yang meminta uang kepada pelanggar agar pelanggar bisa segara pergi dari lokasi pelanggaran tanapa mengikuti prosedur hukum. Bila penyuapan ini terbukti maka
bisa membuat polisi dan penyuap dihukum penjara karena menyuap polisi atau pegawai negeri adalah perbuatan melanggar hukum.
Polisi akan segera meluncurkan sistem tilang model baru untuk memotong birokrasi sekaligus menekan suap dilapangan. Dalam tilang model baru ini
sipelanggar, hanya diberikan tanda bukti tilang, sedangkan SIM atau STNK tidak disita petugas. Dengan menggunakan jaringan komputerisasi dan bekerja sama
dengan sejumlah bank di Indonesia, pelanggar cukup membayar tilang melalui ATM, Internet Banking bahkan SMS Banking. Tapi, jika dalam batas waktu
tertentu pelanggar tidak membayar denda polisi akan melakukan pemblokiran nomor kendaraan tersebut. Dan sanksi yang lebih tegas, jika dalam waktu tertentu
denda tilang belum dibayar tapi yang bersangkutan kembali melanggar, polisi berhak melakukan penyitaan kendaraan tersebut. Namun sampai saat ini tilang
model baru ini belum juga dioperasikan oleh pihak Polri.
3.2.1 Tujuan Tilang
Tujuan dari diadakannya tilang itu sendiri adalah UU yang sudah diterapkan bersama oleh Negara dan mengurangi atau meminimalisir kecelakaan yang ada
akibat kurang tertibnya masyarakat. Diadakannya tilang tersebut berguna untuk menjadikan efek jera pada pengguna jalan raya yang tidak patuh pada peraturan
yang dapat mengakibatkan kecelakaan bagi pengguna jalan raya itu sendiri atau pengguna jalan raya yang lain yang patuh pada peraturan. Karena patuh pada
peraturan yang sudah ditetapkan demi keamanan dan ketertiban tidak hanya bisa
Universitas Sumatera Utara
sebagian orang yang melaksanakannya tetapi juga seluruh pihak yang bersangkutan.
3.2.2 Kesalahan
Sering kali kita dalam mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya menemui keadaan dimana kita ditilang oleh oknum polisi. Entah itu murni karena
kesalahan kita yang tidak kita sadari ataupun karena sebab yang dibuat-buat oleh oknum polisi yang memanfaatkan kewenangannya dengan sewenang-wenang
untuk merauk uang masyarakat. Kebanyakan kita sebagai masyarakat pengguna ajalan lebih memilihlajur “damai” dengan cara membayar tilang di tempat
daripada harus menjalani sidang di pengadilan. Karena kita merasa lebih cepat membayar membayar tempat di kejadian daripada harus mengurus ke pengadilan.
Tentunya kebiasaan seperti itu harus dihilangkakn dari pikiran masyarakat mengenai penilangan. Jangan sampai kebiasaan seperti ini menjadi budaya yang
menjadi mendarah daging dikalangan masyarakat sebagai upaya “patuh” terhadap peraturan.
Padahal kebiasaan seperti ini akan melahirkan mental yang snagat buruk sikalangan oknum polisi dan masyarakat. Karena akan menimbulkan oknum-
oknum yang sengaja mau menerima uang suap untuk kepentingan perutnya sendiri. Padahal jika dicermati biaya suap kepada oknum polisi lebih mahal
daripada pembayaran saat sidang tilang di pengadilan. Sering juga kita menemui pada saat proses penilangan, oknum polisi
dalam menjalankan sidang di tempat selalu mematok harga selangit, padahal harga sidang ditempat dan melaksanakan sidang sendiri itu tidak jauh berbeda,
hanya selisih sedikit sebagai ucapakan terima kasih kepada polisi yang bersedia
Universitas Sumatera Utara
membantuh proses penilangan. Namun tidak jarang oknum polisi yang memanfaatkan sidang ditempat sebagai lahan menimbun uang rakyat yang
seharusnya di setorkan ke kas negara karena pelanggaran yang dilakukan pelanggaran sendiri. Namun itu juga tidak sepenuhnya kesalahan polisi, kesalahan
masyarakat menjadi faktor yang menjadikan polisi berkelakuan seperti itu. Andai masyarakat Indonesia pada umumnya cerdas dalam menyikapi masalah seperti itu
pastinya masyarakat akan bersifat kritis. Dalam hal ini tidak hanya membayar tilang di tempat tetapi juga meminta bukti penilangan, agar uang yang kita berikan
kepada oknum polisi untuk membayar denda tilang di pengadilan bisa lebih terkontrol, oknum polisi pun tidak bebas dalam menggelapkan uang tersebut.
3.2.3 Tugas Polisi