Koefisien Determinasi R Pengaruh Ketimpangan Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Barat

31 Sumbangan sektor industri pengolahan terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat cenderung meningkat setiap tahunnya seperti pada Tabel 8. Perkembangan sektor industri di Provinsi Jawa Barat tersebar di beberapa daerah kabupaten dan kota. Tabel 8. PDRB atas dasar harga konstan 2000 per sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2012 Milyar Rupiah Sektoral 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Pertanian 35,687 36,505 41,723 42,137 42,101 41,802 Pertambangan dan Galian 6,677 6,842 74,245 7,465 7,085 6,576 Industri Pengolahan 122,703 133,757 131,433 135,595 144,010 149,677 Listrik Gas dan Air Bersih 5,751 6,028 6,839 7,316 7,426 8,009 Bangunan 8,928 9,731 10,299 11,810 13,483 15,318 Perdagangan Hotel dan Restoran 54,790 56,938 62,702 70,083 75,770 84,524 Pengangkutan dan Komunikasi 12,271 12,234 13,209 15,353 17,645 19,763 Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan 8,646 9,076 9,619 10,565 11,985 13,209 Jasa-Jasa 18,728 19,064 20,158 21,899 23,606 25,527 Total PDRB dengan MIGAS 274,181 290,175 370,227 322,223 343,111 364,405 Sumber : BPS 2013 Sektor lainnya yang membentuk PDRB Provinsi Jawa Barat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dari sektor tersebut, yang memberikan kontribusi besar dalam pembentukkan PDRB sektoralnya adalah perdagangan. Hal ini tentu saja masih terkait dengan perdagangan hasil-hasil industri yang berkembang di Provinsi Jawa Barat. Berbagai hasil industri merupakan komoditas bagi perdagangan internasional ekspor. Volume perdagangan ekspor dari hasil- hasil industri yang cukup besar dengan nilai yang besar pula, menyebabkan sektor perdagangan menjadi sektor ekonomi yang mampu membentuk PDRB Provinsi Jawa Barat cukup besar. Sektor berikutnya yang memberikan kontribusi pembentukkan PDRB Provinsi Jawa Barat yang juga besar adalah sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang penting bagi Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut didasarkan pada alasan bahwa secara geografis Provinsi Jawa Barat terdiri atas potensi sektor pertanian yang besar. Sektor pertanian yang memiliki karakteristik sebagai sektor ekonomi yang dapat terus bekembang meskipun sedikitnya perhatian dari pemerintah dalam hal penyediaan berbagai sarana dan fasilitas kegiatan produksinya. Sektor pertanian lebih mengutamakan pada ketersediaan sumberdaya alam yang ada di suatu daerah. Di mana terdapat sumberdaya alam tersebut, maka di situ pulalah akan berkembang kegiatan pertanian meliputi kegiatan seluruh subsektor dalam sektor pertanian. Peningkatan PDRB sektor industri pengolahan Provinsi Jawa Barat mengakibatkan terjadinya peralihan tenaga kerja dari sektor pertanian sehingga jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus mengalami penurunan. BPS 2014 mencatat penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 tercatat 3,642 juta orang, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 sebesar 3,626 juta orang . Penurunan tenaga kerja di sektor pertanian 32 tak lepas dari masalah konversi lahan pertanian di daerah produktif. Selain itu perbedaan besaran upah yang lebih menarik dari sektor lain seperti industri pengolahan berdampak pada penurunan ini. Sektor pertanian merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja yang tinggi. Namun demikian, kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Provinsi Bawa Barat hanya sebesar 13 . Dengan tidak seimbangnya kontribusi PDRB dan jumlah tenaga kerja yang diserap, maka tingkat produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian adalah yang terendah. Bandingkan dengan sektor industri yang menyumbang 20.58 terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat, namun hanya menyerap tenaga kerja sebesar 12.1 persen. Sebagai akibatnya, kesejahteraan rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian akan lebih rendah dibanding yang bekerja di sektor industry pengolahan. Ketimpangan Pendapatan Dalam proses pembangunan ekonomi, perubahan ketimpangan pendapatan senantiasa menyertai pertumbuhan ekonomi. Perubahan ketimpangan pendapatan dapat digambarkan dengan perubahan angka indeks gini. Ketimpangan pendapatan menurut Oshima 1970 dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan angka indeks gini yaitu: 1. Ketimpangan rendah apabila angka indeks gini lebih kecil dari 0.3. 2. Ketimpangan sedang apabila angka indeks gini terletak antara 0.3 – 0.4. 3. Ketimpangan tinggi apabila angka indeks gini lebih besar dari 0.4. Menurut Estudillo 1997, perbedaan distribusi pendapatan dalam skala rumah tangga dapat disebabkan oleh : 1. Populasijumlah rumah tangga. Peningkatan populasijumlah rumah tangga di perkotaan akan meningkatkan ketimpangan pendapatan, hal ini diakibatkan karena terjadinya perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian menjadi sektor industri dan jasa sehingga ketimpangan pendapatan di daerah perkotaan lebih besar dibandingkan didaerah pedesaan. 2. Distribusi usia anggota rumah tangga. Peningkatan jumlah anggota rumah tangga yang berusia tua dapat menyebabkan peningkatan jumlah rumah tangga dengan pendapatan yang rendah. 3. Jumlah anggota rumah tangga yang terdidik. Peningkatan jumlah anggota rumah tangga yang berpendidikan tinggi akan mengakibatkan rendahnya ketimpangan pendapatan. 4. Perbedaan gajiupah. Sumber pendapatan terbesar dalam rumah tangga berasal dari gajiupah bekerja yang berkontribusi terhadap perbedaan distribusi pendapatan rumah tangga. Ketimpangan pendapatan terjadi di sebagian besar kabupaten yang memiliki sumber penghasilan daerah yang berasal dari industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya jumlah tenaga kerja di sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran di kabupatenkota tersebut akan mendorong kenaikan ketimpangan pendapatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Prasetyo 2013 menyatakan bahwa variabel persentase pekerja di sektor industri akan berpengaruh terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan. Perbedaan pendapatan pekerja antara