Data dan Informasi Pesisir dan Laut Pulau Romang
4.1.5.3. Kondisi Sumberdaya Ikan Karang
Secara keseluruhan, dijumpai sebanyak 136 spesies ikan yang tergolong dalam 106 genera dan 36 famili di perairan pesisir Pulau Romang dengan kelimpahan spesies ikan karang cukup tinggi. Sedangkan j umlah spesies ikan hias Iebih tinggi dari jumlah spesies ikan konsumsi.
Tabel 1. Kekayaan Spesies, Kepadatan dan Sediaan Cadang Ikan Karang di Perairan Pesisir Pulau Romang
Parameter
Nilai/Jumlah
Jumlah Spesies:
Ikan Konsumsi
Ikan Hias
Kepadatan (ind/m 2 )
Ikan Konsumsi
6,23
Ikan Hias
2,77
Sediaan Cadang (ind/Ha)
90.000
Ikan Konsumsi
Ikan Hias
4.1.6. Sumberdaya Mamalia dan Reptilia Laut di Pulau Romang
4.1.6.1. Kondisi Sumberdaya Mamalia Laut di Pulau Romang
Berdasarkan hasil penelitian migrasi paus serta fakta lapangan menunjukkan setidaknya di wilayah perairan pesisir dan laut Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan termasuk Pulau Romang dilalui oleh 6 - 7 jenis paus, yaitu Megaptera novaeangliae (Humpback whale), Balaenoplera borealis (Sei whale), Balaenoplera musculatus (Blue whale), Balaenoplera physalis (Fin whale), Physeter catodon (Sperm whale), Physeter sp., dan Orcinus orca (Killer whale). Diduga rute migrasi dari 3 jenis paus, yaitu paus biru (Balaenoptera musculus), Balaenoptera physalis dan Balaeonoptera borealis dari samudera Pasifik menuju samudera Indonesia atau sebaliknya melintasi perairan Nusa Tenggara Timur, terutama Selat Timor, termasuk memasuki perairan kecamatan ini. Kemungkinan, sewaktu jenis-jenis paus ini melakukan migrasi memasuki perairan Pulau Romang. Pada bagian lain, jenis paus pembunuh (Orcinus orca) yang habitat aslinya di perairan kutub selatan atau sekitar Australia, ditemukan hadir secara temporal di perairan pesisir dan laut Pulau Romang pada musim tertentu. bertepatan dengan kondisi suhu perairan yang agak dinging pasca upwelling di Laut Banda dan juga bersamaan dengan musim peningkatan populasi sotong (cumi-cumi) serta ikan pelagis kecil di perairan pesisir dan laut.
Migrasi paus tidak hanya pada perairan pesisir dan laut Pulau Romang
, tetapi juga memasuki wilayah perairan selatan serta laut antara pulau kecil sekitarnya terutama jenis Physeter catodon dan Physeter sp. (sperm whale), dan menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat yang bermukim di pesisir pulau kecil tersebut. Posisi wilayah pesisir, laut dan Pulau-Pulau kecil sekitar pulau Romang sangat potensial dan strategik bagi kehadiran paus, karena posisinya bersinggungan dan bertepatan dengan Selat Timor serta sangat dekat dengan samudera Indonesia di bagian selatan maupun Laut Banda di bagian utara. Semua jenis paus yang hadir di wilayah perairan pesisir, laut dan perairan antara Pulau kecil ini termasuk mamalia laut yang dilindungi, sehingga kehadirannya pada wilayah laut ini sebagai ruang migrasi maupun kepentingan berbagai aktivitas hidup (biotogis) yang perlu ditata untuk selanjutnya dikelola secara balk.
Paling tidak terdapat lima jenis lumba-lumba yang hadir di perairan pesisir dan laut Pulau Romang, yaitu Globicephala macrorhynchus, Pseudorca crassidens, Delphinus delphis dan D. capensis (lumba-lumba biasa), serta Tursiops truncatus (lumba-lumba hidung botol). Jenis lumba- lumba yang umum ditemukan di wilayah perairan ini adalah lumba-lumba biasa dan lumba-lumba hidung botol. Kedua jenis lumba-lumba ini bermigrasi hingga ke perairan dangkal. Ternyata semua jenis lumba-lumba yang berada di wilayah perairan ini adalah mamalia laut yang dilindungi, sehingga kebutuhan ruang bagi eksistensi mamalia laut yang dilindungi ini menjadi penting, serta perlu mendapat perhatian dalam penyusunan rencana pengelotaan wilayah pesisir dan laut di pulau ini.
