PLURALITY OF SHARIAH BANKING DISPUTE SETTLEMENT METHOD IN INDONESIA

PLURALITAS METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PLURALITY OF SHARIAH BANKING DISPUTE SETTLEMENT METHOD IN INDONESIA

Fatahullah

Fakultas Hukum Universitas Mataram Email : ullaw84@yahoo.co.id

Naskah dimuat : 30/08/2014; revisi : 02/10/2014; disetujui : 08/11/2014

A bstrAct

Shariah banking is a business institution that conducts intermediary function or an agent between capital/money-owner and customers requiring capital for financing activities. In the implementation of that function, potential conflict or dispute with the customer may occur and to overcome such dispute, a set of settlement method is required. The Article 55 of Law Number 21 of 2008 concerning Shariah Banking provides options for dispute settlement namely litigation or religious court and extrajudicial (non-litigation) based on the agreement of both parties. The settlement via the religious court is authorized by the law and set forth under Article 49 of Law Number 3 of 2006 concerning the absolute authority of the religious court to investigate, decide and settle Shariah Banking dispute. Whereas, non-litigation method is also regulated in Law Number 30 of 1999 concerning Arbitration and Dispute Settlement Alternatives whose rulings are final and binding. This model of settlement may be carried out through Deliberation, Banking Mediation or the National Shariah Arbitration Body depending on the contract and agreement entered into by both parties. Principally, religious court does not hold the authority to investigate any case that contain arbitration clause. However, the absolute authority will apply when the parties request it through their actual appearance before the court that it automatically nullifies the arbitration clause.

Keywords: Shariah Banking, Dispute, Litigation, Religious Court and Non-Litigation

A bStrAk

Perbankan Syariah merupakan lembaga bisnis yang melaksanakan fungsi Intermediasi atau perantara antara nasabah pemilik modal atau uang dengan nasabah yang membutuhkan modal untuk kegiatan pembiayaan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut tidak tertutup kemungkinan terjadi perselisihan atau sengketa dengan pihak nasabahnya. Untuk menyelesaikan sengketa yang kemungkinan muncul tersebut maka perlukan suatu cara penyelesaiannya. Peraturan perundang-undangan berdasarkan pada pasal 55 Undang- Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan pilihan penyelesaian sengketa yaitu melalui cara Litigasi atau Pengadilan Agama atau menggunakan cara di luar pengadilan (non litigasi) atas dasar kesepakatan kedua belah pihak. Penyelesaian melalui pengadilan Agama diberikan kewenangan oleh Undang-Undang juga melalui pasal 49 UU Nomor 3 tahun 2006 yang mengatur tentang kewenangan absolute Pengadilan Agama untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Perbankan Syariah. Sedangkan penyelesaian melalui non litigasi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang putusannya bersifat final dan mengikat. Penyelesaian sengketa model ini dapat dipilih melalui Musyawarah, Mediasi Perbankan atau melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional tergantung dari akad atau perjanjian yang disepakaati oleh kedua belah pihak. Secara prinsipil Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa perkara yang terdapat klausula arbitrasenya akan tetapi Pengadilan

Kajian Hukum dan Keadilan 538 IUS

Fatahullah| Pluralitas Metode Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia...........................

Agama kewenangan absolutnya apabila para pihak menghendakinya melalui kehadiran secara nyata dimuka pengadilan sehingga otomatis menghapuskan klausula arbitrase.

Kata kunci: Perbankan Syariah, Sengketa, Litigasi, Peradilan Agama, dan Non Liti- gasi

PENDAHULUAN

sil meraup aset sebesar Rp.228, 9 T. Bank Syariah juga berhasil mengumpulkan dana

d alam kaidaH F iqH Muamalat bahwa

masyarakat sebesar Rp.173, 6 T dan meny- hukum asal sesuatu adalah mubah (kebole-

alurkan pembiayaan sebesar Rp.178, 8 T. han) kecuali ada dalil yg melarangnya. Hal Dari total pembiayaan tersebut, sebesar

ini berarti bahwa ketika suatu lembaga Rp.107, 2 T (60 persen) pembiayaan disal-

atau kegiatan ekonomi baru muncul di ma- urkan untuk Usaha Kecil dan Menengah

na belum dikenal sebelumnya dalam hu- (UKM). Jumlah rekening yang ada di Bank

kum islam, maka lembaga dan kegiatan/ Syariah juga meningkat 28 persen dari 12,

transaksi tersebut dapat diterima kecuali

5 juta menjadi 16 juta rekening 3 . terdapat implikasi dari dalil dalam Al-

Qur’an dan Hadist yang melarangnya. Be- Menurut Riset dan Survei Bank Indone- gitu pula hukum Islam menyikapi Perbank- sia menunjukan minat yang cukup besar an. Pada dasarnya ketiga fungsi utama per- dari masyarakat terhadap industri Per- bankan yakni menerima simpanan/tabun- bankan Syariah sekitar 89 persen meneri-

gan, meminjamkan uang/pembiayaan dan ma prinsip syariah 4 . Selanjutnya menurut jasa pengiriman uang adalah boleh dilaku- Dhani Gunawan Idat Ketua Tim Penelitian kan, kecuali bila dalam melaksanakan Perbankan Syariah Direktorat Perbankan fungsinya perbankan melakukan hal-hal Syariah Bank Indonesia bahwa Perbankan yang dilarang oleh syariat. Dalam praktek syariah masih prospektif dengan beberapa perbankan konvensional saat ini fungsi faktor pertimbangan. Pertama, Indonesia perbankan tersebut dilaksanakan berdasar- memiliki penduduk Muslim terbesar di du- kan system bunga yang identik dengan ri- nia. Kedua, kekayaan alam Indonesia juga

ba yang diharamkan dalam syariat Islam. mendukung stabilitas pertumbuhan ekono- Hal tersebut seperti yang dituangkan mi dan keuangan. ketiga, budaya sosial di dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia no- negeri ini tentang bagi hasil sangat sejalan mor 1 tahun 2004 dan Fatwa Majelis Tar- dengan prinsip bagi hasil dalam perbankan jih dan Tajdid PP Muhammadiyah Nomor syariah. Dan keempat, faktor pendukung

8 tahun 2006. yakni gencarnya program edukasi dan sos- ialisasi yang dilakukan Bank Indonesia 5 .

