Prevention of infection Aeromonas hydrophila on catfish Clarias sp. juvenile from 11 days to use garlic and meniran

(1)

PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila

PADA BENIH IKAN LELE Clarias sp. YANG BERUMUR 11 HARI

MENGGUNAKAN BAWANG PUTIH DAN MENIRAN

RETNO ASTRINI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila PADA BENIH IKAN LELE Clarias sp. YANG BERUMUR 11 HARI MENGGUNAKAN BAWANG PUTIH DAN MENIRAN

Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

RETNO ASTRINI C14080037


(3)

ABSTRAK

RETNO ASTRINI. Pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari menggunakan meniran dan bawang putih. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan MIA SETIAWATI.

Bakteri Aeromonas hydrophila dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada ikan lele. Fitofarmaka yang digunakan sebagai upaya pencegahan adalah campuran bawang putih dan meniran. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis bawang putih dan meniran yang dicampur ke pakan dalam bentuk tepung pada benih lele berumur 11 hari. Benih ikan lele yang digunakan berukuran panjang 1,53±0,26 cm dan bobot 40±16 mg. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap penentuan dosis dan tahap pengujian dosis. Perlakuan dilakukan selama 21 hari, kemudian uji tantang dilakukan dengan metode perendaman selama 60 menit dengan kepadatan bakteri A. hydrophila 104 cfu/mL. Parameter yang diamati yaitu kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan relatif, pengamatan organ hati, dan kualitas air. Hasil penelitian membuktikan bahwa perlakuan bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan kelangsungan hidup benih lele sebesar 81,11±3,85%. Pencegahan infeksi bakteri

A. hydrophila dengan pakan campuran bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt efektif dilakukan pada benih ikan lele.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, benih ikan lele, bawang putih, meniran.

ABSTRACT

RETNO ASTRINI. Prevention of infection Aeromonas hydrophila on catfish

Clarias sp. juvenile from 11 days to use garlic and meniran. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and MIA SETIAWATI.

Aeromonas hydrophila can cause various diseases in catfish. Fitofarmaka used as prevention is a mixture of garlic and meniran. This study aimed to determine the dose garlic and meniran mixed into the feed in the form of flour in 11-day-old-catfish juvenile. Catfish juvenile used a length of 1,53±0.26 cm and weight of 40±16 mg. The study was divided into two phases, the first phase was determination of the dose and the second to testing phase. The treatment carried out for 21 days, then the challenge test was conducted by immerse for 60 minutes at bacterial density A.hydrophila 104 cfu/mL. Parameters observed the survival, the amount of feed intake, relative growth, observation of the liver, and water quality. The research proves that treatment garlic 25 ppt and meniran 5 ppt provide seed viability catfish at 81,11±3,85%. A. Prevention of bacterial infection A.hydrophila to feed mixture garlic 25 ppt and meniran 5 ppt effectively carried on catfish juvenile.


(4)

PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila

PADA BENIH IKAN LELE Clarias sp. YANG BERUMUR 11 HARI

MENGGUNAKAN BAWANG PUTIH DAN MENIRAN

RETNO ASTRINI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(5)

Judul Skripsi : Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila pada Benih Ikan Lele Clarias sp. yang Berumur 11 hari

Menggunakan Bawang Putih dan Meniran

Nama Mahasiswa : Retno Astrini

Nomor Pokok : C14080037

Menyetujui

Pembimbing I

Dr. Dinamella Wahjuningrum NIP. 19700521 199903 2 001

Pembimbing II

Dr. Mia Setiawati NIP. 19641026 199203 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda M.Sc 19671013 199302 1 001


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan atas segala rahmatNya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Agustus 2012 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor adalah mengenai

kesehatan ikan dengan judul “Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila pada

Benih Ikan Lele yang Berumur 11 Hari Menggunakan Bawang Putih dan Meniran”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dinamella Wahjuningrum dan Dr. Mia Setiawati sebagai dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi, kepada Dadang Shafruddin, M.Si atas bantuannya dalam pengadaan benih ikan untuk penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Orangtua, saudara, dan rekan-rekan penulis terutama Pak Ranta, Bu Rini, Ka Rahman, Ka Rahmat, Ka Yesi, Ka Shavika, Ka Ririn, Ka Nurlita, Ka Trian, Pondok Sabar (Asbul, Ojan, Daus, Taqin, Akil), BDP Patmo khususnya Adith, Jeanni, Pika, Titi, Ulfah, Nurlita, Yadi, Erriza, Kurnia.F, Ivan, Aldilla, BDP 46 terutama Ferdi, Arest, Hilmi, Cahyadin, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas segala bantuan yang telah diberikan.

Penulis berharap agar karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Bogor, November 2012

RETNO ASTRINI C14080037


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Retno Astrini merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis dilahirkan di Gunung Kidul pada tanggal 05 November 1990 dari pasangan Bapak Narto dan Ibu Kartimi. Penulis memiliki saudara kandung laki-laki bernama Dhanu Sutomo.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di Taman Kanak-kanak Marita Ciledug Tangerang. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1996-2002, pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama tahun 2002-2005, dan pendidikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2005-2008 di Budi Luhur Ciledug Tangerang. Kemudian penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor jurusan Teknologi dan Manajemen Budidaya Perairan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama perkuliahan penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan di kampus antara lain, sebagai Bendahara II di HIMAKUA periode 2009/2010 dan Bendahara Umum periode 2010/2011 di HIMAKUA. Penulis juga menjadi asisten untuk program S1 tahun 2012 pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012 dan Manajemen Kesehatan Akuakultur tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga mengikuti kegiatan praktik lapang di PT. Nuansa Ayu Karamba, Kepulauan Seribu pada tahun 2011. Tugas akhir di perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi berjudul

Pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari menggunakan bawang putih dan meniran”.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE ... 3

2.1 Metode Penelitian... 3

2.1.1 Penyediaan dan Perbanyakan Bakteri Uji ... 3

2.1.2 Uji LC50 (Mangunwardoyo 2010) ... 4

2.1.3 Pembuatan Tepung Bawang Putih dan Meniran ... 4

2.1.4 Pembuatan Pakan Uji ... 4

2.1.5 Persiapan Wadah dan Ikan Uji ... 5

2.1.6 Tahap Penentuan Dosis ... 5

2.1.7 Tahap Pengujian Dosis ... 6

2.2 Parameter Pengamatan Tahap Pengujian Dosis ... 7

2.2.1 Kelangsungan Hidup ... 7

2.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan ... 8

2.2.3 Pertumbuhan Relatif... 8

2.2.4 Pengamatan Organ Hati ... 8

2.2.5 Kualitas Air ... 8

2.3 Analisis Data ... 9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

3.1 Hasil Tahap Penentuan Dosis... 10

3.1.1 Kelangsungan Hidup ... 10

3.2 Hasil Tahap Pengujian Dosis ... 10

3.2.1 Kelangsungan Hidup ... 10

3.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan ... 11

3.2.3 Pertumbuhan Relatif... 12

3.2.4 Pengamatan Organ Hati ... 12

3.2.5 Kualitas Air ... 13

3.3 Pembahasan ... 16

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 21

4.1 Kesimpulan ... 21

4.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang .. 6 2. Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang ... 6 3. Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur selama perlakuan ... 8


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema prosedur penelitian. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 7 2. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan

dosis. (K-) Kontrol negatif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 10 3. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian

dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 11 4. Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap

pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 11 5. Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian

dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 12 6. Organ hati benih lele ... 13 7. Kandungan DO (Dissolved Oxygen) media pemeliharaan benih lele

selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 14 8. Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada

tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 14 9. Kandungan TAN (Total Amoniak Nitrogen) media pemeliharaan benih

lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 15 10. Kandungan suhu media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil penelitian bawang putih dan meniran pada ikan lele ... 26 2. Perhitungan nilai LC50 ... 27


(12)

I. PENDAHULUAN

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan pada budidaya ikan air tawar disamping ikan mas, patin, serta gurame karena teknologi budidaya ikan lele sudah banyak dikuasai masyarakat dan memiliki peluang pasar yang cukup tinggi. Kementrian Kelautan Perikanan (KKP 2010) menargetkan produksi ikan lele meningkat dari 495 ribu ton pada tahun 2012 menjadi 900 ribu ton pada tahun 2014 atau kenaikan total sebanyak 450% (rata-rata 35% per tahun). Peningkatan produksi tersebut mencakup semua kegiatan budidaya yaitu kegiatan pembenihan dan kegiatan pembesaran.

Kegiatan pembesaran ikan lele membutuhkan pasokan benih secara kontinu untuk memenuhi target produksi KKP pada tahun berikutnya. Pemeliharaan dengan menggunakan kepadatan tinggi dilakukan agar mampu memenuhi pasokan benih. Benih yang dihasilkan juga harus dalam keadaan sehat dan terbebas dari penyakit. Benih merupakan stadia yang sangat penting dan kritis sehingga mudah terinfeksi suatu penyakit (Tucker 1991). Pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan mulai dari benih agar dapat dihasilkan ikan lele yang berkualitas.