Salah satu jenis mamalia laut yang cukup penting dan umumnya hadir pada wilayah perairan pesisir yang relatif dangkal adalah Dugong dugon (dugong/duyung). Hasil laporan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir Pulau Romang menunjukkan Dugong hadir di beberapa bagian wilayah perairan pesisir barat dan selatan. Kehadiran dugong lebih umum Salah satu jenis mamalia laut yang cukup penting dan umumnya hadir pada wilayah perairan pesisir yang relatif dangkal adalah Dugong dugon (dugong/duyung). Hasil laporan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir Pulau Romang menunjukkan Dugong hadir di beberapa bagian wilayah perairan pesisir barat dan selatan. Kehadiran dugong lebih umum
4.1.6.2. Kondisi Sumberdaya Reptilia Laut di Pulau Romang
Ada dua jenis penyu menempati perairan pesisir. dan laut Pulau Roamng, yaitu penyti sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu sisik lebih umum ditemukan atau menempati wilayah perairan pesisir, laut dan Pulau kecil sekitar dibanding Penyu hijau. Jenis penyu sisik ini menyebar dan menempati perairan pesisir dimana terdapat terumbu karang serta beberapa pulau kecil sebagai tempat bertetur, dan penyu hijau di areal padang lamun.
Informasi dari nelayan maupun masyarakat pesisir bahwa kehadiran penyu sisik kehadiran penyu sisik cukup dominan, dan menggunakan beberapa pulau di wilayah ini sebagai tempat bertelur. Kedua jenis penyu yang menempati perairan ini merupakan jenis reptilia laut yang dilindungi, karena populasinya di alam telah menurun drastis akibat diburu manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Pada bagian lain, frekuensi kehadiran penyu di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Kecamatan ini telah berkurang seiring dengan menurunnya areal dan Informasi dari nelayan maupun masyarakat pesisir bahwa kehadiran penyu sisik kehadiran penyu sisik cukup dominan, dan menggunakan beberapa pulau di wilayah ini sebagai tempat bertelur. Kedua jenis penyu yang menempati perairan ini merupakan jenis reptilia laut yang dilindungi, karena populasinya di alam telah menurun drastis akibat diburu manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Pada bagian lain, frekuensi kehadiran penyu di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Kecamatan ini telah berkurang seiring dengan menurunnya areal dan
Jenis ular laut yang ditemukan menempati perairan pesisir Pulau Romang adalah sebanyak 6 spesies. Spesies ular laut tersebut tergolong dalam dua kelompok utama berdasarkan habitat hidupnya, yaitu ular laut penghuni terumbu karang dan penghuni perairan di luar ekosistem terumbu karang. Jenis-jenis ular laut penghuni ekosistem terumbu karang dalam perairan ini adalah Laticauda colubrina, Laticauda semifasciata, Alpysurus laevis, dan Enhydrina schistosa. Sementara jenis ularlaut yang ditemukan di luar perairan terumbu karang atau yang hidup pada lingkungan perairan laut yaitu Hydrophis fasciatus dan Pelamis platurus. Keenam jenis ular laut itu ditemukan hadir pada hampir semua wilayah perairan pesisir dan laut pulau ini.
Beberapa jenis burung laut seperti burung camar, burung talang, burung kondo abu-abu dan kondo putih ditemukan hadir di perairan pesisir dan laut pulau ini. Selain itu ditemukan burung petikan menempati areal pesisir pantai, yang dapat dipastikan berkaitan dengan musim karena bermigrasi dari Australia sebagai habitat aslinya, memasuki Kabupaten Kepulauan Aru dan tiba di pulau Romang.
