RENCANA PENGEMBANGAN PULAU KECIL SECARA
RENCANA PENGEMBANGAN PULAU KECIL SECARA BERKELANJUTAN MELALUI POLA AGROMARINE: KAJIAN PULAU ROMANG, MALUKU BARAT DAYA KARYA ILMIAH
Oleh : Bruri Melky Laimeheriwa FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2014
BAB I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 13.466 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke dua di Dunia setelah Canada) serta wilayah laut teritorial seluas 5,1 juta km 2 (63 % dari total wilayah teritorial Indonesia), ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km 2 , sesungguhnya Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar dan beraneka- ragam. Dari sekian ribu pulau tersebut, sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil yang jumlahnya lebih dari 10.000 buah.
Pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki potensi sumberdaya alam daratan yang sangat terbatas, tetapi sebaliknya memiliki potensi sumberdaya kelautan yang cukup besar, dimana potensi perikanan di pulau- pulau kecil didukung oleh adanya ekosistem seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass) dan mangrove. Sumberdaya kelautan pada kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi keaneka-ragaman hayati yang bernilai ekonomi tinggi seperti berbagai jenis ikan, udang dan kerang, yang kesemuanya merupakan aset bangsa yang sangat strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental service) kelautan.
Dalam pengelolaan pulau-pulau kecil, setidaknya ada tida isu strategis yang sering mengemuka yakni: kedaulatan wilayah NKRI, kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga isu tersebut, berhubungan dengan tiga fungsi penting dari pulau-pulau kecil; pertama fungsi pertahanan dan keamanan, terutama pada pulau-pulau kecil terluar Dalam pengelolaan pulau-pulau kecil, setidaknya ada tida isu strategis yang sering mengemuka yakni: kedaulatan wilayah NKRI, kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga isu tersebut, berhubungan dengan tiga fungsi penting dari pulau-pulau kecil; pertama fungsi pertahanan dan keamanan, terutama pada pulau-pulau kecil terluar
Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, serta kenyataan bahwa sumberdaya alam di daratan (seperti hutan, lahan pertanian) dan mineral terus menipis atau sukar untuk dikembangkan, maka sumberdaya kelautan akan menjadi tumpuhan harapan bagi kesinambungan pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang.
Dalam perkembangan selanjutnya akibat dari pertambahan jumlah penduduk, perluasan pemukiman dan kegiatan industri, pariwisata dan transportasi laut, maka pulau-pulau kecil tersebut menghadapi permasalahan berupa tekanan berat akibat eksploitasi sumberdaya alamnya. Masalah utama yang dihadapi pada pulau-pulau kecil umumnya berupa: kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun sianida yang tidak ramah lingkungan, yang dilakukan oleh para nelayan, dijadikannya pulau-pulau kecil sebagai tempat untuk menambang pasir laut, tempat untuk membuang berbagai limbah yang berasal dari aktivitas penduduk, di samping tekanan-tekanan ekologi lainnya seperti sedimentasi dan pencemaran. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka dapat berakibat serius pada rusaknya habitat ikan dan berbagai biota perairan lainnya, menipisnya sumberdaya alam dan merosotnya kualitas lingkungan perairan.
1.2. Perumusan masalah
Prospek pengembangan pulau-pulau kecil mempunyai peluang yang sangat baik, karena pembangunan di kawasan ini pasti akan menggunakan keunggulan sumberdaya domestik sebagai basisnya, berakar pada masyarakat dan budaya lokal yang ada, sumberdaya yang dapat diperbaharui, mempunyai peluang pasar lokal dan internasional, responsif terhadap aplikasi teknologi. Tercatat sekitar 17.500 pulau, baik berukuran besar, kecil, maupun sangat kecil (Dahuri, 2004). Namun keberadaan pulau-pulau kecil tersebut masih belum mendapat perhatian. Terdapat ratusan pulau-pulau kecil yang selama ini kurang mendapat perhatian, belum bernama dan tidak mendapat sentuhan pembangunan, sehingga belum berkembang dan dimanfaatkan secara optimal. Kondisi tersebut memerlukan penanganan dengan serius, terencana, sistematis dan terpadu berdasarkan kebijakan yang tepat dari berbagai sektor terkait.
Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah munculnya berbagai pertanyaan yang sangat mendasar, yakni layakkah pulau-pulau kecil untuk dikembangkan?. Memang dalam upaya membangun dan mengembangkan pulau-pulau kecil di Indonesia dibutuhkan suatu pendekatan pemikiran yang agak sedikit cemerlang. Pendekatan dan pemikiran yang terjadi saat ini dinilai tidak akan mampu untuk menjawab ke arah perkembangan pulau- pulau kecil tersebut.
serta dengan mempertimbangkan peran ekonomis dan fungsi ekologis serta potensi sumberdaya pulau-pulau kecil, maka diperlukan solusi dan arahan yang tepat dan konstruktif. Salah satu usulan arahan/rumusan dalam rangka untuk pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam pulau-pulau kecil khususnya diperuntukan bagi penduduk setempat adalah melalui konsep
Untuk mengatasi
permasalahan
di
atas, atas,
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari kajian pada tulisan ini adalah:
a. Menjelaskan karakteristik pesisir dan laut Pulau Romang sebagai pulau kecil serta keberadaan ekosistem, potensi sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan pulau Romang.
b. Menjelaskan konsep pengembangan pulau Romang dengan pendekatan pola agromarine, dalam membangun dan memanfaatkan sumberdaya pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, dalam hal ini melalui metode pendekatan pola agromarine. Manfaat utama dari kajian ini adalah sebagai masukan bagi
pemerintah daerah agar pengembangan pulau Romang dengan pendekatan pola agromarine ini dapat terlaksana secara optimal dan berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat, khususnya penduduk asli pulau tersebut.
BAB II. TINJAUAN TEORITIS
2.1. Definisi dan Batasan Pulau Kecil
Meskipun belum ada kesepakatan tentang definisi pulau kecil baik di tingkat nasional maupun dunia, namun terdapat kesepakatan umum bahwa yang dimaksud dengan pulau kecil di sini adalah pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland), memiliki batas yang pasti, dan terisolasi dari habitat lain.