Berdasarkan Statistik Perbankan Syari-

ah per Agustus 2013, terdapat 11 Bank Di samping faktor yang telah disebut- Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Sya- kan di atas ada, faktor lain yang mempen- riah (UUS), dan 160 Bank Pembiayaan garuhi perkembangan Perbankan Syariah

Rakyat Syariah (BPRS) 1 . Sementara jum- yakni faktor hukum. Faktor infrastruktur lah jaringan kantor perbankan syariah se- hukum telah membuktikan bahwa perkem- banyak 2.043 terdiri dari 1.360 1.360 jar- bangan perbankan syariah yang pesat baru ingan kantor BUS, 323 jaringan kantor terjadi setelah berlakunya Undang-undang

UUS, dan 360 jaringan kantor BPRS 2 . Dari Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan jumlah tersebut, perbankan syariah berha- atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992

1 Harian KONTAN, edisi Kamis 28 November 2013

3 Harian Kontan, Op.Cit

Hlm 23

4 www.republika.co.id

2 Data Bank Indonesia pada September 2011

5 ibid

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 539

J UrnAl IUS | Vol II | Nomor 6 | Desember 2014 | hlm 538~555

tentang Perbankan. Sejak berlakunya UU metode penyelesaian sengketa antara bank No. 7 tahun 1992 maka di Indonesia ber- dengan nasabahnya melalui ketentuan pas- laku dual Banking system, yakni perbank- al 55 yang menentukan bahwa: an konvensional dan perbankan syariah

(1)Penyelesaian sengketa Perbankan Sya- (bank bagi hasil). Istilah perbankan syari-

riah dilakukan oleh pengadilan dalam

ah mulai di gunakan secara resmi dalam lingkungan Peradilan Agama.

tata hukum nasional ketika berlaku UU No. 10 tahun 1998. Dalam pasal 1 ayat 3 (2)Dalam hal para pihak telah memperjan- menentukan bahwa “bank umum adalah

jikan penyelesaian sengketa selain seb- bank yang melaksanakan kegiatan usaha se-

agaimana dimaksud pada ayat (1), peny- cara konvensional dan atau berdasarkan

elesaian sengketa dilakukan sesuai prinsip syariah yang dalam kegiatannya

dengan isi Akad.

memberikan jasa dalam lalu lintas pem- (3)Penyelesaian sengketa sebagaimana di- bayaran”. Dengan berlakunya UU No. 10

maksud pada ayat (2) tidak boleh ber- tahun 1998 tersebut telah memberikan

tentangan dengan Prinsip Syariah. dasar hukum yang kuat dan peluang yang

lebih besar dalam pengembangan bank sya- Selanjutnya pada penjelasan pasal 55 riah di Indonesia. Kemudian pada tahun ayat 2 bahwa “yang dimaksud dengan pe-

2008 negara membuat payung hukum nyelesaian sengketa dilakukan sesuai den- tersendiri yang mengatur perbankan syari- gan isi akad adalah upaya sebagai berikut:

ah yang terpisah dari bank konvensional

(1)Musyawarah

yakni Undang-undang Nomor 21 tahun

(2)Mediasi Perbankan

2008 tentang Perbankan Syariah. (3)Melalui Badan Arbitrase Syariah Na-

Perkembangan kegiatan Perbankan sional (Basyarnas) atau lembaga arbi- Syari’ah yang pesat, membuat peluang ter-

trase lain: dan / atau jadinya sengketa juga sangatlah besar.

(4)Melalui Pengadilan dalam lingkun- Dengan perkembangan zaman yang ada

gan Peradilan Umum. membuat sengketa-sengketa semakin hari

Dilihat dari ketentuan pasal 55 tersebut semakin rumit. Walaupun kegiatan usaha maka penyelesaian sengketa perbankan Perbankan Syariah menggunakan akad syariah dapat ditempuh melalui proses liti- berdasarkan pada Hukum Islam yang ber- gasi dan proses non litigasi. Proses litigasi sumber dari Al-Qur’an Hadist sehingga merupakan penyelesaian sengketa melalui unsur moralitas menjadi faktor penting pengadilan. Berdasarkan ketentuan pasal yang harus dijunjung tinggi oleh lembaga

55 ada dua pilihan pengadilan yakni Pen- perbankan maupun nasabahnya. Akan gadilan Agama (ayat 1) dan Pengadilan tetapi sengketa atau perselisihan menjadi Negeri (penjelasan ayat 2) akan tetapi bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap penjelasan tersebut telah dibatalkan dan kegiatan bisnis. Hal ini bisa diakibatkan dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui oleh wanprestasi selama akad berlangsung putusannya nomor 93/PUU-X/2012 yang yang dilakukan oleh satu pihak ataupun dibacakan pada tanggal 29 agustus 2013. ketidaktahuan terhadap prinsip-prinsip Sedangkan proses non litigasi merupakan hukum yang mengaturnya maupun konflik penyelesaian sengketa antara para pihak di dalam hal penafsiran isi suatu perjanjian luar pengadilan. Pada proses non litigasi (akad). ada tiga opsi yang dapat dilakukan yakni

Atas dasar pertimbangan tersebut maka melalui musyawarah para pihak, melalui UU Perbankan Syariah memberikan

540 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Fatahullah| Pluralitas Metode Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia...........................

mediasi dan melalui arbitrase (Basyarnas/ Pada dasarnya setiap sengketa yang BANI).

muncul termasuk sengketa Perbankan terdapat tiga aspek, yakni:

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas maka tulisan ini difokuskan untuk

1. Aspek yuridis, yakni adanya perbedaan mengkaji penyelesaian sengketa Perbankan

antara das sein dan das sollen, atau Syariah melalui Litigasi dan Non Litigasi-

perbedaan antara kenyataan yang ter- dan kekuatan putusan Pengadilan Agama

jadi dengan norma yang seharusnya di- terhadap kasus yang telah diperjanjikan

jalan kan. Sehingga sesuatu yang terjadi untuk diselesaikan melalui lembaga Arbi-

itu sebenarnya merupakan hal yang trase

secara normatif seharusnya tidak boleh terjadi atau tidak boleh dilakukan.

PEMBAHASAN

2. Aspek sosiologis, yakni adanya suatu fakta yang membuat suatu pihak merasa

A. Sengketa Perbankan dirugikan oleh pihak lawan yang mem-

Setiap manusia dalam kehidupan se- buat/melakukan fakta/kejadian itu, dan hari-harinya akan melakukan interaksi

tidak mau secara suka rela mengganti dengan manusia atau organ dalam hal ini

kerugian atau menyelesaikan dengan badan hukum yang bisa melakukan tinda-

damai dan masing-masing pihak tidak kan hukum. Dalam interaksi tersebut tidak

mau mengalah atau mengalah salah selamanya sesuai dengan apa yang di-

s atunya.

harapkan oleh manusia yang berakhir pada

3. Aspek psikologis, yakni bahwa pada kebahagiaan atau menguntungkan kedua

hakikatnya sengketa itu terjadi antara belah pihak. Apabila keinginan kedua pi-

sesama manusia dalam kapasitas apa- hak tidak saling bertemu maka hal ini me-

pun. Rasa emosional manusia inilah nimbulkan sengketa.

yang memunculkan adanya sengketa 7 . Sengketa adalah kata lain dari konflik.

Selanjutnya menurut A. Mukti Arto Menurut Abdurrahman, ada ahli yang me- karena setiap sengketa mempunyai 3 (tiga nyamakan pengertian antara sengketa den- aspek, maka setiap sengketa memiliki 3 gan konflik adapula yang membedakannya. (tiga) sifat yang melekat padanya, yang Bagi yang menyamakannya sengketa atau melambangkan unsur-unsur tersebut, konflik diartikan dengan suatu interaksi yaitu: yang bersifat antagonistis (berlawanan,

1. Sifat formal, yakni sifat sengketa ber seberangan, bertentangan), atau hubu- yang melekat pada nilai atau norma ngan antara dua pihak atau lebih yang me-

hukum yang mengaturnya, mung- miliki/merasa memiliki sasaran yang tidak kin karena nilai norma hukum- sejalan. Bagi yang membedakannya, maka nya kurang jelas, terdapat beberapa yang dimaksud dengan konflik adalah ke- aturan yang berbeda beda atau saling daan di mana para pihak menyadari/men- berlawanan, adanya keragu raguan getahui tentang adanya perasaan tidak atau ketidakpastian hukum, atau be- puas, sedangkan sengketa adalah di mana lum adanya aturan dan lain sebagain- konflik tersebut dinyata kan dimuka umum

ya. atau melibatkan pihak ketiga 6 .