Penyakit merupakan kendala utama untuk keberhasilan produksi. Timbulnya penyakit dapat terjadi karena kepadatan ikan tinggi saat pemeliharaan, transportasi benih, penanganan, dan kualitas air yang buruk (Thanikachalam 2010). Ikan lele mudah terserang penyakit akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri A.hydrophila dapat menyebabkan penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicaemia), hemorrhagic septicaemia, ulcer disease atau red-sore disease (White 1989). Untuk mencegah terjadinya infeksi tersebut maka dilakukan kegiatan pencegahan terhadap penyakit. Kegiatan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu menggunakan vaksin dan probiotik (Thanikachalam et al

2010) serta fitofarmaka (Sholikhah 2009), karena fitofarmaka memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kegiatan pencegahan lainnya yaitu dapat dibuat dengan teknik yang sederhana dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan untuk pemakaian dalam waktu yang lama. Fitofarmaka merupakan sediaan bahan alam dari tanaman yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah


(13)

2 dengan uji praklinis dan uji klinis dan bahan baku serta produk jadinya telah distandarisasi (Badan POM.RI. 2005).

Aplikasi pencegahan penyakit dengan fitofarmaka pada akuakultur dapat dilakukan dengan cara injeksi, melalui media budidaya, dan penambahan dalam pakan. Menurut Sholikhah (2009), fitofarmaka yang dicampur dalam pakan dinilai lebih praktis dalam hal pembuatan dan pemberiannya pada ikan lele dibandingkan pemberian fitofarmaka secara injeksi pada penelitian Ayuningtyas (2008) terutama dalam budidaya skala massal.

Fitofarmaka yang digunakan adalah campuran bawang putih dan meniran yang menghasilkan nilai kelangsungan hidup ikan lele tertinggi yaitu sebesar 66,67% dibandingkan dengan fitofarmaka lainnya seperti lidah buaya, daun pepaya, dan paci-paci pada penelitian Sartika (2011). Dosis campuran bawang putih dan meniran dalam pakan yang efektif untuk mencegah infeksi bakteri

A.hydrophila adalah bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt pada ikan lele ukuran ±10 cm (Sholikhah 2009). Sedangkan Widiani (2011) menyatakan bahwa pemberian pakan campuran bawang putih dan meniran yang efektif untuk pencegahan adalah selama 21 hari. Hasil penelitian tersebut dicantumkan pada Lampiran 1.

Penggunaan campuran bawang putih dan meniran yang telah dilakukan pada Lampiran 1 diberikan pada ikan lele berumur 60 hari sehingga belum ada informasi ilmiah tentang dosis pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila untuk ukuran ikan yang lebih kecil (1,53±0,26 cm).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif bawang putih dan meniran dalam pakan benih ikan lele yang berumur 11 hari sebagai upaya pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila sehingga diharapkan dapat diproduksi pakan benih berkualitas untuk skala massal.


(14)

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Metode Penelitian

2.1.1 Penyediaan dan Perbanyakan Bakteri Uji

Bakteri yang digunakan adalah bakteri A.hydrophila yang diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bakteri tersebut disuntikkan secara intramuskuler pada ikan lele untuk menguji virulensinya. Setelah itu dilakukan reisolasi bakteri dengan menggoreskan jarum ose ke bagian ginjal kemudian dibiakkan di media TSA (Trypticase Soy Agar) dan diinkubasi selama 24 jam pada inkubator. Koloni bakteri dari isolat asli maupun hasil reisolasi dilakukan pengamatan berdasarkan warna dan bentuk. Untuk mendapatkan biakan murni maka setiap koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan berlainan morfologinya dimurnikan kembali. Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengamatan morfologi koloni secara visual, meliputi warna, elevasi, dan tepian. Uji yang dilakukan meliputi pewarnaan Gram, uji motilitas, uji oksidasi/fermentasi, uji katalase, uji oksidase, dan uji gelatin. Identifikasi yang digunakan berdasarkan Bergey’s Mannual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1998).

Hasil pengujian virulensi bakteri A.hydrophila pada ikan uji menunjukkan bakteri tersebut adalah bakteri yang virulen karena ikan uji mengalami kelainan klinis berupa radang. Identifikasi bakteri uji meliputi pewarnaan Gram, sifat biokimia dan fisiologi bakteri. Karakterisasi awal dan hasil uji virulensi menunjukkan karakter A.hydrophila. Morfologi koloni dari A.hydrophila yaitu berwarna krem, elevasi cembung, dan tepiannya halus, sedangkan morfologi selnya berbentuk batang dan bersifat Gram negatif. Uji sifat biokimia menunjukkan A.hydrophila bersifat motil dan membentuk H2S, positif terhadap

uji Oksidatif/Fermentatif, oksidase, dan katalase.

Bakteri yang diuji diperbanyak terlebih dahulu sebelum digunakan. Bakteri stok dari kultur primer sebanyak 1 ose digoreskan ke agar miring dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator. Sebanyak 1 ose bakteri diambil dari biakan terbaru diinokulasikan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 25 mL media TSB


(15)

4 (Trypticase Soy Broth), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C pada

water shaker.

2.1.2 Uji LC50 (Mangunwardoyo 2010)

Uji LC50 merupakan penentuan konsentrasi suatu bakteri yang dapat

mematikan sekitar 50% populasi dalam suatu media (RSC 2007). Uji LC50 ini

digunakan untuk mengetahui sifat virulensi bakteri A.hydrophila pada benih ikan lele. Pada uji LC50 ini digunakan toples yang disusun untuk 4 perlakuan dengan 2

ulangan. Toples diisi air sebanyak 2 L dengan kepadatan benih 30 ekor. Bakteri

A.hydrophila yang diuji dimulai dari kepadatan 104 sampai 107 cfu/mL. Uji LC50

dilakukan dengan cara perendaman A.hydrophila pada benih selama 60 menit sesuai dengan label kepadatan bakteri di setiap toples. Pengamatan terhadap penghitungan jumlah benih yang mati dimulai 1 hari setelah perendaman sampai hari ke-7.

Uji LC50 ini digunakan untuk menentukan kepadatan bakteri A. hydrophila

yang akan digunakan dalam uji tahap penentuan dan pengujian dosis. Berdasarkan uji LC50 ini didapatkan kepadatan bakteri yang mengakibatkan kematian sebesar

50% populasi ikan lele selama 7 hari adalah bakteri A. hydrophila dengan kepadatan 104 cfu/mL (Lampiran 2).

2.1.3 Pembuatan Tepung Bawang Putih dan Meniran

Bawang putih yang telah disediakan dicuci bersih, kemudian diiris tipis. Pengeringan dilakukan dengan cara kering-udara tanpa terkena sinar matahari secara langsung selama 5 hari. Untuk hasil yang lebih baik maka bawang putih dioven dengan suhu 60°C selama 1 jam. Bawang putih dihaluskan dengan cara ditumbuk dengan mortar dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm, kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

Daun meniran yang telah disediakan dicuci bersih. Kemudian dikering-udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 3 hari. Meniran ditumbuk dengan mortar sampai halus dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm, kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

2.1.4 Pembuatan Pakan Uji

Pakan yang digunakan adalah pelet komersil dengan kandungan protein sebesar 30%. Pelet dibentuk menjadi tepung kemudian dicampur dengan tepung


(16)

5 bawang putih dan meniran sesuai dosis perlakuan yang ditentukan. Pelet dicampur dengan binder berupa CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sebanyak 30 ppt yang dilarutkan dengan air hangat sebanyak 30% untuk pembuatan 1 kg pakan. Penggunaan CMC dilakukan karena binder ini tidak memiliki efek pada pakan yang dipakai dan daya rekatnya yang lebih kuat. Kemudian pakan dioven selama 2 jam pada suhu 60°C. setelah dioven, pakan ditumbuk kembali dengan mortar dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm, kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

2.1.5 Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Wadah yang digunakan untuk penelitian ini merupakan toples dengan volume 3 liter sebanyak 15 unit. Sebelum digunakan, toples dicuci bersih dan dikeringkan. Kemudian toples didesinfeksi klorin dengan konsentrasi 100 ppm untuk wadah dan konsentrasi 30 ppm untuk air selama 24 jam. Kemudian akuarium dinetralisir dengan tiosulfat 15 ppm selama 24 jam dan diaerasi kuat. Setelah itu diisi air sebanyak 2 liter setelah sebelumnya air diberi perlakuan penambahan garam dan kapur. Benih ikan yang digunakan berumur 11 hari dengan rata-rata bobot awal 40±16 mg dan panjang awal 1,53±0,26 cm. Padat tebar yang digunakan adalah 30 ekor/liter, sehingga dalam satu toples berisi 60 ekor ikan. Benih mulai diadaptasikan dalam wadah uji saat berumur 9 hari. Pemberian pakan dengan kandungan dosis bawang putih dan meniran yang berbeda dimulai saat benih berumur 11 hari dan dilakukan sampai benih berumur 32 hari. Frekuensi pemberian pakan dilakukan pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00 WIB secara at satiation. Penyiponan dilakukan setiap pagi hari sebelum pemberian pakan. Selain itu, pengukuran suhu dilakukan saat sebelum pemberian pakan.