4.1.7. Sumberdaya Bentik di Pulau Romang
Jumlah spesies makrofauna bentos yang ditemukan di Pulau Romang dijumpai 27 spesies makrofauna bentos. Dimana dari ke-27 spesies tersebut teridentifikasi sebanyak 15 spesies yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, yaitu Gafrarium tumidum, Pinctada margaritifera, Lambis lambis, Malleus malleus, Tridacna squamosa, Tridacna crocea, Hyppopus hyppopus, Trochus Jumlah spesies makrofauna bentos yang ditemukan di Pulau Romang dijumpai 27 spesies makrofauna bentos. Dimana dari ke-27 spesies tersebut teridentifikasi sebanyak 15 spesies yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, yaitu Gafrarium tumidum, Pinctada margaritifera, Lambis lambis, Malleus malleus, Tridacna squamosa, Tridacna crocea, Hyppopus hyppopus, Trochus
4.1.8. Potensi Perikanan Budidaya di Pulau Romang
4.1.8.1. Potensi Lahan Budidaya Laut
Budidaya laut adalah upaya manusia melalui masukan tenaga kerja dan energi, untuk meningkatkan produksi organisme laut ekonomis penting dengan memanipulasi laju pertumbuhan, mortalitas dan reproduksi. Kegiatan budidaya telah dilakukan manusia sejak dulu yaitu pemeliharaan dalam media air dengan pemberian makanan untuk organisme air yang dipelihara. Budidaya laut dapat dikembangkan dan menjadi alternatif bagi pekerjaan masyarakat. Meskipun budidaya laut di Maluku telah berkembang, namun perkembangannya belum optimal. Hal ini disebabkan belum menyebarnya teknologi budidaya laut tersebut di kalangan masyarakat luas termasuk masyarakat Pulau Romang. Kegiatan budidaya laut merupakan kegiatan yang bersifatnya dapat memilih tempat yang sesuai serta metode yang tepat dan komoditas yang diperlukan, sehingga dengan sifatnya yang luas ini pendistribusian produk dapat disesuaikan dengan permintaan yang ada atau pemanfaatannya.
Secara keseluruhan luas perairan di Pulau Romang yang dapat digunakan untuk kegiatan budidaya adalah sebesar 500-600 Ha. Secara keseluruhan areal yang terluas yang dapat dimanfaatkan sebagai areal kegiatan usaha budidaya laut seperti rumput laut dengan metode long line, dan budidaya ikan dengan metode keramba jaring apung.
Tidak semua perairan Pulau Romang dapat digunakan untuk lokasi budidaya laut, hal itu dikarenakan adanya beberapa faktor yang harus diketahui sebelum kegiatan budidaya dimutai, terutama mengenai kondisi hidro-oseanografi perairannya (kualitas air). Kondisi perairan yang perlu
diketahui diantaranya adalah kecepatan dan arah arus, kedalaman perairan, kejernihan air, bebas dari pencemaran, suhu, salinitas, kandungan oksigen terlarut, nutrien (fosfat, nitrat dan nitrit) serta derajat keasaman (pH). Kecepatan arus sangat membantu pertukaran air dan membawa oksigen terlarut yang sangat dibutuhkan ikan dan organsime budidaya lainnya, selain itu arus dapat menghanyutkan kotoran dan sisa pakan yang jatuh ke dasar perairan. Walaupun demikian perairan dengan arus yang terlalu kuat/berlebihan harus dihindari, karena dapat menyebabkan stres pada ikan, energi ikan banyak terbuang dan selera makannya berkurang. Kecepatan arus yang ideal adalah sekitar 0,2-0,5 m/detik. Kecepatan arus pasut pada perairan Pulau Romang sepanjang musim rata-rata berkisar antara 0,24-0,27 m/detik. Nilai ini jika dibandingkan dengan nilai ideal untuk budidaya, maka dapat dikatakan bahwa perairan pulau ini yang telah direkomendasikan untuk kegiatan budidaya laut, layak untuk dilakukan.
Suhu perairan Pulau Romang pada umumnya memenuhi persyaratan untuk kegiatan budidaya laut, karena perubahan suhu harian maupun tahunan sangat kecil. Kisaran suhu pada perairan ini berkisar antara 26,94- 29,21 0 C. Sedangkan salinitas sebesar 35 PSU, nilai salinitas tersebut pada umumnya masih berada pada kisaran salinitas yang disenangi oleh ikan dan biota laut lainnya, kecuali ikan kerapu lumpur (Epinephelus spp) yang menyenangi perairan payau (15 PSU).