2. Sifat substansial, yakni sifat seng- keta yang melekat pada objek seng-

6 Yusnan Zaida, Kewenangan Peradilan Agama 7 A. Mukti Arto, Mencari Keadilan, Pustaka Pelajar, terhadap sengketa ekonomi syariah, www.google.com

Yogyakarta, 2001, hlm. 38

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 541

J UrnAl IUS | Vol II | Nomor 6 | Desember 2014 | hlm 538~555

keta atau benda yang disengketakan, kungan Peradilan Umum, lingkungan mungkin bendanya berbeda atau ber-

Peradilan Agama, lingkungan Peradilan lainan dan sebagainya.

Militer, lingkungan Peradilan Tata Usa-

3. Sifat emosional, yakni sifat seng-

ha Negara dan oleh sebuah Mahkamah keta yang melekat pada manusianya,

konstitusi”.

mungkin karena perasaan (yang me- Sedangkan di dalam pasal 2 UU No. liputi etika dan estitika), pemiki-

14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok rannya (anggapan, penilaian, pan-

Kekuasaan Kehakiman secara tegas dangan, penguraian, analisis, cara

menyatakan bahwa yang berwenang berpikir dan keyakinannya) keingi-

dan berfungsi melaksanakan peradilan nan atau kepentingan yang berbeda

hanya badan-badan peradilan yang

dibentuk berdasarkan undang-undang. Dengan demikian potensi sengketa an-

atau berlawanan 8 .

Peradilan Agama merupakan salah tara bank dan nasabah dalam kegiatan usa-

satu lingkungan peradilan di bawah

ha perbankan syariah dapat disebabkan Mahkamah Agung yang dibentuk ber- karena adanya perbedaan pendapat menge-

dasarkan UU No. 7 tahun 1989 yang di- nai hak dan kewajiban yang harus dilak-

peruntukan bagi masyarakat pencari ke- sanakan oleh masing-masing pihak, tidak

adilan yang beragama islam untuk adanya kesamaan pemahaman tentang ke-

menyelesaiakan perkara-perkara terten- adaan darurat (force majure) yang menye-

tu. Dalam penjelasan pasal 10 ayat (1) babkan salah satu pihak mengalami keru-

Undang-Undang nomor 14 tahun 1970, gian yang berakibat tidak bisa memenuhi

bahwa peradilan agama disebut peradi- kewajiban, adanya akad yang multitafsir,

lan khusus. Dikatakan peradilan khusus dan adanya wanprestasi yakni adanya ci-

adalah pihak (subjek) serta objek dera janji atau adanya kesengajaan untuk

perkaranya tertentu. Sedangkan me- tidak melaksanakan apa yang sudah diper-

nurut Sudikno Mertokusumo, Bahwa janjikan dalam akad. Di samping itu dapat

Peradilan Agama sebagai Peradilan disebabkan karena kepatuhan terhadap ni-

Khusus yaitu peradilan dengan yuris- lai-nilai syariah yang seharusnya dijunjung

diksi khusus atau terbatas, karena men- tinggi dalam kegiatan perbankan syariah.

gadili perkara tertentu dan golongan rakyat tertentu 9 . Hal ini sesuai dengan

B. Penyelesaian Sengketa Perbankan Sya- salah satu asas dalam beracara di per-

riah Melalui Litigasi dan non litigasi adilan agama yakni asas Personalitas

1. Kewenangan Absolut Pengadilan Aga- Keislaman bahwa yang tunduk dan ma dalam Menyelesaiakan Sengketa

dapat ditundukkan kepada kekuasaan Perbankan Syariah

lingkungan peradilan agama hanya mer- eka yang mengaku pemeluk agama

Pada prinsipnya penegakan hukum islam. Bagi penganut agama lain tidak

hanya dilakukan oleh kekuasaan keha- tunduk atau tidak dapat dipaksakan un- kiman (judicial power) yang secara kon- tuk tunduk pada Pengadilan Agama, stitusional disebut badan yudikatif seb- kecuali bagi yang non muslim atas ke- agaimana diatur dalam pasal 24 ayat (2) relaan mereka sendiri tunduk pada UUD 1945 yang menyatakan: “Kekua- hukum islam . Asas personalitas keisla- saan Kehakiman dilakukan oleh sebuah man diatur dalam pasal 2 Undang-Un- Mahkamah Agung dan badan peradilan

yang berada di bawahnya dalam ling-

9 Afandi, Peradian Agama strategi dan taktik membela perkara di Pengadilan Agama, Malang: Setara Press,

8 Ibid, hlm 38

2009, hlm. 3

542 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Fatahullah| Pluralitas Metode Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia...........................

dang No 7 tahun 1989 tentang Peradi- ubahan pertama atas Undang-Undang lan Agama bahwa “peradilan Agama

Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan merupakan salah satu pelaksana kekua-

Agama maka kewenangan Absolut Per- saan kehakiman bagi rakyat pencari ke-

adilan Agama sebagaimana diatur adilan yang beragama Islam mengenai

dalam pasal 49 di tambah dengan kewe- perkara perkara perdata tertentu yang

nangan Peradilan Agama yang bertugas diatur dalam Undang-Undang ini”. Se-

dan berwenang memeriksa, memutus lanjutnya masalah perkara perdata ter-

dan menyelesaikan perkara ditingkat tentu yang dimaksud oleh pasal 2 terse-

pertama antara orang-orang yang ber- but dijelaskan dalam pasal 49 agama islam di bidang Ekonomi Undang-Undang No 7 tahun 1989 yakni

Syariah. Selanjutnya pada penjelasan perkara-perkara di bidang: (1). Perkawi-

pasal 49 bahwa yang dimaksud dengan nan, (2). Kewarisan, (3). Wasiat, (4).

antara orang-orang yang beragama islam Hibah, (5). Wakaf, (6). Zakat, (7). In-

adalah termasuk orang atau badan faq, dan (8). Shadaqah.

hukum yang dengan sendirinya menun- Dengan melihat pada asas per- dukkan diri dengan sukarela kepada sonalitas keislaman tersebut maka pe- hukum islam mengenai hal-hal yang nye menjadi kewenangan Peradilan Agama. lesaian sengketa di pengadilan

agama hanya dapat dilakukan oleh: Sedangkan penjelasan pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006

1. Pihak-pihak yang bersengketa harus bahwa bidang ekonomi syariah yang

sama-sama pemeluk agama islam termasuk kewenangan Peradilan Agama

2. Perkara perdata yang disengketakan meliputi: (1). Perbankan syariah; (2). terbatas mengenai perkara di bi-

Lembaga Keuangan Mikro Syariah; (3). dang perkawinan, kewarisan, wasiat,

Asuransi Syariah; (4). Reasuransi hibah, wakaf, zakat, infaq dan sha-

Syariah; (5). Reksadana Syariah; (6). daqah.

Obligasi Syariah dan Surat Berharga

3. Hubungan hukum yang melandasin- Syariah; (7). Sekuritas Syariah; (8).

ya berdasarkan pada hukum Islam 10 .

Pembiayaan Syariah; (9). Pegadaian Syariah; (10). Dana Pensiun Lembaga

Sedangkan menurut A. Mukti Arto, ada dua asas untuk menentukan kom-

Keuangan Syariah; dan (11). Bisnis petensi absolut pengadilan agama, yaitu:

Syariah.