2.1.6 Tahap Penentuan Dosis

Uji in vivo tahap penentuan dosis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terbaik dari dosis bawang putih dan meniran yang telah dicampurkan ke dalam pakan terhadap kelangsungan hidup ikan setelah dilakukan perendaman dengan A. hydrophila. Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang dapat dilihat pada Tabel 1.


(17)

6 Tabel 1 Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang

Perlakuan Dosis BP (ppt) dalam pakan

Dosis M (ppt) dalam pakan

Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila

Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak

Dosis A 20 5 Ya

Dosis B 25 5 Ya

Keterangan : BP : Bawang Putih M : Meniran

2.1.7 Tahap Pengujian Dosis

Tahap pengujian dosis mengacu dari hasil pada tahap penentuan dosis. Pada tahap pengujian dosis ini, hasil yang tidak berbeda nyata dengan K- (kontrol negatif) pada tahap sebelumnya digunakan kembali dan dibandingkan dengan K+ (kontrol positif) dan K- (kontrol negatif) serta dikaji parameter lain yang lebih luas seperti jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan relatif, pengamatan organ hati, dan kualitas air. Hasil dari tahap penentuan dosis adalah dosis B dengan dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang

Perlakuan Dosis BP (ppt) dalam pakan

Dosis M (ppt) dalam pakan

Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila

Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak

Kontrol Positif (K+) 0 0 Ya

B 25 5 Ya

Keterangan : BP : Bawang Putih M : Meniran

Uji in vivo pada tahap penentuan dosis dan pengujian dosis dilakukan dengan cara pemberian pakan yang dicampur bawang putih dan meniran selama 21 hari. Benih ikan lele sebanyak 60 ekor per toples masing-masing dengan 3 ulangan diberi pakan sesuai perlakuan dalam Tabel 1 dan 2. Kemudian diinfeksi dengan bakteri A. hydrophila kepadatan 104 cfu/mL (hasil LC50) dengan cara

perendaman. Perendaman ini dilakukan selama 60 menit pada wadah yang berbeda dengan wadah pemeliharaan. Bakteri A. hydrophila disuspensikan sebanyak 0,2 mL dalam 2 liter air. Perhitungan pengenceran kepadatan bakteri

A.hydrophila untuk uji tantang dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengamatan parameter dilakukan 1 hari setelah perendaman sampai hari ke-7. Skema prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(18)

7 Gambar 1 Skema prosedur penelitian. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

2.2 Parameter Pengamatan Tahap Pengujian Dosis 2.2.1 Kelangsungan Hidup

Pengamatan kelangsungan hidup ikan dilakukan setiap hari dimulai 1 hari setelah uji tantang hingga hari ke-7 akhir uji tantang. Perhitungan kelangsungan hidup dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut.

Kelangsungan hidup = Nt x 100% No

Keterangan :

Nt : Jumlah ikan akhir (ekor) No : Jumlah ikan awal (ekor)

Perlakuan tanpa perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL

K-

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30 perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

K+

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30 perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

A

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30 perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

B


(19)

8

2.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan dihitung setiap hari dari awal perlakuan hingga akhir perlakuan selama 21 hari. Jumlah konsumsi pakan ditentukan berdasarkan jumlah pakan yang masuk ke dalam tubuh benih atau yang dikonsumsi oleh benih. Perhitungan jumlah konsumsi pakan dilakukan dengan cara menimbang jumlah sisa pakan yang tidak termakan oleh benih.

2.2.3 Pertumbuhan Relatif

Pertumbuhan relatif dapat dilihat dari pertambahan bobot benih dari awal perlakuan hingga akhir setelah uji tantang. Pengukuran bobot tubuh benih dilakukan setiap 7 hari sekali dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,001 g. Perhitungan pertumbuhan relatif terhadap bobot benih dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Pertumbuhan Relatif = bobot akhir – bobot awal x 100% bobot awal

2.2.4 Pengamatan Organ Hati

Pengamatan organ hati dilakukan pada akhir setelah uji tantang untuk perlakuan K- (kontrol negatif) dan K+ (kontrol positif). Sedangkan pengamatan organ hati untuk perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) dilakukan sebelum uji tantang. Pengamatan organ hati untuk membedakan warna hati benih di setiap perlakuan karena fungsi hati sebagai organ ekskresi utama dalam tubuh.

2.2.5 Kualitas Air

Pengamatan kualitas air dilakukan pada saat awal perlakuan, sebelum uji tantang, dan akhir setelah uji tantang. Parameter kualitas air yang diukur adalah DO (oksigen terlarut), pH, TAN (total amoniak nitrogen), dan suhu (Tabel 3). Tabel 3 Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur selama perlakuan

Parameter Satuan Alat ukur

DO (Oksigen terlarut) mg/L DO meter

pH unit pH meter

TAN (total amoniak nitrogen) ppm Spektrofotometer


(20)

9

2.3 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dan di analisis menggunakan ANOVA single factor, kemudian dilakukan uji lanjut untuk beda nyata dengan uji Duncan. Parameter yang dilakukan analisis secara kuantitatif adalah kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, dan pertumbuhan relatif. Sedangkan parameter yang dilakukan analisis secara deskriptif adalah pengamatan organ hati dan kualitas air.


(21)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Tahap Penentuan Dosis 3.1.1 Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup ikan diamati sampai 7 hari setelah uji tantang. Perhitungan dilakukan dengan mencatat kematian per hari dari setiap perlakuan. Nilai kelangsungan hidup perlakuan A (bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 24,24±6,94% dan perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 56,82±24,58% memiliki hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) memiliki nilai kelangsungan hidup tidak berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 89,39±9,19% dan perlakuan A (bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt) dengan perlakuan K- (kontrol negatif) memiliki hasil kelangsungan hidup yang berbeda nyata. Sehingga hasil dari tahap penentuan dosis yang digunakan pada tahap pengujian dosis adalah perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt). Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan dosis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan dosis. (K-) Kontrol negatif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2 Hasil Tahap Pengujian Dosis 3.2.1 Kelangsungan Hidup

Nilai kelangsungan hidup perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) yang digunakan pada tahap pengujian dosis ini merupakan dosis terbaik dengan nilai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) pada tahap penentuan dosis. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada

89.39 24.24 56.82 0 20 40 60 80 100

K- A B

k ela ng sun g a n hid up (%)


(22)

11 tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai kelangsungan hidup pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 81,11±3,85% memiliki hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 100±0,00% dan K+ (kontrol positif) sebesar 23,00±5,77%.

Gambar 3 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan ini menunjukkan adanya respons makan pada ikan yang diberi pakan perlakuan fitofarmaka dan pakan tanpa fitofarmaka. Jumlah konsumsi pakan pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 6,42±0,01 g memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 6,58±0,00 g dan K+ (kontrol positif) sebesar 6,566±0,02 g. Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

100 23 81.11 0 20 40 60 80 100

K- K+ B

k ela ng sun g a n hid up (%)

6.59 6.57 6.42

0 1 2 3 4 5 6 7

K- K+ B

J u m la h K o n su m si P a k a n ( g )

a c b


(23)

12

3.2.3 Pertumbuhan Relatif

Pertumbuhan relatif pada benih diukur sebelum perlakuan (bobot awal) dan setelah uji tantang (bobot akhir). Pertumbuhan relatif benih pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 7,22±2,22 % memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 7,54±0,07 % dan K+ (kontrol positif) sebesar 6,39±0,96 %. Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2.4 Pengamatan Organ Hati

Pengamatan organ hati perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) dilakukan sebelum uji tantang. Sedangkan pada perlakuan K- (kontrol negatif) dan K+ (kontrol positif) dilakukan setelah uji tantang. Pada perlakuan K- (kontrol negatif) yang tidak dilakukan uji tantang memiliki warna hati merah kecoklatan dan terlihat segar. Perlakuan K+ (kontrol positif) memiliki warna hati merah pucat dan pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) memiliki warna hati merah (Gambar 6).

7.54 6.39 7.22

0 2 4 6 8

K- K+ B

Per

tu

m

b

u

h

a

n

Re

la

tif

(%

)


(24)

13 Gambar 6 Organ hati benih lele

3.2.5 Kualitas Air

Parameter kualitas air ini diukur pada awal perlakuan, sebelum uji tantang, dan setelah uji tantang. Parameter kualitas air yang dilakukan pengukuran adalah DO (dissolved oxygen), pH, dan TAN (total amoniak nitrogen). Selain itu dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap pagi, siang, dan sore selama perlakuan 21 hari.

Kandungan oksigen pada awal perlakuan masih menunjukkan rentang yang sama yaitu sebesar 7,3 mg/L. Kemudian pada pengukuran sebelum uji tantang terjadi penurunan mencapai 5,3 mg/L pada perlakuan K+ (kontrol positif), 5,7 mg/L pada perlakuan K- (kontrol negatif), dan 5,9 mg/L pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt). Saat setelah uji tantang terjadi peningkatan DO kembali mencapai 7,0 mg/L pada perlakuan K- (kontrol negatif), sedangkan perlakuan K+ (kontrol positif) dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) hanya mencapai 6,5 mg/L. Kandungan DO masih berada pada kisaran optimal yaitu >4 mg/L (Tucker 1991). Kandungan DO (Dissolved Oxygen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 7.

