88 Hubungan antara tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi
diatas menyiratkan bahwa walaupun secara disagregat terdapat hubungan yang nyata, namun secara agregat belum tentu hubungannya nyata. Hal ini diduga
sebagai salah satu sebab penelitian McCulloch dan Malesky 2011 hanya menemukan hubungan yang sedikit dengan variabel agregat.
5.3 Pengaruh
Tata Kelola
Pemerintahan Terhadap
Penyediaan Infrastruktur di Indonesia
Hasil eksplorasi model infrastruktur, dengan memperhatikan asumsi model, didapatkan model terbaik seperti pada Tabel 26. Berdasarkan hasil estimasi model
infrastruktur jalan kolom 2, diketahui bahwa tata kelola pemerintahan daerah mempunyai pengaruh terhadap penyediaan infrastruktur jalan melalui adanya
diskusi kebijakan publik, lama perbaikan jalan dan ketegasan kepala daerah terhadap korupsi. Adapun faktor struktural yang memengaruhi infrastruktur jalan
adalah interaksi belanja infrastruktur dengan ketegasan kepala daerah terhadap tindak pemberantasan korupsi. Dari hasil estimasi model tersebut juga terlihat
bahwa kesenjangan akses jalan lebih baik di daerah kota dan Jawa. Diskusi kebijakan publik merupakan bentuk sarana partisipasi publik yang
merupakan salah satu pokok dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan adanya diskusi kebijakan publik menjadikan kebijakan yang diambil
oleh pemerintah daerah sesuai dengan permasalahan dan harapan pelaku usaha, yaitu peningkatan kualitas infrastruktur yang menjadi fokus utama pelaku usaha.
Hasil studi TKED 2010, infrastruktur masih merupakan kendala utama dalam menjalankan usaha.
Lamanya waktu perbaikan jalan yang rusak berpengaruh negatif terhadap akses infrastruktur jalan. Secara rata-rata, waktu yang dibutuhkan untuk
memperbaiki jalan yang rusak adalah sekitar 73 hari atau lebih dari 2 bulan. Lamanya waktu perbaikan jalan bisa disebabkan karena masih rendahnya respon
pemerintah daerah terhadap permasalahan infrastruktur jalan, minimnya dana yang disediakan untuk pemeliharaan jalan, atau masalah administrasi pencairan
dana APBD yang masih belum efisien. Proyek pengadaan infrastruktur fisik cenderung rawan terhadap perilaku
tindakan korupsi, sehingga hasilnya seringkali tidak sesuai dengan yang
89
diharapkan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Ketegasan kepala daerah terhadap tindakan pemberantasan korupsi dapat mendorong efektifitas belanja
infrastruktur. Hal ini terlihat dari perbedaan elastisitas belanja publik dengan elastisitas interaksi belanja infrastruktur dengan ketegasan kepala daerah terhadap
tindakan pemberantasan korupsi. Artinya, semakin tegas kepala daerah terhadap tindakan pemberantasan korupsi belanja publik semakin efektif mendorong
penyediaan infrastruktur jalan. Tabel 26 Hasil estimasi model infrastruktur
Variable Dependent Variables: Infrastruktur
lnJALAN lnAIR
lnLISTRIK
1 2
3 4
Q61: Keberadaan forum komunikasi -0,00323
-0,00512 -0,00358
Q64R1: Pemda mengerti kebutuhan usaha -0,00278
Q64R3: Diskusi kebijakan publik 0,01195
Q64R4: Tidak membentuk perusahaan 0,00246
Q64R5: Fasilitas pendukung usaha -0,
0172 0,00781
Q71: Interaksi Pemda keseluruhan 0,00026
-0,01516 Q79R1: Kepala daerah paham persoalan
-0,00693 -0,01765
Q79R2: Pejabat daerah kompeten -0,00304
0,00617 Q79R4: Kepala daerah tidak korupsi
0,00240 0,00857
Q79R5: Kepala daerah figur yang kuat -0,01010
0,02001 Q82: Kapasitas dan integritas kepala daerah
0,01080 Q108: Lama pemadaman listrik
-0,08111 Q114bR1: Lama perbaikan jalan
-0,00388 Q114bR3: Lama perbaikan air bersih
-0,01381 Q114bR4: Lama perbaikan listrik
0,00077 lnPDRBKap2009
0,10997 1,03227 0,66217
lnBIN -0,11122
-0,12470 -0,01266
lnBIND79R3Tegas terhadap korupsi 0,00149
0,00169 -0,00002
Dkota 2,31912
1,63410 0,98981 DJawa
1,50216 0,73412
0,53095 Constant
4,71895 6,34636 3,48969
Keterangan: , dan masing-masing menyatakan signifikansi pada 10, 5 dan 1 Sumber: Hasil olahan