Pencermaran perairan dapat menyebabkan perubahan kualitas air. Ada bahan pencemar yang sulit terurai dan ada yang mudah terurai. Contoh yang sulit terurai adalah persenyawaan logam berat, sianida dan bahan organik sintetis, sedangkan yang mudah terurai adalah limbah rumah tangga, bakteri, limbah panas, dan limbah organik. Pada lapisan permukaan air yang tidak tercemar biasanya mengandung oksigen terlarut cukup tinggi dan memadai untuk pertumbuhan ikan. Kandungan oksigen terlarut yang Pencermaran perairan dapat menyebabkan perubahan kualitas air. Ada bahan pencemar yang sulit terurai dan ada yang mudah terurai. Contoh yang sulit terurai adalah persenyawaan logam berat, sianida dan bahan organik sintetis, sedangkan yang mudah terurai adalah limbah rumah tangga, bakteri, limbah panas, dan limbah organik. Pada lapisan permukaan air yang tidak tercemar biasanya mengandung oksigen terlarut cukup tinggi dan memadai untuk pertumbuhan ikan. Kandungan oksigen terlarut yang
4 ppm, sedangkan kisaran oksigen terlarut pada perairan Kecamatan Terselatan adalah antara 4,20 — 4,21 mg/l. Air laut mempunyai daya penyangga yang besar terhadap perubahan keasaman. Umumnya pH air laut antara 7,6 — 8,7, dan kisaran pH untuk kebutuhan budidaya adalah dari 6 — 9. Sedangkan kisaran pH pada perairan Pulau Romang adalah antara 8,45 — 8,53 jadi dapat dikatakan kisaran ini masuk dalam kategori balk karena sudah masuk dalam kisaran pH air laut pada umumnya dan kisaran yang dibutuhkan untuk keperluan usaha budidaya laut. Di samping itu perairan di Pulau Romang umumnya jernih dan baik untuk budidaya. Sedangkan kandungan/konsentrasi fosfat pada perairan ini, berkisar antara 0,11 0,37 mg/l dan konsentrasi nitrat berkisar antara 1,20 — 1,60 mg/l. Dari konsentrasi fosfat dan nitrat di perairan ini, maka perairan pulau Romang dapat dikategorikan sebagai perairan dengan tingkat kesuburan yang sedang, hal ini berdasarkan klasifikasi kadar fosfat dan nitrat menurut Liaw (1982) dalam Edward (1996).
4.1.8.2. Potensi Komoditas Budidaya Laut
Setelah diketahui luasan dari areal yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan usaha budidaya laut, maka hal yang juga harus diketahui adalah potensi dari biota yang akan dibudidaya. Sebaiknya biota yang akan dibudidaya berasal dari lokasi tempat usaha budidaya akan dilaksanakan, namun biota tersebut bisa juga diperoleh dari perairan sekitarnya atau bahkan dari tempat yang jauh. Karenanya perlu juga diketahui potensi dari biota-biota yang bisa dikembangkan melalui budidaya laut tersebut. Beberapa jenis moluska dan ekinodermata yang bisa dibudidaya dan potensinya di perairan Pulau Romang antara lain: Gafrarium tumidum, Pinctada margaritifera, Lambis lambis, Thelenota ananas, Bohadchiasp dan Tridacna crocea.
Dengan mempertimbangkan data potensi sumberdaya yang bisa dikembangkan melalui usaha budidaya laut, serta kondisi perairan yang memenuhi persyaratan untuk usaha budidaya, maka dari segi teknis beberapa tipe budidaya yang dapat-dikembangkan di Pulau Romang yaitu Keramba Jaring Apung untuk budidaya ikan; Metode Rakit dan Long Line untuk budidaya rumput laut. Selain beberapa jenis sumberdaya ikan yang berpotensi untuk dikembangkan melalui usaha budidaya yang telah disebutkan di atas, adalah ikan kerapu (Epinephelus mera), Beronang (Siganus gutatus), Bobara (Caranx sexfasciatus) dan Kakap (Lutjanus spp).
4.1.9. Potensi Perikanan Tangkap di Pulau Romang
4.1.9.1. Jenis dan Jumlah Alat Penangkapan Ikan
Jenis dan jumlah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Pulau Romang, dapat memberikan indikasi penggunaan teknologi penangkapan ikan dan kemampuan produksi ikan hasil tangkapan yang berasal dari sana. Jumlah alat penangkap ikan di Pulau Romang sebanyak 658 unit, terdiri dari jenis alat tangkap pancing (angling gear) sebanyak 380 unit, kemudian jaring insang (gill net) sebanyak 143 unit dan paling sedikit adalah bubu (traps) sebanyak 135 unit. Sementara alat penangkap ikan lainnya yang juga dipergunakan adalah panah (arrow).
4.1.9.2. Armada Penangkapan Ikan
Jumlah kapal/perahu penangkap ikan di Pulau Romang sebanyak 190 unit. Armada penangkap ikan di Pulau ini terdiri dari kapal/perahu tanpa motor sebanyak 109 unit, kapal/perahu motor tempel sebanyak 78 unit dan kapal motor hanya sebanyak 6 unit.