B (dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)

K- (kontrol negatif) K+ (kontrol positif)

0,5 cm

0,5 cm 0,5 cm


(25)

14 Gambar 7 Kandungan DO (Dissolved Oxygen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

Pengukuran pH pada awal perlakuan sekitar 8,05 dan termasuk pH basa. Sedangkan pengukuran pH pada saat sebelum uji tantang dan setelah uji tantang didapatkan hasil yang sama pada perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 7,67, K+ (kontrol positif) sebesar 7,72, dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 7,45. Kandungan pH masih berada pada kisaran normal untuk budidaya yaitu antara 7 sampai 8,5 (Tucker 1991). Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

Pengukuran TAN (total amoniak nitrogen) yang terukur pada awal perlakuan sebesar 0,02 ppm. Pada pengukuran sebelum uji tantang terjadi peningkatan kandungan TAN menjadi 0,19 ppm pada K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif) sebesar 0,77 ppm, dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 0,10 ppm. Kandungan TAN semakin meningkat pada pengukuran akhir

0 1 2 3 4 5 6 7 8

awal tengah akhir

DO ( m g /L ) masa pemeliharaan K- K+ B 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

awal tengah akhir

pH ( un it ) masa pemeliharaan K- K+ B


(26)

15 setelah uji tantang menjadi sebesar 0,43 ppm pada K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif) sebesar 0,21 ppm, dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 0,84 ppm. Kandungan TAN selama penelitian masih berada dalam kisaran normal yaitu <1,00 ppm (Tucker 1991). Kandungan TAN (Total Amoniak Nitrogen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Kandungan TAN (Total Amoniak Nitrogen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

Pengukuran suhu dilakukan setiap hari saat sebelum pemberian makan pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00 WIB. Suhu media pemeliharaan masih berada dalam kisaran optimal pemeliharaan benih ikan lele yaitu 26-28 °C (Tucker 1991). Tetapi terdapat beberapa pengukuran yang tidak masuk ke dalam kisaran optimal karena fluktuasi suhu pada perairan yang dipengaruhi cuaca harian. Kisaran suhu selama perlakuan, pada pagi hari berkisar antara 23-25 °C, pada siang hari berkisar antara 24-28 °C, dan pada sore hari berkisar antara 26-30 °C (Gambar 10). 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

awal tengah akhir

T AN (pp m ) masa pemeliharaan K- K+ B 20 22 24 26 28 30 32

awal tengah akhir

suh u ( ° C) masa pemeliharaan pagi siang sore

Gambar 10 Kandungan suhu media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis.


(27)

16

3.3 Pembahasan

Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri tersebut telah dilakukan uji identifikasi untuk memastikan bahwa bakteri yang digunakan merupakan kultur murni. Uji in vivo tidak dilakukan dengan cara injeksi ke tubuh ikan satu per satu seperti yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2008) tetapi dilakukan secara perendaman. Karena tubuh benih ikan lele yang masih kecil dengan bobot rata-rata 40 mg, sehingga pemberian uji tantang ini diberikan melalui lingkungan budidaya benih (perendaman). Karena air dapat menjadi perantara bagi penularan penyakit (White 1989).

Waktu lama perendaman untuk uji in vivo mengacu pada Muttaqin (2012) yang dilakukan selama 60 menit pada ikan patin dengan hormon tiroksin. Uji tantang dengan teknik perendaman diharapkan bakteri A.hydrophila akan masuk ke dalam tubuh benih ikan melalui insang dan kulit (Mangunwardoyo 2010). Hasil LC50 memperlihatkan bahwa infeksi bakteri A. hydrophila yang dapat

mematikan sekitar 50% populasi benih ikan lele adalah pada kepadatan 104 cfu/mL selama 7 hari. Uji LC50 ini menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila

yang digunakan masih bersifat virulen. Bakteri A. hydrophila dapat ditingkatkan virulensinya dengan cara isolasi ulang bakteri dari ikan yang telah diinfeksi oleh bakteri tersebut.

Pada tahap penentuan dosis, perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) memberikan tingkat kelangsungan hidup terbaik sebesar 56,82±24,583% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) setelah benih diinfeksi bakteri A. hydrophila. Sehingga perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) inilah yang digunakan kembali dalam penelitian tahap pengujian dosis dan dibandingkan kembali dengan perlakuan K- (kontrol negatif) dan K+ (kontrol positif).

Tahap pengujian dosis menghasilkan nilai kelangsungan hidup paling baik sebesar 100±0,00% pada K- (kontrol negatif). Karena pada K- (kontrol negatif) tidak diberikan infeksi bakteri A. hydrophila sehingga ikan tetap sehat sampai akhir penelitian. Sedangkan pada K+ (kontrol positif) tanpa perlakuan fitofarmaka yang diberikan infeksi bakteri A. hydrophila memiliki nilai kelangsungan hidup sebesar 23,33±5,77%. Nilai kelangsungan hidup ini berbeda nyata dengan


(28)

17 perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 81,11±3,85%. Perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) memiliki nilai kelangsungan hidup yang berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) dan K+ (kontrol positif). Artinya, pakan dengan fitofarmaka bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan tingkat kesehatan benih yang lebih baik dan berbeda secara nyata bila dibandingkan dengan benih yang tidak diberikan pakan fitofarmaka.

Bawang putih dapat berperan sebagai perangsang aktivitas sel sehingga meremajakan semua fungsi tubuh dan sistem imun dengan cara merangsang makrofag dalam pembentukan sel darah putih yang mampu menghancurkan material asing (Derrida 2003 dalam Matthew 2009). Kandungan senyawa flavonoid dalam meniran akan menempel ke sel imun dan memberikan rangsangan untuk mengaktifkan kerja sel imun lebih baik (Junieva 2006), bekerja secara sinergis dengan allicin yang terdapat pada bawang putih yang berperan dalam aktivitas anti-bakteri (Derrida 2003 dalam Matthew 2009). Hal ini dapat dilihat dari tingkat kelangsungan hidup benih pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) yang berbeda nyata dibandingkan dengan K+ (kontrol positif) atau benih yang tidak diberikan pakan fitofarmaka. Meniran memacu sistem imun melalui aktivasi limfosit sel T dan sel B yang membuat sistem tubuh lebih aktif menjalankan tugasnya, Jika sistem imun meningkat, maka daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai bakteri juga meningkat (BBPBAT 2010).

Setelah uji tantang dengan bakteri A. hydrophila, benih mengalami gejala klinis seperti kulit yang kemerahan, berenang tidak beraturan (White 1989), dan adanya kerusakan pada sirip (Yuasa et al 2003 dalam Mangunwardoyo 2010). Tetapi tidak semua benih mengalami sakit maupun gejala klinis saat terjadi serangan patogen. Beragam faktor mempengaruhi masing-masing individu dalam menanggapi suatu patogen. Patogen harus dapat menembus sistem imun benih untuk dapat menimbulkan penyakit. Daya tahan alami benih memungkinkan setiap individu menjadi terbebas dari serangan patogen. Masing-masing individu memiliki daya tahan yang berbeda, hal ini ditentukan dari umur, jenis kelamin, status nutrisi, dan stres (Irianto 2005).


(29)

18 Pada hari pertama setelah uji tantang telah terjadi kematian terhadap benih ikan. Hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila yang telah berkembang dengan baik telah menginfeksi benih. Karena pertumbuhan bakteri A. hydrophila optimal terjadi pada fase eksponensial yaitu pada jam ke-4 sampai ke-12 (Moat et al. 2002

dalam Mangunwardoyo 2010). Sedangkan pada hari ke-2 dan ke-3 merupakan tingkat kematian benih yang paling banyak. Karena ikan lele merupakan salah satu inang A. hydrophila sehingga bakteri yang ada di dalam tubuh benih mendapatkan lingkungan dengan suhu, pH, dan nutrisi yang cukup untuk hidup dan memperbanyak diri (Robert 1993 dalam Mangunwardoyo 2010). Setelah itu terjadi penurunan kematian pada hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah uji tantang. Hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila telah mengalami fase kematian atau fase declining setelah melewati fase stationary sampai 48 jam (Moat et al. 2002

dalam Mangunwardoyo 2010).

Benih diberi pakan perlakuan pada umur 11 hari setelah sebelumnya diberi makan berupa cacing sutra. Jumlah konsumsi pakan yang terukur menunjukkan tingkat respons benih terhadap pakan. Respons benih terhadap pakan setiap harinya mengalami peningkatan di semua perlakuan. Tetapi pada saat-saat tertentu, nafsu makan ikan menurun. Hal ini diduga terjadi karena adanya fluktuasi suhu harian yang menyebabkan ikan stress sehingga menurunkan nafsu makan (Irianto 2005).

