7
2. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori
Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapatan merupakan perbedaan pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga dalam suatu wilayah yang dipengaruhi
oleh tingkat produktivitasnya. Ketimpangan pendapatan merupakan masalah yang terjadi jika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi, ketimpangan
pendapatan yang terjadi menunjukkan bahwa pendapatan rendah dinikmati sebagian besar penduduk dan pendapatan yang besar hanya dinikmati oleh
sebagian kecil penduduk. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran dan
pemerintah yang gagal menghargai property rights Glaeser 2006.
Todaro dan Smith 2006 menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan menyebabkan beberapa hal, antara lain:
1. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan menyebabkan inefisiensi ekonomi.
2. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan melemahkan stabilitas sosal dan solidaritas.
3. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim umumnya dianggap tidak adil. Beberapa ukuran ketimpangan yang sering digunakan antara lain: indeks
gini, indeks theil dan ukuran ketimpangan dari bank dunia. Dalam penelitian ini ukuran ketimpangan yang digunakan adalah indeks gini.
Indeks gini adalah salah satu ukuran ketimpangan yang paling sering digunakan untuk mengukur ketimpangan. Indeks gini adalah ukuran ketimpangan
agregat yang nilainya berkisar antara nol dan satu. Nilai indeks gini nol artinya tidak ada ketimpangan pemerataan sempurna sedangkan nilai satu artinya
ketimpangan sempurna.
Indeks gini adalah murni ukuran statistik untuk variabilitas dan ukuran normatif untuk mengukur ketimpangan. Wodon dan Yitzhaki 2002
mengungkapkan kelebihan utama indeks gini, yaitu: 1. Sebagai ukuran statistik untuk variabilitas, indeks gini bisa digunakan
untuk menghitung pendapatan negatif, ini adalah salah satu sifat yang tidak dimiliki oleh sebagian ukuran ketimpangan.
2. Indeks gini juga bisa digambarkan secara geometris sehingga lebih mudah untuk diamati dan dianalisis.
3. Indeks gini memiliki dasar teori yang kuat. Sebagai indeks normatif, Indeks gini bisa merepresentasikan teori kemiskinan relatif. Indeks gini
juga bisa diturunkan sebagai ukuran ketimpangan berdasarkan aksioma- aksioma keadilan sosial.
Menurut Todaro dan Smith 2006 ketimpangan pendapatan dalam masyarakat dapat dikelompokkan sebagai ketimpangan rendah, sedang atau tinggi.
Pengelompokkan ini sesuai dengan ukuran ketimpangan yang digunakan. Nilai indeks gini pada negara-negara yang ketimpangannya tinggi berkisar antara 0.50
hingga 0.70, sedangkan untuk negara- negara yang distribusi pendapatanya relatif merata, nilainya antara 0.20 hingga 0.35.
8 Indeks gini bisa dihitung dengan menggunakan Kurva Lorenz. Indeks Gini
dirumuskan sebagai rasio antara luas bidang yang terletak antara Kurva Lorenz dan garis diagonal dengan luas separuh segi empat dimana Kurva Lorenz berada
seperti pada Gambar 2.
=
Sumber : Todaro dan Smith 2006 Gambar 2. Kurva Lorenz
Interpretasi melalui kurva Lorenz relatif mudah. Jika kurva Lorenz terletak relatif jauh dari garis 45
, berarti ketimpangan besar. Semakin mendekati garis 45 ,
maka ketimpangan semakin kecil semakin merata.
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang yang mengandung dua dimensi, yaitu output per kapita di
satu pihak dan jangka panjang di lain pihak. Output per kapita adalah output total atau nasional dibagi dengan jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan, yakni sumberdaya manusia, sumberdaya alam, kemajuan teknologi, iklim, sosial budaya, dan sikap masyarakat.
Teori pertumbuhan neoklasik Solow merupakan pilar yang sangat memberi kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik, Model Solow
merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua yakni tenaga kerja dengan menambahkan variabel independen
teknologi kedalam persamaan pertumbuhan. Namun, berbeda dengan Harrod- Domar yang mengasumsikan skala hasil tetap constant return to scale dengan
koefisien baku, model Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang diminishing return to scale dari input tenaga kerja dan modal jika
keduanya dianalisis terpisah.