Pemilihan sosok kepala daerah yang tegas dan tidak terlibat tindakan korupsi tidak mudah karena dalam era desentralisasi politik kepala daerah dipilih
secara langsung melalui Pemilihan Umum Kepala Daerah Pemilukada. Kementerian Dalam Negeri mencatat, selama periode 2004-2012 sudah 173
kepala daerah menjalani pemeriksaan dengan status sebagai saksi, tersangka, dan terdakwa. Sebanyak 70 persen dari jumlah itu sudah dijatuhi vonis berkekuatan
90 hukum tetap dan menjadi terpidana. Diduga salah satu penyebabnya adalah
praktik politik uang dan mahalnya biaya pencalonan
1
. Tidak seimbangnya biaya modal kampanye dan dukungan partai dengan gaji yang diterima setelah terpilih
memicu praktek korupsi oleh kepala daerah. Hal ini dukung penelitian Kis-Katos dan Sjahrir 2011 yang menyimpulkan bahwa desentralisasi politik justru
berdampak negatif terhadap besaran belanja infrastruktur di Indonesia. Koefisien negatif belanja infrastruktur tidak berarti bahwa semakin besar
belanja publik maka akan menurunkan akses infrastruktur. Hal tersebut lebih disebabkan karena alokasi dana untuk belanja publik sangat kecil, yaitu alokasi
anggaran untuk jalan dan jembatan hanya sebesar Rp.52 juta per kilometer jalan, atau baru seperempat dari dana yang dibutuhkan untuk pemeliharaan berkala.
Kurangnya dana pemeliharaan menjadi salah satu sebab bertambahnya panjang jalan tidak mantap, dari 100,7 juta km pada tahun 2001 menjadi 151,8 juta km
pada tahun 2010 atau meningkat sekitar 50 persennya. Tingkat pendapatan per kapita tahun sebelumnya tidak berpengaruh
signifikan terhadap infrastruktur jalan. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan tingkat pendapatan belum diikuti dengan permintaan infrastruktur
jalan. Hasil estimasi model infrastruktur air bersih sebagaimana pada kolom 3,
menunjukkan bahwa hanya satu variabel tata kelola pemerintahan daerah yang memengaruhi akses air bersih, yaitu lama perbaikan air bersih. Lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk perbaikan saluran PDAM pada saat mengalami masalah menyebabkan akses air bersih oleh pelanggan terganggu, sehingga volume air
yang dikonsumsi juga berkurang. Lamanya waktu perbaikan air bersih perlu mendapat perhatian lebih oleh
PDAM sebagai perusahaan yang bertanggung jawab terhadap penyediaan air bersih. Selain merugikan pelanggan dengan berkurangnya akses air bersih,
sebenarnya hal ini juga akan merugikan perusahaan karenavolume air bersih yang dapat disalurkan berkurang sehingga pendapatan perusahaan juga berkurang.
Pendapatan per kapita tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap akses air bersih. Peningkatan pendapatan akan mendorong peningkatan standar hidup.
1
www.kompas.com. ICW: Evaluasi Biaya Politik Tinggi dalam Pilkada. [14 Agustus 2010]
91
Salah satunya akan meningkatkan penggunaan air yang sehat dengan menggunakan air dari PDAM.
Belanja infrastruktur tidak memengaruhi akses air bersih. Hal ini dikarenakan pengelolaan air bersih dilakukan secara independen oleh PDAM
sebagai BUMD yang diberi tugas menyediaan air bersih. Oleh karena itu, kinerja perusahaan corporate governance lebih memengaruhi akses air bersih. Hal ini
juga ditunjukkan dengan pengaruh signifikan lama waktu perbaikan air bersih. Perbaikan saluran air bersih menjadi tanggung jawab mutlak PDAM, sehingga
waktu yang dibutuhkan tergantung kepada kinerja PDAM. Hasil estimasi model infrastruktur pada kolom 4 menunjukkan bahwa hanya
variabel pendapatan per kapita tahun sebelumnya dan dummy kota dan kota Jawa yang memengaruhi akses listrik. Peningkatan pendapatan masyarakat akan
meningkatkan standar hidup seperti meningkatkan penggunaan peralatan elektronik untuk keperluan sehari-hari. Hal ini akan meningkatkan konsumsi
listrik, sehingga akses energi listrik akan meningkat. Tentunya hal ini harus diimbangi dengan penyediaan suplai listrik yang memadai oleh PLN.