Konsumsi pakan benih pada hari pertama perlakuan memiliki jumlah yang rendah. Hal ini diakibatkan benih masih dalam kondisi adaptasi. Menurut Winarlin (1984), ikan lele dapat dilatih memakan pakan buatan berbentuk tepung karena ikan lele selalu menyambar makanan yang berada dibawah permukaan air. Pada hari selanjutnya, jumlah konsumsi pakan mengalami peningkatan di semua perlakuan. Hal ini didasari bahwa benih telah mampu mengonsumsi pakan buatan dengan baik. Jumlah konsumsi pakan ini memiliki nilai yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan. Walaupun terdapat bau yang menyengat pada pakan perlakuan yang telah dicampur dengan bawang putih dan meniran. Bau menyengat ini berasal dari allicin yang memiliki bau bawang putih yang khas saat struktur bawang putih rusak (Jabar 2007) tetapi benih tetap mengonsumsi pakan perlakuan yang diberikan.


(30)

19 Ikan memerlukan nutrien dan energi dari luar untuk pertumbuhannya (Hastuti 1984). Nutrien dan energi tersebut diperoleh dari makanannya. Sehingga jumlah konsumsi pakan akan mempengaruhi pertumbuhan benih. Pertumbuhan relatif pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) maupun K+ (kontrol positif). Bawang putih dan meniran yang terkandung dalam pakan perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) dapat dikatakan tidak mempengaruhi pertumbuhan benih. Pakan yang masuk ke dalam tubuh benih tidak semuanya digunakan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan benih ditentukan oleh banyaknya makanan yang dikonsumsi serta distribusi penggunaannya (Hastuti 1984).

Pengamatan organ dalam dilakukan pada hati karena A.hydrophila banyak ditemukan pada luka infeksi, hati, dan ginjal (Astuti 2003). Pengamatan organ hati dilakukan untuk melihat adanya perbedaan warna dari hati tersebut. Perbedaan warna hati ini disebabkan oleh adanya enzim dan toksin produk ekstraseluler yang merupakan racun dari bakteri A.hydrophila terhadap ikan (Munro 1982 dalam

Abdullah 2008). Warna merah segar terdapat pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt), pada perlakuan K- (kontrol negatif) memiliki warna hati merah kecoklatan sesuai dengan Abdullah (2008), dan warna hati coklat pucat pada perlakuan K+ (kontrol positif) karena meningkatnya kerja hati untuk mengumpulkan, mengubah, menetralkan, dan menghilangkan zat-zat toksin (Dharma 1982 dalam Abdullah 2008).

Kualitas air pada pemeliharaan benih ikut mendukung adanya patogenisitas bakteri. Kualitas air yang kurang baik akan mempercepat datangnya suatu penyakit karena penyakit tidak hanya disebabkan adanya bakteri patogen saja, tetapi karena adanya hubungan antara lingkungan, inang, dan patogen. Suhu yang fluktuatif dapat menyebabkan ikan stres dan dapat menyebabkan kematian. Setiap spesies mungkin dapat mentoleransi suhu dari 5-36 °C, tapi kisaran yang dapat memberikan pertumbuhan maksimum dari 25-30 °C. Spesies tropis tidak akan tumbuh baik jika suhu air berada di bawah 26 °C dan suhu di bawah 10 °C dapat membunuhnya (Boyd 1990). Suhu pada pagi hari sekitar 23-25 °C, kemudian pada siang hari suhu mencapai 24-28 °C, dan suhu pada sore hari sekitar 26-30 °C. Fluktuasi suhu ini terjadi karena cuaca yang kurang mendukung.


(31)

20 Kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan benih sekitar 26-28 °C (Tucker 1991).

Fitofarmaka yang ditambahkan ke dalam pakan benih terbukti mampu mencegah penyakit infeksi bakteri A. hydrophila. Selain itu, fitofarmaka berupa bawang putih dan meniran ini dapat diaplikasikan pada budidaya ikan lele karena kedua bahan ini ketersediaannya cukup melimpah, tidak menimbulkan resisten terhadap bakteri, dan tidak merusak lingkungan. Bakteri yang telah bersifat resisten ini tidak akan hilang dari tubuh ikan, sehingga penyakit ini akan mengancam kehidupan manusia karena A. hydrophila termasuk penyakit zoonotic

atau merupakan penyakit yang dapat menyebar dari hewan ke manusia (White 1989). Penerapan pemberian fitofarmaka lebih cocok dengan metode pencampuran ke dalam pakan karena dalam satu kali pembuatan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama pada dalam wadah kedap udara. Hal ini merupakan nilai tambah metode ini dibandingkan dengan metode perendaman dan penyemprotan ekstrak pada pakan.


(32)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perlakuan pencegahan melalui pakan dengan campuran 25 ppt bawang putih dan 5 ppt meniran efektif terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila

pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari, dengan tingkat kelangsungan hidup 81,11±3,85% dan pertumbuhan relatif 7,22±2,22%.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap bawang putih dan meniran pada benih lele dengan infeksi patogen yang berbeda.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Y. 2008. Efektivitas ekstrak daun paci-paci Leucas lavandulaefolia

untuk pencegahan dan pengobatan infeksi penyakit MAS Motile Aeromonas Septicaemia ditinjau dari patologi makro dan hematologi ikan lele dumbo

Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Astuti AB. 2003. Interaksi pestisida dan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila

pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ayuningtyas A. 2008. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Badan POM. RI. 2005, No.HK.00.05.4.1384. Tentang kriteria dan tata laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka, http://ulpk.pom.go.id [31 Oktober 2012].

BBPBAT Sukabumi. 2010. Penggunaan bahan anti mikroba nabati meniran untuk peningkatan daya tahan tubuh ikan mas. www.bbpbat.net [08 September 2012].

Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama: Birmingham Publishing Co.

Hastuti MS. 1984. Jumlah makanan yang dikonsumsi burayak ikan lele (Clarias batrachus L.) [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Holt, JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, dan Williams ST. 1998. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Williams & Wilkins. Baltimore. Irianto A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Press.

Jabar MA dan Amina AM. 2007. Susceptibility of some multiple resistant bacteria to garlic extract. African Journal of Biotechnology, Vol.6(6):771-776. Junieva PN. 2006. Pengaruh pemberian ekstrak meniran (Phyllanthus sp.)

terhadap gambaran mikroskopik paru tikus wistar yang diinduksi karbon tetraklorida [karya tulis ilmiah]. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.


(34)

23 KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 2010. Sembilan komoditas

unggulan. www.dkp.go.id [31 Oktober 2011].

Kurniawan D. 2010. Efektivitas campuran tepung meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri

Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mangunwardoyo W, Ratih I, dan Etty R. 2010. Uji patogenisitas dan virulensi

Aeromonas hydrophila stanier pada ikan nila (Oreochromis niloticus Lin.) melalui postulat koch. J. Ris Akuakultur, 5(2):245-255.

Matthew, T. 2009. Efficacy of Allium sativum (garlic) bulbs extract on some enteric (pathogenic) bacteria. New York Science Journal. 2 (6), ISSN 1554-0200.

Muttaqin M. 2012. Efektivitas perendaman hormon tiroksin dan rekombinan hormon pertumbuhan terhadap perkembangan dan pertumbuhan awal larva ikan patin Pangasionodon hypopthalmus. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

RSC (Royal Society of Chemistry). 2007. Environment, health, and safety committee note on: “LD50 [lethal dose 50%]”. www.rsc.org [31 Oktober

2012].

Sartika Y. 2011. Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sholikhah EH. 2009. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Thanikachalam K, Marimutu K, and Xavier R. 2010. Effect of garlic peel on growth, hematological parameters and disease resistance against Aeromonas hydrophila in african catfish Clarias gariepinus (Bloch) fingerlings. Asian Pasific Journal of Tropical Medicine, p.614-618.

Tucker CS. 1991. Water quantity and quality requirements for channel catfish hatcheries. http://www.lssu.edu/faculty/gsteinhart/GBS-LSSU/BIOL372-Fish_Culture_files/Water_quality.pdf [07 September 2012].


(35)

24 White MR. 1989. Diagnosis and treatment of “Aeromonas hydrophila” infection

of fish. Animal Disease Diagnostic Laboratory. Purdue University. Sea Grant IL-IN-SG-FS-91-2.

Widiani I. 2011. Lama pemberian pakan mengandung tepung meniran

Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Winarlin. 1984. Kebiasaan makanan ikan lele (Clarias batrachus Linn.) ukuran sejari [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(36)

(37)

26

Lampiran 1 Hasil penelitian bawang putih dan meniran pada ikan lele Bentuk bahan perlakuan Konsentrasi bahan terbaik Stadia ikan Metode pemberian Lama pemberian Kelangsungan

hidup Pustaka

Ekstrak meniran dan bawang putih

5 ppt meniran 20 ppt bawang

putih

11-13 cm Penyuntikan 14 hari 73,33±11,55% Ayuningtyas (2008) Ekstrak

meniran dan bawang putih

5 ppt meniran 20 ppt bawang

putih

11-13 cm

Spray melalui

pakan

14 hari 58,33±21,52% Sholikhah (2009) Tepung

meniran dan bawang putih

2,1% (1:2) 12,08 cm Formulasi

dalam pakan 14 hari 60±20%

Kurniawan (2010) Tepung

meniran dan bawang putih

2,1% (1:2) 7,81 g Formulasi

dalam pakan 14 hari 66,67±11,55%

Sartika (2011) Tepung meniran dan bawang putih 2,1% (1:2) 11,67 cm dan 12,44 g Formulasi

dalam pakan 21 hari 93,33±11,54%

Widiani (2011) Tepung

meniran dan bawang putih

25 ppt bawang putih 5 ppt

meniran

1,53 cm dan 40 mg

Formulasi


(38)

27

Lampiran 2 Perhitungan nilai LC50

Konsentrasi

Patogen Mati Hidup

Akumulasi

Mati Hidup Rasio Persentase

103 21 39 21 137 21/158 13,29

104 20 40 41 98 41/139 29,50

105 34 26 75 58 75/133 56,39

106 40 20 115 32 115/147 78,23

107 48 12 163 12 163/175 93,14

negative log kematian diatas 50% SP x faktor pengenceran (log 10)

Jadi, nilai LD50 yang diperoleh adalah 104, maka bakteri Aeromonas hydrophila

dengan kepadatan 104 cfu/mL dapat mengakibatkan populasi ikan lele mati sebanyak 50% selama 7 hari.


