25
BAB III PERANCANGAN DAN KONFIGURASI FTTH GPON
DI PERUMAHAN CBD POLONIA MEDAN
3.1 Umum
Perancangan suatu jaringan membutuhkan beberapa tahap-tahap agar rancangan yang dibangun menjadi sempurna, untuk proses perancangan dilakukan
penetuan lokasi, penetuan letak perangkat, dan penetuan perangkat. Kemudian dihitung besar power link budget, power margin, dan rise time budget untuk
memastikan kelayakan perancangan ini. Sesuai dengan standarisasi yang ditentukan oleh ITU-T G.984 dimana
jarak terjauh transmisi harus kurang dari 20 Km. Perumahan CBD Polonia Medan terletak di kawasan keluarahan Sukadamai Kecamatan Medan Polonia Kota
Medan, lebih tepatnya di Jln. Padang Golf Polonia. Setelah disurvey maka pemilihan STO terdekat ditentukan. Yaitu STO Simpang Limun yang terletak
di Jln. STM no. 1 Medan. Jaringan akses yang digunakan oleh STO Simpang Limun ini sudah bisa diupgrade menjadi jaringan optik.
Pada perumahan CBD Polonia Medan jumlah pelanggan masih belum terisi penuh dimana dari tahun 2013 bulan februari sampai sekarang hanya
beberapa pelanggan yang memakai layanan suara dan data dengan bandwidth 1 Mbps, karena masih banyak kavling yang belum terisi tentu menjadi
permasalahan dari segi kapasitas bandwidth yang tidak terpenuhi. Oleh karena itu pihak PT. TELKOM divisi akses menyepakati perubahan dari jaringan tembaga
menjadi jaringan akses yang memakai kabel optik sampai ke rumah – rumah pelanggan. Perkembangan teknologi serat optik yang diimplementasikan oleh
Universitas Sumatera Utara
26
Universitas Sumatera Utara
27
Untuk alur perancangan dan perhitungan jaringan akses FTTH fiber optic to the home menggunakan teknologi GPON gigabit passive optical network
di perumahan CBD Polonia Medan dapat dilihat dengan diagram alur pada Gambar 3.1.
3.2 Perancangan Jaringan
Teknologi GPON telah dipilih untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, karena dapat melayani 3 layanan, dimana dapat mengakses internet,
suara, dan video iptv dalam satu saluran, karena jumlah pelanggan yang diperkirakan sangat banyak, maka jaringan yang diterapkan adalah jaringan
point-to-multipoint dengan teknologi FTTH. STO Simpang Limun berada sekitar 2,7 Km ke Perumahan CBD Polonia Medan.
Pada saat Lokasi Link Antara STO ke perumahan sudah disurvey maka dilanjutkan dengan penentuan perangkat beserta dimana letaknya perangkat
tersebut. Perangkat – perangkat yang digunakan dalam pengimplementasian jaringan akses fiber adalah sebagai berikut :
1. OLT Optical Line Termination
OLT merupakan perangkat yang menyediakan interface dengan sisi jaringan yaitu tributary unit TU dan dihubungkan ke satu atau lebih ODN.
OLT yang digunakan dalam perancangan ini harus sesuai dengan standarisasi dari ITU-T G.984 dan direkomendasikan PT. TELKOM. Pemilihan perangkat
OLT harus dilihat berdasarkan besarnya nilai Ptx Optical Transmit Power yang sebaiknya bernilai besar karena akan berpengaruh terhadap nilai link
Universitas Sumatera Utara
28
power budget dan rise time budget. Perangkat OLT yang digunakan pada implementasi jaringan akses ini menggunakan merk ZTE tipe ZXA10 C220
dengan spesifikasi seperti terlihat pada Table 3.1.