Batasan pulau kecil juga dapat didefinisikan sebagai pulau dengan luas areanya kurang dari 2.000 km 2 (UU No. 27 Tahun 2007). Menurut Dahuri (1998), pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain, keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di pulau tersebut. Selain itu, pulau kecil juga mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi species endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen, dan pulau kecil juga mempunyai tangkapan air (catchment) yang relatif kecil sehingga kebanyakan air dan sedimen hilang ke dalam air. Dari segi budaya, masyarakat yang mendiami pulau kecil mempunyai budaya yang berbeda dengan pulau kontinen dan daratan. Adanya masukan sosial, ekonomi dan teknologi ke pulau ini akan mengganggu kebudayaan mereka.
Dari uraian di atas, terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan dalam membuat batasan suatu pulau kecil: yaitu (1) batasan fisik (luas pulau); (2) batasan ekologis (proporsi species endemik dan terisolasi), dan (3) keunikan budaya.
Berdasarkan batasan dan kriteria di atas, dan dilihat dari luas area pulau Romang sebesar 173,49 km 2 atau kurang dari 2000 km 2 , maka dapat dikategorikan sebagai pulau kecil.
2.2. Karakteristik Biofisik Pulau-Pulau Kecil
Pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol, yaitu: (1) tangkapan air yang terbatas dan sumberdaya/cadangan air tawar yang sangat rendah dan terbatas; (2) peka dan rentan terhadap berbagai tekanan (stressor) dan pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, seperti badai dan gelombang besar serta pencemaran, (3) mempunyai sejumlah besar jenis-jenis (organisme) endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi (Bengen, 2000; Ongkosongo, 1998; Sugandhy, 1998).
3.3. Ekosistem Utama dan Potensi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil
Dalam suatu wilayah pesisir khususnya di wilayah pulau-pulau kecil terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) pesisir dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir tersebut dapat bersifat alamiah ataupun buatan. Ekosistem alami yang terdapat di pulau-pulau kecil pesisir, antara lain adalah: terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (seagrass beds), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa: kawasan pariwisata, kawasan budidaya (marine culture) dan kawasan pemukiman (Dahuri, dkk., 1996).
Sumberdaya alam di kawasan pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources) dan sumberdaya alam yang tak dapat pulih (non-renewable resources). Sumberdaya yang dapat pulih, antara lain: sumberdaya ikan, plankton, benthos, moluska, krustasea, mamalia laut, rumput laut atau seaweeds, lamun atau seagrass, mangrove, dan terumbu karang. Sedangkan, sumberdaya tak dapat pulih, Sumberdaya alam di kawasan pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources) dan sumberdaya alam yang tak dapat pulih (non-renewable resources). Sumberdaya yang dapat pulih, antara lain: sumberdaya ikan, plankton, benthos, moluska, krustasea, mamalia laut, rumput laut atau seaweeds, lamun atau seagrass, mangrove, dan terumbu karang. Sedangkan, sumberdaya tak dapat pulih,
Sumberdaya ikan di kawasan pulau-pulau kecil terkenal sangat tinggi, hal ini karena didukung oleh ekosistem yang kompleks dan sangat beragam seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang subur, dan mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan terumbu untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar (Nybakken, 1988). Perairan ekosistem terumbu karang juga kaya akan keragaman species penghuninya. Salah satu penyebab tingginya keragaman species ini adalah karena variasi habitat yang terdapat di terumbu, dan ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak yang dapat ditemui (Dahuri, dkk., 1996). Selain itu, ekosistem terumbu karang dengan keunikan dan keindahannya juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata bahari, seperti selam, layar maupun snorkling.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem utama pulau-pulau kecil yang sangat berperan sekali baik bagi sumberdaya ikan di kawasan tersebut maupun bagi kelangsungan hidup ekosistem lainnya, selain bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Ekosistem mangrove bagi sumberdaya ikan berfungsi sebagai tempat mencari makan bagi ikan, tempat memijah, tempat berkembang biak dan sebagai tempat untuk memelihara anak (ikan). Ekosistem mangrove juga dapat berfungsi sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan oleh ombak dan gelombang, selain itu ekosistem mangrove secara ekonomi dapat dimanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar, alat tangkap ikan dan bahan membuat rumah (Dahuri dkk., 1996; Bengen, 2000).
Sumberdaya rumput laut (seaweeds) banyak dijumpai di pulau-pulau kecil, hal ini karena kebanyakan wilayah pesisir perairannya dangkal, gelombangnya kecil, subur dan kaya bahan organik terutama wilayah dekat pantai dan muara sungai. Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang mempunyai nilai komersial yang tinggi di samping sumberdaya perikanan. Sumberdaya rumput laut ini banyak dibudidayakan oleh penduduk sekitar sebagai mata pencaharian mereka.
Padang lamun (seagrass) merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga tinggi. Pada ekosistem ini hidup beranekaragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska, ekinodermata dan cacing. Menurut Bengen (2000), secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu: (1) produsen detritus dan zat hara; (2) mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang; (3) sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; (4) sebagai tudung berlindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.
Sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources) dan energi kelautan, juga masih belum optimal dan masih terbatas pada sumberdaya migas, timah, bauksit, dan bijih besi. Jenis bahan tambang dan mineral lain termasuk pasir kwarsa, fosfat, mangan, nikel, chromium dan lainnya praktis belum tersentuh. Demikian juga halnya dengan potensi energi kelautan, yang sesungguhnya bersifat non-exhaustive (tak pernah habis), seperti energi angin, gelombang, pasang surut, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion).
Potensi jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pulau-pulau kecil, seperti pariwisata bahari dan perhubungan laut, merupakan potensi Potensi jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pulau-pulau kecil, seperti pariwisata bahari dan perhubungan laut, merupakan potensi
Selain segenap potensi pembangunan tersebut di atas, ekosistem pulau-pulau kecil juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan, bukan saja bagi kesinambungan ekonomi tetapi juga bagi kelangsungan hidup umat manusia. Faktor paling utama adalah fungsi dan peran ekosistem pesisir dan lautan di pulau-pulau kecil sebagai pengatur iklim global (termasuk dinamika La-Nina), siklus hidrologi dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan (Dahuri, 1998). Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut mestinya secara seimbang dibarengi dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan.
