TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori

13 mempengaruhi ketimpangan pendidikan yakni 1. Karakteristik keluarga yang terdiri dari pendapatan, tingkat kesejahteraan, ukuran keluarga, tingkat pendidikan orang tua, 2. Karakteristik anak atau siswa yang terdiri dari tingkat kemampuan siswa, kesehatan, gizi, daya kognitif, dan jenis kelamin, 3. Kualitas pendidikan di antaranya kualitas pengajaran, rasio siswa dan guru, ukuran kelas, kualifikasi guru, kualitas ruang kelas dan peralatan belajar, kurikulum, infrastruktur sekolah dan pemeliharaan rutin, pasokan listrik, fasilitas air minum dan toilet, 4. Tingkat rate of return dari pendidikan. Sementara itu menurut Digdowiseiso 2010, ketimpangan pendidikan di Indonesia dapat diukur dari 4 indikator pendidikan yaitu; 1. Angka partisipasi sekolah, 2. Angka partisipasi murni, 3. Pencapaian pendidikan yakni jumlah siswa yang menyelesaikan beberapa jenjang pendidikan, 4. Literacy rate, kemampuan individu para siswa untuk membaca dan menulis. Negara dengan tingkat ketimpangan pendidikan tinggi secara konsisten menunjukkan tingkat inovasi yang lebih rendah, rendahnya tingkat efisiensi produksi, dan kecenderungan untuk mentransmisi kemiskinan lintas generasi World Bank 2007. Ketimpangan pendidikan juga dapat diukur dengan menggunakan Indeks Gini dan kurva Lorenz. Selain untuk menghitung ketimpangan pendapatan, Indeks Gini juga dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan pendidikan, ketimpangan kepemilikan tanah. Indeks gini pendidikan dengan angka berkisar 0 menunjukkan kesetaraandistribusi sempurna dan jika mendekati angka 1 maka dapat dikatakan ketimpangan yang tinggi. Digdowiseiso 2010 dalam penelitiannya mengenai ketimpangan pendidikan di Indonesia dari tahun 1999-2005 dengan menggunakan Koefisien Gini Pendidikan dan Kurva Lorenz dalam menganalisa ketimpangan pendidikan berdasarkan aspek area dan gender. Hasilnya menunjukkan bahwa gini pendidikan mengalami penurunan dari 0.35 pada tahun 1999 menjadi 0.32 pada tahun 2005. Penurunan paling drastis terjadi di provinsi Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dan ketimpangan pendidikan yang rendah terjadi di provinsi DKI Jakarta serta ketimpangan pendidikan tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sementara itu ketimpangan pendidikan Tambunan 2013, menggunakan indeks gini pendidikan untuk mengetahui ketimpangan pendidikan di Provinsi Riau menggunakan data lama sekolah individu yang diolah dari hasil survei rumah tangga di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa Gini pendidikan Provinsi Riau termasuk dalam kategori ketimpangan yang rendah selama periode 2005-2011. Selama periode tersebut gini pendidikan Provinsi Riau menunjukkan tren yang menurun sejak tahun 2007 namun pada tahun 2011 gini pendidikan Provinsi Riau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan oleh pergeseran proporsi penduduk usia kerja. Jumlah penduduk usia kerja yang memiliki lama sekolah kurang dari enam tahun setara dengan tidak tamat SD pada tahun 2010 sebesar 13.7 sedangkan pada tahun 2011 menjadi 15.8. Ketimpangan Pendidikan dan Ketimpangan Pendapatan Salah satu penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan adalah 14 pendidikan. Pendidikan di sini merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat upah dan memberikan kontribusi besar terhadap distribusi pendapatan di masyarakat. Sudah bukan rahasia lagi bahwa bekerja adalah sumber utama pendapatan bagi sebagian besar individu dalam masyarakat, dan karena pekerjaan dan pengangguran merupakan penyebab signifikan dari buruknya distribusi pendapatan. Mengingat biaya pendidikan yang semakin tinggi, masyarakat miskin dan akan memperoleh pendidikan yang lebih rendah dibanding dengan masyarakat kaya begitu juga dengan kualitas pendidikan yang diperoleh akan berbeda pula. Hal ini memperkuat bahwa pendidikan merupakan faktor penentu penting dari tingkat upah atau pendapatan, perbedaan ini akan menyebabkan kesenjangan pendapatan. Schultz 1961 menyatakan bahwa perubahan pada modal manusia merupakan faktor dasar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan. Ahluwalia 