Pertama , apabila suatu perkara me- Berdasarkan ketentuan Pasal 49 nyang kut status hukum seorang mus-

beserta penjelasannya tersebut, dapat lim, dan/atau Kedua, suatu sengketa

dipahami bahwa subyek hukum dalam yang timbul dari suatu perbuatan atau

sengketa ekonomi syariah meliputi: peristiwa hukum yang dilakukan atau

a. Orang-orang yang beragama Islam; terjadi berdasarkan hukum Islam atau

b. Orang-orang yang beragama bukan berkaitan erat dengan status hukum

Islam namun menundukkan diri ter- hadap hukum Islam;

sebagai muslim 11

c. Badan hukum yang melakukan keg- Nomor 3 tahun 2006 tentang Per-

Sejak berlakunya Undang-Undang

iatan usaha berdasarkan hukum Is-

lam.

10 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan

Acara Peradilan Agama, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 57

Dengan demikian Sengketa di bi-

11 A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada

dang ekonomi syariah yang menjadi ke-

Pengadilan Agama , Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

wenangan peradilan agama bukan han-

2004, hlm. 6.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 543

J UrnAl IUS | Vol II | Nomor 6 | Desember 2014 | hlm 538~555

ya menyangkut lembaga keuangan ayat (4) di atur dengan Peraturan syariah dengan individu atau nasabahn-

Bank Indonesia.

ya tetapi juga sengketa antara lembaga Menurut Muhaemin dalam Eman ekonomi syariah yang satu dengan lem-

Suparman 12 Paling tidak, ada beberapa baga ekonomi syariah yang lainnya

hal penting dalam konteks kewenangan maupun subjek hukum non syariah/is-

Peradilan Agama berkenaan dengan lam yang menundukkan diri secara sek-

kompetensi barunya untuk menangani arela pada hukum atau akad syariah.

sengketa perekonomian syariah (per- Untuk menentukan suatu perkara

bankan syariah). Beberapa hal tersebut masuk kewenangan Pengadilan Agama

adalah sebagai berikut: atau tidak adalah dengan melihat sub-

a. Para hakim pengadilan agama harus jek, objek dan perbuatan hukumnya.

terus meningkatkan wawasan hukum Subjek hukumnya orang-orang yang be-

tentang perekonomian syariah dalam ragama islam dan mereka yang menun-

bingkai regulasi Indonesia dan aktu- dukan diri terhadap hukum Islam, ob-

alisai fiqh Islam.

jeknya adalah perkara perdata Islam

b. Para hakim pengadilan agama harus dan perbuatan hukumnya adalah meng-

mempunyai wawasan memadai ten- gunakan hukum Islam. Ketiga aspek

tang produk layanan dan mekanisme tersebut merupakan satu kesatuan yang

operasional dari perbankan syariah, wajib terpenuhi. Pengkualifikasin suatu

lembaga keuangan mikro syariah, perbuatan menggunakan hukum Islam

reksa dana syariah, obligasi dan surat apabila sudah difatwakan oleh Majelis

berharga berjangka menengah sya- Ulama Indonesia. Hal ini sebagaimana

riah, sekuritas syariah. Mereka juga diatur dalam pasal 26 Undang-Undang

harus memahami pembiayaan syari- Nomor 21 tahun 2008 Tentang

ah, pegadaian syariah, dana pensiun Perbankan Syariah, bahwa:

lembaga keuangan syaraiah, dan bis- (1) Kegiatan usaha sebagaimana dimak-

nis syariah.

sud dalam pasal 19, pasal 20, dan

c. Para hakim agama juga perlu menin- pasal 21 dan/atau produk dan jasa

gkatkan wawasan hukum tentang syariah wajib tunduk pada prinsip

prediksi terjadinya sengketa dalam syariah;

akad yang berbasis ekonomi syariah. (2) Prinisp syariah sebagaimana dimak-

Selain itu, perlu pula peningkatan sud pada ayat (1) difatwakan oleh

wawasan dasar hukum dalam per- Majelis Ulama di Indonesia

aturan dan perundang-undangan, (3) Fatwa sebagaimana dimaksud pada

juga konsepsi dalam fiqh Islam. ayat (2) dituangkan dalam Per-

Tahapan yang dilalui oleh Pengadi- aturan Bank Indonesia.

lan Agama dalam menyelesaikan perka- (4) Dalam rangka penyusunan Per-

ra perbankan syari’ah dilakukan dengan aturan Bank Indonesia sebagaima-

terlebih dahulu memeriksa apakah na dimaksud pada ayat (3), Bank

12 Indonesia membentukan Komite Eman Suparman, Perluasan Kompetensi Absolut

Peradilan Agama dalam Memeriksa dan Mumutus

Perbankan Syariah.

Sengketa Bisnis Menurut Prinsip Syariah , Makalah disampaikan pada acara Sharia Economic Research

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Day dengan Tema: “Penguatan Peran Peradilan Agama

tatacara pembentukan, keanggotaan dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Guna Mendukung Pertumbuhan Industri Keuangan Syariah”; dan tugas Komite Perbankan Sya- Diselenggarakan oleh Masyarakat Ekonomi Syariah riah sebagaimana dimaksud pada (MES) Pusat; Auditorium Universitas YARSI, Jakarta:

Kamis, 10 Juni 2010. Hlm. 17

544 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 545

Fatahullah| Pluralitas Metode Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia........................... syarat administrasi perkara telah tercu-

kupi atau belum. Administrasi perkara ini meliputi berkas perkara yang di dalamnya telah ada panjar biaya perka- ra, nomor perkara, penetapan majelis hakim, dan penunjukan panitera si- dang. Apabila syarat tersebut belum lengkap maka berkas dikembalikan ke kepaniteraan untuk dilengkapi, apabila sudah lengkap maka hakim menetapkan hari sidang dan memerintahkan kepada juru sita agar para pihak dipanggil un- tuk hadir dalam sidang yang waktunya telah ditetapkan oleh hakim dalam surat Penetapan Hari Sidang (PHS). Hakim memeriksa syarat formil perkara yang meliputi kompetensi dan kecakapan penggugat, kompetensi (kewenangan) Pengadilan Agama baik secara absolut maupun relatif, ketepatan penggugat menentukan tergugat (tidak salah me- nentukan tergugat), surat gugatan tidak obscuur (gelap), perkara yang akan di- periksa belum pernah diputus oleh pen- gadilan dengan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (tidak ne bis in idem ), tidak terlalu dini, tidak terlam- bat, dan tidak dilarang oleh undang-un- dang untuk diperiksa dan diadili oleh Pengadilan.