4.1.9.3. Potensi Produksi
Kemampuan produksi perikanan di Pulau sangat tergantung selain Kemampuan produksi perikanan di Pulau sangat tergantung selain
Produksi ikan di Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan dihasilkan oleh jaring insang (gill net), bubu (traps), pancing (angling gear) dan alat tangkap lainnya. Jumlah alat tangkap dan capaian trip penangkapan menentukan kemampuan produksi ikan, selain faktor-faktor lainnya seperti keterampilan dan pengetahuan nelayan, kecukupan bahan bakar, ketersediaan ikan, musim, dan sebagainya. Produksi ikan dari aktifitas penangkapan ikan oleh para nelayan dari Pulau Romang dapat mencapai rata-rata 960 ton/tahun.
4.1.9.4. Daerah Penangkapan. Daerah penangkapan ikan di Pulau Romang mencakup perairan di
sekitarnya pada batas wilayah 0-4 mil laut untuk kabupaten Maluku Barat Daya, dengan luas 1.619,35 km 2 . Namun, nelayan terkadang mengoperasikan alat penangkap ikan hingga di luar batas wilayah perairan tersebut hingga pada wilayah perairan 4-12 mil laut yang merupakan
wilayah ketola Provinsi Maluku yang luasnya 4.644,35 km 2 . Dengan demikian, daerah penangkapan ikan bagi nelayan Pulau Romang adalah perairan di sekitarnya seluas 6.264,08 km 2 . Bita ditinjau berdasarkan SK Menteri Pertanian Republik Indonesia tanggal 5 April 1999 No. 392/Kpts./IK 120/4/99, tentang jaiur-jalur penangkapan ikan, maka luas daerah penangkapan ikan 0-3 mil laut (Ia) perairan Kecamatan Pulau-Pulau
Terselatan adalah 1.113,31 km 2 dan 3 — 6 mil laut (lb) adalah seluas 1.317,40 km 2 , serta 6-12 mil laut (II) adalah seluas 3.833,37 km 2 . Penggunaan teknologi penangkapan ikan oleh nelayan Pulau Romang, mengindikasikan bahwa mereka lebih seringmemanfaatkan "jalur Ia" sebagai daerah penangkapan ikan.
4.1.9.5. Peluang Pengembangan Perikanan Tangkap
Produksi ikan yang dihasilkan dari perairan sekitar Pulau Romang, dapat mencapai > 1000 ton/tahun. Hal ini berarti pemanfaatan sumberdaya ikan dari aktifitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan-nelayan setempat baru mencapai 12,10 % dari potensi ikan yang tersedia atau 30,26 % dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB).
Nelayan-nelayan Pulau Romang menggunakan 2 jenis alat penangkap ikan berupa jaring insang (gill net) dan pancing (angling gear) untuk menangkap ikan pelagis kecil. Produksi ikan pelagis kecil dengan kedua jenis alat tangkap ini dapat mencapai 310,75 ton/tahun, terdiri dari 260,28 ton/tahun dari hasil tangkapan jaring insang (gill net) dan 50,47 ton/tahun dari hasil tangkapan pancing (angling gear). Dengan mengacu pada estimasi potensi ikan pelagis kecil yang tersedia pada Wilayah 0-4 mil laut di perairan Pulau Romang - sebesar 3.413 ton/tahun, maka pemanfaatan ikan pelagis kecil oleh nelayan setempat baru mencapai 9,10 % atau 22,77 % dari jumlah tangkapan ikan pelagis kecil yang diperbolehkan (JTB) dari perairan ini.
Pengembangan perikanan tangkap - di dapat diarahkan untuk mengeksploitasi ikan pelagis kecil masih tersedia, dengan menambah jaring insang (gill net) tetapi dengan mempertimbangkan kondisi nelayan setempat. Jenis alat penangkap ikan lainnya yang mungkin dapat dikembangkan adalah pukat cincin mini (mini purse seine) dalam jumlah Pengembangan perikanan tangkap - di dapat diarahkan untuk mengeksploitasi ikan pelagis kecil masih tersedia, dengan menambah jaring insang (gill net) tetapi dengan mempertimbangkan kondisi nelayan setempat. Jenis alat penangkap ikan lainnya yang mungkin dapat dikembangkan adalah pukat cincin mini (mini purse seine) dalam jumlah
Ikan pelagis besar dieksploitasi dengan menggunakan alat tangkap pancing (angling gear) oleh nelayan-nelayan Pulau Romang. Dengan menggunakan alat tangkap ini, mereka dapat menghasilkan ikan pelagis besar sebanyak 100,94 ton/tahun. Berdasarkan potensi ikan pelagis besar yang tersedia di perairan Pulau Romang, maka pemanfaatannya baru mencapai 13,54 % sehingga masih tersedia 86,46 % lagi untuk dieksploitasi.
