Kebijakan dan Target Penerimaan Perpajakan
3.1.1 Kebijakan dan Target Penerimaan Perpajakan
3.1.1.1 Kebijakan Penerimaan Perpajakan
Secara umum arah kebijakan perpajakan dalam APBNP tahun 2016 tidak mengalami banyak perubahan. Dalam mencapai target penerimaan perpajakan, Pemerintah akan meningkatkan optimalisasi penerimaan perpajakan dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi dan keberlangsungan dunia usaha di Indonesia. Arah kebijakan
II.3-2 Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016
Bab 3: Perubahan Kebijakan dan Target Pendapatan Negara dan Proyeksi Pendapatan Negara Jangka Menengah
Bagian II
perpajakan secara umum antara lain: (1) optimalisasi perpajakan dengan memperhatikan iklim investasi, (2) mempertahankan stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat, (3) meningkatkan produktivitas dan daya saing industri domestik, dan (4) mengendalikan konsumsi untuk barang kena cukai.
Dalam rangka melaksanakan arah kebijakan perpajakan pada tahun 2016, Pemerintah melaksanakan beberapa strategi kebijakan yaitu: (1) pengawasan pembayaran masa secara lebih optimal, (2) peningkatan kepatuhan wajib pajak, (3) penggalian potensi pajak berbasis sektoral nasional dan regional dengan mengoptimalkan fungsi ekstensifikasi dan pengawasan, dan (4) kebijakan penegakan hukum.
Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak maka akan dilakukan beberapa kebijakan teknis sebagai berikut: (a) pembangunan basis data perpajakan, (b) pengawasan kepada Pengusaha Kena Pajak secara kontinu termasuk pengawasan di kawasan berikat dan kawasan bebas, (c) peningkatan kepatuhan formal melalui pendekatan ke pemberi kerja formal, (d) peningkatan kepatuhan internal wajib pajak orang pribadi nonkaryawan dan badan dengan memanfaatkan data internal dan eksternal, (e) penanganan WP non-filler secara nasional, salah satunya melalui kegiatan visit yang diselaraskan dengan program geo-tagging , dan (f) implementasi konfirmasi status wajib pajak terkait pelayanan publik.
Dalam rangka melakukan penggalian perpajakan berbasis sektoral maka akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (a) pengawasan secara nasional diutamakan pada sektor perdagangan dan orang pribadi, (b) penentuan sektor regional dan wajib pajak orang pribadi lainnya disesuaikan dengan kondisi wilayah, dan (c) melakukan kegiatan ekstensifikasi wajib pajak orang pribadi dengan prinsip penguasaan wilayah secara menyeluruh dan terpadu oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak melalui kegiatan geo-tagging.
Kebijakan penegakan hukum dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) pelaksanaan kegiatan penegakan hukum dimulai dari kegiatan pemeriksaan, pemeriksaaan bukti permulaan, dan penyidikan, (b) penagihan dengan surat paksa dengan menyampaikan surat peringatan pelunasan tunggak pajak, (c) penyempurnaan pemilihan wajib pajak yang akan dilakukan pemeriksaan secara khusus, (d) optimalisasi dan peningkatan SDM di bidang penegakan hukum, dan (e) kerjasama kelembagaan dengan penegak hukum lainnya.
Dalam APBNP tahun 2016, Pemerintah merencanakan untuk melaksanakan kebijakan tax amnesty/voluntary disclosure dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan dan penguatan tax base perpajakan di Indonesia. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menambah sumber- sumber pendanaan pembangunan dan mendorong perekonomian melalui kebijakan repatriasi. Kebijakan ini diharapkan mampu menarik kembali investasi dan aset warga negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri sehingga dapat meningkatkan aktivitas perekonomian dalam negeri. Kebijakan ini juga diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan memperkuat basis pendapatan pajak di masa yang akan datang.