2.3. Peran dan Fungsi Ekosistem Pulau-Pulau Kecil
Menurut Dahuri (1998), ekosistem pulau-pulau kecil memiliki peran dan fungsi sebagai berikut: (1) pengatur iklim global; (2) siklus hidrologi dan biogeokimia; (3) penyerap limbah; (4) sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan. Selain fungsi ekologis, pulau-pulau kecil mempunyai manfaat ekonomi bagi manusia, antara lain menyediakan jasa-jasa lingkungan (alam) berupa pemanfaatan lingkungan alam yang indah dan nyaman dalam bentuk kegiatan pariwisata laut, kegiatan budidaya (ikan, udang, rumput laut) yang dapat bermanfaat bagi peningkatan pendapatan atau mata pencaharian penduduk setempat, serta potensi sumberdaya hayati yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dan bernilai ekonomis, seperti berbagai jenis ikan, udang, kerang yang Menurut Dahuri (1998), ekosistem pulau-pulau kecil memiliki peran dan fungsi sebagai berikut: (1) pengatur iklim global; (2) siklus hidrologi dan biogeokimia; (3) penyerap limbah; (4) sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan. Selain fungsi ekologis, pulau-pulau kecil mempunyai manfaat ekonomi bagi manusia, antara lain menyediakan jasa-jasa lingkungan (alam) berupa pemanfaatan lingkungan alam yang indah dan nyaman dalam bentuk kegiatan pariwisata laut, kegiatan budidaya (ikan, udang, rumput laut) yang dapat bermanfaat bagi peningkatan pendapatan atau mata pencaharian penduduk setempat, serta potensi sumberdaya hayati yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dan bernilai ekonomis, seperti berbagai jenis ikan, udang, kerang yang
2.4. Kendala-kendala Pembangunan Pulau-Pulau Kecil
Menurut Dahuri (1998); Husni (1998), beberapa kendala yang dihadapi untuk pembangunan pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut:
1. Ukuran yang kecil dan terisolasi, sehingga penyediaan prasarana dan sarana menjadi sangat mahal, dan sumberdaya manusia yang handal menjadi langka.
2. Kesulitan atau ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) yang optimal dan menguntungkan dalam hal administrasi, usaha produksi, dan transportasi laut turut menghambat pembangunan.
3. Ketersediaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan, seperti air tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir (coastal ecosystem) dan satwa liar, pada akhirnya akan menentukan daya dukung suatu sistem pulau kecil dalam menopang kehidupan manusia penghuni dan segenap kegiatan pembangunannya.
4. Produktivitas sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (seperti pengendalian erosi) yang terdapat di setiap unit ruang (lokasi) di dalam pulau dan yang terdapat di sekitar pulau (seperti ekosistem terumbu karang dan perairan pesisir) adalah saling terkait satu sama lain.
5. Budaya lokal kepulauan kadangkala bertentangan dengan kegiatan pembangunan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan memilih pulau Romang yang merupakan salah pulau kecil di Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, Kabupaten Maluku Barat Daya (Gambar 1.) dan dilakukan selama 13 hari yakni dari tanggal 10 - 23 Agustus 2014.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
3.2. Metode Pengumpulan Data
Proses penyusunan konsep rencana pengembangan agromarine Pualau Romang ini menggunakan beberapa pendekatan yakni: tahap pengumpulan data, Tahap olah dan analisis dan tahap penyusunan konsep serta recana aksinya.
Pengumpulan data dan informasi Pulau Romang yang meliputi data dasar pesisir dan laut, kebijakan pembangunan, identifikasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi berbagai potensi dan permasalahan eksternal dan internal wilayah pesisir Pulau Romang, penulis menggunakan data primer yakni konsultasi pribadi dan wawancara dengan beberapa tokoh dan masyarakat yang berasal dari Pulau Romang yang berada di Kota Ambon maupun yang tinggal di Pulau Romang melalui komunikasi telepon. Sedangkan data sekunder, penulis peroleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Barat Daya berupa Database Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil serta sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan yang mana Pulau Romang sebagai bagian di dalamnya. Selain itu, penulis melakukan pendekatan studi literatur dari buku-buku, jurnal maupun melalui penelurusan sumber-sumber internet. Penelusuran internet terutama data citra satelit serta peta pulau Romang diperoleh dari situs
www.modis.gsfc.nasa.gov/, www.colorado.edu/ dan www.getamap.net/ maps/indonesia/ (id16)/_romang_pulau .
3.3. Metode Pengumpulan dan Analisa Data
Data dan lnformasi primer maupun sekunder yang berhasil diperoleh merupakan data mentah yang perlu diolah dan dikompilasi terlebih dahulu sesuai dengan isu pokok dalam penyusun konsep rencana pengembangan Pulau Romang ini. Penulis menggunakan analisis statistik dasar menggunakan perangkat lunak Microsoft Excell 2010 untuk mengembangkan pemikiran dan analisis dalam melakukan penyusunan konsep rencana Pulau Romang.
Melalui analisis kondisi dan potensi pesisir, laut dan keadaan ekonomi sosial masyarakat pulau tersebut, penulis mencoba memetakan Melalui analisis kondisi dan potensi pesisir, laut dan keadaan ekonomi sosial masyarakat pulau tersebut, penulis mencoba memetakan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data dan Informasi Pesisir dan Laut Pulau Romang
4.1.1. Deskripsi Umum Wilayah Pulau Romang
Pulau Romang secara astronomis terletak antara 127 ° 11' 09” - 127 ° 25'
59” Bujur Timur dan 07 ° 34' 03” - 07 34' 60” Lintang Selatan. Adapun letaknya secara geografis sebelah selatan dibatasi oleh Pulau Kisar, sebelah
utara oleh Laut Banda, sebelah timur Pulau Maopora dan sebelah barat oleh Pulau Wetar. Luas wilayah daratan pulau Romang sebesar 173,49 km 2 dengan panjang garis pantai sebesar 77,74 km. Pulau ini memiliki kelengkapan ekosistem balk ekosistem mangrove, lamun maupun terumbu karang.
