Variabel Wilayah
Statistik Deskriptif 57
harus ditanggung truk pengangkut barang pada beberapa rute bisa mencapai 17 persen dari total biaya transportasi darat, termasuk 12 persen adalah pungutan
resmi  retribusi,  izin  masuk  pelabuhan,  parkir,  SP3,  sisanya  5  persen  berupa pungutan liar.
Tabel   8   Perbandingan   variabel-variabel   biaya   transaksi   menurut   wilayah administrasi dan geografisnya tahun 2010
Uji beda rata-rata N
Mean Std. Dev.
t p-value
Q84cR1: Tingkat hambatan
Kab. 194
92,56 10,15
2,31 0,02
retribusi daerah Kota
43 88,53
11,18 Luar Jawa
191 92,14
10,63 0,94
0,35 Jawa
46 90,53
9,61 Q84cR2:
Tingkat hambatan Kab.
197 91,26
10,43 3,52
0,00 pajak daerah
Q86a: Pembayaran donasi ke Pemda juta rupiah
Kota 43
84,95 11,63
Luar Jawa 194
90,44 10,95
0,90 0,37
Jawa 46
88,82 10,70
Kab. 144
2,51 5,67
-0,51 0,61
Kota 36
3,04 5,51
Luar Jawa 143
2,42 5,20
-0,91 0,36
Jawa 37
3,36 7,08
Q86cR1: Tingkat hambatan
Kab. 153
86,68 20,97
0,59 0,56
donasi resmi Kota
37 84,35
24,67 Luar Jawa
151 86,56
21,32 0,42
0,68 Jawa
39 84,94
23,32 Q86cR2:
Tingkat hambatan Kab.
128 72,14
35,26 0,09
0,93 donasi tidak resmi
Q90bR1: Tingkat pembayaran biaya informal
pelaku usaha terhadap polisi
Q92: Tingkat hambatan biaya transaksi terhadap
kinerja perusahaan Kota
38 71,57
32,03 Luar Jawa
126 71,77
34,77 -0,16
0,88 Jawa
40 72,76
33,86 Kab.
159 80,56
25,49 0,50
0,62 Kota
42 78,99
15,40 Luar Jawa
159 82,18
23,39 2,29
0,02 Jawa
42 72,85
23,75 Kab.
202 96,44
5,32 2,69
0,01 Kota
43 94,09
4,45 Luar Jawa
199 96,14
5,21 0,69
0,49 Jawa
46 95,54
5,45
Sumber: KPPOD diolah
58
4.1.8   Kebijakan Infrastruktur
Ketersediaan  dan  kualitas  infrastruktur  merupakan  faktor  penentu  bagi keputusan bisnis pelaku usaha karena sangat menentukan biaya distribusi faktor
input   dan   faktor   output   produksinya.   Kehadirannya   dapat   menjadi   faktor pendorong   tingkat
produktivitas di
suatu daerah.
Fasilitas   transportasi memungkinkan orang, barang dan jasa diangkut dari satu tempat ke tempat lain,
tentunya juga dari satu daerah ke daerah lain. Apabila akses transportasi yang baik  tidak  ada  tentunya  akan  sulit  bagi  suatu  perusahaan  untuk  melakukan
aktivitas  usahanya.  Oleh  karena  itu,  tak  pelak  lagi  ketersediaan  infrastruktur, terutama  kualitas  jalan  yang  baik,  sangat  diperlukan  untuk  kelancaran  proses
produksi. Infrastruktur  yang  dinilai  pada  survei  ini  mencakup  penilaian  persepsi
terhadap sejumlah fasilitas infrastruktur seperti jalan kabupaten dan kota, kualitas lampu penerangan jalan, kualitas air Perusahaan Daerah Air Minum PDAM,
kualitas listrik, dan kualitas telepon. Selain itu, dihitung pula lama waktu yang dibutuhkan di setiap kabupaten dan kota untuk memperbaiki kerusakan terhadap
berbagai infrastruktur
tersebut. Jenis-jenis
infrastruktur tersebut
dipilih berdasarkan yang paling memengaruhi keputusan berbisnis pelaku usaha dan atau
dalam kewenangan Pemda. Misalnya lampu penerangan jalan sebenarnya tidak terdapat  peraturan  yang  menyebutkan  aktivitas  perawatannya  kepada  Pemda,
namun  karena  pajaknya  dimasukkan  sebagai  pajak  daerah  maka  selayaknya Pemda  memberikan  perhatian  terhadap  kualitasnya.  Di  samping  itu,  tingkat
kepemilikan  genset  oleh  pelaku  usaha  juga  digunakan  sebagai  salah  satu indikator.  Hal  tersebut  mencerminkan  tingkat  kewaspadaan  akan  padamnya
aliran listrik. Semakin tinggi tingkatan tersebut menggambarkan keadaan listrik yang tidak baik.
Indikator kebijakan infrastruktur daerah dinilai dari lima variabel, yaitu: 1.   Tingkat kualitas infrastruktur.