Dalam rangka pencapaian target penerimaan perpajakan APBNP tahun 2016, kebijakan teknis perpajakan yang diambil tidak mengalami banyak perubahan. Akan tetapi, dengan adanya pelaksanaan kebijakan tax amnesty/voluntary disclosure maka kebijakan peningkatan law enforcement akan menyesuaikan pelaksanaannya dengan aturan terkait dengan tax amnesty/ voluntary disclosure. Mengingat tax amnesty/voluntary disclosure mempunyai konsekuensi pada penghapusan sanksi administrasi dan pidana perpajakan maka dalam APBNP tahun 2016, kebijakan perpajakan akan difokuskan pada pelayanan untuk program pelaporan aset
Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016 II.3-3
Bab 3: Perubahan Kebijakan dan Target Pendapatan Negara Bagian II
dan Proyeksi Pendapatan Negara Jangka Menengah
oleh Wajib Pajak, program repatriasi, serta penguatan data internal dan eksternal. Namun demikian, Pemerintah akan tetap melakukan kegiatan ekstensifikasi perpajakan untuk menggali sumber-sumber pendapatan perpajakan yang potensial dari berbagai sektor unggulan seperti pertambangan, perdagangan, jasa pengolahan, konstruksi, dan jasa keuangan.
Sementara itu, kebijakan insentif fiskal berupa tax allowance, tax holiday, dan pembebasan PPN untuk sektor industri strategis nasional juga tetap akan diberikan untuk menjaga daya
saing industri dan mendorong produktivitas industri domestik. Selain itu pemberian Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) yaitu masih berupa PPh DTP tertentu dan Bea Masuk DTP. Kebijakan perpajakan tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel II.3.2.
Untuk kebijakan kepabeanan dan cukai pada dasarnya diarahkan untuk penguatan legal
TABEL II.3.2 KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN 2016
No.
Kebijakan Yang Akan Ditempuh
1. Peningkatan kepatuhan wajib pajak, terutama kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan, antara lain melalui pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak.
2. Mengupayakan peningkatan tax ratio dan tax buoyancy melalui kegiatan ekstensifikasi, intensifikasi, peningkatan efektivitas penegakan hukum, perbaikan administrasi, penyempurnaan regulasi, termasuk melalui upaya penagihan dan pemeriksaan pajak, serta peningkatan kapasitas Direktorat Jenderal Pajak.
3. Peningkatan tax coverage melalui penggalian potensi perpajakan pada beberapa sektor unggulan seperti sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi serta sektor jasa keuangan.
4. Penguatan dan perluasan basis data perpajakan, baik data internal maupun eksternal, melalui: a. Digitalisasi SPT dan implementasi e -SPT dan e-filing ;
b. Implementasi e-tax invoice di seluruh Indonesia; c. Implementasi cash register dan electronic data capturing (EDC) yang online dengan
administrasi perpajakan, dan; d. Implementasi penghimpunan data dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain.
Sumber: Kementerian Keuangan
framework, organisasi, dan sistem prosedur dalam rangka pengawasan ekspor, impor, dan peredaran barang kena cukai. Untuk itu, Pemerintah akan menyempurnakan sistem dan prosedur berbasis teknologi informasi dan melakukan penyelarasan organisasi, SDM, dan infrastruktur. Pemerintah akan melakukan penelitian terhadap Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan pengecekan validitas penerima fasilitas free trade agreement (FTA) untuk optimalisasi pengawasan impor. Dalam rangka pengawasan ekspor, akan dilakukan kegiatan audit dan penguatan fungsi laboratorium. Selain itu, Pemerintah akan meningkatkan penegakan hukum khususnya terkait rokok dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ilegal. Kebijakan kepabeanan dan cukai tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel II.3.3.
II.3-4 Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016
Bab 3: Perubahan Kebijakan dan Target Pendapatan Negara dan Proyeksi Pendapatan Negara Jangka Menengah
Bagian II
TABEL II.3.3 KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI TAHUN 2016
No.