Gambar 2. Letak Astronomis Pulau Romang
(Sumber: http://getamap.net/maps/indonesia/(id16)/_romang_pulau/ )
Iklim di Pulau Romang dipengaruhi oleh laut Banda, Laut Arafura dan Samudera Indonesia juga dibayangi oleh Pulau Irian bagian Timur dan Benua Australia bagian Selatan sehingga sewaktu-waktu mengalami
perubahan. Keadaan musim teratur, musim Timur berlangsung dari bulan Juni sampai Agustus. Musim ini adalah musim kemarau. Musim Barat berlangsung dari bulan Desember sampai Februari sedangkan Musim hujan pada bulan Desember sampai bulan Pebruari dan yang paling deras terjadi pada bulan Desember dan Februari. Musim Pancaroba dalam bulan Maret- Mei dan September-November. Bulan April sampai Oktober bertiup angin Tenggara. Angin kencang bertiup pada bufan Januari dan Pebruari diikuti dengan hujan deras dan laut bergelora, sedangkan pada bulan April sampai September bertiup angin Tenggara dan Selatan sebanyak 91% dengan angin Tenggara dominant 61%. Pada bulan Desember sampai Februari bertiup angin Barat Laut sebanyak 50% dengan angin Barat Laut dominan 28%.
Keadaan curah hujan secara umum di Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan terjadi kurang dari 1000 mm per tahun. Suhu rata-rata sepanjang tahun adalah 27,6 ° C dengan suhu minimum absolut rata-rata 21,8 ° C dan suhu maksimum absolut rata-rata 33,0 °
C. Sedangkan rata-rata Kelembaban udara relatif 80,2%; Penyinaran matahari rata-rata 71,0%; dan tekanan udara rata-rata 1.011,8 milibar. Klasifikasi agroklimat menurut OLDEMAN, IRSAL dan MULADI (1981), Pulau Romang terbagi dalam dua zona agroklimat yakni dikategorikan dalam Zone E3 dimana bulan basah Iebih dari 3 bulan dan kering 4-6 bulan.
Gambar 3. Penampakan Lahan Darat Pulau Romang
(Sumber: http://getamap.net/maps/indonesia/(id16)/_romang_pulau/ )
Penggunaan lahan daratan pesisir sampai batas 1 km dari pantai di Pulau Romang meliputi hutan primer, dan hutan sekunder, semak belukar dan alang-alang, ladang/tegalan, kebun campuran, dan pemukiman. Penggunaan lahan di kawasan ini didominansi oleh hutan belukar, hutan primer dan sekunder, sisanya merupakan kebun campuran, ladang, tegalan, perkampungan dan tanah kosong. Hutan sekunder dan hutan primer sepanjang di pesisir pulau, sedangkan pemukiman hanya setempat dengan agihan yang sempit. Penggunaan lahan perairan pesisir di Pulau Romang meliputi pantai berpasir, pantai bergisik, pantai berbatu, rataan pasut berpasir, terumbu karang, saaru dan perairan penangkapan ikan, dan budidaya perairan. Pantai bergisik tersusun atas material pasir-kerikil dan kerakal, merupakan lahan kosong yang ditumbuhi vegetasi semak, terdistribusi di sepanjang pesisir pulau. Lahan ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pantai berbatu mencakup pantai tebing terjal, platform pantai, dan bongkahan batu karang juga ditemukan di pesisir pulau ini.
Terumbu karang terdistribusi sepanjang pesisir berasosiasi dengan rataan pasir yang ditumbuhi vegetasi lamun. Perairan di luar kawasan pasang surut, dimanfaatkan untuk penangkapan ikan pelagis, ikan demersal dan ikan karang. Aktivitas budidaya belum berkembang di kawasan ini.
Gambar 4. Penampakan Lahan Pesisir dan Laut Pulau Romang
4.1.2. Geomorfologi Lingkungan Pesisir dan Laut Pulau Romang
Daerah ketinggian pada wilayah Pulau dibagi atas 3 kelas, yaitu: (1) daerah Rendah (R) dengan ketinggian 0 — 100 m; (2) daerah Tengah (M) dengan ketinggian 100 — 500 m; dan (3) daerah Tinggi (T) dengan ketinggian > 500 m, dengan lima kelas kemiringan lereng yaitu datar (0- 3%), landai/berombak (3-8%), bergelombang (8-15%), agak curam (15- 30%) dan sangat curam (>30%).
Morfologi Pulau Romang berbukit-bukit dengan puncak tertinggi 747 m di atas permukaan !aut. Aliran sungai umumnya pendek-pendek dengan pola aliran lancar. Pulau Romang berukuran relatif kecil, berupa bukit-bukit rendah dengan titik tertinggi 250 m dari permukaan laut. Umumnya berlereng relatif landai. Perbukitan umumnya menempati bagian tengah Morfologi Pulau Romang berbukit-bukit dengan puncak tertinggi 747 m di atas permukaan !aut. Aliran sungai umumnya pendek-pendek dengan pola aliran lancar. Pulau Romang berukuran relatif kecil, berupa bukit-bukit rendah dengan titik tertinggi 250 m dari permukaan laut. Umumnya berlereng relatif landai. Perbukitan umumnya menempati bagian tengah
Tenaga geomorfik yang berperan terhadap perubahan geomorfologi sepanjang pesisir pulau ini adalah tenaga marin yakni gelombang, pasang surut dan arus. Proses geomorfologi di kawasan ini meliputi proses destruksional (pelapukan sepanjang garis pantai dan erosi pantai), dan proses kontruksional (pergerakan dan deposisi sedimen). Satuan bentuk lahan hasil proses marin meliputi pantai bergisik, pantai bertebing terjal, platform pantai, rataan pasut berbatu, rataan terumbu karang, dan tubir. Pantai abrasi sifatnya musiman dan berasosiasi dengan pantai berbatu gamping yang memiliki platform pantai. Sebaran area terumbu karang terdapat hampir di sepanjang pulau dengan luasan yang kecil.