(39)

28

Lampiran 3 Perhitungan kepadatan bakteri A. hydrophila untuk uji tantang

M1 x V1 = M2 x V2

108 cfu/mL x V1 = 104 cfu/mL x 2000 mL

V1 = 104 cfu/mL x 2000 mL

108 cfu/mL V1 = 10-4 x 2000 mL

V1 = 0,2 mL

Keterangan :

M1 = kepadatan bakteri kultur

M2 = kepadatan bakteri infeksi

V1 = volume bakteri infeksi


(40)

ABSTRAK

RETNO ASTRINI. Pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari menggunakan meniran dan bawang putih. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan MIA SETIAWATI.

Bakteri Aeromonas hydrophila dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada ikan lele. Fitofarmaka yang digunakan sebagai upaya pencegahan adalah campuran bawang putih dan meniran. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis bawang putih dan meniran yang dicampur ke pakan dalam bentuk tepung pada benih lele berumur 11 hari. Benih ikan lele yang digunakan berukuran panjang 1,53±0,26 cm dan bobot 40±16 mg. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap penentuan dosis dan tahap pengujian dosis. Perlakuan dilakukan selama 21 hari, kemudian uji tantang dilakukan dengan metode perendaman selama 60 menit dengan kepadatan bakteri A. hydrophila 104 cfu/mL. Parameter yang diamati yaitu kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan relatif, pengamatan organ hati, dan kualitas air. Hasil penelitian membuktikan bahwa perlakuan bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan kelangsungan hidup benih lele sebesar 81,11±3,85%. Pencegahan infeksi bakteri

A. hydrophila dengan pakan campuran bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt efektif dilakukan pada benih ikan lele.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, benih ikan lele, bawang putih, meniran.

ABSTRACT

RETNO ASTRINI. Prevention of infection Aeromonas hydrophila on catfish

Clarias sp. juvenile from 11 days to use garlic and meniran. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and MIA SETIAWATI.

Aeromonas hydrophila can cause various diseases in catfish. Fitofarmaka used as prevention is a mixture of garlic and meniran. This study aimed to determine the dose garlic and meniran mixed into the feed in the form of flour in 11-day-old-catfish juvenile. Catfish juvenile used a length of 1,53±0.26 cm and weight of 40±16 mg. The study was divided into two phases, the first phase was determination of the dose and the second to testing phase. The treatment carried out for 21 days, then the challenge test was conducted by immerse for 60 minutes at bacterial density A.hydrophila 104 cfu/mL. Parameters observed the survival, the amount of feed intake, relative growth, observation of the liver, and water quality. The research proves that treatment garlic 25 ppt and meniran 5 ppt provide seed viability catfish at 81,11±3,85%. A. Prevention of bacterial infection A.hydrophila to feed mixture garlic 25 ppt and meniran 5 ppt effectively carried on catfish juvenile.


(41)

I. PENDAHULUAN

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan pada budidaya ikan air tawar disamping ikan mas, patin, serta gurame karena teknologi budidaya ikan lele sudah banyak dikuasai masyarakat dan memiliki peluang pasar yang cukup tinggi. Kementrian Kelautan Perikanan (KKP 2010) menargetkan produksi ikan lele meningkat dari 495 ribu ton pada tahun 2012 menjadi 900 ribu ton pada tahun 2014 atau kenaikan total sebanyak 450% (rata-rata 35% per tahun). Peningkatan produksi tersebut mencakup semua kegiatan budidaya yaitu kegiatan pembenihan dan kegiatan pembesaran.

Kegiatan pembesaran ikan lele membutuhkan pasokan benih secara kontinu untuk memenuhi target produksi KKP pada tahun berikutnya. Pemeliharaan dengan menggunakan kepadatan tinggi dilakukan agar mampu memenuhi pasokan benih. Benih yang dihasilkan juga harus dalam keadaan sehat dan terbebas dari penyakit. Benih merupakan stadia yang sangat penting dan kritis sehingga mudah terinfeksi suatu penyakit (Tucker 1991). Pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan mulai dari benih agar dapat dihasilkan ikan lele yang berkualitas.

Penyakit merupakan kendala utama untuk keberhasilan produksi. Timbulnya penyakit dapat terjadi karena kepadatan ikan tinggi saat pemeliharaan, transportasi benih, penanganan, dan kualitas air yang buruk (Thanikachalam 2010). Ikan lele mudah terserang penyakit akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri A.hydrophila dapat menyebabkan penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicaemia), hemorrhagic septicaemia, ulcer disease atau red-sore disease (White 1989). Untuk mencegah terjadinya infeksi tersebut maka dilakukan kegiatan pencegahan terhadap penyakit. Kegiatan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu menggunakan vaksin dan probiotik (Thanikachalam et al

2010) serta fitofarmaka (Sholikhah 2009), karena fitofarmaka memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kegiatan pencegahan lainnya yaitu dapat dibuat dengan teknik yang sederhana dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan untuk pemakaian dalam waktu yang lama. Fitofarmaka merupakan sediaan bahan alam dari tanaman yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah


(42)

2 dengan uji praklinis dan uji klinis dan bahan baku serta produk jadinya telah distandarisasi (Badan POM.RI. 2005).

Aplikasi pencegahan penyakit dengan fitofarmaka pada akuakultur dapat dilakukan dengan cara injeksi, melalui media budidaya, dan penambahan dalam pakan. Menurut Sholikhah (2009), fitofarmaka yang dicampur dalam pakan dinilai lebih praktis dalam hal pembuatan dan pemberiannya pada ikan lele dibandingkan pemberian fitofarmaka secara injeksi pada penelitian Ayuningtyas (2008) terutama dalam budidaya skala massal.

Fitofarmaka yang digunakan adalah campuran bawang putih dan meniran yang menghasilkan nilai kelangsungan hidup ikan lele tertinggi yaitu sebesar 66,67% dibandingkan dengan fitofarmaka lainnya seperti lidah buaya, daun pepaya, dan paci-paci pada penelitian Sartika (2011). Dosis campuran bawang putih dan meniran dalam pakan yang efektif untuk mencegah infeksi bakteri

A.hydrophila adalah bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt pada ikan lele ukuran ±10 cm (Sholikhah 2009). Sedangkan Widiani (2011) menyatakan bahwa pemberian pakan campuran bawang putih dan meniran yang efektif untuk pencegahan adalah selama 21 hari. Hasil penelitian tersebut dicantumkan pada Lampiran 1.

Penggunaan campuran bawang putih dan meniran yang telah dilakukan pada Lampiran 1 diberikan pada ikan lele berumur 60 hari sehingga belum ada informasi ilmiah tentang dosis pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila untuk ukuran ikan yang lebih kecil (1,53±0,26 cm).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif bawang putih dan meniran dalam pakan benih ikan lele yang berumur 11 hari sebagai upaya pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila sehingga diharapkan dapat diproduksi pakan benih berkualitas untuk skala massal.


(43)

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Metode Penelitian

2.1.1 Penyediaan dan Perbanyakan Bakteri Uji

Bakteri yang digunakan adalah bakteri A.hydrophila yang diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bakteri tersebut disuntikkan secara intramuskuler pada ikan lele untuk menguji virulensinya. Setelah itu dilakukan reisolasi bakteri dengan menggoreskan jarum ose ke bagian ginjal kemudian dibiakkan di media TSA (Trypticase Soy Agar) dan diinkubasi selama 24 jam pada inkubator. Koloni bakteri dari isolat asli maupun hasil reisolasi dilakukan pengamatan berdasarkan warna dan bentuk. Untuk mendapatkan biakan murni maka setiap koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan berlainan morfologinya dimurnikan kembali. Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengamatan morfologi koloni secara visual, meliputi warna, elevasi, dan tepian. Uji yang dilakukan meliputi pewarnaan Gram, uji motilitas, uji oksidasi/fermentasi, uji katalase, uji oksidase, dan uji gelatin. Identifikasi yang digunakan berdasarkan Bergey’s Mannual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1998).