Kebijakan Yang Akan Ditempuh
1. Kebijakan tarif antara lain intensifikasi penerimaan cukai melalui penyesuaian tarif cukai dengan tetap memperhatikan petani tembakau dan keberlangsungan industri rokok.
2. Penyesuaian tarif minuman mengandung Etil Alkohol impor. 3. Peningkatan implementasi pintu tunggal nasional Indonesia (Indonesia National Single
Window ). 4. Pembentukan Pusat Logistik Berikat. 5. Penurunan Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok dan pelabuhan besar lain.
6. Implementasi penuh sistem pembayaran penerimaan negara melalui billing system Modul Penerimaan Negara Generasi 2.
7. Sinergi dengan Ditjen Pajak antara lain dalam hal integrasi Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta pertukaran data.
8. Penegakan hukum di bidang cukai khususnya terkait rokok dan minuman mengandung etik alkohol ilegal.
9. Intensifikasi penindakan pelanggaran kepabeanan dengan patroli laut. 10. Optimalisasi pengawasan ekspor antara lain melalui pengawasan modus antar pulau,
penguatan fungsi laboratorium dan audit eksportir.
Sumber: Kementerian Keuangan
3.1.1.2 Target Penerimaan Perpajakan
Target penerimaan perpajakan dalam APBNP tahun 2016 sedikit lebih rendah dibandingkan dengan target dalam APBN tahun 2016. Penurunan target tersebut terutama disebabkan oleh proyeksi perekonomian Indonesia yang diperkirakan masih belum tumbuh maksimal sebagai imbas dari perlambatan ekonomi global. Selain itu, perkiraan harga komoditas dunia terutama migas yang masih rendah juga merupakan faktor utama dari penurunan target pajak khususnya di sektor migas. Namun demikian, Pemerintah tetap berupaya agar tax ratio Indonesia masih tetap terjaga. Baseline pendapatan pajak nonmigas dalam APBNP tahun 2016 diproyeksikan tetap tumbuh sekitar 13,0 persen dari realisasi tahun 2015. Setelah memperhitungkan adanya rencana kebijakan tax amnesty/voluntary disclosure serta extra effort lainnya, maka dalam APBNP tahun 2016 penerimaan perpajakan diperkirakan sebesar Rp1.539.166,2 miliar atau 99,5 persen dibandingkan target dalam APBN tahun 2016. Penerimaan perpajakan tahun 2015-2016, dapat dilihat pada Tabel II.3.4.
Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016 II.3-5
Bab 3: Perubahan Kebijakan dan Target Pendapatan Negara Bagian II
dan Proyeksi Pendapatan Negara Jangka Menengah
TABEL II.3.4 PENERIMAAN PERPAJAKAN, TAHUN 2015-2016
(dalam miliar rupiah)
APBNP % thd
Audited
APBN 1 2 3 4 5 = 4/3
1. Pendapatan Pajak Dalam Negeri
1.503.294,7 99,8 a. Pendapatan Pajak penghasilan
855.842,7 113,0 1) Pendapatan PPh Minyak dan Gas Bumi
36.345,9 87,7 2) Pendapatan PPh Non-Minyak dan Gas Bumi
819.496,8 114,5 b. Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai
474.235,3 82,9 c. Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
17.710,6 91,3 d. Pendapatan Cukai
148.091,2 101,1 e. Pendapatan Pajak lainnya
11.766,8 7.414,9 63,0 2. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional
35.871,5 89,5 a. Pendapatan Bea Masuk
37.203,9 33.371,5 89,7 b. Pendapatan Bea Keluar
Sumber: Kementerian Keuangan
3.1.1.2.1 Pendapatan Perpajakan Dalam Negeri