Gambar 5. Morfologi Pulau Romang berupa pantai terjal (cliff)
Pulau Romang termasuk pada daerah busur Banda dalam yang sebagian besar tersusun oleh batuan hasil gunung api yang berumur Miosen Aras hingga Kuarter dan pada beberapa pulau dijumpai batuan sedimen Pulau Romang termasuk pada daerah busur Banda dalam yang sebagian besar tersusun oleh batuan hasil gunung api yang berumur Miosen Aras hingga Kuarter dan pada beberapa pulau dijumpai batuan sedimen
4.1.3. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir dan Laut Pulau Romang
4.1.3.1. Faktor Fisik Perairan Pesisir dan Laut Pulau Romang
Secara batimeter, perairan pulau Romang dikategorikan sebagai perairan dalam walupun pada bagian perairan sebelah barat daya Pulau Romang ditemukan kedalaman yang dangkal (122-629m). Kedalaman perairan sekitar Pulau Romang bervariasi antara 629-4519 meter. Kedalaman perairan bagman utara bervariasi antara 2647-4519 meter; bagian timur bervariasi antara 305-3005 meter; bagian selatan bervariasi antara 6292.165 meter sedangkan bagian barat perairan bervariasi antara 629-1.320 meter.
Pasang surut di perairan pulau Romang memiliki tipe yang sama dengan daerah lainnya di Maluku, yaitu digolongkan sebagai pasang campuran mirip harian ganda (predominantly semi diurnal tide). Ciri utama tipe pasang surut ini adalah terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dimana pasang pertama selalu Iebih besar dari pasang kedua. Karakteristik pasut di perairan ini mirip dengan perairan Kecamatan Wetar. Tunggang Pasang surut di perairan pulau Romang memiliki tipe yang sama dengan daerah lainnya di Maluku, yaitu digolongkan sebagai pasang campuran mirip harian ganda (predominantly semi diurnal tide). Ciri utama tipe pasang surut ini adalah terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dimana pasang pertama selalu Iebih besar dari pasang kedua. Karakteristik pasut di perairan ini mirip dengan perairan Kecamatan Wetar. Tunggang
Tingkat kecerahan perairan di pulau Romang dikategorikan dalam tingkat kecerahan tinggi. Kecerahan perairan bervariasi antara 16 - 17 meter dengan nilai rerata 16 meter. Kandungan padatan tersuspensi (TSS) di perairan berkisar antara 0,43 — 0,75 mg/l dengan nilai rerata sebesar 0,59 mg/l. Konsentrasi TSS pada perairan Pulau Romang tergolong tinggi dibandingkan dengan pulau sekitarnya. Nilai-nilai TSS ini masih memungkinkan bagi penetrasi cahaya matahari jauh ke dalam kolom perairan sehingga proses fotosintesis tumbuhan akuatik dapat berlangsung dengan balk.
Sungai di Pulau Romang umumnya pendek dengan pola aliran memancar dan hanya berair di musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau kondisinya kering atau tidak berair. Berdasarkan data curah hujan di Pulau Romang di daerah pantai berkisar antara 1.500-1.800 mm dan pada daerah perbukitan berkisar antara 2.000-2.500 mm. Namun karena sungai yang pendek dan pulau yang relatif kecil, maka air hujan yang turun tidak banyak tertahan di permukaan.
Dari kondisi tersebut di atas, maka untuk mendapatkan air tawar di pulau ini satu-satunya adalah dari sumber air tanah. Jika dilihat dari kondisi topografi dan geologinya, sebagian besar tersusun oleh batuan lava yang berumur pliosen, maka air tanah diperkirakan dapat dijumpai di daerah bagian tepi pulau, terutama pada batuan yang tersusun oleh batuan gunung api berupa breksi berumur plistosen (kuarter awal). Selain itu kemungkinan air tanah dapat dijumpai pada batu gamoing yang berumur kuarter, yang terdapat di bagian tengah, utara dan timur pulau. Akifer yang terbentuk Dari kondisi tersebut di atas, maka untuk mendapatkan air tawar di pulau ini satu-satunya adalah dari sumber air tanah. Jika dilihat dari kondisi topografi dan geologinya, sebagian besar tersusun oleh batuan lava yang berumur pliosen, maka air tanah diperkirakan dapat dijumpai di daerah bagian tepi pulau, terutama pada batuan yang tersusun oleh batuan gunung api berupa breksi berumur plistosen (kuarter awal). Selain itu kemungkinan air tanah dapat dijumpai pada batu gamoing yang berumur kuarter, yang terdapat di bagian tengah, utara dan timur pulau. Akifer yang terbentuk
Dari kondisi topografi dan geologi, dimana bagian utama pulau ini tersusun dari batuan malihan (metamorf) yang berupa sekis bersisipan genes, filit dan batu gamping terubah yang diduga berumur Pra Perm, umumnya bersifat kompak dan mempunyai permeabilitas yang sangat kecil atau bahkan kedap air, sehingga air tanah kemungkinan tidak dijumpai, kecuali pada daerah lembah dan pada zona pelapukan yang relatif tebal serta pada daerah retakan. Sedangkan pada endapan batu gamping kuarter yang mengelilingi pulau ini, diharapkan dapat menjadi tempat akumulasinya air tanah, karena batuan ini bersifat mudah melarutkan dan meresapkan air. Pada daerah batu gamping ini biasanya mempunyai muka air tanah dalam, tergantung dari tebalnya batuan tersebut.
Arus permukaan perairan Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan cenderung bergerak ke arah barat pada musim timur (Juni — Agustus) dan ke arah timur pada musim barat (Desember — Februari). Arus permukaan di perairan (Armondo) ini merespon tiupan angin muson. Kecepatan arus permukaan pada musim timur berkisar antara 0,16 — 0,30 m/det dengan rerata kecepatan arus 0,23 m/det sedangkan pada musim barat, arus permukaan berkisar antara 0,05 — 0,26 m/det dengan rerata kecepatan 0,18 m/det. Pada musim perairan I (Maret — Mei), arus permukaan perairan Arus permukaan perairan Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan cenderung bergerak ke arah barat pada musim timur (Juni — Agustus) dan ke arah timur pada musim barat (Desember — Februari). Arus permukaan di perairan (Armondo) ini merespon tiupan angin muson. Kecepatan arus permukaan pada musim timur berkisar antara 0,16 — 0,30 m/det dengan rerata kecepatan arus 0,23 m/det sedangkan pada musim barat, arus permukaan berkisar antara 0,05 — 0,26 m/det dengan rerata kecepatan 0,18 m/det. Pada musim perairan I (Maret — Mei), arus permukaan perairan
Arus pasut mendominasi perairan selat dan teluk seperti Teluk Rumah Kuda dan selat-selat sempit yang terletak di antara Pulau Romang dan Pulau Mitan. Kecepatan arus pasut terekam berkisar antara 0,24 - 0,27 m.s -1 dengan kecepatan arus rerata 0,26 m.s -1 . Sementara kecepatan maksimum ditemukan pada perairan Teluk Hila saat air bergerak surut.
Perairan Pulau Romang merupakan daerah lintasan massa air dalam (Arlindo) yang mengalir sepanjang tahun ke arah selatan dan selaniutnya mengalir ke Laut Timor. Massa air tersebut didominasi oleh massa air Laut Banda. Dengan demikian dinamika yang terjadi di Laut Banda akan berpengaruh terhadap karakteristik massa air lapisan dalam perairan pulau ini.
Tiupan angin yang sangat kuat pada musim timur diperkiranan dapat membangkitkan gelombang setinggi 4 meter di perairan pulau Romang. Berdasarkan letak posisi pulau terhadap arah datangnya angin maka bagian timur dan selatan Pulau Romang akan mengalami tekanan gelombang yang kuat sementara pantai barat dan utara lebih terlindung karena bidang jatuh angin untuk membangkitkan gelombang jauh di perairan lepas.
Suhu permukaan laut di perairan Romang selama setahun mengatami perubahan berdasarkan musim. Pada musim barat saat bertiup angin muson barat laut, suhu permukaan laut berkisar antara 28,62 — 30,04 ° C dengan Suhu permukaan laut di perairan Romang selama setahun mengatami perubahan berdasarkan musim. Pada musim barat saat bertiup angin muson barat laut, suhu permukaan laut berkisar antara 28,62 — 30,04 ° C dengan
C. Pada musim Peralihan I (Maret — Mei), suhu permukaan laut berkisar antara 28,92 — 29,93 ° C dengan rerata suhu 29,34 °
C. Massa air perairan pulau ini terlihat lebih dingin pada musim timur sebagai akibat dari pengaruh massa air Laut Banda mengatami upwelling dan pengaruh suhu udara. Suhu permukaan laut pada musim timur (Juni — Agustus) berkisar antara 26,10
— 28,16 ° C dan reratanya 26,94 °C. Massa air dingin juga terlihat. pada musim Peralihan II meskipun secara umum masih lebih
hangat dari musim timur. Pada musim Peralihan II (September — November), suhu perairan berkisar antara 27,36-30,05 dengan nilai rerata 28,78 ° C.
Di Pulau Romang, salinitas laut bebas mempunyai kisaran 30 — 36 PSU. Sedangkan daerah pantai mempunyai variasi salinitas yang lebih besar. Semua organisme di dalam perairan dapat hidup dalam perairan yang mempunyai perubahan salinitas yang kecil. Variasi salinitas pada perairan yang jauh dari pantai relatif kecil dibandingkan dengan variasi salinitas di dekat pantai, terutama jika pemasukan air sungai. Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku ikan atau distribusi ikan, akan tetapi pada perubahan sifat kimia air laut. Kadar salinitas permukaan perairan relatif tinggi dengan nilai sebesar 35 PSU di pulau ini. Tingginya kadar salinitas ini mengindikasikan bahwa massa air yang melingkupi perairan tersebut adalah massa air oseanik yang berkadar garam tinggi. Pengenceran air laut oleh massa air tawar sangat kecil pengaruhnya terhadap kadar salinitas perairan.
4.1.3.2. Faktor kimia Perairan Pesisir dan Laut Pulau Romang
Tingkat kesadahan air laut atau pH untuk perairan laut Pulau Romang dikategorikan tinggi berkisar antara 8,45-8,53 dengan nilai rerata 8,49. Nilai pH minimum dijumpai pada perairan pantai Pulau Kisar kemudian
meningkat di perairan Pulau Romang. Kondisi nilai pH demikian menunjukkan bahwa perairan ini bersifat basa dan cenderung didominasi oleh massa air oseanik. Nilai pH pada bulan ini masih berada di atas kisaran anal pH perairan umumnya. Derajat keasaman menunjukan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai sebagai konsentrasi ion hidrogen pada suhu tertentu atau pH = - log (H + ). Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi jasad renik. Perairan yang asam cenderung menyebabkan kematian pada ikan. Hal ini disebabkan konsentrasi oksigen yang rendah, aktivitas pernapasan tinggi dan selera makan berkurang. pH air laut umumnya berkisar antara 7,6 — 8,3 dan berpengaruh terhadap ikan. pH air laut umumnya bersifat konstan, karena adanya penyangga dari hasil keseimbangan karbon dioksida, asam karbonat, karbonat, dan bikarbonat yang bersifat Buffer. Dalam perairan nilai pH berada dalam kondisi alami, namun konsentrasi pH yang balk untuk ikan kerapu kisaran pH antara 7,8 - 8,3 dan untuk kerang mutiara pH berkisar antara 7,9 — 8,2.
Konsentrasi oksigen terlarut di permukaan perairan kecamatan berkisar antara 4,2-4,21 mg/l dengan nilai rerata 4,215 mg/l. Nilai-nilai kadar DO ini masih berada pada kisaran nilai yang dibolehkan maupun diinginkan untuk kegiatan konservasi dan budidaya biota laut menurut KepMen KLH No.02/1988. Sumber utama oksigen terlarut (DO) di laut berasal dari atmosfir dan hasil fotosintesis fitoplankton dan berbagai jenis tanaman laut lainnya.
Di perairan Pulau Romang unsur Cr dan Cu dijumpal tinggi dalam kolom air permukaan perairan. Keberadaan unsur Cr bervariasi antara 0,010-0,030 mg/l dengan nilai rerata 0,017 mg/l. Sementara itu, kandungan unsur tembaga bervariasi antara 0,31-0,57 mg/l dengan nilai rerata 0,46 mg/l. Kehadiran unsur Cr dan Cu yang cukup signifikan dalam Di perairan Pulau Romang unsur Cr dan Cu dijumpal tinggi dalam kolom air permukaan perairan. Keberadaan unsur Cr bervariasi antara 0,010-0,030 mg/l dengan nilai rerata 0,017 mg/l. Sementara itu, kandungan unsur tembaga bervariasi antara 0,31-0,57 mg/l dengan nilai rerata 0,46 mg/l. Kehadiran unsur Cr dan Cu yang cukup signifikan dalam
Konsentrasi sianida di perairan sekitar Pulau Romang berkisar antara 0,001 mg/liter. Masih di bawah baku mutu yang dianjurkan. Kadar sianida dalam perairan dianjurkan adalah sekitar 0,005 mg/liter (US-EPA, 1988 dalam Moore, 1991). Sedangkan Konsentrasi bromida pada perairan laut Pulau Romang tidak terdeteksi. Ion Bromida (Br) tidak bersifat toksik bagi
manusia, namun Brimin (Br 2 ) bersifat sangat toksik dan merupakan oksidasi kuat. Pada perairan tawar, Bromida ditemukan dalam jumlah yang sedikit.
4.1.3.3. Faktor Kesuburan Perairan dan Laut di Pulau Romang
Konsentrasi fosfat pada lapisan permukaan perairan Pulau Romang berkisar antara 0,11-0,37 mg/l dengan nilai rerata 0,24 mg/l. Fosfor merupakan unsur esensial dan berperan sebagai faktor pembatas bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae akuatik sehingga mempengaruhi produktivitas perairan. Di perairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus-menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Fosfat tertarut biasanya dihasilkan oleh masukan bahan organik melalui darat atau juga dari pengikisan batuan fosfor oleh aliran air dan dekomposisi organisme Konsentrasi fosfat pada lapisan permukaan perairan Pulau Romang berkisar antara 0,11-0,37 mg/l dengan nilai rerata 0,24 mg/l. Fosfor merupakan unsur esensial dan berperan sebagai faktor pembatas bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae akuatik sehingga mempengaruhi produktivitas perairan. Di perairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus-menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Fosfat tertarut biasanya dihasilkan oleh masukan bahan organik melalui darat atau juga dari pengikisan batuan fosfor oleh aliran air dan dekomposisi organisme
memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 0,003-0,004 mg/l dengan nilai rerata 0,0035 mg/l. Sama halnya dengan nitrit, konsentrasi nitrat di permukaan perairan cenderung tinggi dengan nilai berkisar antara 1,20-1,60 mg/l dengan nilai rerata 1,27 mg/l. Seperti halnya fosfat, nitrit dan nitrat berfungsi sebagai indikator tingkat kesuburan perairan, tetapi di permukaan perairan kadar nitrit sangat kecil karena dioksidasi menjadi nitrat. Konsentrasi nitrit akan meningkat kecuali pada daerah perairan neritik yang relatif dekat dengan buangan limbah industri.
Tingginya konsentrasi unsur hara fosfat, nitrit dan nitrat di perairan Pulau Romang diduga berasal dari massa air Laut Banda hasil taikan selama bulan Juli — Agustus yang kaya akan unsur hara jika dibandingkan dengan kernampuan ekosistem mangrove yang mengintrodusir zat hara.
Konsentrasi besi pada perairan laut wilayah pulau Romang tidak terdeteksi. Zat Besi merupakan unsur yang esensial bagi makluk hidup. Pada tumbuhan, termasuk algae, besi berfungsi sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Kadar besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah. Selain itu pada tumbuhan, besi berperan dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis. Namun, kadar besi yang berlebihan dapat menghambat fiksasi unsur lainnya.
Konsentrasi seng pada perairan laut Pulau Romang sebesar 0,48 mg/liter. Unsur Zn termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah melimpah di alam. Kelarutan unsur seng dan oksida seng dalam air relatif rendah. Seng termasuk unsur yang esensial bagi organisme hidup, karena berfungsi mengatur kerja enzim. Seng juga diperlukan dalam proses fotosintesis sebagai agen bagi transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan protein.
Pada umumnya, untuk perairan tropis dimana ada terdapat lapisan termoklin, konsentrasi kiorofil pada lapisan permukaan sering ditemukan lebih rendah. Kecuali pada daerah yang terkena dampak langsung monsoon yang umumnya menyebabkan terjadinya up welling yang memperkaya permukaan lapisan permukaan laut dengan nutrien. Seperti telah diketahui klorofil-a merupakan parameter biologi oseanografi utama yang digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan. Kandungan klorofil-a di perairan ini di deteksi menggunakan sensor satelit MODIS liputan tanggal Juli 2014 yang diperoleh melalui situs http://www.colorado.edu/
Citra MODIS memperlihatkan bahwa klorofil-a fitoplankton di perairan Pulau Romang cenderung memiliki kandungan yang tinggi. Konsentrasi yang rendah klorofil-a fitoplankton di perairan ini bervariasi antara 0,08-
0,20 mg/m 3 menyebar di perairan bagian barat dan selatan pulau kemudian meningkat pada perairan antara Pulau Romang dengan nilai bervariasi antara 0,08-0,1 mg/m 3 . Kandungan klorofil-a fitoplankton di perairan sekitar Pulau Kisar pada umumnya cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan kawasan perairan pesisir Pulau Romang dan Maopora di kecamatan ini. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi hanya ditemukan pada perairan pantai
pulau kisar, bervariasi antara 0,30-0,2 mg/m 3 .
Gambar 6. Distribusi Klorofil-a Fitoplankton di Pulau Romang (Data Satelit Modis Aqua www.colorado.net /)
Kandungan padatan tersuspensi (TSS) di perairan Pulau Romang berkisar antara 0,43 — 0,75 mg/l dengan nilai rerata sebesar 0,59 mg/l. Nilai-nilai TSS yang diperoleh ini masih tergolong rendah sehingga memungkinkan bagi penetrasi cahaya matahari jauh ke dalam kolom perairan sehingga proses fotosintesis tumbuhan akuatik dapat berlangsung dengan baik. Padatan tersuspensi (Suspended Solid) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 p.m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter 0,45 pm. Padatan tersuspensi terdiri dari lumpur, pasir halus, jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah/erosi yang terbawa ke dalam badan air. Sedangkan padatan tersuspensi yang berasal dari jasad-jasad renik umumnya berupa jaringan hidup dan mati fitoplankton dan zooplankton, kotoran manusia, dan jaringan tubuh hewan dan tumbuhan yang mati dan membusuk.
4.1.4. Kondisi Ekosistem Utama Pesisir dan Laut Pulau Romang
4.1.4.1. Kondisi Ekosistem Mangrove di Pulau Romang
Komunitas mangrove Pulau Romang terletak pada posisi 127° 21,835' BT dan 7 ° 35,248' LS kenampakan secara visual di lapangan tumbuh pada substrat pasir dan pasir bercampur patahan karang memiliki dasar perairan yang landai, Jenis mangrove yang dijumpai dan lebih mendominasi adalah mangrove dari famili Rhizophoraceae sedangkan jenis-jenis yang ditemui adalah Sonneratia alba, Rhyzophora apiculata, Aegiceras corniculatum, Avicennia alba.
Jenis mangrove yang mendominasi Pulau Romang untuk tingkat kategori Pohon didominasi oleh Rhizophora apiculata (NP = 95,90 %; kerapatan 154 tegakan/ha) dan Exocaria agaloca sebagai kodominan (NP= 16,65 %; kerapatan 27 tegakan/ha) diikuti jenis Avicennia alba (NP= 10,76 %; kerapatan 18 tegakan/ha)
4.1.4.2. Kondisi Ekosistem Lamun di Pulau Romang
Pada Pulau Romang ditemukan sebanyak 6 jenis lamun dengan tingkat kerapatan sebesar 151,20 tegakan/m 2 . Jumlah jenis lamun di Pulau Pulau lebih banyak dibanding dengan jenis lamun yang ditemukan di pulau sekitarnya, dengan nilai kerapatan cukup tinggi. Di Pulau Romang ditemukan sebanyak 6 jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata, Cymodocea serulata, Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Halophila ovalis, dan Syringodium isoetifolium. Tingkat kerapatan tertinggi
didapatkan pada jenis Halophila ovata sebesar 65,20 tegakan/m 2 dan terendah untuk jenis Cymodocea serulata sebesar 22,40 tegakan/m 2 ; frekuensi kehadiran tertinggi untuk jenis Halophila avails yang mendominasi perairan Pulau Romang.
Jumlah jenis makro algae yang ditemukan di pulau Romang yaitu 5 spesies yang dapat dimasukan ke dalam 5 genus, 5 famili, 4 ordo, dan 3 devisi. Pengelompokannya dalam 3 devisi utama yaitu alga hijau (Chlorophyta) terdiri dari 1 spesies, alga coklat (Phaeophyta) yang terdiri dari 2 spesies dan alga merah (Rhodophyta) yang terdiri dari 2 spesies. Dari jenis-jenis yang ditemukan tersebut, tidak terdapat spesies yang memiliki nilai ekonomis.
4.1.4.3. Kondisi Ekosistem Karang di Pulau Romang
Luas terumbu karang pada perairan pesisir pulau Roamng mencapai 15,20 km 2 . Karang batu yang tumbuh dan tersebar pada areal terumbu perairan ini tergolong tinggi yaitu sebanyak 119 spesies, dan seluruhnya termasuk dalam 44 genera dan 14 famili. Famili karang batu dengan kekayaan spesies yang tinggi adalah Acroporidae (36 spesies), Faviidae (20 spesies), Fungiidae (13 spesies) dan Poritidae (9 spesies).
Secara umum kondisi terumbu karang di perairan pesisir Pulau Romang berada pada kategori baik (good). Kondisi terumbu karang di perairan dipengaruhi oleh persen tutupan pasir. Sumbangan terbesar penutupan karang batu berasal dari karang Non Acropora, Kerusakan terumbu karang pada wilayah Pulau ini disebabkan oleh kegiatan antropogenik dan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang menggunakan alat serta metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Pada bagian lain, kerusakan karang pada Pulau-Pulau kecil dalam wilayah ini disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan karang menggunakan bom ikan untuk menangkap ikan ekor kuning dan pisang-pisang, maupun ikan kembung, serta kemungkinan penggunaan Potasium Cyanida untuk menangkapan ikan karang bernilai ekonomis penting seperti ikan kerapu dan ikan Napoleon. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang yang tidak ramah lingkungan itu tampak jelas dengan bekas-bekas pemboman yang disertai patahan karang mati bentuk tumbuh bercabang yang berserakan, juga koloni-koloni karang mati yang masih standing dan tidak patah atau roboh.
4.1.5. Kondisi Sumberdaya Ikan di Perairan Pulau Romang
4.1.5.1. Kondisi Sumberdaya Ikan Pelagis
Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis kecil ekonomis penting yang terdapat di Pulau Romang antara lain, ikan layang (Decapterus spp), ikan kembung (Rastrelliger spp), ikan tembang (Sardinela spp), ikan terbang (Cypsilurus spp), ikan julung-julung (Hemiramphus spp), ikan kuwe (Caranx spp), ikan teri (Stolephorus spp) dan lain sebagainya. Kepadatan sumberdaya ikan pelagis kecil berkisar dari 14 - 2,750 individu/ha atau 1.07 - 206.27 kg/ha, dengan nilai rata-rata sebesar 281 individu/ha atau 21.07 kg/ha. biomassa sumberdaya ikan pelagis kecil adalah sebesar 3,413 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) sebesar 1,365 Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis kecil ekonomis penting yang terdapat di Pulau Romang antara lain, ikan layang (Decapterus spp), ikan kembung (Rastrelliger spp), ikan tembang (Sardinela spp), ikan terbang (Cypsilurus spp), ikan julung-julung (Hemiramphus spp), ikan kuwe (Caranx spp), ikan teri (Stolephorus spp) dan lain sebagainya. Kepadatan sumberdaya ikan pelagis kecil berkisar dari 14 - 2,750 individu/ha atau 1.07 - 206.27 kg/ha, dengan nilai rata-rata sebesar 281 individu/ha atau 21.07 kg/ha. biomassa sumberdaya ikan pelagis kecil adalah sebesar 3,413 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) sebesar 1,365
4.1.5.2. Kondisi Sumberdaya Ikan Demersal