Apabila syarat formil telah ter- penuhi berarti hakim dapat melanjut- kan untuk memeriksa pokok perkara. Dalam persidangan ini, tugas pertama dan utama hakim adalah berusaha men- damaikan kedua belah pihak sesuai

dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang tata cara mediasi oleh Peng- adilan. Mendamaikan pihak berseng- keta ter sebut merupakan suatu kewa- jiban bagi Hakim, apabila hal tersebut tidak ditempuh maka segala putusan hakim atas perkara tersebut dapat di- anggap batal demi hukum. Apabila ter- capai perdamaian, maka hakim mem- buat akta perdamaian. Apabila tidak dapat dicapai perdamaian maka pemer-

iksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Yakni pembacaan surat gugatan, jawa- ban tergugat, replik, duplik dan pem- buktian. Apabila sudah dilalui semua tahapan tersebut maka terakhir majelis Hakim berdasarkan kesimpulannya akan membacakan putusannya. Putusan tersebut dapat berupa memenangkan. Memenangkan sebagian atau menolak semua gugatan penggugat. Terhadap pu- tusan Pengadilan tingkat pertama terse- but, maka apabila ada pihak yang tidak puas dapat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Agama yang ada ditiap-tiap Provinsi. Upaya mencari keadilan selanjutnya adalah melakukan kasasi ke Mahkamah Agung dan terakhir adalah upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK) dengan syarat harus adanya bukti baru (novum).

2. Penyelesian Sengketa Perbankan Sya- riah Melalui Non Litigasi

Pengadilan sebagai lembaga perta- ma dan terakhir dalam penyelesaian sengketa sering dilihat oleh sebagian ka- langan hanya menghasilkan kesepaka- tan yang bersifat adversarial, belum mampu merangkul kepentingan bersa- ma para pihak yang bersengketa (ada yang menang dan ada yang kalah), cen- derung menimbulkan masalah baru, lambat dalam proses penyelesaian per- karanya, membutuhkan biaya yang ma- hal, tidak responsive, menimbulkan antago nisme di antara pihak yang be r - sengketa, serta banyak terjadi pe lang- garan dalam pelaksanaannya baik yang bersifat formil maupun materil. Atas dasar tersebut dalam dunia bisnis di- pandang kurang menguntungkan, se- hingga dibutuhkan institusi baru yang dipandang lebih efisien dan efektif.

Sebagai solusi atas masalah tersebut dan sekaligus sebagai pelaksanaan atas asas kebebasan berkontrak yang diatur

J UrnAl IUS | Vol II | Nomor 6 | Desember 2014 | hlm

IUS Kajian Hukum dan Keadilan

dalam pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Pdt), kemudian berkembanglah model penyelesaian sen- gketa non litigasi, yang dianggap lebih bisa mengakomodir kelemahan-kelema- han model litigasi dan memberikan ja- lan keluar yang lebih baik. Proses diluar litigasi dipandang lebih menghasilkan kesepakatan yang win-win solution, menjamin kerahasiaan sengketa para pi- hak, menghindari keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersa- maan, dan tetap menjaga hubungan baik.

Kebolehan penyelesaian perkara diluar pengadilan diatur berdasarkan pasal 1851, 1855, 1858 KUHPdt, Penjelasan Pasal 3 UU No. 14 Tahun 1970 serta UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pe- nyelesaian Sengketa, maka terbuka kemungkinan para pihak menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (non litigasi), seperti arbitrase dan musyawarah mufakat atau perdamaian (islah)

Dilihat dari ketentuan pasal 55 ayat

2 Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang lebih menekankan pada kebebasan para dalam menentukan penyelesaian seng- keta Perbankan. Hal ini merupakan suatu kelaziman dalam dunia bisnis, karena terkadang para pihak yang terli- bat tidak ingin berurusan dengan dunia peradilan yang memiliki mekanisme pe- nyelesaian perkara yang terbelit-belit se- hingga memerlukan waktu yang lama. Pasal 55 ayat 2 merupakan penjabaran dari asas kebebasan berkontrak yang atur dalam pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang menentu- kan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang mem-

buatnya”. Ketentuan ini memberikan ke- bebasan bagi para pihak yang membuat kontrak/perjanjian/akad untuk menen- tukan sendiri isi perjanjian yang

mereka inginkan termasuk pilihan pe- nyelesaian sengketa apabila terjadi hal- hal di luar apa yang diperjanjikan. Tetapi kebe basan tersebut bukan berarti tidak ada batasannya. Batasannya ada- lah tidak boleh bertentangan dengan Unda ng-Undang, ketertiban umum dan Ke susilaan.

Dari penjelasan pasal 55 ayat (2) Undang-undang hanya memberikan pili han penyelesaian sengketa di luar peradilan yang akan dituangkan dalam akad yaitu Musyawarah, Mediasi Perbankan dan melalui Badan Arbitrase Syarian Nasional atau Badan Arbitrase lain. Sehingga Pilihan penyelesaian sen- gketa non litigasi dapat dibagi dua, yaitu arbitrase dan alternatif penye lesaian sengketa (musyawarah dan mediasi)

a. Musyawah

Musyawarah atau musyawarah mufakat merupakan salah satu alter- native penyelesaian sengketa yang dlakukan di luar pengadilan. Peny- elesaian sengketa secara musyawarah sudah biasa dilakukan oleh nenek moyang masyarakat Indonesia. Se- hingga musyawarah biasa juga dise- but penyelesaian sengketa secara kekeluargaan, karena dianggap setiap orang/pihak adalah keluarga sendiri. Penyelesaian sengketa secara musy- awarah mufakat dapat dilakukan hanya oleh kedua belah pihak yang bersengketa untuk membicarakan perselisihan antara mereka, dapat juga bantu oleh fasilitator atau me- diator yang ditunjuk oleh masing- masing pihak. Penyelesaian sengketa secara musyawarah dalam masyara- kat biasanya difasilitasi/fasilitatornya adalah kepala desa, kepala lingkun- gan, ketua adat atau tokoh masyara-

Fatahullah| Pluralitas Metode Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia...........................

kat, sehingga independensinya tidak klien tersebut untuk memenuhi diragukan lagi. Putusan atau hasilnya

untuk meme nuhi keperluan dan atas dasar kesepakatan kedua belah

kebutuhan klien tersebut 14 . pihak yang dibantu oleh fasilitator

b. Negosiasi yakni suatu proses ta- tadi sehingga tidak ada pihak yang

war menawar atau pembicaraan merasa dikalahkan.

untuk mencapai suatu kesepaka- Dalam penyelesaian sengketa secara

tan terhadap masalah tertentu Musyawarah mufakat tidak pihak

yang terjadi diantara para pihak. yang mengambil keputusan. Keter-

Negosiasi dilakukan baik karena libatan pihak ketiga dalam rangka

telah ada sengketa diantara para mengusahakan agar para pihak men-

pihak, maupun hanya karena be- capai sepakat untuk menyelesaikan

lum ada kata sepakat disebabkan sengketa yang timbul. Dewasa ini

belum pernah dibicarakan ma- penyelesaian sengketa secara Musy-

salah tersebut 15 . Negosiasi dapat awarah dalam kegiatan bisnis/ekono-

dilakukan jika para pihak yang mi sudah merupakan suatu hal yang

bernegosiasi mempunyai kekua- biasa. Karena dalam setiap perjan-

saan untuk melepaskan hak-hak- jian/akad selalu dicantumkan klau-

nya atas hal-hal yang termaktub sul yang menyatakan bahwa “Semua

dalam kesepakatan tertulis, sepan- sengketa yang mungkin timbul antara

jang hak-hak dan tuntutan terse- kedua belah pihak berdasarkan per-

but ada hubungannya dengan janjian/akad ini, akan diselesaikan

perselisihan yang menjadi sebab dengan musyawarah oleh para pihak

perdamaian 16 .

dan hasilnya akan dibuat secara ter- tulis. Jika sengketa tidak dapat dis-

c. Mediasi yakni suatu proses nego- siasi untuk memecahkan masalah

elesaikan dengan musyawarah, maka melalui pihak luar yang tidak me-

para pihak sepakat untuk membawa mihak dan netral yang akan beker-

perkaranya ke pengadilan”. ja dengan pihak yang bersengketa Menurut Prof. Dr. Mariam Darus,

untuk membantu menemukan SH bahwa cara penyelesaian seng-

solusi dalam menyelesaikan seng- keta melalui konsultasi, negosiasi,

keta tersebut secara memuaskan mediasi, konsiliasi atau pendapat ahli

bagi kedua belah pihak 17 . merupakan bagian dari penyelesaian

d. Konsiliasi yakni proses pemecahan dapat dikatakan disini bahwa alter-

sengketas secara musyawarah 13 . Jadi

masalah antara dua pihak atau natif penyelesaian sengketa melalui

lebih dengan melibatkan pihak ke- musyawarah dapat dilakukan me-

tiga yang netral yang bertugas lalui:

memfasilitasi kedua belah pihak sehingga dapat diketemukan solusi

a. Konsultasi yakni suatu tindakan oleh para pihak sendiri. Dengan

yang bersifat personal antara suatu demikian pihak konsiliator hanya piohak tertentu yang di sebut den-

melakukan tindakan-tindakan sep- gan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak kon sultan, yang 14 Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian

Sengketa memberikan pen dapat nya kepada , Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 86

15 Munir Fuady, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa , Bandung: Citra Aditya, 2003,

13 Mariam Darus, http://www.lfip.org/english/ hlm. 42 pdf/bali-seminar /Penyelesaian sangketa di bidang

16 Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 90 ekonomi keuangan diluar pengadilan. 17 Munir Fuady, Op. Cit, hlm. 47

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 547

J UrnAl IUS | Vol II | Nomor 6 | Desember 2014 | hlm 538~555

erti mengatur waktu, mengatur

b. tidak mempunyai kepentingan fi- tempat pertemuan, mengarahkan

nansial atau kepentingan lain atas para pihak, membawa pesan dari

penyelesaian sengketa; dan satu pihak kepada pihak yang

c. tidak memiliki hubungan sedarah lain 18 .

atau semenda sampai dengan dera-

b. Mediasi Perbankan jat kedua dengan Nasabah atau Mediasi perbankan merupakan

Perwakilan Nasabah dan Bank. salah satu alternative penyelesaian

Sengketa yang dapat diajukan pada sengketa yang diatur dalam penjela-

lembaga mediasi perbankan adalah san pasal 55 ayat (2) UU nomor 21

sengketa antara nasabah dengan tahun 2008. Dalam pasal 1 ayat (1)

bank dengan nilai nominal tidak bo- Peraturan Mahkamah Agung Nomor

leh lebih dari 500 juta rupiah. Pen-

1 tahun 2008 tentang prosedur medi- gajuan penyelesaian sengketa wajib asi di pengadilan mediasi adalah cara

memenuhi persyaratan sebagai beri- penyelesaian sengketa melalui proses

kut (pasal 8):

perundingan untuk memperoleh kes-

a. Diajukan secara tertulis dengan epakatan para pihak dengan dibantu

disertai dokumen pendukung yang oleh mediator. Pengertian ini ham-

memadai;

pir sama dengan pengertian mediasi yang atur dalam pasal 1 ayat (5) Per-

b. Pernah diajukan upaya penyelesai- aturan Bank Indonesia Nomor 8/5/

annya oleh Nasabah kepada Bank; PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan

c. Sengketa yang diajukan tidak se- bahwa Mediasi adalah proses peny-

dang dalam proses atau belum per- elesaian Sengketa yang melibatkan

nah diputus oleh lembaga arbi- mediator untuk membantu para pi-

trase atau peradilan, atau belum hak yang bersengketa guna mencapai

terdapat Kesepakatan yang difasil- penyelesaian dalam bentuk kesepaka-

itasi oleh lembaga Mediasi lain- tan sukarela terhadap sebagian atau-

nya;

pun seluruh permasalahan yang dis- engketakan.

d. Sengketa yang diajukan merupa- kan Sengketa keperdataan;

Mediasi perbankan dilakukan oleh lembaga Mediasi Perbankan indepen-

e. Sengketa yang diajukan belum den yang dibentuk oleh Asosiasi Per-

pernah diproses dalam Mediasi bankan. Sepanjang belum terbentuk

per bankan yang difasilitasi oleh lembaga tersebut maka fungsi media-

Bank Indonesia; dan si perbankan dilaksanakan oleh Bank

f. Pengajuan penyelesaian Sengketa Indonesia. Apabila terjadi sengketa

tidak melebihi 60 (enam puluh) antara nasabah dan bank maka Bank

hari kerja sejak tanggal surat hasil Indonesia akan menunjuk mediator.

penyelesaian Pengaduan yang dis- Syarat-syarat mediator diatur dalam

ampaikan Bank kepada Nasabah. Pada pasal 5 ayat (2) PBI nomor 8/5/

Pelaksanaan proses mediasi sampai PBI/2006 yakni: dengan ditandatanganinya Akta Ke-

a. Memiliki pengetahuan di bidang sepakatan dilakukan dalam jangka perbankan, keuangan dan atau hu-

waktu paling lama 30 (tiga puluh) kum

hari kerja sejak nasabah atau Per-

wakilan Nasabah dan Bank menan-

Ibid, hlm 52

548 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Fatahullah| Pluralitas Metode Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia........................... datangani perjanjian Mediasi (agree-

suk arbitrase syariah dan arbitrase ment to mediate ).

asing tunduk pada ketentuan UU No.

c. Badan Arbitrase Syariah Nasional

30 Tahun 1999. Menurut pendapat (BASYARNAS)

H.M. Thahir Azhari, bahwa kehadi- ran Arbitrase Islam di Indonesia

UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekua-

merupakan suatu condition sine qua non , secara yuridis formal kedudukan

saan Kehakiman pasal 10 ayat (1) BASYARNAS dalam Tata Hukum

menyatakan bahwa kekuasaan ke- hakiman dilakukan oleh Pengadilan

Indonesia memiliki landasan hukum

yang kokoh 19 .

dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer

Dalam perspektif Islam arbitrase dan Peradilan Tata Usaha Negara.

dapat disepadankan dengan istilah Namun demikian, di dalam Penjela-

tahkim . Tahkim berasal dari kata san Pasal 3 ayat (1) undang-undang

hakkama , secara etimologis berarti tersebut disebutkan antara lain,

menjadikan seseorang sebagai pence- bahwa: “Penyelesaian perkara di luar

gah suatu sengketa. Pengertian terse- pengadilan atas dasar perdamaian

but erat kaitannya dengan pengertian atau melalui arbitrase tetap diperbo-

menurut terminologisnya 20 . lehkan, akan tetapi putusan arbiter

Penyelesaian sengketa melalui non hanya mempunyai kekuatan ekseku-

litigasi di samping dapat dilakukan torial setelah memperoleh izin atau

dengan cara musyawarah dan me- perintah untuk eksekusi (executoir)

diasi perbankan juga dapat dilaku- dari pengadilan”

kan melalui Badan Arbitrase Syariah Sebelum lahirnya UU No. 30 tahun

Nasional (Basyarnas). Pada dasarnya 1999 tentang Arbitrase dan Alterna-

ketiga system penyelesaian sengketa tif Penyelesaian sengketa yang dipak-

ini sama-sama merupakan penyelesa- ai sebagai dasar pemeriksaan arbi-

ian sengketa yang dilakukan di luar trase di Indonesia adalah Pasal 615

persidangan Pengadilan, tetapi peny- sampai dengan Pasal 651 Reglemen

elesaian sengketa melalui Basyarnas, Acara Perdata (Reglement op de Rech-

Arbiter atau pihak ketiga yang di tvordering , Staatsblad 1847:52) dan

tunjuk dapat mengambil suatu kepu- Pasal 377 Reglemen Indonesia yang

tusan atas sengketa yang terjadi dan diperbaharui (Het Herziene Indone-

keputusan tersebut bersifat final dan sisch Reglement , Staatsblad 1941:44)

mengikat.

dan Pasal 705 Reglemen Acara un- Penyelesaian sengketa di luar peng - tuk Daerah Luar Jawa dan Madura

adilan pada lembaga perbankan kon- (Rechtsreglement Buitengewesten, Sta-

vensional dilakukan oleh Badan atsblad 1927:227).