Dalam APBNP tahun 2016, pendapatan PPh ditargetkan sebesar Rp855.842,7 miliar, lebih besar dibandingkan dengan target dalam APBN tahun 2016 yaitu sebesar Rp757.230,1 miliar. Namun demikian, target pendapatan PPh Migas diperkirakan akan lebih rendah daripada targetnya dalam APBN Tahun 2016 atau hanya mencapai sebesar Rp36.345,9 miliar, antara lain akibat rendahnya nilai ICP yang menjadi dasar perhitungan PPh migas. Dengan asumsi ICP US$35 per barel, maka pendapatan PPh migas diperkirakan akan turun sebesar 12,3 persen dibandingkan target dalam APBN tahun 2016. Selain itu, penurunan PPh migas juga disebabkan oleh turunnya target lifting minyak dari 830 ribu barel per hari menjadi 820 ribu barel per hari sebagai imbas dari rendahnya harga minyak di pasar internasional dan konsekuensi dari peningkatan supply minyak dunia yang signifikan. Realisasi dan target pendapatan PPh Migas tahun 2015-2016
dapat dilihat pada Grafik II.3.1
GRAFIK II.3.1 PENDAPATAN PPh MIGAS, TAHUN 2015-2016
(triliun rupiah) 60,0
Minyak Bumi
Gas Bumi
Sumber: Kementerian Keuangan
II.3-6 Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016
Bab 3: Perubahan Kebijakan dan Target Pendapatan Negara dan Proyeksi Pendapatan Negara Jangka Menengah
Bagian II
LKPP Audited
APBN APBNP
ICP (US$/barel) 49 50 40 Lifting Minyak (MBOPD)
830 820 Lifting Gas (MPOEPD)
Sumber: Kementerian Keuangan
Pendapatan PPh nonmigas dalam APBNP tahun 2016 diperkirakan akan dipengaruhi oleh adanya perubahan baseline perhitungan pajak sesuai realisasinya dalam tahun 2015. Dengan adanya kebijakan baru seperti tax amnesty/voluntary disclosure, target PPh nonmigas diperkirakan akan tetap tercapai bahkan melebihi target dalam APBN tahun 2016. Dengan memperhitungkan tambahan pendapatan dari tax amnesty/voluntary disclosure maka pendapatan PPh nonmigas dalam APBNP tahun 2016 diharapkan mencapai Rp819.496,8 miliar atau meningkat 14,5 persen dari target dalam APBN tahun 2016, terdiri dari pendapatan PPh Orang Pribadi sebesar Rp358.339,1 miliar dan PPh Badan sebesar Rp461.157,7 miliar.
Di dalam target pendapatan PPh nonmigas APBNP tahun 2016 tersebut, Pemerintah telah memperhitungkan insentif perpajakan sebesar total Rp9.706,7 miliar yang terdiri atas: (1) PPh DTP untuk komoditas panas bumi sebesar Rp1.848,7 miliar, (2) PPh DTP atas bunga, imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada Pemerintah dalam penerbitan SBN di pasar internasional sebesar Rp7.731,8 miliar, (3) PPh DTP atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh masyarakat yang terkena luapan lumpur Sidoarjo sebesar Rp41,8 miliar, dan (4) PPh DTP atas beban pajak yang timbul dari restrukturisasi utang PDAM sebesar Rp84,5 miliar. Realisasi dan target pendapatan PPh
Nonmigas tahun 2015-2016 dapat dilihat pada Grafik II.3.2
GRAFIK II.3.2 PENDAPATAN PPh NONMIGAS, TAHUN 2015-2016
(triliun rupiah)
Orang Pribadi
Sumber: Kementerian Keuangan
Pendapatan PPN dan PPnBM dalam APBNP tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp474.235,3 miliar atau lebih rendah 17,1 persen dibandingkan dengan target APBN tahun 2016, namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015. Penurunan target pendapatan PPN dan PPnBM dipengaruhi oleh lebih rendahnya baseline perhitungan di tahun 2015. Selain
Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016 II.3-7
Bab 3: Perubahan Kebijakan dan Target Pendapatan Negara Bagian II
dan Proyeksi Pendapatan Negara Jangka Menengah
itu, dengan melihat tren impor 2015 yang menurun maka proyeksi impor di tahun 2016 juga diperkirakan masih akan mengalami tekanan sehingga PPN dari kegiatan impor diperkirakan lebih rendah dari target APBN tahun 2016. Sementara itu, walaupun konsumsi dalam negeri diperkirakan relatif stabil namun mengingat masih dalam kondisi perlambatan ekonomi, target pendapatan PPN Dalam Negeri diperkirakan akan menurun dibandingkan target APBN tahun
2016. Pendapatan PPN dan PPnBM tahun 2015-2016 dapat dilihat pada Grafik II.3.3.
GRAFIK II.3.3 PENDAPATAN PPN DAN PPnBM, TAHUN 2015-2016
(triliun rupiah)
PPN dan PPnBM Dalam Negeri
PPN dan PPnBM Impor
Sumber: Kementerian Keuangan
Target pendapatan PBB dalam APBNP tahun 2016 mengalami perubahan terutama pada pendapatan PBB migas. Pada APBNP tahun 2016 target PBB migas disesuaikan dari sebesar Rp16.526,0 miliar turun menjadi Rp14.828,6 miliar. Hal ini terutama disebabkan perubahan perhitungan PBB migas akibat turunnya nilai ICP dan lifting migas. Sementara itu, PBB Perkebunan, PBB Kehutanan, dan PBB Pertambangan ditargetkan masih sama dengan APBN tahun 2016 mengingat pajak yang terutang telah ditetapkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) terutang pada awal tahun 2016. Pendapatan PBB tahun 2015-2016 dapat dilihat pada Tabel II.3.5.
TABEL II.3.5 PENDAPATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, TAHUN 2015-2016
(dalam miliar rupiah)
LKPP Audited
APBN
APBNP % thd APBN
a. Pendapatan PBB Pedesaan
- - b. Pendapatan PBB Perkotaan
- - - c. Pendapatan PBB Perkebunan
1.460,6 100,0 d. Pendapatan PBB Perhutanan
397,7 100,0 e. Pendapatan PBB Pertambangan
1.023,8 100,0 f. Pendapatan PBB Migas
14.828,6 89,7 g. Pendapatan PBB Panas Bumi
- - h. Pendapatan PBB Lainnya
Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)
II.3-8 Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016
Bab 3: Perubahan Kebijakan dan Target Pendapatan Negara dan Proyeksi Pendapatan Negara Jangka Menengah
Bagian II
Sementara itu, target pendapatan cukai dalam APBNP tahun 2016 adalah sebesar Rp148.091,2 miliar atau naik 1,1 persen dari APBN tahun 2016. Kenaikan target tersebut diharapkan dapat tercapai melalui kebijakan pemberantasan cukai ilegal dan kebijakan kenaikan tarif barang kena cukai, baik hasil tembakau maupun minuman mengandung etil alkohol. Selain itu, kebijakan pengenaan cukai terhadap barang kena cukai baru juga diharapkan dapat menyumbangkan tambahan penerimaan cukai. Pendapatan cukai hasil tembakau ditargetkan lebih tinggi 1,3 persen dari target APBN tahun 2016, yaitu sebesar Rp141.700,0 miliar. Sementara itu, pendapatan cukai MMEA diperkirakan hanya sebesar Rp5.239,7 miliar atau turun 18,9 persen dari APBN tahun 2016. Penurunan target tersebut merupakan konsekuensi dari turunnya peredaran minuman mengandung etil alkohol sebagai dampak dari efektifnya pengendalian distribusi dan penjualan MMEA. Pendapatan cukai dalam tahun 2015-2016 dapat dilihat pada Tabel II.3.6.