Tabel 3.1 Spesifikasi optical line termination
Parameter Spesifikasi
Unit
Optical Transmit Power 3,37
dBm Downlink Wavelength
1490 nm
Uplink Wavelength 1310
nm Video Wavelength
1550 nm
Spectrum Width 1
nm Downstream Rate
2.4 Gbps
Upstream Rate 1.2
Gbps Optical Rise Time
150 Ps
Optical Fall Time 150
Ps Maximal Work Temperature
45 °C
Minimal Work Temperature -5
°C Power Supply DC
-48 V
2. ONT Optical Network Terminal
Menyediakan directly atau remote interface antara ODN dengan
pelanggan. Seperti perangkat OLT, perangkat ONT yang digunakan harus mempunyai standarisasi dari ITU-T G.984, yaitu merk ZTE ZXA10 dengan
Universitas Sumatera Utara
29
berbagai macam tipe F260F660F820 akan tetapi walaupun tipe berbeda tetapi spesifikasi tetap sama, spesifikasi ONT dapat dilihat di Table 3.2.
Tabel 3.2 Spesifikasi optical line termination
Parameter Spesifikasi
Unit
Downstream Rate 2.4
Gbps Upstream Rate
1.2 Gbps
Downlink Wavelength 1490
nm Uplink Wavelength
1310 nm
Video Wavelength 1550
nm Maximal Transmission Distance
20 Km
Power Consumption ≤16
Watt Sensitivity
-29 dBm
Optical Fall Time 200
Ps Optical Fall Time
200 Ps
Maximal Work Temperature 45
°C Minimal Work Temperature
-5 °C
3. Kabel Serat Optik
Kabel serat optik yang digunakan adalah serat optik yang sesuai dengan standar ITU-T G.652 dan tipe single-mode. Kabel serat optik yang
digunakan pada perancangan ini adalah merk Furukawa dan corning berjenis SMF non-dispersion-shifted perangkat dengan spesifikasi yang dapat dilihat
di Tabel 3.3.
Universitas Sumatera Utara
30
Tabel 3.3 Spesifikasi kabel serat optik
Parameter Spesifikasi
Unit
Attenuation 1310 nm ≤ 0.30
dBkm Attenuation 1490 nm
≤ 0.25 dBkm
Attenuation 1550 nm ≤ 0.20
dBkm
4. Konektor
Dalam konfigurasi jaringan GPON menggunakan kabel serat optik jenis SMF, maka konektor yang digunakan adalah konektor SC, dimana
konektor SC digunakan pada semua perangkat, baik OLT, ONT, ODP, dan ONT. Untuk spesifikasi konektor dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Spesifikasi konektor SC
Parameter Spesifikasi
Unit
Tipe Serat SM 10125
- Insertion Loss
0.2 dB
5. Splitter Passive
Perangkat ini adalah perangkat penting dari jaringan ini, dan jenis perangkat ini juga menentukan teknologi yang digunakan. Untuk jaringan
GPON dari STO Simpang Limun menuju perumahan CBD Polonia Medan, splitter yang digunakan ada dua tipe, yaitu splitter 1:2, 1:4 dan splitter 1:8.
Untuk splitter 1:2 dipasang di OTB, splitter 1:4 dipasang di ODC, sedangkan splitter 1:8 dipasang di ODP. Untuk spesifikasi splitter dapat dilihat pada
Tabel 3.5.
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel 3.5 Spesifikasi redaman passive spllitter
Parameter Spesifikasi
Unit
Insertion Loss 1:2 2.7 – 4.1
dB Insertion Loss 1:4
6 – 7.8 dB
Insertion Loss 1:8 9 – 11
dB
Spesifikasi perangkat sudah ditentukan, maka perancangan jaringan sudah bisa dilakukan mulai dari STO hingga ke lokasi [5].
Untuk konfigurasi perancangan jaringan akses FTTH fiber optic to the home menggunakan teknologi GPON gigabit passive optical network
di perumahan CBD Polonia Medan dapat dilihat di Gambar 3.2. Awal perancangan dimulai dari penarikan kabel serat optik dimulai dari
STO dimana di STO terdapat OLT dan OTB. Kemudian kabel didistribusikan hingga ke ODC. Kabel optik yang di tarik dari STO ke ODC menggunakan kabel
optik 12 core. ODC ini dianggap kabinet yang berisi passive splitter Jika di dalam konfigurasi PSTN, ODC diibaratkan RK rumah kabel tetapi bukan
tempat terminasi dari kabel primer menjadi kabel sekunder akan tetapi ODC adalah tempat pembagi dan perantara antara kabel dari STO OLT menuju ODC.
Di ODC, splitter yang digunakan adalah splitter 1:4 dan berjumlah 41 splitter. Dalam Perancangan GPON untuk perumahan CBD Polonia, hanya
satu ODC yang digunakan akan tetapi jika pelanggan semakin bertambah kemungkinan penambahan ODC juga akan terjadi.
Universitas Sumatera Utara
32
Universitas Sumatera Utara
33
saja perantara antara kabel dari ODC menuju ONT pelanggan. Kabel optik yang di tarik dari ODC ke ODP menggunakan kabel optik 4 core Di ODP, splitter yang
digunakan adalah splitter 1:8 dan berjumlah 163 splitter. Dalam perancangan GPON di perumahan CBD Polonia, ODP yang dibuat berjumlah 66 kabinet.
Penentuan lokasi penempatan ODC dan ODP didasarkan pada efisiensi jaringan, kebutuhan layanan untuk pelanggan, dan batas minimum redaman,
karena penggunaan passive spllitter menghasilkan redaman yang cukup besar dan mempengaruhi kelayakan system, maka perancangan jaringan untuk penempatan
ODC dan ODP dilakukan dengan meilhat pembagian tata letak perumahan sehingga kabel yang digunakan lebih efisien dan pembelokan kabel tidak banyak.
Kabel optik yang keluar dari ODP langsung diterminasi ke ONT, Kabel optik yang di tarik dari ODP ke ONT menggunakan kabel optik 2 core drop
cable. Splitter yang digunakan di ODP adalah splitter 1:8, maka keluaran tiap ODP adalah delapan kabel sehingga satu ODP mendistribusikan untuk delapan
ONT. ONT di perumahan CBD Polonia ditempatkan langsung di rumah pelanggan, maka tiap pelanggan rumah mempunyai tiap ONT. Dalam
perancangan GPON di perumahan CBD Polonia ONT yang digunakan berjumlah 1125 unit sesuai pelanggan yang ditargetkan PT. TELKOM. Jika kabel optik
sudah mencapai ONT, maka proses perancangan selesai karena ONT adalah titik terakhir dalam perancangan optik pasif.
Setelah ditentukan spesifikasi perancangan, letak perangkat, dan jarak perancangan maka sudah bisa melakukan perhitungan kelayakan dari perancangan
jaringan tersebut dengan parameter power link budget dan rise time budget.
Universitas Sumatera Utara
34
3.2.1 Rise Time Budget
Rise time Budget merupakan sebuah metode untuk menetukan batasan dispersi dari suatu link serat optik. Tujuannya yaitu mengetahui apakah secara
keseluruhan untuk kerja jaringan telah tercapai dan mampu memenuhi kapasitas kanal yang diinginkan. Secara umum, degradasi total waktu transisi dari link
digital tidak melebihi 70 dari suatu periode bit NRZ Non-Return-to-Zero. Satu bit didefinisikan sebagai resiprokal dari data rate.
Dalam suatu transmisi serat optik perlu dilakukan perhitungan adanya laju bit maksimum untuk mendukung jarak tempuh dengan rise time budget. Dalam
perhitungan rise time total dapat dihitung dengan Persamaan 3.1[7]. =
+ +
+ 3.1
Dimana : t
tx
= Rise time transmitter ns
t
rx
= Rise time Receiver ns
t
chromatic
= Rise time chromatic dispersion ns
t
modal
= tidak bernilai atau nol karena menggunakan kabel serat optik single mode
Untuk t
chromatic
dapat dicari dengan Persamaan 3.2. = . .
3.2 Dimana :
D
t
= total chromatic dispersion ps
Dλ = chromatic dipersion coefficient
psnm.km S
= Lebar Spektral Laser nm
Universitas Sumatera Utara
35
L = Panjang Jarak
km
Untuk Dλ dapat dicari dengan Persamaan 3.3. =
− 3.3
Dimana : Dλ
= chromatic dispersion coefficient psnm.km
S
o
= dispersion slope parameters psnm
2
.km λ
= panjang gelombang nm
λ
o
= zero dispersion wavelength nm
Dλ chromatic dispersion coefficient merupakan representasi dari turunan delay derivative of delay atau kelengkungan kurva delay delay curve
pada panjang gelombang, baik downstream maupun upstream. Sedangkan D
t
total chromatic dispersion merupakan representasi penyebaran waktu maupun pulsa akibat terjadinya chromatic dispersion pada kabel serat optik [8].
Setelah perhitungan rise time total diperoleh, maka dibandingkan dengan bit rates dengan format NRZ seperti pada Persamaan 3.4.
3.4 Dimana:
=
,
3.5 Br pada Persamaan 3.5 adalah bit rates yang didapat dari spesifikasi ONT
baik downstream maupun upstream. Untuk memenuhi rise time budget, rise time total harusnya lebih kecil dari bit rates.
Universitas Sumatera Utara
36
Dalam perhitungan rise time budget, hanya parameter t
chromatic
yang harus dicari dengan Persamaan 3.2 dan 3.3. selebihnya bisa ditentukan dengan
spesifikasi perangkat.
3.2.2 Power Link Budget
Perhitungan power link budget digunakan untuk mengetahui batasan redaman total yang diijinkan antara daya keluaran pemancar dan sensitivitas
penerima. perhitungan power link budget berdasarkan standarisasi ITU-T G.984 dan peraturan yang ditetapkan oleh PT. TELKOM dimana jarak terjauh adalah
20 km dan redaman total tidak lebih dari 28 dB. Dalam
perhitungan power link budget
dapat dihitung dengan Persamaan 3.6
= + .
+ . +
. + +
3.6
Dimana : P
tx
= Daya keluaran transmitter dBm
P
rx
= Sensitivitas receiver dBm
L = Panjang serat Optik
km α
c
= Redaman konektor dBkonektor
α
s
= Redaman splice dBsplice
α
optic
= Redaman serat optik dBkm
S
p
= Redaman Splitter dB
N
s
= Jumlah splice N
c
= Jumlah konektor
Universitas Sumatera Utara
37
RI = Redaman Instalasi
dBkm
Setelah power link budget didapat maka dibandingkan antara hasil redaman dan sensitivitas receiver, dimana P
rx
≥ sensitivitas receiver. Jika perbandingan sudah memenuhi standarisasi, dilanjutkan menghitung power
margin. Dimana power link budget adalah perbedaan level daya pancar dan daya terima, sedangkan power margin merupakan besarnya daya yang masih tersisa
dari daya pancar setelah dikurangi nilai loss selama proses pentransmissian dan pengurangan terhadap sensitivitas receiver. Power margin sangat penting sebagai
salah satu parameter untuk mengetahui kelayakan sistem dan diisyaratkan memiliki nilai lebih dari nol atau tidak negatif, karena kualitas link layak bila total
redaman tidak melebihi power budget total system margin. Dalam menghitung besar power margin, terlebih dahulu dihitung power
budget total system margin. Untuk perhitungan power budget dapat dihitung dengan Persamaan 3.7.
Power budget = transmitter output power – receiver sensitivity 3.7
Parameter parameter perhitungan power budget diambil dari spesifikasi perangkat, bukan hasil perhitungan dari power link budget. Setelah didapat hasil
power budget, dilanjutkan perhitungan power margin dengan Persamaan 3.8. =
− 3.8
Dimana: M
= Power margin dB
α
total
= Total redaman yang dihitung di power link budget dB
Universitas Sumatera Utara
38
Setelah semua perhitungan sudah didapatkan hasilnya, dianalisis apakah perancangan sudah memenuhi standarisasi yang ditentukan ITU-T G.984,
ITU-T G.652 dan standarisasi yang ditetapkan PT. TELKOM [7].