1976 menjelaskan proses pendidikan dalam mempengaruhi distribusi pendapatan, melalui peningkatan pengetahuan dan keahlian tenaga kerja. Hal ini akan menghasilkan pergeseran dari pekerjaan bergaji rendah bagi pekerja tidak terampil ke pekerjaan yang dibayar tinggi bagi pekerja terampil. Pergeseran ini menghasilkan pendapatan pekerja yang lebih tinggi. Peningkatan jumlah orang yang lebih terdidik dan terampil akan mengurangi rasio orang yang kurang berpendidikan dalam angkatan kerja total, sehingga akan mengurangi perbedaan keterampilan. Over supply di pasar tenaga kerja dari orang yang lebih terdidik dan terampil, tanpa ada perubahan dalam permintaan, akan menurunkan upah pekerja trampil dan menaikkan upah pekerja tidak trampil, sehingga secara keseluruhan memberikan kontribusi untuk pengurangan perbedaan penghasilan di pasar tenaga kerja. Dengan demikian, efek perluasan pendidikan tidak hanya terhadap upah mereka yang berpendidikan lebih tinggi, tetapi juga bagi mereka yang berpendidikan lebih rendah Ahluwalia, 1976. Berdasarkan hasil penelitian Abdelbaki 2012 dengan menganalisis data pengeluaran rumah tangga dan survei pendapatan di Bahrain, menunjukkan korelasi positif antara tingkat pendidikan tiap kepala keluarga dengan pendapatan keluarga. Keluarga miskin dan daerah miskin mengalami kesulitan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi, dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak menjadi lebih rendah. Penyebab ketimpangan pendidikan di Bahrain adalah perbedaan dalam biaya pendidikan, ketersediaan sekolah swasta, dan belanja pemerintah dalam bidang pendidikan . Ketimpangan pendapatan juga diakibatkan oleh bergesernya permintaan tenaga kerja yang tidak terampil menjadi tenaga kerja terampil. Pilihan pekerjaan dan tingkat gaji serta produktivitas di dunia kerja dapat ditentukan dari jenjang pendidikan yang ditempuh. Pendidikan juga dapat menggeser komposisi angkatan kerja jauh dari tidak terampil menjadi terampil yang dalam jangka panjang diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan Schultz, 1961. Peningkatan ketimpangan pendapatan di Taiwan dapat menyebabkan peningkatan pekerja yang melanjutkan tingkat pendidikan ke yang lebih tinggi. Sehingga pasokan pekerja terampil akan banyak memasuki pasar tenaga kerja, dari sisi penawaran tenaga kerja terampil diharapkan dalam jangka panjang akan mengurangi ketimpangan pendapatan di Taiwan Lin, 2006. Pencapaian 15 pendidikan memainkan peran penting sebagai sinyal kemampuan dan produktivitas di pasar kerja. Meskipun pendidikan belum tentu selalu menghasilkan sinyal yang akurat mengenai produktivitas tenaga kerja dan informasi yang terbatas memaksa pengusaha untuk menggunakan pendidikan sebagai indikator utama Stiglitz,1973. Abdullah 2011 pendidikan memiliki pengaruh yang besar terhadap distribusi pendapatan dimana pendidikan dapat mengurangi perbedaan pendapatan antara orang kaya dan orang miskin, selain itu ketimpangan pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap terjadinya ketimpangan pendapatan. Dalam hasil penelitian Checchi 2001 yang menganalisa hubungan ketimpangan ketimpangan pendidikan rata-rata lama sekolah dan ketimpangan pendapatan dengan menggunakan indeks gini pendidikan, hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah memiliki pengaruh negative terhadap ketimpangan pendapatan. Peningkatan akses pendidikan dapat menurunkan terjadinya ketimpangan pendapatan karena hal ini akan menghasilkan tenaga kerja yang banyak dan memiliki pendidikan yang tinggi serta didukung oleh peningkatan inovasi teknologi serta lapangan kerja yang memadai maka akan mengurangi terjadinya ketimpangan pendapatan. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan kurva kuznet. Kuznets 1955 membuat hipotesis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan membentuk kurva U-terbalik inverted- U curve dimana ketimpangan pada awalnya akan meningkat dan kemudian terjadi penurunan terhadap pertumbuhan ekonomi. Gambar 3. Hipotesa ini diakibatkan oleh terjadinya pergeseran tenaga kerja pada sektor pertanian ke sektor industri. Sektor industri dianggap lebih produktif dibanding sektor pertanian. Sumber : Todaro dan Smith 2006 Gambar 3. Kurva Kuznet Kuznets menekankan adanya perubahan struktural dalam pembangunan ekonomi, dimana dalam prosesnya sektor industri dan jasa cenderung berkembang dan terjadi pergeseran dari sektor tradisional ke sektor modern. Selama masa 16 transisi tersebut, produktifitas dan upah tenaga kerja di sektor modern lebih tinggi daripada sektor tradisional, sehingga pendapatan perkapita yang diterima juga lebih tinggi, akibatnya ketidakmerataan pendapatan antara kedua sektor tersebut meningkat. Sehingga pada awal pembangunan, pendapatan perkapita dan kesenjangan pendapatan yang masih rendah, selanjutnya kesenjangan pendapatan meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan perkapita. Setelah melampaui titik kulminasi akan terjadi perbaikan pada distribusi pendapatan. Model Harrod-Domar juga memprediksi ketimpangan pendapatan yang tinggi dapat terjadi ketika pertumbuhan ekonomi yang tinggi, model ini memberikan argumentasi yang kuat tentang hubungan ketimpangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dimana pendapatan yang tinggi banyak dinikmati oleh penduduk kaya yang digunakan untuk saving dan investasi sementara itu penduduk miskin lebih memilih untuk meningkatkan komsumsi. Prapti 2006 dalam penelitiannya menemukan bahwa meskipun secara keseluruhan tingkat kesenjangan pendapatan penduduk di 35 Kabupaten Kota di Jawa Tengah relatif rendah masih di bawah angka 0.3 namun terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi akan diikuti dengan meningkatnya tingkat ketimpangan pendapatan penduduk di sebagian besar Kabupaten Kota di Jawa Tengah selama periode tahun 2001-2004. Namun dengan seiring perkembangan studi diberbagai negara di dunia yang meneliti hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan, hipotesis Kuznet mendapatkan pertentangan dikalangan ekonom di dunia. Anand dan Kanbur 1984, studi-studi hipotesis Kuznet menggunakan data yang memiliki kelemahan dan menggunakan metodologi yang masih dipertanyakan. Chen dan Ravallion 1997 dan Esterly 1999 menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan pendapatan dan perubahan ketimpangan tidak berkorelasi. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan berbeda-beda tergantung pada data dan metodologi yang digunakan. Pengaruh pertumbuhan ekonomi bisa positif, artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan ketimpangan pendapatan, atau bahkan tidak ada hubungan sistematis. Tinjauan Empiris Beberapa studi empiris yang menjelaskan hubungan ketimpangan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan, telah banyak dilakukan oleh para ahli di berbagai negara. Sylwester 2000 meneliti hubungan persentase pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan terhadap PDB dengan ketimpangan pendapatan dari tahun 1970-1996, dengan menggunakan data panel ketimpangan pendapatan diberbagai negara dianalisa menggunakan three-stage least square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meningkatnya pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan akan menurunkan ketimpangan pendapatan dan dampak ini diasumsikan hanya bersifat jangka pendek. Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan tidak memiliki hubungan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek dan pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan lebih 17 berperan terhadap menurunkan ketimpangan pendapatan. Teulings dan Rens 2003 meneliti hubungan pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dari tahun 1960-1990 dengan interval 5 tahun di 98 negara. Dengan menggunakan data panel cross-country, penelitian ini bertujuan menunjukkan hubungan dalam jangka panjang tingkat pendidikan, GDP, social return dan ketimpangan pendapatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan negatif antara tingkat pendidikan terhadap private return dan social return bagi para pekerja. Selain itu penelitian ini tidak menemukan pengaruh dari peningkatan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Abdelbaki 2012 menganalisis ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pendidikan di Bahrain dari tahun 