TABEL II.3.6 PENDAPATAN CUKAI, TAHUN 2015-2016
(dalam miliar rupiah)
LKPP Audited
APBN
APBNP % thd APBN
a. Pendapatan Cukai Hasil Tembakau
141.700,0 101,3 b. Pendapatan Cukai Ethyl Alkohol
151,6 91,6 c. Pendapatan Minuman Mengandung Ethyl Alkohol
5.239,7 81,2 d. Denda Adminstrasi Cukai
- - e. Pendapatan Cukai Lainnya
Sumber: Kementerian Keuangan
Sementara itu, target pendapatan pajak lainnya pada APBNP tahun 2016 direncanakan sebesar Rp7.414,9 miliar atau lebih rendah 37,0 persen dibandingkan dengan APBN tahun 2016. Penurunan yang cukup signifikan ini disebabkan karena masih belum pulihnya aktivitas ekonomi akibat perlambatan ekonomi global. Aktivitas perekonomian dalam tahun 2016 diperkirakan masih belum tumbuh secara signifikan dibandingkan dengan tahun 2015 sehingga transaksi ekonomi belum dapat memberikan kontribusi yang besar untuk pendapatan pajak lainnya. Pendapatan pajak lainnya tahun 2015-2016 dapat dilihat pada Grafik II.3.4.
GRAFIK II.3.4 PENDAPATAN PAJAK LAINNYA, TAHUN 2015-2016
(triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016 II.3-9
Bab 3: Perubahan Kebijakan dan Target Pendapatan Negara Bagian II
dan Proyeksi Pendapatan Negara Jangka Menengah
3.1.1.2.2 Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional
Target pendapatan pajak perdagangan internasional dalam APBNP tahun 2016 turun sebesar 10,5 persen dari APBN tahun 2016 atau menjadi sebesar Rp35.871,5 miliar. Penurunan target pendapatan pajak internasional terutama disebabkan proyeksi pendapatan bea masuk yang diperkirakan hanya mencapai Rp33.371,5 miliar. Penurunan pendapatan bea masuk merupakan dampak dari melambatnya impor Indonesia sesuai dengan tren perdagangan di tahun 2015. Dalam tahun 2016, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan permintaan diperkirakan belum mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, kinerja impor diproyeksikan mengalami tren yang sama pada tahun 2015. Selain itu, harga komoditas beberapa barang yang mengalami tren penurunan mengakibatkan turunnya nilai impor yang menjadi dasar perhitungan bea masuk. Dalam APBNP tahun 2016, fasilitas bea masuk berupa bea masuk DTP sebesar Rp529,5 miliar masih tetap diberikan untuk mendukung industri strategis tertentu. Pendapatan Bea Masuk tahun 2015-2016 dapat dilihat pada Grafik II.3.5.
GRAFIK II.3.5 PENDAPATAN BEA MASUK, TAHUN 2015-2016
(triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
Sementara itu, pendapatan bea keluar dalam APBNP tahun 2016 diperkirakan akan lebih rendah dari APBN tahun 2016 mengingat adanya pembatasan ekspor komoditas tertentu. Target bea keluar cukup rendah mengingat pada tahun 2015 telah dibentuk CPO fund yang mengakibatkan tidak adanya pendapatan bea keluar dari ekspor sawit. Selain itu, diperkirakan pertumbuhan ekspor belum optimal mengingat pada tahun 2015 terjadi tren penurunan ekspor dari berbagai sektor yang dipicu oleh masih rendahnya permintaan. Namun demikian, dengan adanya kebijakan pemberian kembali izin ekspor akan membuat penerimaan bea keluar pada APBNP tahun 2016 diperkirakan mencapai sebesar Rp2.500,0 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan target APBN tahun 2016. Pendapatan bea keluar tahun 2015-2016 dapat dilihat pada Grafik II.3.6.
II.3-10 Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016
Bab 3: Perubahan Kebijakan dan Target Pendapatan Negara dan Proyeksi Pendapatan Negara Jangka Menengah
Bagian II
GRAFIK II.3.6 PENDAPATAN BEA KELUAR, TAHUN 2015-2016
(triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan