Komponen Biomassa dan Kegunaan Ganggang Mikro

2.3. Komponen Biomassa dan Kegunaan Ganggang Mikro

Menurut Sheehan et al . 1998, terdapat 3 komponen zat utama yang terkandung dalam ganggang mikro, yaitu karbohidrat, protein, dan triasilgliserol. Karbohidrat dapat difermentasikan menjadi alkohol, protein dapat diolah menjadi produk makanan dan kecantikan, dan triasilgliserol dapat diubah menjadi asam lemak. Kombinasi dari pemanfaatan 3 komponen tersebut dapat menghasilkan pakan. Menurut Espinoza et al. 2002, biomassa dalam budidaya ganggang mikro dapat diestimasi dari jumlah klorofil yang dihasilkan. Pertumbuhan ganggang mikro dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu salinitas, pH, hara, suhu, sumber karbon dan cahaya. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan ganggang mikro menghasilkan lemak, karbohidrat dan protein yang berbeda Dring, 1974. Pelczar dan Chan 1986 menyatakan bahwa ganggang mikro dapat digunakan sebagai pupuk dan dapat digunakan sebagai sumber vitamin A dan D bagi organisme laut, misalnya ikan. Ganggang mikro jenis Spirulina platensis telah diproduksi dalam skala besar dalam bentuk pil dan serbuk untuk makanan kesehatan. Kandungan protein Spirulina platensis mencapai 70 dari bobot kering sel, namun kandungan asam nukleatnya rendah 5 dan aman sebagai pangan dan pakan Ciferri 1983. Berbeda dengan ganggang mikro, kadar protein pada ganggang makro lebih rendah. Rachmaniar 1994 menganalisis kadar protein yang terdapat pada ganggang makro dan mendapatkan nilai antara 2,8 - 6,08, sedangkan kandungan karbohidrat antara 25-40 dan memiliki kandungan serat tinggi yaitu 2-13 . Komposisi kimia dalam ganggang mikro dan makro memiliki kadar berbeda-beda tergantung faktor lingkungan dan jenis ganggang tersebut. Biomassa kering pada ganggang mikro dapat digunakan untuk menghitung kadar protein. Peneraan jumlah protein dilakukan dengan menentukan jumlah nitrogen yang dikandung oleh ganggang mikro. N- total bahan diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl. Prinsip dari metode ini adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk CO 2 dan H 2 O, serta pelepasan nitrogen dalam bentuk ammonia. Kadar ammonia menentukan total protein yang dilepaskan. Teknik tersebut mengandung kelemahan karena kandungan senyawaan N lain selain protein dalam bahan juga akan terukur. Jumlah senyawaan N ini biasanya sangat rendah yang meliputi urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin. Oleh karena itu penetapan kadar total protein dengan metode ini masih dapat dipakai. Kadar protein yang ditentukan dengan cara ini biasa disebut sebagai protein kasarcrude protein Sudarmadji, 1996.

III. BAHAN DAN METODE