Ar bitrase Nasional Indo nesia (BA- Dengan diberlakukannya UU No.

NI). Sedangakan Basyarnas meru-

30 Tahun 1999 tentang Arbitrase pakan lembaga Arbitrase yang me- dan Alternatif Penyelesaian Sengke-

nyelesaian sengketa perdata islam ta, melalui Pasal 81 undang-undang

(muamalat) lembaga-lembaga eko- tersebut secara tegas mencabut ketiga

19 macam ketentuan tersebut ter hitung Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum

Arbitrase , cet. I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

sejak tanggal diundangkannya. Maka 2000, hlm. v-vi. 20 berarti segala ketentuan yang ber- A. Rahmat Rosyadi, Arbitrase dalam Perspektif

Islam dan Hukum Positif , Citra Aditya Bakti, Bandung,

hubungan dengan arbitrase, terma- 2002, hlm. 43

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 549

J UrnAl IUS | Vol II | Nomor 6 | Desember 2014 | hlm 538~555

nomi syariah dengan nasabahnya Para pihak dapat menyetujui suatu atau antara lembaga ekonomi syariah

sengketa yang terjadi atau yang yang satu dengan lembaga ekonomi

akan terjadi antara mereka untuk yang lainnya. Basyarnas merupak-

diselesaikan melalui arbitrase. Apa- an pengganti dari Badan Arbitrase

bila yang sengketa sudah membuat Muamalat Indonesia (BAMUI) yang

kesepakatan untuk menyelesaikan dibentuk pada pada tanggal 23 ok-

sengketanya melalui arbitrase maka tober 1993 yang menjadi salah satu

Pengadilan Agama tidak berwenang lembaga di bawah naungan Majelis

untuk mengadili sengketa tersebut. Ulama Indonesia. Tahun 2003 pada

Hal ini sering dikenal dengan pac- saat Rapat Kerja Nasional Majelis

tum de compromittendo yakni para Ulama Indonesia nama BAMUI di-

pihak sepakat akan menyelesaikan ganti dengan BASYARNAS ber-

perselisihan melalui forum arbitrase dasarkan SK MUI No. Kep-09/MUI/

sebelum terjadi perselisihan yang XII/2003 tanggal 24 Desember 2003.

dituangkan dalam setiap perjanjian UU Nomor 30 tahun 1999 menen-

pokoknya ataupun perjanjian tersen- tukan pemilihan model penyelesa-

diri.

ian sengketa melalui arbitrase harus Di samping para pihak dapat mem- memenuhi 2 (dua) syarat, yakni:

buat kesepakatan untuk menyele- saikan perselisihan setelah sengketa

1. secara formal bahwa klausula terjadi yang dibuat dalam bentuk

tersebut harus dinyatakan secara tertulis dalam akad pada saat ked-

akta kompromis dalam bentuk per- janjian. Ketentuan tersebut diatur

ua belah pihak akan melakukan dalam pasal 9 UU Nomor 30 tahun

transaksi ekonomi syari’ah, atau dibuat setelah timbul sengketa an-

tara kedua pihak. Hal inilah yang (1)Dalam hal para pihak memilih pe- disebut dengan perjanjian arbi-

nyelesaian sengketa melalui arbi- trase, yakni suatu kesepakatan

trase setelah sengketa terjadi, per- berupa klausula arbitrase yang ter-

setujuan mengenai hal tersebut cantum dalam suatu perjanjian

harus dibuat dalam suatu perjanji- tertulis yang dibuat para pihak se-

an tertulis yang ditandatangani belum timbul sengketa, atau suatu

oleh para pihak.

perjanjian arbitrase tersendiri (2)Dalam hal para pihak tidak dapat

yang dibuat para pihak setelah menandatangani perjanjian tertu- timbul sengketa (pasal 1 angka 3).

lis sebagaimana dimaksud dalam

2. secara material bahwa yang akan ayat (1), perjanjian tertulis terse- diselesaikan lewat badan arbitrase

but harus dibuat dalam bentuk hanyalah sengketa yang berkenaan

akta notaris.

dengan bidang perdagangan dan (3)Perjanjian tertulis sebagaimana

mengenai hak yang menurut hu- dimaksud dalam ayat (1) harus kum dan peraturan perundang-un-

memuat:

dangan dikuasai sepenuhnya oleh

a. masalah yang dipersengketaan; pihak yang bersengketa, dan bu-

kan mengenai sengketa yang tidak

b. nama lengkap dan tempat tinggal dapat diadakan perdamaian (pasal

para pihak;

5 ayat 1);

550 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Fatahullah| Pluralitas Metode Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia...........................

c. nama lengkap dan tempat tinggal berdasarkan ketentuan pasal 49 UU No- arbiter atau mejelis arbitrase;

mor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama ber-

d. tempat arbiter atau majelis arbi- tugas dan berwenang memeriksa, memu- trase akan mengambil keputusan; tus dan menyelesaikan perkara ekonomi syariah, maka ketua Pengadilan Agama lah

e. nama lengkap sekretaris; yang berwenang memerintahkan pelaksa-

f. jangka waktu penyelesaian sen- naan putusan Badan Arbitrase Syariah. se-

gketa; dangkan pada poin 6 mengatur tentang

g. pernyataan kesediaan dari arbi- perintah pelaksanaan putusan Badan Arbi- ter; dan

trase syariah tersebut diberikan dalam

h. pernyataan kesediaan dari pihak waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari yang bersengketa untuk menang- setelah permohonan eksekusi didaftarkan gung segala biaya yang diperlukan kepada Panitera Pengadilan Agama yang untuk penyelesaian sengketa me- daerah hukumnya meliputi daerah tempat lalui arbitrase.

tinggal termohon dalam penyelesaian seng-

(4)Perjanjian tertulis yang tidak keta melalui Badan Arbitrase Syariah.

memuat hal sebagaimana dimak-

C. Kekuatan Putusan Pengadilan Agama sud dalam ayat (3) batal demi hu-

terhadap kasus yang telah diperjanjikan kum.