Universitas Sumatera Utara
39
Universitas Sumatera Utara
40
Terlihat pada Gambar 4.1 bahwa STO Simpang Limun memakai kabel ring agar bisa menambah daerah FTTH yang baru. Sehingga untuk perumahan
CBD displice dari kabel ring, hasil splice masuk ke ODC menggunakan splitter 1:4, dari ODC masuk ke ODP yang menggunakan splitter 1:8 dimana ODP
merupakan pembagi terakhir dalam arti setelah ODP kabel langsung ke ONT Pelanggan, karena ONT terletak dipelanggan maka jarak ONT mempengaruhi
link, semakin jauh pelanggan dari STO, maka semakin jauh juga ONTnya. Untuk perhitungan rise time budget dan power link budget, penelitian ini
mengambil jarak ONT pelanggan di perumahan CBD terjauh yaitu 3 km dari STO Simpang Limun, karena jika pelanggan terjauh sudah layak memenuhi
standarisasi linknya, maka pelanggan yang lebih dekat juga sudah memenuhi standarisasi.
4.2 Perhitungan Rise Time Budget
Rise time Budget merupakan sebuah metode untuk menetukan batasan dispersi dari suatu link serat optik. Tujuannya yaitu mengetahui apakah secara
keseluruhan untuk kerja jaringan telah tercapai dan mampu memenuhi kapasitas kanal yang diinginkan. Secara umum, degradasi total waktu transisi dari link
digital tidak melebihi 70 dari suatu periode bit NRZ Non-Return-to-Zero. Satu bit didefinisikan sebagai resiprokal dari data rate.
Parameter parameter data untuk perhitungan rise time total beberapa bisa dilihat pada spesifikasi perangkat OLT dan ONT dan untuk parameter khusus
perhitungan rise time total sebagai berikut : 1. Panjang Gelombang λ
: 1310 nm uplink, 1490 nm downlink
Universitas Sumatera Utara
41
2. Lebar Spektral S : 1 nm
3. Rise time transmitter t
tx
: 150 ps 4. Rise Time Receiver t
rx
: 200 ps 5. L jarak terjauh
: 3 km 6. Koefisien dispersi dihitung dengan Persamaan 3.3, sehingga untuk koefisien
dispersi downlink λ = 1490 nm adalah : =
− =
,
1490 − = 13,8168
. Untuk koefisien dispersi uplink λ = 1310 nm adalah :
= −
=
,
1310 − = −0,1864 .
7. t
chromatic
dispersi kromatik dihitung dengan Persamaan 3.2, sehingga untuk dispersi kromatik downlink adalah :
= . . = 13,8168 .1.3
= 0,0414504 Maka dispersi kromatik uplink adalah :
= . . = −0,1864 .1.3
= −0,0005592
Universitas Sumatera Utara
42
8. t
r
bit rates downlink adalah : =
,
=
, ,
.
= 0,281 Untuk bit rates uplink adalah :
=
,
=
, ,
.
= 0,562
Perhitungan dispersi kromatik di atas mengambil jarak terjauh antara STO dengan pelanggan terjauh yang berjarak 3 km STO ke ODC perumahan 2,7 km
dari ODC ke pelanggan terjauh ±300 m. Parameter – parameter pendukung perhitungan rise time budget sudah ditentukan, maka untuk rise time total
downlink adalah : =
+ +
+ = 0,15 + 0,0414504 + 0 + 0,2
= 0,2534 Sesuai dengan Persamaan 3.4.
0,2534 0,281
Karena t
sys
t
r
maka dapat disimpulkan bahwa sistem downlink layak memenuhi persyaratan rise time budget.
Perhitungan rise time total uplink adalah : =
+ +
+
Universitas Sumatera Utara
43
= 0,15 + −0,0005592 + 0 + 0,2 = 0.251
Sesuai dengan Persamaan 3.4. 0,251
0,562 Karena t
sys
t
r
maka dapat disimpulkan bahwa sistem uplink layak memenuhi persyaratan rise time budget.
4.3 Perhitungan Power Link Budget