58 juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang
usaha. Sedangkan keuntungan terkecil terdapat pada perlakuan P3 yaitu penggunaan tepung kulit umbi ubi kayu fermentasi level 45, hal ini dikarenakan
pertambahan bobot badan domba yang rendah, sehingga mengurangi hasil produksi.
3.2. BC Ratio benefit cost ratio
BC Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi, atau dituliskan dengan rumus :
BC Ratio = Total hasil produksi Total biaya produksi
Tabel 24. BC Ratio benefit cost ratio tiap level perlakuan
Perlakuan
1 2
3 4
5 Rataan
P0 1.17
1.23 1.18
1.10 1.22
1.18 P1
1.19 1.23
1.26 1.16
1.19 1.21
P2 1.16
1.24 1.24
1.32 1.28
1.25 P3
1.12 1.08
1.21 1.14
1.14 1.14
Rataan 1.16
1.19 1.22
1.18 1.21
1.19
BC Ratio benefit cost ratio yang diperoleh menunjukkan bahwa usaha ternak domba yang diberi pakan kulit umbi ubi kayu fermentasi layak dilanjutkan
pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 karena memiliki hasil ratio lebih besar dari 1 1 yaitu P0 = 1,18 , P1 = 1,21 , P2 = 1,25 dan P3 = 1,14 . Hal ini sesuai dengan
pernyataan Soekartawi et al. 1986 bahwa suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai BC Ratio 1. Semakin besar nilai BC Ratio maka semakin
efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai BC Rationya maka semakin tidak efisien usaha tersebut.
59
3.3. BEP break even point
BEP yaitu kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas.
3.3.1. BEP Harga Produksi
Diperoleh dengan cara membagikan total biaya produksi dengan bobot badan setelah pemeliharaan.
Tabel 25. BEP harga produksi tiap level perlakuan Rp
Perlakuan 1
2 3
4 5
Rataan P0
30.528,41 28.735,07
29.915,34 31.731,59
29.079,28 29.997,94
P1 30.397,35
28.448,47 28.043,64
30.438,19 29.259,05
29.317,34 P2
30.560,04 29.015,53
28.132,97 26.793,28
27.670,76 28.434,52
P3 31.771,90
33.090,55 29.894,14
31.289,04 31.432,98
31.495,72 Rataan
30.814,43 29.822,41
28.996,52 30.063,02
29.360,52 29.811,38
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa BEP harga produksi akan
tercapai bila harga bobot hidup P0 sebesar Rp 29.997,94, P1 sebesar Rp 29.317,34, P2 sebesar Rp. 28.434,52 dan P3 sebesar Rp 31.495,72. Agar
biaya yang telah dikeluarkan dapat kembali. Hal ini sesuai dengan pendapat Sigit 1979 bahwa BEP break event point adalah kondisi dimana suatu usaha
dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas, sedang menurut pendapat Cahyono 2002 BEP Harga Produksi menggambarkan harga terendah
dari produk yang dihasilkan. Apabila harga ditingkat petani lebih rendah dari pada harga BEP, maka usaha tani akan mengalami kerugian.
60
3.3.2. BEP Volume Produksi
Diperoleh dengan cara membagikan total biaya produksi dengan harga jualKg nya.
Tabel 26. BEP volume produksi tiap level perlakuan Kg
Perlakuan
1 2
3 4
5 Rataan
P0 14.64
15.67 13.79
15.22 14.27
14.72 P1
13.39 16.94
14.94 14.55
14.95 14.95
P2 14.23
12.74 16.22
15.57 13.66
14.49 P3
13.80 15.82
13.59 13.40
12.82 13.89
Rataan 14.02
15.29 14.64
14.69 13.92
14.51
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa titik modal akan tercapai
jika berat domba yang dihasilkan pada P0 sebesar 14,72 kg, P1 sebesar 14.95 kg P2 sebesar 14,49 kg dan P3 sebesar 13,89 kg. Hasil ini didukung oleh pernyataan
Cahyono 2002 bahwa dalam kondisi ini, usaha tani yang dilakukan tidak menghasilkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian, karena BEP
Volume Produksi menggambarkan produksi minimal yang harus dihasilkan, agar usaha tani tidak mengalami kerugian.
3.4. IOFC income over feed cost
IOFC didapat dengan cara menghitung nilai usaha peternakan yang didapat dari berat badan ternak bobot akhir-bobot awal di kali harga ternakKg
dikurangi dengan biaya pakan total konsumsi dikali harga pakan. 48
61 Tabel 27. IOFC income over feed cost tiap level perlakuan Rp
Perlakuan 1
2 3
4 5
Rataan P0
56.829,89 89.113,94
66.789,78 36.661,08
80.896,38 66.058,21
P1 59.038,34
97.497,66 100.896,96
57.936,71 78.555,52
78.785,04 P2
56.296,37 80.372,80
102.387,69 129.686,04
104.742,97 94.697,17
P3 38.511,57
14.455,57 66.981,31
46.281,17 44.540,65
42.154,05 Rataan
52.669,04 70.359,99
84.263,93 67.641,25
77.183,88 70.423,62
IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar Rp 94.697,17 hal
ini dikarenakan bobot badan domba yang tinggi dikalikan harga jual perkilogram domba sehingga pendapatan dari penjualan domba lebih tinggi dari pada total
biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi domba tersebut dan juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan yang tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang tinggi.
IOFC terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar Rp 42.154,05 karena bobot badan akhir domba rendah yang menyebabkan harga jual domba
tidak dapat menutupi biaya pakan yang telah dikeluarkan. Hal inilah yang menyebabkan IOFC pada perlakuan P3 paling rendah dibandingkan dengan
perlakuan yang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawirokusumo 1990 bahwa selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama
usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha
penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara
produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual
62
3.5. ROI return on investment