Hasil pengujian virulensi bakteri A.hydrophila pada ikan uji menunjukkan bakteri tersebut adalah bakteri yang virulen karena ikan uji mengalami kelainan klinis berupa radang. Identifikasi bakteri uji meliputi pewarnaan Gram, sifat biokimia dan fisiologi bakteri. Karakterisasi awal dan hasil uji virulensi menunjukkan karakter A.hydrophila. Morfologi koloni dari A.hydrophila yaitu berwarna krem, elevasi cembung, dan tepiannya halus, sedangkan morfologi selnya berbentuk batang dan bersifat Gram negatif. Uji sifat biokimia menunjukkan A.hydrophila bersifat motil dan membentuk H2S, positif terhadap

uji Oksidatif/Fermentatif, oksidase, dan katalase.

Bakteri yang diuji diperbanyak terlebih dahulu sebelum digunakan. Bakteri stok dari kultur primer sebanyak 1 ose digoreskan ke agar miring dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator. Sebanyak 1 ose bakteri diambil dari biakan terbaru diinokulasikan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 25 mL media TSB


(44)

4 (Trypticase Soy Broth), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C pada

water shaker.

2.1.2 Uji LC50 (Mangunwardoyo 2010)

Uji LC50 merupakan penentuan konsentrasi suatu bakteri yang dapat

mematikan sekitar 50% populasi dalam suatu media (RSC 2007). Uji LC50 ini

digunakan untuk mengetahui sifat virulensi bakteri A.hydrophila pada benih ikan lele. Pada uji LC50 ini digunakan toples yang disusun untuk 4 perlakuan dengan 2

ulangan. Toples diisi air sebanyak 2 L dengan kepadatan benih 30 ekor. Bakteri

A.hydrophila yang diuji dimulai dari kepadatan 104 sampai 107 cfu/mL. Uji LC50

dilakukan dengan cara perendaman A.hydrophila pada benih selama 60 menit sesuai dengan label kepadatan bakteri di setiap toples. Pengamatan terhadap penghitungan jumlah benih yang mati dimulai 1 hari setelah perendaman sampai hari ke-7.

Uji LC50 ini digunakan untuk menentukan kepadatan bakteri A. hydrophila

yang akan digunakan dalam uji tahap penentuan dan pengujian dosis. Berdasarkan uji LC50 ini didapatkan kepadatan bakteri yang mengakibatkan kematian sebesar

50% populasi ikan lele selama 7 hari adalah bakteri A. hydrophila dengan kepadatan 104 cfu/mL (Lampiran 2).

2.1.3 Pembuatan Tepung Bawang Putih dan Meniran

Bawang putih yang telah disediakan dicuci bersih, kemudian diiris tipis. Pengeringan dilakukan dengan cara kering-udara tanpa terkena sinar matahari secara langsung selama 5 hari. Untuk hasil yang lebih baik maka bawang putih dioven dengan suhu 60°C selama 1 jam. Bawang putih dihaluskan dengan cara ditumbuk dengan mortar dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm, kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

Daun meniran yang telah disediakan dicuci bersih. Kemudian dikering-udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 3 hari. Meniran ditumbuk dengan mortar sampai halus dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm, kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

2.1.4 Pembuatan Pakan Uji

Pakan yang digunakan adalah pelet komersil dengan kandungan protein sebesar 30%. Pelet dibentuk menjadi tepung kemudian dicampur dengan tepung


(45)

5 bawang putih dan meniran sesuai dosis perlakuan yang ditentukan. Pelet dicampur dengan binder berupa CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sebanyak 30 ppt yang dilarutkan dengan air hangat sebanyak 30% untuk pembuatan 1 kg pakan. Penggunaan CMC dilakukan karena binder ini tidak memiliki efek pada pakan yang dipakai dan daya rekatnya yang lebih kuat. Kemudian pakan dioven selama 2 jam pada suhu 60°C. setelah dioven, pakan ditumbuk kembali dengan mortar dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm, kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

2.1.5 Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Wadah yang digunakan untuk penelitian ini merupakan toples dengan volume 3 liter sebanyak 15 unit. Sebelum digunakan, toples dicuci bersih dan dikeringkan. Kemudian toples didesinfeksi klorin dengan konsentrasi 100 ppm untuk wadah dan konsentrasi 30 ppm untuk air selama 24 jam. Kemudian akuarium dinetralisir dengan tiosulfat 15 ppm selama 24 jam dan diaerasi kuat. Setelah itu diisi air sebanyak 2 liter setelah sebelumnya air diberi perlakuan penambahan garam dan kapur. Benih ikan yang digunakan berumur 11 hari dengan rata-rata bobot awal 40±16 mg dan panjang awal 1,53±0,26 cm. Padat tebar yang digunakan adalah 30 ekor/liter, sehingga dalam satu toples berisi 60 ekor ikan. Benih mulai diadaptasikan dalam wadah uji saat berumur 9 hari. Pemberian pakan dengan kandungan dosis bawang putih dan meniran yang berbeda dimulai saat benih berumur 11 hari dan dilakukan sampai benih berumur 32 hari. Frekuensi pemberian pakan dilakukan pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00 WIB secara at satiation. Penyiponan dilakukan setiap pagi hari sebelum pemberian pakan. Selain itu, pengukuran suhu dilakukan saat sebelum pemberian pakan.

2.1.6 Tahap Penentuan Dosis

Uji in vivo tahap penentuan dosis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terbaik dari dosis bawang putih dan meniran yang telah dicampurkan ke dalam pakan terhadap kelangsungan hidup ikan setelah dilakukan perendaman dengan A. hydrophila. Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang dapat dilihat pada Tabel 1.


(46)

6 Tabel 1 Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang

Perlakuan Dosis BP (ppt) dalam pakan

Dosis M (ppt) dalam pakan

Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila

Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak

Dosis A 20 5 Ya

Dosis B 25 5 Ya

Keterangan : BP : Bawang Putih M : Meniran

2.1.7 Tahap Pengujian Dosis

Tahap pengujian dosis mengacu dari hasil pada tahap penentuan dosis. Pada tahap pengujian dosis ini, hasil yang tidak berbeda nyata dengan K- (kontrol negatif) pada tahap sebelumnya digunakan kembali dan dibandingkan dengan K+ (kontrol positif) dan K- (kontrol negatif) serta dikaji parameter lain yang lebih luas seperti jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan relatif, pengamatan organ hati, dan kualitas air. Hasil dari tahap penentuan dosis adalah dosis B dengan dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang

Perlakuan Dosis BP (ppt) dalam pakan

Dosis M (ppt) dalam pakan

Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila

Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak

Kontrol Positif (K+) 0 0 Ya

B 25 5 Ya

Keterangan : BP : Bawang Putih M : Meniran

Uji in vivo pada tahap penentuan dosis dan pengujian dosis dilakukan dengan cara pemberian pakan yang dicampur bawang putih dan meniran selama 21 hari. Benih ikan lele sebanyak 60 ekor per toples masing-masing dengan 3 ulangan diberi pakan sesuai perlakuan dalam Tabel 1 dan 2. Kemudian diinfeksi dengan bakteri A. hydrophila kepadatan 104 cfu/mL (hasil LC50) dengan cara

perendaman. Perendaman ini dilakukan selama 60 menit pada wadah yang berbeda dengan wadah pemeliharaan. Bakteri A. hydrophila disuspensikan sebanyak 0,2 mL dalam 2 liter air. Perhitungan pengenceran kepadatan bakteri

A.hydrophila untuk uji tantang dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengamatan parameter dilakukan 1 hari setelah perendaman sampai hari ke-7. Skema prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(47)

7 Gambar 1 Skema prosedur penelitian. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

2.2 Parameter Pengamatan Tahap Pengujian Dosis 2.2.1 Kelangsungan Hidup

Pengamatan kelangsungan hidup ikan dilakukan setiap hari dimulai 1 hari setelah uji tantang hingga hari ke-7 akhir uji tantang. Perhitungan kelangsungan hidup dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut.

Kelangsungan hidup = Nt x 100% No

Keterangan :

Nt : Jumlah ikan akhir (ekor) No : Jumlah ikan awal (ekor)

Perlakuan tanpa perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL

K-

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30 perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

K+

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30 perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

A

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30 perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

B


(48)

8

2.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan dihitung setiap hari dari awal perlakuan hingga akhir perlakuan selama 21 hari. Jumlah konsumsi pakan ditentukan berdasarkan jumlah pakan yang masuk ke dalam tubuh benih atau yang dikonsumsi oleh benih. Perhitungan jumlah konsumsi pakan dilakukan dengan cara menimbang jumlah sisa pakan yang tidak termakan oleh benih.

2.2.3 Pertumbuhan Relatif

Pertumbuhan relatif dapat dilihat dari pertambahan bobot benih dari awal perlakuan hingga akhir setelah uji tantang. Pengukuran bobot tubuh benih dilakukan setiap 7 hari sekali dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,001 g. Perhitungan pertumbuhan relatif terhadap bobot benih dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Pertumbuhan Relatif = bobot akhir – bobot awal x 100% bobot awal

2.2.4 Pengamatan Organ Hati

Pengamatan organ hati dilakukan pada akhir setelah uji tantang untuk perlakuan K- (kontrol negatif) dan K+ (kontrol positif). Sedangkan pengamatan organ hati untuk perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) dilakukan sebelum uji tantang. Pengamatan organ hati untuk membedakan warna hati benih di setiap perlakuan karena fungsi hati sebagai organ ekskresi utama dalam tubuh.