untuk diselesaikan melalui lembaga Putusan arbiter bersifat final dan meng-

Arbitrase

ikat dan tidak dapat dilakukan perlawan Sifat penyelesaian sengketa melalui liti-

melalui upaya hukum apapun. Putusan itu harus diucapkan paling lama 30 (tiga pu- gasi termasuk di pengadilan Agama yang

bersifat kaku dan prosedural, membutuh- luh) hari sejak pemeriksaan tertutup. Pada

kan waktu dan biaya yang banyak, dan bab VI UU Nomor 30 tahun 1999 menga-

tur tentang pelaksanaan putusan Arbitrase dapat menimbulkan masalah baru sedang- kan proses non litigasi atau melalui

bahwa dalam waktu 30 hari sejak putusan Basyarnas dipandang lebih menghasilkan

tersebut dibacakan lembar asli putusan kesepakatan yang win-win solution, men-

tersebut harus didaftarkan pada panitera Pengadilan Negeri dan pengadilan Ngeri jamin kerahasiaan sengketa para pihak,

menghindari keterlambatan yang diakibat- berhak untuk memerintahkan dilakukan

kan karena hal prosedural dan adminis- eksekusi apabila para pihak tidak mau se-

cara sukarela melakukan eksekusi terha- tratif, menyelesaikan masalah secara kom- prehensif dalam kebersamaan, dan tetap

dap putusan arbiter. Pada ketentuan bab menjaga hubungan baik. Hal-hal inilah

VI hanya mengatur tentang kewenangan Pengadilan Negeri untuk melakukan yang dijadikan dasar oleh pelaku bisnis termasuk di Perbankan Syariah lebih me-

eksekusi terhadap putusan Arbiter. Pada- milik menyelesaikan sengketanya di luar

hal setiap persoalan ekonomi Syariah ter- pengadilan. Dalam setiap akad yang ditan-

masuk perbankan syariah seharusnya adalah kewenangan dari Pengadilan aga- datangi oleh bank dan nasabah klausula

non litigasi menjadi pilihan utama/primer ma, sehingga terkesan terjadi konflik ke-

sementara klausula litigasi menjadi pilihan wenangan antara Pengadilan Negeri den-

gan Pengadilan Agama. Atas dasar inilah sekunder apabila tidak tercapai kesepaka- tan melalui non litigasi. Akan tetapi tidak

maka pada tahun 2008 Mahkamah Agung tertutup kemungkinan di mana hakim

membuat Surat Edaran Nomor 08 tahun 2008 tentang eksekusi putusan arbitrase tetap memeriksa dan memutus sengketa

yang telah memiliki klausula arbitrase. syariah. Pada poin 4 menentukan bahwa

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 551

J UrnAl IUS | Vol II | Nomor 6 | Desember 2014 | hlm

552 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

538~555

setidaknya ada 2 (dua) faktor hakim memeriksa perkara yang telah ada klausula arbitrasenya yaitu; pertama faktor ambigu- itas isi perjanjian yang dibuat oleh para pi- hak; kedua faktor kehadiran para pihak dimuka hakim/pengadilan.

1. Faktor ambiguitas isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak;

Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KHU Pdt) menentu- kan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai un- dang-undang bagi mereka yang mem- buatnya”. Sedangkan dalam ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekomomi Syariah pada pasal 44 menen- tukan “setiap akad yang dibuat secara sah berlaku sebagai nash syariah bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan kedua pasal tersebut dapat diartikan bahwa kedudukan perjanjian atau kese- pakatan para pihak merupakan suatu yang mutlak, sehingga mengikat khu- susnya bagi mereka yang membuat per- janjian tersebut. Sedangkan syarat sahn- ya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Pdt salah satu syaratnya adalah kesepakatan para pihak. Dalam kegiatan perbankan syariah kesepekatan para pi- hak terbentuk adanya ijab dan qabul yang dilakukan oleh kedua pihak. Kare- na setiap perjanjian dibuat dengan kese- pakatan maka akibatnya perubahan, penambahan ataupun pembatalan per- janjian dilakukan juga dengan kesepak- atan. Setiap isi perjajian yang dibuat oleh kedua belah pihak harus dibuat dengan sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat formil perjanjian di samping itu untuk menghindari ambi- guitas penafsiran terhadap isi perjanjian khususnya tentang pilihan forum (choice of forum) penyelesaian sengketa. Apakah diselesaikan melalui lembaga pengadilan (litigasi) atau diluar lembaga

pengadilan (non litigasi). Sehingga Apa- bila selama masa perjanjian terdapat sengketa antara kedua belah yang berkaitan dengan objek perjanjian maka pilihan forum tersebut akan berlaku se- cara otomatis dan mutlak. Pilihan fo- rum dalam penyelesaian sengketa terse- but merupakan manifestasi dari asas kebebasan berkontrak yang menempat- kan kehendak para pihak sebagai hal yang utama selama tidak bertentangan dengan UU, kesusilaan dan ketertiban umum.

Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK MASYARAKAT DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MATARAM BERDASARKAN PERDA NOMOR 12 TAHUN 2011 THE LEGAL PROTECTION OF COMMUNITY RIGHTS IN AREA SPATIAL PLANNING OF MATARAM CITY BASE ON THE LOCAL REGULATION NUMBER 12 YEAR 2011

0 0 14

KONSEP NEGARA HUKUM DALAM HUBUNGAN KEKUASAAN FREISS ERMERSSEN DALAM WELFARE STATE CONCEPT OF RULE OF LAW IN RELATED TO FREISS ERMERSSEN AUTHORITY ON WELFARE STATE

0 0 10

KEIDENTIKAN MAKNA KONSTITUSI DENGAN UUD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN THE IDENTICAL VALUE BETWEEN CONSTITUTION AND CONSTITUTIONAL LAW IN THE CONSTITUTIONAL SYSTEM

0 0 17

PENYELESAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 DARI ASPEK HUKUM KEPEGAWAIAN DAN SISTEM PERADILAN ADMINISTRASI THE EMPLOYMENT DISPUTE SETTLEMENT ACCORDING TO LAW NUMBER 43 OF 1999 ANALYZED FROM THE EMPLOYMENT AND ADMINISTRA

0 0 18

KAJIAN TERHADAP PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM TATA RUANG KOTA MATARAM STUDYING TO PROTECT AND MANAGE ENVIRONMENT IN MATARAM TOWN

0 3 18

EKSISTENSI KOALISI DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL DI INDONESIA MENURUT UUD 1945 COALITION EXISTENCE IN PRESIDENTIAL SYSTEM IN INDONESIA ACCORDING TO THE CONSTITUTION OF REPUBLIC OF INDONESIA 1945

0 0 11

DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010 DITINJAU DARI ASPEK HUKUM KEPEGAWAIAN DI INDONESIA CIVIL SERVICE DISCIPLINE BASED ON THE GOVERNMENT REGULATION NUMBER 53 YEAR 2010 VIEWED FROM THE PERSONEL LAW ASPECT IN IN

0 0 13

KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA MASYARAKAT DITINJAU DARI KONSEP NEGARA WELFARE STATE POLICY OF TEMPORARY DIRECT AID PROGRAM ANALYZED FROM WELFARE STATE CONCEPT

0 2 19

KEBIJAKAN FORMULASI PIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA THE DEATH PENALTY FORMULATION POLICY ON THE NARCOTICS CRIME ACT IN INDONESIA

0 1 20

PERSELISIHAN KEADILAN, KEMAMFAATAN, DAN KEPASTIAN HUKUM DALAM PRIVATISASI SUMBER DAYA AIR DISPUTES JUSTICE, UTILIZATION, AND LEGAL CERTAINTY IN THE PRIVATIZATION OF WATER RESOURCES

0 0 20