Pembangunan Infrastruktur KPBU dan Non KPBU
Pembangunan Infrastruktur KPBU dan Non KPBU
Risiko fiskal yang terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur berasal dari dukungan dan/atau jaminan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap beberapa proyek, yaitu percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batu bara, percepatan penyediaan air minum, pelaksanaan Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI), dan proyek percepatan pembangunan jalan tol. Selain itu, Pemerintah juga memberikan program penjaminan atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung (direct lending) dari Lembaga Keuangan Internasional kepada BUMN.
2.2.1.1 Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Pengadaan Infrastruktur
Untuk mendukung pengembangan infrastruktur dengan skema KPBU, Pemerintah memberikan fasilitas dukungan berupa (1) penyiapan proyek KPBU dalam tahap penyiapan dan pelaksanaan melalui lembaga pembiayaan infrastruktur (PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)) dengan skema Project Development Fund (PDF), (2) Dukungan kelayakan atau biasa disebut Viability Gap Fund (VGF) atas sebagian biaya konstruksi terhadap proyek KPBU, (3) penjaminan risiko infrastruktur yang dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)), dan (4) Availability Payment (AP).
Kerjasama Pemerintah dalam pengadaan infrastruktur dengan skema AP disajikan dalam Boks III.2.1.
BOKS III.2.1 KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENGADAAN INFRASTRUKTUR DENGAN SKEMA AVAILABILITY PAYMENT
Merujuk pada amanat Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.08/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, untuk penerapan skema AP yang merupakan salah satu struktur pembiayaan guna memastikan pengembalian investasi bagi badan usaha (swasta) dalam skema KPBU. AP diharapkan dapat meningkatkan minat berinvestasi karena adanya kepastian pengembalian investasi bagi badan usaha. AP akan dibayarkan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah selaku PJPK pada masa operasi dengan suatu komitmen pembayaran jangka panjang berdasarkan target kinerja yang telah disepakati sehingga mengurangi risiko pendapatan badan usaha.
Proyek Palapa Ring adalah proyek pembangunan jaringan tulang punggung serat optik nasional yang menghubungkan kota/kabupaten di seluruh Indonesia dengan membangun jaringan sepanjang 8.479 km di 57 kabupaten/kota yang tidak dijangkau oleh penyelenggara telekomunikasi. Proyek ini merupakan proyek KPBU pertama yang memakai skema AP di Indonesia. AP adalah pembayaran secara berkala oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) kepada badan usaha pelaksana atas tersedianya layanan infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam perjanjian KPBU. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah c.q. Kementerian Komunikasi dan Informatika selaku PJPK,
berkomitmen untuk membayar AP.
III.2-10 Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016
Bab 2 Sumber Risiko Fiskal APBNP Tahun 2016 Bagian III
Proyek Palapa Ring sebagaimana diatur di dalam kontrak kerjasama antara Pemerintah dan badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masa kontrak setelah proyek ini beroperasi secara komersial adalah selama 15 tahun. Adapun sumber dana untuk pembayaran ketersediaan layanan berasal dari Universal Service Obligation (USO).
PJPK membagi Proyek Palapa Ring menjadi tiga paket, yaitu Paket Barat, Paket Tengah dan Paket Timur. PJPK telah melaksanakan proses pengadaan badan usaha untuk ketiga paket tersebut dimana hasilnya adalah untuk Paket Barat dan Paket Tengah telah terdapat konsorsium yang ditetapkan sebagai pemenang yaitu Konsorsium Mora Telematika Indonesia – Ketrosden Triasmitra dan Konsorsium Pandawa Lima. Menteri Keuangan telah menyetujui pemberian fasilitas pendampingan transaksi untuk Paket Barat dan Paket Tengah dimaksud. Sedangkan untuk Paket Timur akan dilakukan pengkajian kembali dan selanjutnya akan dilakukan pelelangan ulang. Ketiga paket tersebut ditargetkan selesai pada tahun 2018.
2.2.1.2 Risiko Jaminan Pemerintah atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Badan Usaha Milik Negara
Di tengah keterbatasan APBN, Pemerintah dituntut untuk mencari sumber-sumber pendanaan lain untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Salah satu menu alternatif pembiayaan infrastruktur tersebut adalah melalui pinjaman langsung (direct lending) dari Lembaga Keuangan Internasional (LKI) kepada BUMN dengan term and condition setara pinjaman Pemerintah. Untuk itu, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2015 yang memberikan kewenangan bagi Menteri Keuangan untuk memberikan jaminan Pemerintah terhadap pinjaman langsung dari LKI (multilateral dan bilateral) kepada BUMN untuk pembiayaan infrastruktur. Melalui alternatif pembiayaan ini, BUMN dapat memiliki akses terhadap pinjaman bertenor panjang dan berbunga rendah yang umumnya hanya dapat diperoleh oleh Pemerintah dari LKI. Jaminan ini merupakan credit guarantee terhadap kemampuan keuangan BUMN dalam membayar kewajiban pinjaman. Pemerintah menetapkan beberapa kriteria terhadap proyek infrastruktur dan BUMN yang dapat mengajukan permohonan jaminan Pemerintah tersebut.
Risiko fiskal yang timbul dari penerbitan jaminan Pemerintah ini adalah BUMN tidak dapat memenuhi kewajiban keuangan kepada LKI sesuai perjanjian pinjaman sehingga Pemerintah menjadi pihak yang wajib memenuhi kewajiban tersebut. Pemenuhan kewajiban Pemerintah
tersebut dilaksanakan melalui mekanisme APBN. Pemerintah telah menerbitkan jaminan terhadap pinjaman langsung dari Asian Development
Bank (ADB) kepada PT PLN (Persero) untuk membiayai penguatan/pengembangan jaringan kelistrikan di Sumatera. Pinjaman ini menggunakan skema results based loan yang merupakan terobosan dimana penggunaan dana pinjaman tidak lagi menggunakan sistem ADB, namun menggunakan sistem yang diterapkan di Indonesia dan PT PLN (Persero). Pinjaman tersebut dikucurkan oleh ADB selama periode 2016 – 2019 dan PT PLN (Persero) baru akan membayar cicilan pokok pada tahun 2021 sehingga kewajiban PT PLN (Persero) dalam tahun ini relatif sangat kecil.
Dalam rangka pengelolaan risiko atas jaminan Pemerintah tersebut, beberapa langkah mitigasi risiko dilakukan oleh Pemerintah untuk melakukan reviu atas risk mitigation plan yang disusun oleh PT PLN (Persero) secara berkala.
Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun 2016 III.2-11