PLURALITAS METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PLURALITY OF SHARIAH BANKING DISPUTE SETTLEMENT METHOD IN INDONESIA
Fatahullah| Pluralitas Metode Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia........................... gan ketentuan pasal 16 ayat (1) Un-
dang-Undang Kekuasaan Kehakiman Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-undang No- mor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang peradilan Agama; “bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan me- mutus suatu perkara yang diajukan den- gan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Masalahnya adalah klausula perjan- jian telah menentukan bahwa apabila ada sengketa atau perselisihan selama perjanjian dilaksanakan diselesaikan melalui lembaga arbitrase yang tunjuk. Akan tetapi bagaimana seandainya ada salah satu pihak yang tetap mengajukan perkara ke Pengadilan Agama walaupun ada klausula arbitrase yang menentukan untuk diselesaikan dilembaga arbitrase. Sementara pihak lawan/tergugat tidak mengajukan upaya perlawanan pada saat eksepsi bahwa kasus tersebut telah ada klausula arbitrase mengaturnya. Pasal 1338 ayat (2) KUH Pdt memberi- kan kemungkinan kepada pihak untuk mengakhiri perjanjian/akad berdasar- kan pada kesepakatan para pihak. Fak- tor penentu (connecting factor) bagi Pen- gadilan Agama dalam mengklaim kom petensi pengadilan salah satunya adalah kehadiran para pihak dimuka ha- kim/pengadilan. Menurut hemat penu- lis bahwa faktor kehadiran tergugat se- cara de facto dimuka pengadilan dan keengganan tergugat mengajukan upaya perlawanan pada saat eksepsi dengan memohon kepada majelis hakim untuk menolak perkara tersebut karena ada klausula arbitrasenya menunjukan pada kesepakatan untuk melanjutkan kasus tersebut diperiksa, diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan Agama walau- pun tidak ada penegasan untuk men- gakhiri perjanjian yang dibuat sebelum-
nya. Sehingga kehadiran para pihak dimuka hakim/pengadilan secara otom- atis menyebabkan batalnya perjanjian yang berkaitan dengan pilihan forum penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase.
Di samping itu, argumentasi lain- nya didasarkan pada asas beracara di Pengadilan Agama dan Peradilan Perda- ta pada umumnya yakni hakim bersifat pasif. Artinya bahwa para pihak yang harus aktif membuktikan segala sesuatu dihadapan majelis hakim. Terkadang hakim tidak mengetahui bahwa perkara tersebut telah ada klausula arbitrasenya untuk diselesaikan diluar pengadilan. Pengadilan akan melakukan pemerik- saan perkara setelah diajukannya per- mohonan atau gugatan oleh pihak yang berkepentingan (ketentuan pasal 55 UU No. 7 tahun 1989). Sederhananya adalah bahwa perkara tersebut bukan dicari oleh majelis hakim akan tetapi di- ajukan oleh salah satu pihak. Sehingga para pihaklah yang lebih memahami latar belakang setiap kasus tersebut.
Jadi menurut penulis bahwa ketentuan pasal 3 dan 11 UU 30 tahun 1999 tersebut baru dapat berlaku apabila ada upaya perl- awanan oleh tergugat untuk mengingatkan majelis hakim bahwa perkara tersebut telah diatur dalam klausula arbitrase. Se- mentara apabila tidak dilakukan upaya perlawanan tersebut apapun putusan Pen- gadilan Agama sebagai lembaga Negara ha- rus tetap dianggap benar (res judicata pro veriate habetur) . Hal ini dilakukan untuk melindungi kewibawaan lembaga peradilan dari upaya coba-coba atau untung-untun- gan dari pihak yang berperkara. Putusan Hakim merupakan putusan yang bersifat mandiri sehingga apabila ada yang tidak sepakat dan mau mengkoreksinya dapat melakukan upaya hukum melalui banding dan kasasi.
J UrnAl IUS | Vol II | Nomor 6 | Desember 2014 | hlm 538~555
Hakim harus mempertanggungjawab- samping itu ada beberapa kelemahannya kan segala putusannya, tidak hanya di ha- antara lain masalah perbankan syariah dapan orang yang berperkara tetapi juga maupun ekonomi syariah lain merupakan dihadapan sang khalik. Ketika seorang suatu yang baru dalam kegiatan bisnis di
hakim tidak berkompeten dalam kewenan- Indonesia sehingga kesulitan bagi hakim- gannya menyelesaikan perkara bisa saja hakim lama untuk beradaptasi dan mema- putusannya salah dan berakibat fatal. haminya. Kemudian, Dalam hadist Rasulullah dijelaskan bahwa
Penyelesaian sengketa perbankan syari- seorang hakim apabila tidak mengetahui il-
ah di luar pengadilan diakui dalam system munya dan tetap menghukum dengan ke-
hukum nasional berdasarkan pada keten- bodohannya maka dia masuk di neraka.
tuan dalam pasal 55 ayat (2) Undang-Un- dang Nomor 21 tahun 2008 tentang per-
KESIMPULAN
bankan Syariah. penyelesaian ini harus
Penyelesaian sengketa perbankan Syari- atas dasar kesepakatan kedua belah pihak
ah melalui Pengadilan Agama di akui dan dalam setiap perjanjian/akad. Pengadilan diatur dalam pasal 49 Undang-Undang No- Agama wajib menolak perkara apabila ter- mor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Aga- dapat klausula arbitrase. Akan tetapi ke- ma jo pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 hadiran para pihak dimuka hakim/penga- tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. dilan dapat dijadikan sebagai dasar kese- ada beberapa kelebihan penyelesaian seng- pakatan para pihak mengakhiri perjanjian keta Perbankan Syariah melalui Litigasi ini yang telah dibuat. Sehingga hakim dapat antara lain, pengadilan Agama memiliki melanjutkan memeriksa dan memutus Sumber Daya Manusia yang sudah mema- perkara yang diajukan. Vonis yang dikelu- hami masalah Syariah sehingga memudah- arkan oleh pengadilan harus dianggap kan penyelesaian sengketanya, Pengadilan benar dan dihormati kedua belah pihak se- Agama sudah menjangkau setiap wilayah belum ada koreksi dari lembaga peradilan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Di yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka
A. Rahmat Rosyadi, 2002, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum
Positif , Bandung:Citra Aditya Bakti Ali, Muhammad Daud. 2007, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Islam di Indonesia , Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Antonio, M. Syafi’I. 1999, Bank Syari’ah; Wacana Ulama’ dan Cendekiawan , Jakarta: Tazkia Institut dan Bank Indonesia.
Arto, A. Mukti, 2004, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan
Agama : Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arto, A. Mukti. 2001, Mencari Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dewi, Gemala, Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlinti. 2005, Hukum
Perikatan Islam di Indonesia , Jakarta: Kencana. Dewi, Gemala. 2004, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan
Perasuransian Syariah di Indonesia , Jakarta: Kencana. 554 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Fatahullah| Pluralitas Metode Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia........................... Djumhana, Muhammad. 1993, Hukum Perbankan di Indonesia,
Bandung: Citra Aditya Bakti. Hamid, M. Arifin. 2007, Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) Di
Indonesia , Bogor: Ghalia Indonesia Harahap, M. Yahya. 2005, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan
Agama , Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta. Karnaen Purwaatmadja, 2005, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,
Jakarta:Prenada Media Maria Los, 1987, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, Jakarta:
Bina Aksara, Munir Fuady, 2003, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian
Sengketa , Bandung: Citra Aditya Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis. 1996, Hukum
Perjanjian Dalam Islam , Jakarta: Sinar Grafika. Pujirahayu, Esmi Warassih, 2005, Pranata Hukum: Sebuah Telaah
Sosiologis , Semarang: Suryandaru Utama, Rahmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan , Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar,
Yogyakarta: Liberty Sudikno Mertokusumo, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia,
Yogyakarta: Liberty, Usman, Rachmadi. 2002, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di
Indonesia , Bandung: Citra Aditya. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, cet. I, 2000,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Widjaja, Gunawan, 2005, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta:
Raja Grafindo Persada www.republika.co.id Harian Kontan edisi Kamis 28 November 2013 Trust Majalah Berita ekonomi dan Bisnis Edisi 27 Tahun IV, 17-23
April 2006,
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 555