroporasi
Merupakan  metode  dengan  menggunakan  jarum  mikro  yang  hanya menembus stratum korneum dan meningkatkan permeabilitasnya.
h. Injeksi tanpa jarum Merupakan  metode  bebas  rasa  sakit  untuk  memasukkan  obat  ke  dalam
kulit.  Dilakukan  dengan  menembakkan  partikel  cair  dan  padat  dengan kecepatan supersonik ke dalam stratum korneum.
I . Sonophoresis Phonophoresis Menggunakan  energi  ultrasonik  untuk  meningkatkan  penetrasi  obat,
biasanya digunakan frekuensi 203100 KHz.
2.6.2 Peningkatan penetrasi secara kimia
Tujuan peningkatan penetrasi adalah untuk mempercepat secara reversibel pengurangan  barier  stratum  korneum  tanpa  merusak  sel  dan  bekerja  secara
reversibel. Sifat
kimia yang ideal adalah Barry, 1983: a. inert secara  farmakologi.
b. nontoksik, noniritasi dan nonalergenik.
Universitas Sumatera Utara
c. obat cepat dan durasi kerja obat yang digunakan sesuai dan
dapat diperkirakan. d. dengan penghilangan
, stratum korneum segera pulih kembali. e. kompatibel secara fisika dan kimia dengan berbagai bahan obat.
f. merupakan pelarut yang baik bagi obat.
g. mudah disapukan pada kulit dan cocok dengan kulit h. tidak mahal dan dapat diterima secara kosmetik.
i. bekerja saru arah, yaitu dapat membantu masuknya zat dari luar ke dalam
tubuh, tapi mencegah keluarnya material endogen dari dalam tubuh.
2.6.3 Mekanisme kerja kimia
kimia  dapat  bekerja  dengan  salah  satu  atau  lebih  mekanisme utama berikut ini Sharma, et al., 2012:
a. Meruntuhkan struktur lipid stratum korneum yang rapat b. Berinteraksi dengan stuktur protein interselular
c. Meningkatkan partisi obat atau pelarut ke dalam stratum korneum.
2.6.4 JenisAjenis kimia
Beberapa senyawa telah diketahui berperan senagai kimia antara
lain Pathan dan Setty, 2009; Trommer dan Neubert, 2006: a. Sulfoksida dan senyawa yang mirip
b. Azone c. Pirolidon
d. Asam lemak e. Minyak atsiri, terpen, dan terpenoid
f. Surfaktan
Universitas Sumatera Utara
g. Propilen glikol h. Urea dan turunannya
2.6.4.1 Asam lemak
Efek peningkat penetrasi dari asam lemak telah  banyak disebutkan  dalam literatur.  Efek  ini  sangat  dipengaruhi  oleh  struktur  asam  lemak  dan  formulasi.
Asam lemak yang paling sering digunakan dan paling banyak diteliti adalah asam oleat.  Secara  umum,  asam  lemak  tidak  jenuh  lebih  efektif  daripada  asam  lemak
jenuh.  Semakin  banyak  ikatan  rangkap  dua  yang  dimiliki  asam  lemak,  semakin efektif kerja asam lemak tersebut. Selain itu, asam lemak
lebih efektif daripada asam lemak
Trommer dan Neubert, 2006.
2.6.4.2 Surfaktan
Surfaktan  sering  digunakan  sebagai dalam  formulasi  sediaan
topikal. Surfaktan ditambahkan dengan tujuan untuk melarutkan zat lipofil dalam formula.  Surfaktan  dapat  digunakan  sebagai
karena  dapat  melarutkan lipid  stratum  korneum.  Interaksi  dengan  keratin  juga  diduga  menghasilkan  efek
peningkatan  penetrasi.  Secara  umum,  surfaktan  kationik  lebih  efektif  daripada surfaktan anionik maupun nonionik. Tetapi, efek peningkatan penetrasi surfaktan
yang bermuatan kationik dan anionik sering disertai efek iritasi. Oleh karena itu, surfaktan nonionik lebih sering digunakan. Surfaktan dengan struktur yang analog
dengan  struktur  lipid  bilayer  stratum  korneum  memiliki  potensial  iritasi  yang lebih  rendah.  Namun,  surfaktan  ini juga  memiliki  efek  peningkat  penetrasi  yang
lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh integrasi monomer surfaktan ke dalam lipid bilayer daripada membentuk misel dengan lipid Trommer dan Neubert, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Asam askorbat 2.7.1 Uraian Bahan Ditjen POM, 1995
a. Rumus bangun :
Gambar 2.4 Rumus bangun asam askorbat Ditjen POM, 1995
b. Rumus molekul : C
6
H
8
O
6
c. Berat molekul : 176,13
d. Nama kimia :
e. Pemerian              : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh cahaya  lambat  laun  menjadi  berwarna  gelap.  Dalam
keadaan    kering  stabil  diudara,  dalam  larutan  cepat teroksidasi.
f. Kelarutan :  Mudah  larut  dalam  air;  agak  sukar  larut  dalam  etanol;
tidak  larut  dalam  kloroform,  dalam  eter  dan  dalam benzena.
2.7.2 Efek asam askorbat terhadap kulit
Asam  askorbat  atau  dikenal  juga  dengan  vitamin  C  adalah  bahan farmasetik yang digunakan dalam kosmetik sebagai pemutih kulit. Asam askorbat
dapat  mengontrol  produksi  melanin dengan  dua cara,  yaitu mengurangi  senyawa intermedit  melanin,  dopaquinone,  dalam  reaksi  tirosinase  yang  menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
melanin  dari  tirosin,  dan  mengurangi  warna  gelap  melanin  yang  teroksidasi menjadi bentuk tereduksi yang lebih cerah Mitsui, 1997.
2.8 Natrium metabisulfit
Natrium  metabisulfit  digunakan  sebagai  zat  antioksidan  dalam  sediaan oral,  parenteral,  maupun  topikal  pada  konsentrasi  0,0131  wv  dan  pada
konsentrasi sekitar 27 pada sediaan intramuskular Rowe, et al., 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, penelitian dilakukan di dalam laboratorium.
3.1 AlatAalat
Sel  difusi  yang  terdiri  dari  sel  donor  dan  sel  reseptor  dengan  volume masing3masing 10,8 ml dan luas permukaan sel difusi 1,28 cm
2
, spektrofotometer UV31800  Shimadzu
,  pengaduk  magnet, ,
thermostat,  neraca  analitik  Boeco,  lumpang  dan  stamfer,  gelas  ukur  250  ml Pyrex,  labu  tentukur  25  ml  Pyrex,  maat  pipet  1  ml  Pyrex,  thermometer,
,  jangka  sorong,  mikrometer  skrup,  bola  pengisap,  karet,  dan  alat3alat laboratorium yang biasa digunakan.
3.2 BahanAbahan
Asam  askorbat  PT.  Mutifa,  minyak  inti  sawit  PT.  Multimas  Nabati Asahan,  gliserin  Merck,  Tween  80  Merck,  natrium  meta  bisulfit  Merck,
vaselin album PT. Brataco, , etanol, dan akuades.
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan pereaksi
3.3.1.1 Larutan gliserin 50
Gliserin diencerkan dengan akuades dengan perbandingan 1:1 dan diaduk homogen.
Universitas Sumatera Utara