1980-2006. Penelitian menghasilkan hubungan positif antara tingkat pendidikan orang tua dengan pendapatan keluarga, ketimpangan pendapatan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendidikan di Bahrain diakibatkan oleh disparitas biaya pendidikan di sekolah swasta dan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan. Checchi 2001 meneliti hubungan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di 113 negara dari tahun 1960-1995. Dengan menggunakan indeks gini pendidikan meneliti hubungan hubungan ketimpangan pendidikan rata-rata lama sekolah dan ketimpangan pendapatan, melalui regresi multivariate, rata-rata lama sekolah memiliki hubungan negative dengan ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pendapatan juga memiliki hubungan negative dengan pendapatan per-kapita. Rehme 2006 meneliti hubungan antara ketimpangan pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dengan berbagai ukuran ketimpangan pendapatan. Hasil penelitian ini memperlihatkan pendidikan yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Namun dalam hasil penelitian ini ditambahkan bahwa tidak adanya hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan. Bustomi 2012 meneliti ketimpangan pendidikan antar KabupatenKota dan implikasinya di Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengaruh ketimpangan pendapatan terhadap ketimpangan pendidikan di Provinsi Jawa tengah adalah positif namun tidak signifikan. Hasil persamaan model regresi pertama menunjukkan bahwa jika ketimpangan pendapatan yang diukur melalui gini rasio meningkat dengan asumsi ceteris paribus, maka nilai indeks gini pendidikan akan naik mendekati angka 1 yang berarti ketimpangan pendidikan semakin tinggi. Adrian 2006 dalam penelitiannya yang berjudul “pengaruh pertumbuhan ekonomi, kontribusi output sektor industri, upah minimum dan tingkat tendidikan terhadap kesenjangan pendapatan di Indonesia” menggunakan metode estimasi fixed effect yang memungkinkan perbedaan tingkat kesenjangan pendapatan rumah tangga pada setiap propinsi di Indonesia. Model yang digunakan adalah : 2.10 Data yang digunakan adalah data panel dengan 26 propinsi di Indonesia pada tahun 1993, 1996 dan 1999 dengan menggunakan variabel bebas PDRB, share sekotir industry pengolahan, upah minimum provinsi, tingkat pendidikan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi = + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 ∗ + 7 ∗ + 8 ∗ + 18 mempengaruhi persentase pendapatan 40 persen kelompok rumah tangga berpenghasilan terendah secara positif dan signifikan. Sebaliknya, persentase output sektor industri pengolahan, upah minimum regional dan tingkat pendidikan pekerja mempengaruhi persentase pendapatan 40 persen kelompok pendapatan rumah tangga berpenghasilan terendah secara negatif dan signifikan. Krisis ekonomi telah membawa dampak pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesenjangan distribusi pendapatan semakin memburuk. Sebaliknya, pengaruh persentase output sektor industri pengolahan dan upah minimum regional memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan. Digdowiseiso 2009 meneliti hubungan ketimpangan pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di 23 Provinsi di Indonesia dari Tahun 1996-2005. Dengan menggunakan data SUSENAS tahun 1996, 1999, 2002, dan 2005 di 23 Provinsi, dengan metode regresi OLS sebagai estimasi awal dan model ini kemudian kembali diestimasi dengan two-stage least square dimana variable yang tidak siginifikan hasil estimasi awal tidak dimasukkan lagi pada persamaan. Model yang digunakan dalam memperlihatkan hubungan ketimpangan pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan adalah sebagai berikut. 2.11 2.12 Persamaan diatas di estimasi dengan two-stage least square, dimana variabel bebas yang digunakan yakni YINEQ merupakan ketimpangan pendapatan dan sebagai proxy distribusi pendapatan dibawah 40 populasi Bottom40, distribusi pendapatan menengah 40 populasi Middle40, dan distribusi pendapatan diatas populasi Top20, AYS merupakan rata-rata lama sekolah, EG merupakan ketimpangan pendidikan, LY merupakan logaritma PDB per kapita. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan secara statistik signifikan dalam semua model dan berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi di mana satu tahun tambahan lama sekolah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini juga menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Duarte dan Simeos 2010 menganalisis tentang hubungan pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pendidikan di tingkat regional di Portugal tahun 1995-2007. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 2.13 Persamaan diatas diestimasi menggunakan metode OLS dimana variabel bebas yang digunakan adalah Growth RGDPC it adalah rata-rata pertumbuhan perkapita, INEQ i menunjukkan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan yang dianalisis secara simultan, X i adalah variabel control yang dianggap mempengaruhi pertumbuhan regional di Portugal diantarannya rata-rata lama sekolah, share tenaga kerja sektor pertanian, industry dan jasa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Portugal dibanding dengan ketimpangan pendidikan. = β + β + β + β + ℎ = + βln , + , γ+ , + = + + + + + 19 Rodriguez-pose dan Tselios 2008 meneliti hubungan ketimpangan pendidikan dan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi di eropa barat dengan menggunakan data ECHP Eropean Community Household Panel selama 5 tahun Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 2.14 Persamaan diatas diestimasi menggunakan pendekatan metode OLS, dimana i adalah regionalnegara, t adalah waktutahun, dengan variabel bebas yang digunakan yakni Growth adalah pertumbuhan regional selama 2 tahun, Incpc merupakan income perkapita, IncIneq merupakan ketimpangan pendapatan, EducAtt merupakan level pendidikan yang ditamatkan, EducIneq merupakan ketimpangan pendidikan, X merupakan vektor kontrol variabel. Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan ditingkat regionalnegara signifikan dan berkorelasi positif dengaan pertumbuhan ekonomi namun tidak ditemukan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan perubahan pada tingkat ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pendapatan. Kerangka Penelitian Kerangka penelitian digambarkan dalam bentuk diagram alur pada Gambar 4. Anggaran Pemerintah Indeks Pembangunan Manusia Ketimpangan Pendapatan Infrastruktur yg memadai Anggaran Kesehatan Anggaran Pendidikan Anggaran Infrastruktur Pertumbuhan Ekonomi Penerimaan Pajak dll Pertumbuhan ekonomi per sektor : • Pertanian • Industri Pengolahan Sektor Pendidikan Ketimpangan Pendidikan Implikasi Kebijakan ℎ , = ′ + ′ + ′ + ′ + ′ + Wilayah Penelitian Gambar 4. Diagram alur kerangka penelitian 20 Keberhasilan pencapaian sektor pendidikan yang selama ini didukung oleh anggaran pendidikan yang besar dapat dilihat dari salah satu indikator pendidikan yakni rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengukur ketimpangan pendidikan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Gini ratio digunakan untuk menghitung ketimpangan pendapatan. Oleh karena itu dalam kerangka penelitian ini akan diteliti pengaruh ketimpangan pendidikan, pertumbuhan ekonomi, anggaran pendidikan, serta PDRB sektor pertanian dan industri pengolahan terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Hipotesa Penelitian Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah: 1. Ketimpangan pendidikan akan berdampak positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Semakin tinggi ketimpangan pendidikan maka ketimpangan pendapatan akan semakin tinggi. 2. Pertumbuhan ekonomi berdampak positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka ketimpangan pendapatan akan semakin tinggi. 3. PDRB sektor industri pengolahan akan berdampak positif dalam meningkatkan ketimpangan pendapatan. Hal ini didasari oleh rendahnya angka partisipasi sekolah di Provinsi Jawa Barat yang diakibatkan oleh banyaknya pelajarsiswa yang putus sekolah dan beralih menjadi tenaga kerja di sektor industri. 4. Anggaran pendidikan yang tinggi berdampak negatif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. 5. PDRB sektor pertanian akan berdampak negatif terhadap ketimpangan pendapatan.

3. METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik BPS dan Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan dari tahun 2006-2012. Wilayah yang diteliti adalah seluruh kabupatenkota yang ada di Propinsi Jawa Barat. Sumber data yang digunakan untuk penghitungan indeks gini pendidikan dan indeks gini pendapatan yaitu data individu hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional Susenas yang dilakukan oleh BPS dan data PDRB KabupatenKota seperti pada Tabel 4. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian terdiri 21 dari analisis deskriptif, analisis gini pendidikan, analisis gini pendapatan dan analisis regresi data panel. Analisis diskriptif yang digunakan untuk menggambarkan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Analisis indeks gini pendidikan digunakan untuk mengetahui ketimpangan pendidikan yang terjadi di Indonesia dan analisis regresi data panel digunakan untuk mengidentifikasi variable-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia. Tabel 4. Jenis dan sumber data dalam penelitian Data Keterangan Sumber Ketimpangan Pendapatan Indeks Gini Pendapatan BPS Pertumbuhan Ekonomi PDRB atas dasar harga konstan 2000 BPS Anggaran Pendidikan Pengeluaran Pemerintah daerah pada sektor Pendidikan Djpk Kemenkeu Industri Pengolahan Share Industri Pengolahan terhadap total PDRB BPS Pertanian Share Pertanian terhadap total PDRB BPS Ketimpangan Pendidikan Indeks Gini Pendidikan BPS Analisis Deskriptif. Analisis ini merupakan analisis statistik yang menggambarkan atau mendeskripsikan data menjadi sebuah informasi dengan tabel dan grafik yang terkait dengan penelitian. Analisis deskriptif menggambarkan mengenai kondisi dan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan yang terjadi tingkat kabupatenkota di Provinsi Jawa Barat serta kondisi pertumbuhan ekonomi regional di Jawa Barat. Analisis deskriptif terdiri dari analisis kuadran. Sebagaimana diketahui, bahwa data mempunyai karakteristik untuk setiap tahun maupun setiap wilayah. Analisis kuadran digunakan untuk mengelompokkan kabupatenkota menurut karakteristiknya. Analisis Indeks Gini Pendidikan Thomas et al. 2001 mempelopori penghitungan ukuran ketimpangan pendidikan berdasarkan capaian pendidikan yaitu koefisien gini pendidikan Education Gini. Ukuran ini dapat diterima dan dianggap cukup baik dalam mengukur ketimpangan pendidikan secara relatif. Selain berdasarkan capaian pendidikan, gini pendidikan juga dapat dihitung berdasarkan data partisipasi sekolah dan jumlah dana pendidikan. Perhitungan indeks gini pendidikan yang digunakan diadopsi dari Thomas et al. 2001 sebagai berikut : �� = � � � � − � � � � � � � 3.1 keterangan, �� = Indeks gini pendidikan 22 � = Rata-rata lama sekolah kepala sekolah tahun � � dan � � = Proporsi kepala rumah tangga dengan lama sekolah i tahun dan j tahun � � dan � � = Rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga i tahun dan j tahun � = Jumlah levelkategori lama sekolah Menurut Barro 1991, jumlah levelkategori pendidikan � yakni 7 diantaranya buta huruftidak sekolah, tidak tamat SDsederajat, tamat SDsederajat, Tidak tamat SMPsederajat, tamat SMPsederajat, tidak tamat pendidikan tinggi dan tamat pendidikan tinggi. Sementara itu BPS mengkategorikan jumlah levelkategori pendidikan � yakni 6 diantaranya buta huruftidak sekolah, tidak tamat SDsederajat, tamat SDsederajat, tamat SMPsederajat, tamat SMAsederajat, tamat pendidikan tinggi. Rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan data kepala rumah tangga dengan rumus sebagai berikut : � = � � � � � � 3.2 Dengan memperluas persamaan 3.2 maka secara rinci dijabarkan rumus Indeks gini pendidikan sebagai berikut : �� = [ � � − � � + � � − � � + � � − � � + … + � � − � � + � � − � � + ⋯ + � � − � � 3.3 keterangan, �� = Indeks gini pendidikan � = proporsi kepala rumah tangga dengan lama sekolah 0 tahun � = proporsi kepala rumah tangga dengan lama sekolah 1 tahun … � = proporsi kepala rumah tangga dengan lama sekolah n-1 tahun � = lama sekolah 0 tahun � = lama sekolah 1 tahun …. � = lama sekolah n-1 tahun Nilai indeks gini berkisar antara 0 sampai 1. Apabila indeks gini semakin mendekati indeks 0 menunjukkan tingkat distribusi pendidikan yang semakin merata. Sebaliknya, jika indeks gini semakin mendekati indeks 1 menunjukkan distribusi pendidikan yang semakin tidak merata atau semakin timpang. Oshima 1970 membagi tingkat ketimpangan pendapatan menjadi tiga kriteria, yakni ketimpangan rendah jika indeks gini kurang dari 0.3; ketimpangan sedang jika indeks gini berada antara 0.3 sampai 0.4 dan ketimpangan tinggi jika indeks gini 23 lebih dari 0.4. Analisis Indeks Gini Pendapatan Analisis indeks gini pendapatan perlu dilakukan karena data BPS mengenai gini ratio di beberapa kabupatenkota di Provinsi Jawa Barat tidak tersedia. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran ketimpangan pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini analisis ketimpangan pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari data Susenas BPS. Perhitungan indeks gini pendapatan diadopsi dari BPS 2008 sebagai berikut : �� = 1 − �� ∗ �� − �� 3.4 keterangan : GR = Indeks Gini Pendapatan �� = Proporsi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i �� = Proporsi kumulatif total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i �� = Proporsi kumulatif total pengeluaran pada kelas pengeluaran ke i-1 Analisis Regresi Data Panel Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang individu dan waktu Gujarati, 2004. Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel total jumlah observasi = N x T. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Baltagi 2005 mengungkapkan bahwa penggunaan data panel memberikan banyak keuntungan, diantaranya sebagai berikut: a. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. b. Dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien. c. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Karena berkaitan dengan observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis. d. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini juga memiliki keterbatasan di antaranya adalah: 1. Masalah dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data. Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden recall, frekuensi dan waktu wawancara. 24 2. Distorsi kesalahan pengamatan measurement errors. Measurement errors umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai. 3. Masalah selektivitas selectivity yang mencakup hal-hal berikut: a. Self-selectivity : permasalahan yang muncul karena data-data yang dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada. b. Nonresponse : permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden sampel rumahtangga. c. Attrition : jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi. 4. Dimensi waktu time series yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu. 5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang salah misleading inference. Analisis data panel secara garis besar dibedakan menjadi dua macam yaitu statis dan dinamis. Pada analisis data panel dinamis, regressor-nya mengandung variabel lag dependent-nya, sedangkan pada analisis data panel statis tidak. Penelitian ini menggunakan analisis data panel statis sehingga pembahasannya dibatasi untuk analisis statis saja. Secara umum, terdapat dua pendekatan dalam metode data panel, yaitu Fixed Effect Model FEM dan Random Effect Model REM. Keduanya dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi dengan peubah bebas atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intecept. Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square PLS, Within Group WG, Least Square Dummy Variable LSDV, dan Two Way Error Component Fixed Effect Model. REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi dengan peubah bebas atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen error dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error. Untuk memutuskan apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect menggunakan uji Haussman. Setelah kita memutuskan untuk menggunakan suatu model tertentu FEM atau REM, maka kita dapat melakukan uji asumsi.

a. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah bahwa taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimate maka var ui harus sama dengan σ 2 konstan, atau semua residual atau error mempunyai varian yang sama. Kondisi itu disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah- ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan metode General Least Square Cross 25 section Weights yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square resid unweighted Statistics , maka terjadi heteroskedastisitas.

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Uji autokorelasi yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan. Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson DW. Untuk mengetahui adatidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistiknya dengan DW-tabel. Setelah dilakukan uji asumsi maka dapat dilakukan evaluasi modengan dengan cara sebagai berikut :

1. Uji-F.

Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien slope regresi secara bersamaan. Jika nilai probabilitas F-statistic taraf nyata, maka tolak H o dan itu artinya minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah terikat, dan berlaku sebaliknya.

2. Uji-t

Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara individu dengan menggunakan uji-t. Hipotesis pada uji-t adalah : H : βi = 0 H 1 : βi ≠ 0 Jika t-hitung t-tabel maka H ditolak yang berarti peubah bebas secara statistik nyata pada taraf nyata yang telah ditetapkan dalam penelitian, dan berlaku hal yang sebaliknya. Jika nilai probabilitas t- statistic taraf nyata, maka tolak H dan berarti bahwa peubah bebas nyata secara statistik.

3. Koefisien Determinasi R

2 Koefisien determinasi Goodness of Fit merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Nilai R 2 mencerminkan seberapa besar variasi dari peubah terikat Y dapat diterangkan oleh peubah bebas X. Jika R 2 = 0, maka variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali; jika R 2 = 1, artinya bahwa variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Spesifikasi Model Penelitian Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu maka spesifikasi model panel dalam penelitian ini dimodifikasi dengan mengacu pada model penelitian yang digunakan Adrian 2006. Jadi model penelitian adalah : 26 ������� = � + � �������� + � ��� ���� + � �ℎ��������� + � ��������� + � �ℎ�������� + � Tabel 5. Variabel yang digunakan dalam penelitian Notasi Variabel Satuan ������� Ketimpangan pendapatan Indeks ��������� Anggaran pendidikan Rupiah ���� Pertumbuhan ekonomi Rupiah �������� Ketimpangan pendidikan Indeks �ℎ��������� Share industri pengolahan terhadap PDRB Persen �ℎ�������� Share pertanian terhadap PDRB Persen Definisi Operasional Definisi operasional dari peubah-peubah yang digunakan dalam model adalah sebagai berikut: 1. Ketimpangan pendidikan dapat dilihat dari indeks gini pendidikan yang dihitung berdasarkan rata-rata lama sekolah anggota rumah tangga. 2. Ketimpangan pendapatan dapat dilihat dari indeks gini pendapatan yang dihitung berdasarkan total pengeluaran rumah tangga. 3. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan perubahan nilai output PDRB riil dari waktu ke waktu. 4. Share industri pengolahan merupakan kontribusi sektor industri terhadap PDRB. 5. Share pertanian merupakan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB. 6. Anggaran pendidikan merupakan belanja pemerintah daerah di sektor pendidikan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketimpangan Pendidikan

Indeks gini pendidikan dihitung menggunakan rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga yang diolah berdasarkan hasil survei rumah tangga di Indonesia yang dikenal dengan Susenas. Indeks gini pendidikan berdasarkan tingkat pendidikan kepala rumah tangga digunakan untuk memberikan gambaran ketimpangan pendidikan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Faktor penting dalam menentukan ketimpangan pendidikan adalah latar belakang keluarga siswa. Menurut Tesfeye 2002 salah satu faktor mempengaruhi ketimpangan pendidikan yakni karakteristik keluarga yang terdiri dari pendapatan, tingkat kesejahteraan, ukuran keluarga, tingkat pendidikan orang tua. Lee dan Orfield 2005 menjelaskan bahwa terjadi korelasi antara keberhasilan akademis orang tua dengan keberhasilan akademis anak-anak mereka, dimana ketimpangan pendidikan di Amerika Serikat disebabkan oleh perbedaan tingkat pendidikan orang tua. Siswa kulit putih cenderung memiliki orang tua yang lebih berpendidikan dan memiliki akses mudah pada pendidikan