2.2.5 Kualitas Air

Pengamatan kualitas air dilakukan pada saat awal perlakuan, sebelum uji tantang, dan akhir setelah uji tantang. Parameter kualitas air yang diukur adalah DO (oksigen terlarut), pH, TAN (total amoniak nitrogen), dan suhu (Tabel 3). Tabel 3 Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur selama perlakuan

Parameter Satuan Alat ukur

DO (Oksigen terlarut) mg/L DO meter

pH unit pH meter

TAN (total amoniak nitrogen) ppm Spektrofotometer


(49)

9

2.3 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dan di analisis menggunakan ANOVA single factor, kemudian dilakukan uji lanjut untuk beda nyata dengan uji Duncan. Parameter yang dilakukan analisis secara kuantitatif adalah kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, dan pertumbuhan relatif. Sedangkan parameter yang dilakukan analisis secara deskriptif adalah pengamatan organ hati dan kualitas air.


(50)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Tahap Penentuan Dosis 3.1.1 Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup ikan diamati sampai 7 hari setelah uji tantang. Perhitungan dilakukan dengan mencatat kematian per hari dari setiap perlakuan. Nilai kelangsungan hidup perlakuan A (bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 24,24±6,94% dan perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 56,82±24,58% memiliki hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) memiliki nilai kelangsungan hidup tidak berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 89,39±9,19% dan perlakuan A (bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt) dengan perlakuan K- (kontrol negatif) memiliki hasil kelangsungan hidup yang berbeda nyata. Sehingga hasil dari tahap penentuan dosis yang digunakan pada tahap pengujian dosis adalah perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt). Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan dosis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan dosis. (K-) Kontrol negatif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2 Hasil Tahap Pengujian Dosis 3.2.1 Kelangsungan Hidup

Nilai kelangsungan hidup perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) yang digunakan pada tahap pengujian dosis ini merupakan dosis terbaik dengan nilai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) pada tahap penentuan dosis. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada

89.39 24.24 56.82 0 20 40 60 80 100

K- A B

k ela ng sun g a n hid up (%)


(51)

11 tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai kelangsungan hidup pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 81,11±3,85% memiliki hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 100±0,00% dan K+ (kontrol positif) sebesar 23,00±5,77%.

Gambar 3 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan ini menunjukkan adanya respons makan pada ikan yang diberi pakan perlakuan fitofarmaka dan pakan tanpa fitofarmaka. Jumlah konsumsi pakan pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 6,42±0,01 g memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 6,58±0,00 g dan K+ (kontrol positif) sebesar 6,566±0,02 g. Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

100 23 81.11 0 20 40 60 80 100

K- K+ B

k ela ng sun g a n hid up (%)

6.59 6.57 6.42

0 1 2 3 4 5 6 7

K- K+ B

J u m la h K o n su m si P a k a n ( g )

a c b


(1)

23 KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 2010. Sembilan komoditas

unggulan. www.dkp.go.id [31 Oktober 2011].

Kurniawan D. 2010. Efektivitas campuran tepung meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri

Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mangunwardoyo W, Ratih I, dan Etty R. 2010. Uji patogenisitas dan virulensi

Aeromonas hydrophila stanier pada ikan nila (Oreochromis niloticus Lin.) melalui postulat koch. J. Ris Akuakultur, 5(2):245-255.

Matthew, T. 2009. Efficacy of Allium sativum (garlic) bulbs extract on some enteric (pathogenic) bacteria. New York Science Journal. 2 (6), ISSN 1554-0200.

Muttaqin M. 2012. Efektivitas perendaman hormon tiroksin dan rekombinan hormon pertumbuhan terhadap perkembangan dan pertumbuhan awal larva ikan patin Pangasionodon hypopthalmus. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

RSC (Royal Society of Chemistry). 2007. Environment, health, and safety committee note on: “LD50 [lethal dose 50%]”. www.rsc.org [31 Oktober 2012].

Sartika Y. 2011. Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sholikhah EH. 2009. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Thanikachalam K, Marimutu K, and Xavier R. 2010. Effect of garlic peel on growth, hematological parameters and disease resistance against Aeromonas hydrophila in african catfish Clarias gariepinus (Bloch) fingerlings. Asian Pasific Journal of Tropical Medicine, p.614-618.

Tucker CS. 1991. Water quantity and quality requirements for channel catfish hatcheries. http://www.lssu.edu/faculty/gsteinhart/GBS-LSSU/BIOL372-Fish_Culture_files/Water_quality.pdf [07 September 2012].


(2)

24 White MR. 1989. Diagnosis and treatment of “Aeromonas hydrophila” infection

of fish. Animal Disease Diagnostic Laboratory. Purdue University. Sea Grant IL-IN-SG-FS-91-2.

Widiani I. 2011. Lama pemberian pakan mengandung tepung meniran

Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Winarlin. 1984. Kebiasaan makanan ikan lele (Clarias batrachus Linn.) ukuran sejari [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(3)

(4)

26

Lampiran 1 Hasil penelitian bawang putih dan meniran pada ikan lele Bentuk bahan perlakuan Konsentrasi bahan terbaik Stadia ikan Metode pemberian Lama pemberian Kelangsungan

hidup Pustaka

Ekstrak meniran dan bawang putih

5 ppt meniran 20 ppt bawang

putih

11-13 cm Penyuntikan 14 hari 73,33±11,55% Ayuningtyas (2008) Ekstrak

meniran dan bawang putih

5 ppt meniran 20 ppt bawang

putih

11-13 cm

Spray melalui

pakan

14 hari 58,33±21,52% Sholikhah (2009) Tepung

meniran dan bawang putih

2,1% (1:2) 12,08 cm Formulasi

dalam pakan 14 hari 60±20%

Kurniawan (2010) Tepung

meniran dan bawang putih

2,1% (1:2) 7,81 g Formulasi

dalam pakan 14 hari 66,67±11,55%

Sartika (2011) Tepung meniran dan bawang putih 2,1% (1:2) 11,67 cm dan 12,44 g Formulasi

dalam pakan 21 hari 93,33±11,54%

Widiani (2011) Tepung

meniran dan bawang putih

25 ppt bawang putih 5 ppt

meniran

1,53 cm dan 40 mg

Formulasi


(5)

27

Lampiran 2 Perhitungan nilai LC50

Konsentrasi

Patogen Mati Hidup

Akumulasi

Mati Hidup Rasio Persentase

103 21 39 21 137 21/158 13,29

104 20 40 41 98 41/139 29,50

105 34 26 75 58 75/133 56,39

106 40 20 115 32 115/147 78,23

107 48 12 163 12 163/175 93,14

negative log kematian diatas 50% SP x faktor pengenceran (log 10)

Jadi, nilai LD50 yang diperoleh adalah 104, maka bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 104 cfu/mL dapat mengakibatkan populasi ikan lele mati sebanyak 50% selama 7 hari.


(6)

28

Lampiran 3 Perhitungan kepadatan bakteri A. hydrophila untuk uji tantang

M1 x V1 = M2 x V2

108 cfu/mL x V1 = 104 cfu/mL x 2000 mL V1 = 104 cfu/mL x 2000 mL

108 cfu/mL V1 = 10-4 x 2000 mL V1 = 0,2 mL

Keterangan :

M1 = kepadatan bakteri kultur M2 = kepadatan bakteri infeksi V1 = volume bakteri infeksi


Dokumen yang terkait

The Use of MHC I Molecular Marker in The Selection of Catfish Resistance to Aeromonas hydrophila Infection

2 12 80

The use of probiotic on aquaculture media as water additive to control the infection of aeromonas hydrophila in cyprinid (Cyprinus carpio)

1 15 131

Efficacy of orally administered kappa-carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla

1 5 175

Extraction Optimization and Characterization of Fish Oil from Catfish (Clarias sp.) By-product.

0 4 59

Efikasi Vaksin Sel Utuh Aeromonas Hydrophila Pada Induk Lele Clarias Sp. Dalam Meningkatkan Ketahanan Benih Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas Hydrophila

0 2 32

Kinerja Probiotik Bacillus Sp. Pada Pendederan Benih Ikan Lele (Clarias Sp.) Yang Diinfeksi Aeromonas Hydrophila

0 5 33

Efficacy of orally administered kappa carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla

1 10 94

The use of probiotic on aquaculture media as water additive to control the infection of aeromonas hydrophila in cyprinid (Cyprinus carpio)

1 7 72

Pengaruh Meniran Dalam Pakan Untuk Mencegah Infeksi Bakteri Aeromonas Sp.Pada Benih Ikan Mas (C. Carpio)-Effect Of Meniran In Woof In Order To Prevent The Common Carps Seed From The Bacteria Infection Of Aeromonas Sp.

1 2 25

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF Aeromonas spp. FROM DISEASED AFRICAN CATFISH (Clarias sp.) IN NGAWI REGENCY | Rejeki | Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) 26917 67809 1 PB

0 1 6