2.   Lama perbaikan infrastruktur bila mengalami kerusakan. 3.   Tingkat pemakaian generator.
4.   Lamanya pemadaman listrik. 5.   Tingkat hambatan infrastruktur terhadap kinerja perusahaan.
Variabel Wilayah
Statistik Deskriptif 59
Tabel  9  Perbandingan  variabel-variabel  kapasitas  dan  integritas  kepala  daerah menurut wilayah administrasi dan geografisnya tahun 2010
Uji beda rata-rata N
Mean Std. Dev.
t p-value
Q114aR1: Kondisi infrastruktur jalan
Q114aR3: Kondisi infrastruktur air bersih
Q114aR4: Kondisi infrastruktur listrik
Q114bR1: Lama perbaikan jalan hari
Q114bR3: Lama perbaikan air bersih
hari Q114bR4: Lama
perbaikan listrik hari Kab.
202 56,77
28,76 -5,74
0,00 Kota
43 76,95
18,84 Luar Jawa
199 57,46
29,03 -4,07
0,00 Jawa
46 72,67
21,14 Kab.
193 54,30
29,84 -2,69
0,01 Kota
43 67,49
25,46 Luar Jawa
190 52,60
29,84 -5,59
0,00 Jawa
46 73,63
20,88 Kab.
202 64,43
28,76 -2,87
0,01 Kota
43 74,32
18,26 Luar Jawa
199 60,71
27,13 -11,14
0,00 Jawa
46 89,76
11,93 Kab.
193 81,77
84,39 2,59
0,01 Kota
43 52,17
63,63 Luar Jawa
190 78,56
85,27 0,83
0,41 Jawa
46 67,39
64,90 Kab.
178 12,05
41,96 0,79
0,43 Kota
43 6,95
8,19 Luar Jawa
175 12,91
42,36 2,76
0,01 Jawa
46 4,01
2,64 Kab.
196 10,03
33,47 2,63
0,01 Kota
43 3,55
3,98 Luar Jawa
193 10,60
33,66 3,72
0,00 Jawa
46 1,57
0,73 Q106:
Pemakaian genset Kab.
202 19,26
20,09 1,07
0,28 hari
Q108: Frekuensi pemadaman listrik kali
dalam seminggu Q116: keseluruhan isu
infrastruktur hari Kota
43 15,78
14,98 Luar Jawa
199 21,08
20,41 7,26
0,00 Jawa
46 8,12
7,09 Kab.
202 3,06
2,40 2,08
0,04 Kota
43 2,25
1,91 Luar Jawa
199 3,48
2,24 16,94
0,00 Jawa
46 0,50
0,52 Kab.
202 71,85
24,07 -2,09
0,04 Kota
43 77,48
13,70 Luar Jawa
199 70,05
23,27 -5,38
0,00 Jawa
46 84,87
14,97
Sumber: KPPOD diolah
60 Infrastruktur memiliki hubungan yang erat dengan Produk Domestik Bruto
PDB dan keputusan pelaku usaha untuk melakukan investasi. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur merupakan faktor penentu keputusan pelaku usaha karena
sangat  menentukan  biaya distribusi  input  dan  output produksinya.  Karenanya, ketersediaan  infrastruktur  dapat  menjadi  faktor  pendorong  produktivitas  suatu
daerah.  Sebagai  contoh,  ketersediaan  fasilitas  transportasi  yang  baik   akan mempermudah mobilitas orang, barang dan jasa yang dapat mengurangi biaya
produksi dan meningkatkan akses pada pasar.
4.1.9   Kualitas Peraturan Daerah
Peraturan  daerah  Perda  merupakan  sebuah  instrumen  kebijakan  daerah yang sifatnya  formal,  melalui  Perda inilah dapat  diindikasikan adanya insentif
maupun disinsentif sebuah kebijakan di daerah terhadap aktivitas perekonomian. Penilaian  kualitas  Perda  dilakukan  melalui  desk  analysis  dengan  empat  belas
kriteria. Berdasarkan hasil analisis diperoleh gambaran mengenai kualitas Perda di daerah  yang  dikelompokan  dalam  tiga  kategori  potensi  permasalahan,  yaitu
kategori prinsip, kategori substansi, dan kategori acuan yuridis. Dalam kategori acuan yuridis terdiri dari tiga kriteria yaitu relevansi acuan yuridis, up to date
acuan yuridis, dan kelengkapan yuridis formal. Kategori substansi terdiri enam kriteria, yaitu diskoneksi tujuan dan isi serta konsistensi pasal, kejelasan obyek,
kejelasan  subyek,  kejelasan  hak  dan  kewajiban  wajib  pungut  dan  Pemda, kejelasan  standar  waktu,  biaya  dan  prosedur  atau  struktur  dan  standard  tarif,
kesesuaian antara filosofi dan pungutan. Kategori prinsip terdiri dari lima kriteria, yaitu  keutuhan  wilayah  ekonomi  nasional  dan  prinsip  free  internal  trade,
persaingan sehat, dampak ekonomi negatif, menghalangi akses masyarakat dan kepentingan umum, dan pelanggaran kewenangan pemerintahan.
Jumlah peraturan daerah yang dianalisis sebanyak 1.480 Perda. Perda yang dianalisis   dibatasi   dengan   wilayah   pengaturannya,   yaitu   terkait   dengan
perekonomian. Perda yang dianalisis tersebut dapat dikelompokkan dalam 3 tiga wilayah isu, yaitu Perda terkait dengan perizinan, Perda terkait dengan lalu lintas
barang  dan  jasa,  serta  Perda  terkait  dengan  ketenagakerjaan.  Dari  total  932 peraturan   daerah,   kebermasalahan   pada   kategori   yuridis   didominasi   oleh
banyaknya  Perda   yang   tidak   mengatur  secara  lengkap   ketentuan-ketentuan