Serupa dengan akses air bersih, akses listrik juga tidak dipengaruhi oleh belanja infrastruktur pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan pengelolaan listrik
dilakukan PT.PLN, sehingga kemungkinan tata kelola perusahaan corporate governance
yang lebih berpengaruh. Pemerintah daerah hanya dapat melakukan koordinasi, tidak dapat secara langsung memengaruhi kinerja perusahaan. Justru
ada kemungkinan tata kelola pemerintah pusat lebih memengaruhi kinerja PLN karena kebijakan energi yang menentukan adalah pemerintah pusat, seperti
adanya pemebrian subsidi listrik.
5.4 Pengaruh Tata Kelola Pemerintahan dan Infrastruktur Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Analisis pengaruh tata kelola pemerintahan terhadap pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui penyediaan infrastruktur
menggunakan teknik ekonometrik two stage least square 2SLS. Metode two stage least square
merupakan metode ordinary least square OLS yang dilakukan dalam dua tahap. Langkah pertama yaitu mengestimasi persamaan
pertama, yaitu infrastruktur, dengan OLS biasa, selanjutnya adalah memprediksi
92 suatu variabel pada persamaan pertama yang nantinya hasil prediksi tersebut akan
digunakan sebagai variabel yang sama pada persamaan kedua. Nilai korelasi antar infrastruktur tinggi dan signifikan Lampiran 4,
sehingga jika ketiga infrastruktur dimasukkan secara bersama-sama akan terjadi multikolonieritas. Hal ini akan menyebabkan estimasi koefisien bisa berbeda
tanda, seperti koefisien infrastruktur listrik yang bernilai negatif sebagaimana pada Lampiran 5. Untuk menghilangkan pengaruh multikolonieritas, maka
dibentuk tiga model pertumbuhan untuk masing-masing infrastruktur. Hasil eksplorasi model dengan 2SLS didapatkan model terbaik seperti pada Tabel 27.
Berdasarkan hasil estimasi model pertumbuhan ekonomi pada Tabel 27, terlihat bahwa tata kelola pemerintahan daerah berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan Pemda yang tidak meningkatkan biaya bagi pelaku usaha. Sedangkan tata kelola berpengaruh tidak langsung melalui
infrastruktur jalan dan listrik. Tabel 27 Hasil estimasi model pertumbuhan gPDRBKap1011
Variable Model 1
Model 2 Model 3
lnPDRBKap10
-1,684 -1,890
-2,097
Q40: Tidak ada konflik lahan
-0,044 -0,042
-0,042
Q54R2: Perizinan efisien
-0,031 -0,032
-0,033
Q68R1: Kebijakan tidak meningkatkan biaya
0,028 0,028
0,026
Q106: Pemakaian genset
0,029 0,028
0,030
lnJLN
0,382
lnAIR
0,312
lnLISTRIK
0,826
lnMYS
1,724 2,385
1,750
lnBM
0,220 0,177
0,152
Constant 6,447
5,637
6,130
Keterangan: dan masing-masing menyatakan signifikansi pada 5, dan 1 Sumber: Hasil olahan
Ketiadaan konflik lahan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini mungkin dikarenakan pola hubungan ini tidak mencerminkan
hubungan kausal, sehingga bisa jadi untuk daerah-daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi lah yang sering terjadi konflik lahan. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi akan
mendorong peningkatan
permintaan lahan
sehingga akan
meningkatkan peluang terjadinya konflik lahan.
93
Perizinan yang efisien juga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini lebih dikarenakan pada daerah dengan pertumbuhan ekonomi
tinggi, yang berarti banyaknya pelaku usaha yang mengurus perizinan justru dimanfaatkan oleh oknum aparat guna mengenakan biaya yang lebih tinggi untuk
mempelancar proses perizinan. Adanya pengaruh negatif ketiadaan konflik lahan dan perizinan yang efisien
mengindikasikan bahwa
terjadinya pencari
rente pada
daerah dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini menegaskan penelitian sebelumnya oleh McCulloch dan Malesky 2011, bahwa pada daerah dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi peluang bagi pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan bagi dirinya sendiri semakin besar.