Pada teori pertumbuhan neoklasik Solow, kemajuan teknologi mengarah
9 ke pertumbuhan yang berkelanjutan dalam output per pekerja. Sebaliknya, tingkat
tabungan mengarah ke tingkat pertumbuhan yang tinggi hanya jika kondisi mapan tercapai. Model Solow menganggap kemajuan teknologi sebagai variabel eksogen.
Salah satu kritik terhadap model pertumbuhan Solow adalah penggunaan asumsi perbaikan teknologi yang kurang spesifik, memicu munculnya konsep
teori pertumbuhan endogen. Teori ini dipelopori oleh Raul Romer dan Robert Lucas. Teori ini menyebutkan bahwa akumulasi dari modal fisik dan modal
sumber daya manusia kemungkinan besar dapat mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Teori pertumbuhan endogen endogenous growth theory yang dipelopori oleh Romer 1986 dan Lucas 1988 memiliki peran dalam menjelaskan model
pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan teknologi bersifat endogen berasal dari dalam sistem ekonomi dan memiliki pengaruh pada pertumbuhan
jangka panjang. Pengertian modal tidak sekedar modal fisik physical capital, tetapi mencakup pula modal manusia human capital.
Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium
dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita
antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal fisik, kualitas modal manusia, dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam proses
pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya kebijakan, baik pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka.
Model Romer Romer 1986 menyatakan bahwa stok pengetahuan knowledge stock
merupakan sumber utama peningkatan produktivitas dalam suatu perekonomian. Stok pengetahuan ditempatkan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin
meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi setiap negara dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dalam menciptakan stok pengetahuan
dalam perekonomian.
Romer menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan merupakan faktor penentu cepat atau lambatnya laju perekonomian suatu negara.
Menurutnya, pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen dasar yakni: i adanya perubahan teknologi yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi ilmu
pengetahuan; ii adanya penciptaan ide-ide baru sebagai akibat dari mekanisme limpahan pengetahuan knowledge spillover; dan iii produksi barang-barang
konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh tanpa batas.
Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut: 2.1
keterangan: Yi adalah output i; Ki adalah stok modal; Li adalah tenaga kerja; A adalah stok pengetahuan agregat; dan t adalah waktu.
Model Lucas Model yang dikembangkan oleh Lucas 1988 menjelaskan dua tipe modal,
yakni modal fisik dan modal manusia, yang menentukan tingkat output produksi. =
; 0 1 0 1
10 Secara umum model Lucas dirumuskan sebagai berikut:
2.2 keterangan: Y adalah output produksi; A adalah konstanta tidak lagi
mencerminkan kemajuan teknologi sebagaimana teori-teori sebelumnya; K adalah modal fisik; L adalah jumlah pekerja; u adalah fraksi masa kerja; H adalah
rata-rata pengetahuan yang dimiliki pekerja, sebagai indikator kualitas modal manusia.
Lucas berhipotesis bahwa pekerja mengakumulasi pengetahuannya dengan meluangkan waktu di luar waktu kerja untuk mendapatkan suatu keterampilan
learning by schooling, yang mengikuti hukum berikut ini: 2.3
keterangan: h menyatakan tingkat pertumbuhan modal manusia sepanjang waktu; H adalah stok modal manusia; 1-u adalah waktu untuk belajar; dan j
adalah kemampuan belajar, yang diasumsikan positif dan linear dengan tingkat pengetahuan yang diperoleh.
Modal manusia dalam model Lucas adalah hasil simultan dari proses produktif dan merupakan sumber kenaikan produktivitas. Dalam kondisi mapan
steady state, terdapat dua elemen endogen yang dapat membangkitkan per tumbuhan output per kapita yakni: i eksternalitas pasar tenaga kerja terampil
parameter φ yang menunjukkan kemampuan sistem ekonomi untuk mencapai skala pengembalian yang meningkat; dan ii kemampuan belajar parameter j
yang menentukan tingkat akumulasi pengetahuan Capello, 2007.
Pendapatan Regional
Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian ekonomi makro adalah penambahan nilai PDB riil, yang berarti peningkatan pendapatan nasional.
Pertumbuhan ekonomi ada dua bentuk: ekstensif yaitu dengan penggunaan lebih banyak sumber daya atau intensif yaitu dengan penggunaan sejumlah sumber daya
yang lebih efisien lebih produktif. Ketika pertumbuhan ekonomi dicapai dengan menggunakan banyak tenaga kerja, hal tersebut tidak menghasilkan pertumbuhan
pendapatan per kapita. Karena pertumbuhan ekonomi yang dicapai harus dibagi juga dengan pertambahan penduduk dalam hal ini tenaga kerja. Namun ketika
pertumbuhan ekonomi dicapai melalui penggunaan sumberdaya yang lebih produktif, termasuk tenaga kerja, hal tersebut menghasilkan pendapatan per kapita
yang lebih tinggi dan meningkatkan standar hidup rata-rata masyarakat.
Konsep PDB digunakan pada tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat provinsi dan kabupatenkota digunakan konsep PDRB. Pendapatan domestik
bruto atau PDRB dapat diukur dengan 3 macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran Tambunan, 2009.
Pendekatan produksi dan pendekatan pendapatan adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat Aggregate Supply - AS sedangkan pendekatan pengeluaran
adalah pendekatan dari sisi permintaan agregat Aggregate Demand - AD.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai output dari semua sektor ekonomi atau lapangan usaha jika dilihat dari pendekatan produksi.
Penghitungan PDRB dapat dikelompokkan menjadi 9 sektor, yaitu: =
ℎ =
1 −
11
=
=
= Δ = −
1. Pertanian 2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan 4. Listik, gas dan air bersih
5. Bangunan 6. Perdagangan, hotel dan restoran
7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
9. Jasa-jasa
Sehingga PDRB dengan pendekatan produksi dapat dirumuskan sebagai berikut :
2.4 dimana,
i = 1,2,3, ..., 9 NOi = nilai output sektor ke – i
Penghitungan PDRB dengan pendekatan pendapatan dirumuskan sebagai jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan
dalam proses produksi di masing-masing sektor. Pendapatan itu berupa upahgaji bagi tenaga kerja, bunga atau hasil investasi bagi pemilik modal, sewa tanah bagi
pemilik lahan dan keuntungan bagi pengusaha. Sehingga PDRB dapat dirumuskan sebagai berikut :
2.5 dimana,
i = 1,2,3, ..., 9 NTBi = nilai tambah bruto sektor ke – i
PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah jumlah dari semua komponen dari permintaan akhir, yaitu: konsumsi rumahtangga C, pembentukan
modal tetap bruto I, konsumsi pemerintah G, ekspor X dan impor M. Sehingga PDRB dapat dirumuskan sebagai berikut :
PDRB = C + I + G + X – M
2.6 Pertumbuhan PDRB atau biasa disebut pertumbuhan ekonomi dapat
dirumuskan sebagai: 2.7
dimana, y = pertumbuhan ekonomi
PDRB
t
= PDRB tahun ke-t PDRB
t-1
= PDRB tahun sebelumnya t-1 PDRB per kapita dirumuskan sebagai berikut :
12
= ℎ
2.8 Pertumbuhan PDRB per kapita dirumuskan sebagai berikut:
2.9
Pendidikan
Proses pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk mempersiapkan generasi muda melalui peningkatan pengetahuan diri dalam
menghadapi dunia kerja. Secara umum dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Boediono
dan Ghozali
1999 pendidikan
bertujuan menghasilkan keluaran langsung dari proses pendidikan dan keluaran jangka
panjang dari proses pendidikan. Proses pendidikan meliputi unsur input, proses, dan output. Agar keluaran pendidikan berkualitas, berbagai unsur input seperti
raw input peserta didik dan instrumental input kurikulum, sarana prasarana pendidikan, dan gurutenaga administrasi diproses dalam pembelajaran secara
efisien dan efektif.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi, semakin diyakini oleh setiap negara bahwa pembangunan sektor pendidikan merupakan prasyarat kunci bagi
pertumbuhan dan pembangunan sektor lainnya. Oleh karena itu anggaran pendidikan di Indonesia cenderung meningkat sampai saat ini. Pendidikan telah
diidentifikasi sebagai faktor kunci dalam pembangunan ekonomi dan sosial, dan kesetaraan akses pendidikan yang berkualitas telah menjadi bagian penting dari
kebijakan pembangunan.
Melalui pendekatan modal manusia, menegaskan bahwa investasi dalam pendidikan mengarah pada pembentukan modal manusia sebagai faktor kunci
dalam pertumbuhan ekonomi. Melalui pendidikan, orang mengembangkan keterampilan dan menghasilkan pengetahuan yang berubah menjadi peningkatan
produktivitas, sehingga pendapatan meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat. Selanjutnya, peningkatan pendapatan dan pertumbuhan diharapkan
dapat mengurangi kemiskinan.
Ketimpangan Pendidikan
Ketimpangan pendidikan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan pemerataan pendidikan yang diterima oleh masyarakat. Ketimpangan pendidikan
menjadi sangat penting dalam mengetahui efektifitas dari sistem pendidikan dan sebagai alat ukur untuk mengevaluasi proses pendidikan. Ketimpangan
pendidikan dapat diakibatkan oleh berbagai macam faktor yang terkait dengan akses terhadap jenjang pendidikan. Menurut Tesfeye 2002 terdapat 4 faktor yang
Δ = −
13 mempengaruhi ketimpangan pendidikan yakni 1. Karakteristik keluarga yang
terdiri dari pendapatan, tingkat kesejahteraan, ukuran keluarga, tingkat pendidikan orang tua, 2. Karakteristik anak atau siswa yang terdiri dari tingkat kemampuan
siswa, kesehatan, gizi, daya kognitif, dan jenis kelamin, 3. Kualitas pendidikan di antaranya kualitas pengajaran, rasio siswa dan guru, ukuran kelas, kualifikasi guru,
kualitas ruang kelas dan peralatan belajar, kurikulum, infrastruktur sekolah dan pemeliharaan rutin, pasokan listrik, fasilitas air minum dan toilet, 4. Tingkat rate
of return dari pendidikan.
Sementara itu menurut Digdowiseiso 2010, ketimpangan pendidikan di Indonesia dapat diukur dari 4 indikator pendidikan yaitu; 1. Angka partisipasi
sekolah, 2. Angka partisipasi murni, 3. Pencapaian pendidikan yakni jumlah siswa yang menyelesaikan beberapa jenjang pendidikan, 4. Literacy rate, kemampuan
individu para siswa untuk membaca dan menulis.
Negara dengan tingkat ketimpangan pendidikan tinggi secara konsisten menunjukkan tingkat inovasi yang lebih rendah, rendahnya tingkat efisiensi
produksi, dan kecenderungan untuk mentransmisi kemiskinan lintas generasi World Bank 2007.
Ketimpangan pendidikan juga dapat diukur dengan menggunakan Indeks Gini dan kurva Lorenz. Selain untuk menghitung ketimpangan pendapatan, Indeks
Gini juga dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan pendidikan, ketimpangan kepemilikan tanah. Indeks gini pendidikan dengan angka berkisar 0
menunjukkan kesetaraandistribusi sempurna dan jika mendekati angka 1 maka dapat dikatakan ketimpangan yang tinggi.
Digdowiseiso 2010 dalam penelitiannya mengenai ketimpangan pendidikan di Indonesia dari tahun 1999-2005 dengan menggunakan Koefisien
Gini Pendidikan dan Kurva Lorenz dalam menganalisa ketimpangan pendidikan berdasarkan aspek area dan gender. Hasilnya menunjukkan bahwa gini pendidikan
mengalami penurunan dari 0.35 pada tahun 1999 menjadi 0.32 pada tahun 2005. Penurunan paling drastis terjadi di provinsi Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera
Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dan ketimpangan pendidikan yang rendah terjadi di provinsi DKI Jakarta serta ketimpangan pendidikan
tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sementara itu ketimpangan pendidikan Tambunan 2013, menggunakan indeks gini pendidikan untuk mengetahui ketimpangan pendidikan di Provinsi
Riau menggunakan data lama sekolah individu yang diolah dari hasil survei rumah tangga di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa Gini pendidikan
Provinsi Riau termasuk dalam kategori ketimpangan yang rendah selama periode 2005-2011. Selama periode tersebut gini pendidikan Provinsi Riau menunjukkan
tren yang menurun sejak tahun 2007 namun pada tahun 2011 gini pendidikan Provinsi Riau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dapat
disebabkan oleh pergeseran proporsi penduduk usia kerja. Jumlah penduduk usia kerja yang memiliki lama sekolah kurang dari enam tahun setara dengan tidak
tamat SD pada tahun 2010 sebesar 13.7 sedangkan pada tahun 2011 menjadi 15.8.
Ketimpangan Pendidikan dan Ketimpangan Pendapatan
Salah satu penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan adalah