Ikan pelagis besar yang masih tersedia untuk dimanfaatkan masih cukup besar. Akan tetapi, penguasaan teknologi penangkapan ikan oleh nelayan masih terbatas pada penggunaan pancing (angling gear) untuk mengeksploitasi ikan pelagis besar. Bila mengacu pada kemampuan tangkap pancing (angling gear), maka jenis pancing tonda (troll line) masih mungkin ditambah jumlahnya.
Pemanfaatan ikan demersal dilakukan melalui aktifitas penangkapan ikan menggunakan jaring insang dasar (bottom gill net), bubu (traps), pancing tangan (hand line) dan panah (arrow). Produksi ikan demersal oleh nelayan-nelayan dari Pulau Romang pada kondisi ideal dapat mencapai 650,86 ton/tahun. Produksi ikan demersal ini membuktikan bahwa nelayan- nelayan setempat baru memanfaatkan 15,19 % ikan demersal dari potensi yang tersedia atau 37,98 % dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB). Artinya Ikan demersal masih tersedia di perairan Pulau Romang untuk dimanfaatkan. Penambahan jaring insang dasar (bottom gill net) masih mungkin dilakukan di wilayah ini dengan mempertimbangkan jumlah nelayan yang ada. Jenis alat tangkap lainnya yang mungkin dikembangkan adalah jaring gondrong (trammel net) dan rawai dasar (bottom long line), melalui pengkajian teknologi penangkapan ikan secara tepat.
4.1.10. Potensi Pariwisata Bahari di Pulau Romang
Pulau Romang memiliki potensi sumberdaya dan lingkungan pesisir yang dapat menjadi basis pengembangan wisata pantai dan bahari. Potensi ini membuktikan adanya lokasi-lokasi potensial untuk pengembangan wisata pantai dan wisata bahari. Untuk jenis-jenis wisata tersebut, kondisi lingkungan perairan pesisir dan laut di sekitar pulau ini juga sangat terbuka bagi pengembangannya.
Lokasi-lokasi potensial yang berpotensi untuk dikembangkan, dinyatakan distribusinya pada gambar di bawah ini. Sedikitnya terdapat empat lokasi yang potensial untuk pengembangan wisata pantai dan bahari (Gambar 9 – 12).
4.1.11. Kendala-kendala Pembangunan Pulau-Pulau Kecil
Analisis terhadap data dan informasi di atas, maka beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan Pulau Roamang sebagai salah pulau kecil di Maluku Barat Daya adalah sebagai berikut:
Ukuran pulau yang kecil dan terisolasi, sehingga penyediaan prasarana dan sarana menjadi sangat mahal, dan sumberdaya manusia yang handal menjadi sangat langka.
Kesulitan atau ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) yang optimal dan menguntungkan dalam hal administrasi, usaha produksi, dan transportasi laut turut menghambat pembangunan.
Ketersediaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan, seperti air tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir (coastal ecosystem) dan satwa liar, pada akhirnya akan menentukan daya dukung pulau Romang dalam menopang kehidupan masyarakat penghuni dan segenap kegiatan pembangunannya.
Produktivitas sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di setiap unit ruang (lokasi) di dalam pulau dan yang terdapat di sekitar pulau (seperti ekosistem terumbu karang dan perairan pesisir) adalah saling terkait satu sama lain.
Budaya
dengan kegiatan pembangunan di pulau ini
Berdasarkan kendala-kendala tersebut, penulis mencoba untuk menawarkan suatu konsep rencana pengembangan pulau ini untuk suatu peruntukkan tertentu yakni sebagai pusat agro-marine sehingga bagaimana pulau Romang sebagai salah pulau kecil di Kabuoaten Maluku Barat Daya dapat berkembang ke arah yang lebih maju dan lebih sejahtera. Untuk untuk pada bagian berikut akan dijelaskan rencangan pengembangan pulau Romang berkelanjutan dengan pendekatan agro-marine.