Kebijakan pemda yang tidak meningkatkan biaya bagi pelaku usaha berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada taraf 5 persen, ceteris
paribus . Karena kebijakan pemda tidak meningkatkan biaya bagi pelaku usaha,
hal ini menjadi stimulus bagi pelaku usaha untuk meningkatkan usahanya, sehingga perekonomian bergerak lebih cepat yang artinya pertumbuhan ekonomi
meningkat. Pemakaian genset berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Genset digunakan karena tidak tersedia listrik yang memadai untuk melakukan usaha. Hal ini wajar mengingat tingkat elektrifikasi di Indonesia masih rendah,
mmasih banyak daerah yang belum mempunyai akses listrik yang memadai. Namu bagi pelaku usaha, walaupun tidak tersedia listrik, usaha tetap harus
berjalan sehingga digunakan genset sebagai substitusi listrik PLN. Sehingga wajar jika semakin tinggi pemakain genset maka semakin tinggi laju perekonomian.
Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa semakin tinggi pemakain genset berarti lebih bagus, karena akan tetap lebih efisien jika tersedia listrik.
Peningkatan infrastruktur jalan dan listrik akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketersediaan akses jalan akan mendorong efisiensi perekonomian
sehingga output akan meningkat dan ekonomi tumbuh. Begitu juga dengan infrastruktur listrik, karena listrik merupakan energi penggerk usaha maka
semakin tinggi akses listrik maka kegiatan usaha akan meningkat dan terjadi pertumbuhan ekonomi.
dal am
Mi ly
arrupi ah
94 Rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hal
ini mungkin
dikarenakan rata-rata
lama sekolah
yang mencerminkan kualitas penduduk masih rendah. Menurut Tournemaine 1997,
penduduk yang berkualitas akan mendorong pertumbuhan dengan peningkatan produktivitas dan inovasi. Jika penduduknya berkualitas maka pertambahan
jumlah penduduk akan mendorong pertambahan output lebih besar daripada pertambahan penduduk itu sendiri sehingga pertumbuhan ekonomi akan
meningkat. Berdasarkan
kualitasnya, penduduk
Indonesia masih
rendah kualitasnya. Pada tahun 2010 rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia baru 7,9
tahun atau setara dengan SLTP kelas 8. Hal ini wajar mengingat sekitar 60 persen dari penduduk Indonesia masih berpendidikan SLTP ke bawah.
Belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini mungkin dikarenakan penggunaan data yang pendek yaitu rata-
rata pertumbuhan tiga tahun dan hanya satu tahun nilai belanja modal, padahal pengaruh dari belanja modal seperti pembangunan infrastruktur pengaruhnya
tidak dirasakan pada saat itu. Selain itu bisa juga karenakan nilai belanja yang kecil, dengan proporsi belanja pemerintah daerah masih didominasi untuk
pemenuhan belanja rutin Gambar 18.
300.000,00 Belanja Pembangunan Modal
250.000,00 Belanja Rutin
200.000,00 150.000,00
100.000,00 50.000,00
- 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010
Gambar 18 Perkembangan alokasi belanja APBD KabupatenKota periode 2001- 2010
Signifikansi pengaruh infrastruktur jalan dan listrik terhadap pertumbuhan ekonomi menegaskan adanya pengaruh tidak langsung dari tata kelola
pemerintahan. Peubah tata kelola pemerintahan yang secara tidak langsung
PertumbuhanEk onomi
Lama pemadaman listrik -
Infrastruktur Listrik
95
memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan infrastruktur jalan adalah adanya diskusi kebijakan publik, ketegasan kepala daerah terhadap tindak
pemberantasan korupsi, dan secara negatif oleh waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan jalan, dan. Sedangkan tata kelola pemerintahan memengaruhi
pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan infrastruktur listrik dengan adanya pemberian fasilitas pendukung usaha dan secara negatif oleh lamanya pemadaman
listrik. Selanjutnya hubungan antara tata kelola pemerintahan, infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan seperti pada Gambar 19.
Tata kelola pemerintahan
Tidak ada konflik tanah -
Perizinan yang efisien -
Kebijakan tidak meningkatkan
biaya
Pemakaian genset
Pemberian fasilitas pendukung
Diskusi kebijakan publik
Lama perbaikan jalan -
Ketegasan kepala daerah
Infrastruktur Jalan
terhadap korupsi
Gambar 19 Hubungan tata kelola pemerintahan, infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi