Obat Tradisional Identifikasi sildenafil sitrat dalam sediaan kapsul jamu kuat secara Fase Diam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional

Obat bahan alam yang lebih dikenal dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman Wasito, 2011.

2.2 Penggolongan Jamu

Pada dasarnya jamu dapat digolongkan menjadi 3 jenis yakni: 1. Jamu Inilah jamu tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Dipasaran, kita bisa menjumpainya dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam bentuk segar rebusan jamu godhok sebagaimana dijajakan para penjual jamu gendong. 2. Herbal Terstandar Sedikit berbeda dengan jamu, herbal terstandard umumnya sudah mengalami pemrosesan, misalnya berupa ektrak atau kapsul. Herbal yang sudah di ekstrak tersebut sudah diteliti khasiat dan keamanannya melalui uji pra klinis terhadap hewan di laboratorium. Dan bahan bakunya sudah terstandar. Universitas Sumatera Utara 3. Fitofarmaka Merupakan jamu dengan “kasta” tertinggi karena khasiat, keamanan serta standar proses pembuatan dan bahannya telah di uji secara klinis. Jamu fitofarmaka di jual di apotek dan sering diresepkan oleh dokter Yuliarti, 2008.

2.2.1 Manfaat dan Bahaya Jamu

1. Manfaat Jamu Pada awalnya jamu adalah ramuan warisan nenek moyang yang digunakan secara turun temurun. Pengguna jamu juga kalangan terbatas dalam arti belum banyak orang yang percaya namun kini orang makin percaya dengan khasiat dan manfaat jamu sehingga jamu menjadi kian popular. Manfaat jamu diantaranya menjaga kebugaran tubuh, menjaga kecantikan, mencegah penyakit, dan mengobati penyakit 2. Bahaya Jamu Dibalik manfaatnya yang besar seperti halnya obat, jamu juga berbahaya jika digunakan secara sembarangan misalnya digunakan secara terus menerus, digunakan dalam jumlah yang berlebihan maupun konsumen salah memilih jamu yang dikomposisi misalnya mengonsumsi jamu-jamu palsu ataupun jamu yang dicampur zat berbahaya, sehingga tidak bermanfaat bagi tubuh bahkan akan menimbulkan efek negatif pada tubuh kita Yuliarti, 2008.

2.3 Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Universitas Sumatera Utara Jenis kapsul terdiri dari: a. Hard capsule cangkang kapsul keras Kapsul yang menggunakan cangkang yang dibuat dari gelatin dalam berbagai ukuran disesuaikan dengan jumlah serbuk obat yang akan dimasukkan. Cangkang kapsul umumnya berbentuk tabung berujung bulat terdiri dari wadah dan tutup. b. Soft capsule cangkang kapsul lunak atau kenyal Kapsul yang cangkangnya berbahan dari campuran yang terdiri dari gelatin, gliserol, dan sorbitol atau metilselulosa dalam perbandingan yang sama Ditjen POM, 1995.

2.3.1 Persyaratan Kapsul lsi kapsul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Keseragaman bobot untuk kapsul yang berisi obat tradisional kering Tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera pada daftar berikut Depkes RI, 1994. Tabel 1. Persyaratan Keseragaman Bobot Kapsul Bobot rata-rata isi kapsul Penyimpangan terhadap bobot isi rata-rata A B 120 mg atau kurang ± 10 ± 20 ≥ 120 mg ± 7,5 ± 15 Universitas Sumatera Utara

2.4 Disfungsi Ereksi

2.4.1 Pengertian Disfungsi Ereksi

Disfungsi ereksi erectile dysfunction, ED sebelumnya disebut impotensi, adalah ketidakmampuan pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi. Erectile dysfunction dapat timbul sekali-kali, sering, atau setiap kali pria berusaha untuk berhubungan intim. Ketika ditanya, sekitar 35 pria berusia 40 tahun atau lebih dan lebih dari 80 pria berusia 70 tahun atau lebih melaporkan setidaknya ED sporadic. Meski dulunya, ED dipercaya terjadi sebagian besar karena faktor psikologis, tetapi kini diketahui bahwa untuk sebagian besar penyebab utamanya faktor fisik Corwin, 2009.

2.4.2 Penyebab Disfungsi Ereksi Penyebab disfungsi ereksi ada 2 yaitu:

1. Penyebab fisik Salah satu penyebab fisik utama disfungsi ereksi adalah aterosklerosis arteri-arteri penis. Pada aterosklerosis, aliran darah kepenis berkurang dan terjadi penurunan kemampuan arteri-arteri penis untuk berdilatasi sewaktu perangsangan seksual, yang menyebabkan terbatasnya pembengkakan. Penyebab fisik lainnya adalah penyakit-penyakit sistemik misalnya hipotiroidisme, akromegali, dan yang tersering, diabetes mellitus. Selain itu ada juga obat yang diketahui mengganggu kemampuan pria untuk mencapai ereksi dan orgasme, termasuk sebagian obat antihipertensi dan obat psikotropik Universitas Sumatera Utara 2. Penyebab psikologis Disfungsi ereksi psikologis dapat terjadi akibat adanya aktiva impuls- impuls inhibitorik desendens yang berasal dari korteks serebrum. Keadaan psikologis yang berkaitan dengan ED adalah stress, rasa marah, rasa cemas, dan depresi Corwin, 2009.

2.4.3 Penatalaksanaan terapi

Dalam terapi disfungsi ereksi, yang menjadi sasaran terapi bagian yang akan diterapi adalah ereksi penis. Berdasarkan sasaran yang diterapi, maka tujuan terapi adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas ereksi penis yang nyaman saat berhubungan seksual. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menjaga ereksi. Sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjaga ereksi waktu untuk tiap- tiap orang berbeda untuk mencapai kepuasan orgasme, tidak ada waktu normal dalam ereksi. Sebelum memilih terapi yang tepat, perlu diketahui penyebab atau faktor resiko pada pasien yang berperan dalam menyebabkan munculnya disfungsi ereksi. Hal ini terkait dengan beberapa penyebab disfungsi ereksi yang terkait. Dengan demikian, jika diketahui penyebab disfungsi ereksi yang benar maka dapat diberikan terapi yang tepat pula. Terapi untuk disfungsi ereksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi tanpa obat nonfarmakologis-pola hidup sehat dan menggunakan alat ereksi seperti vakum ereksi dan terapi menggunakan obat farmakologis. Universitas Sumatera Utara Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien disfungsi ereksi harus memperbaiki pola hidup menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara lain olah raga, menu makanan sehat, kurangi dan hindari rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dalam tubuh, mengurangi berat badan hingga normal, dan mengurangi stres. Jika dengan menerapkan pola hidup sehat, pasien sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka pasien disfungsi ereksi tidak perlu menggunakan obat atau vakum ereksi Obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan disfungsi ereksi antara lain golongan phosphodiesterase inhibitor5 sildenafil, vardenafil, dan tadalafil, alprostadil disuntikkan di penis-intracevernosal dan dimasukkan dalam ureter- intrauretral, papaverine, trazodone, dan dengan testosteron replacing hormone penambahan homon estrogen. Obat yang digunakan sebagai obat pilihan untuk pengobatan disfungsi ereksi adalah sildenafil Siwi, 2007.

2.5 Sildenafil Sitrat

Obat ini bukan steroid kelamin. Obat ini digunakan secara oral untuk penanganan disfungsi ereksi. Sildenafil beraksi dengan menghambat fosfodiasterase dalam otot polos vaskuler. Fosfodiesterase merupakan enzim yang mengubah cGMP menjadi GMP. Di lain pihak, Nitrit Oksida dilepaskan oleh sel syaraf atau sel endothelial yang dapat bereaksi dengan otot polos, membentuk cGMP yang bisa menyebabkan relaksasi otot polos. Relaksasi inilah yang menghasilkan ereksi pada organ kelamin laki-laki Nugroho, 2012. Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Struktruk Sildenafil Sitrat

Nama dagang : VIAGRA ® Berat Moleku : 666,7 Pemerian : Serbuk kristalin berwarna putih sampai keputihan dengan kelarutan 3,5 mgml dalam air Sediaan : Sildenafil sitrat tersedia dalam bentuk tablet bersalut film bermerek Viagra® sebagai produk Pfizer

2.5.2 Efek Samping

Efek sampingnya umumnya bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang tersering berupa sakit kepala 10, muka merah flushing, gangguan penglihatan guram sampai melihat segala sesuatu kebiru-biruan, 3 dan mual, yang semuanya berkaitan dengan blockade PDE 5 yang terdapat diseluruh tubuh. Efek lainnya dapat terjadi hilangnya kesadaran ‘black out’ akibat turunnya tensi terlalu keras, apalagi dalam kombinasi dengan nitrogliserin atau antihipertensiva lainnya, beberapa kematian diantara pemakai telah dilaporkan, tetapi tidak ditemukan hubungan kausal dengan sildenafil. Namun, pasien jantunghati dan dengan hipotensi tidak dianjurkan menggunakan sildnafil Tjay, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Mekanisme Kerja Sildenafil Sitrat

Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambat enzim fosfodiesterase PDE dengan jalan memblokir reseptornya, sehingga cGMP terhambat penguraiannya dan ereksi dipepanjang sampai 3-5 jam. Karena tidak menstimulasi pembentukan cGMP, melainkan hanya memperkuat memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika belum tidak terdapat stimulasi atau eksitasi seksual. Artinya, tidak bekerja sebagai afrodisiacum untuk menimbulakan syahwat libido Tjay, 2007.

2.5.4 Kontra Indikasi

Sildenafil tidak boleh digunakan pada pasien dengan fungsi ereksi normal karena dapat menyebabkan ereksi terlalu lama prolong erection menimbulkan nyeri yang sangat pada penis; pasien yang menggunakan nitrat isosorbid dinitratmononitrat-untuk pengobatan angina pektoris karena dapat meningkatkan efek hipotensi dari nitrat sehingga tekanan darah menjadi terlalu rendah shock hipotensi, pasien dengan terapi simetidin, eritromisin, ketoconazole, itraconazole karena meningkatkan resiko munculnya efek samping sildenafil Siwi, 2007. 2.5.5 Dosis Dewasa 50 mg, 1 jam sebelum aktifitas seksual, dapat dinaikkan sampai dengan maksimal 100 mg atau diturunkan sampai dengan 25 mg. frekuensi maksimal 1x sehari. Pertimbangan untuk penggunaan dosis awal 25 mg pada pada pasien usia 65 tahun, gangguan hati, gangguan ginjal berat, dan penggunaan bersama dengan penghambat sitokrom P4503A4 poten. Jangan melebihi dosis Universitas Sumatera Utara tunggal maksimal 25 mg 48 jam pada pasien yang menggunakan ritonavir Anonim, 2010

2.6 Identifikasi sildenafil sitrat dalam sediaan kapsul jamu kuat secara

Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Ultraviolet 2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis Salah satu cara untuk mengidentifikasi bahan kimia obat yang terdapat dalam sediaan obat tradisonal adalah dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dan dilanjutkan dengan spektrofotometri ultraviolet untuk melihat spektrumnya. Di antara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis disingkat KLT adalah yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis 15-60 menit, dan memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit kira-kira 0,1 g. Selain itu, hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruangan minimum, dan penanganannya sederhana Stahl, 1985. Keuntungan lain dari kromatografi lapis tipis ini adalah, dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet Stahl, 1985. Universitas Sumatera Utara Komponen-komponen Kromatografi Lapis Tipis yaitu:

a. Fase Diam

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya Rohman, 2009. Kebanyakan penjerap yang digunakan adalah silika gel. Silika gel yang digunakan kebanyakan diberi pengikat binder yang dimaksud untuk memberikan kekuatan pada lapisan, dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang digunakan kebanyakan kalium sulfat. Tetapi biasanya dalam perdagangan silika gel telah diberi pengikat. Jadi tidak perlu mencampur sendiri, dan diberi nama dengan kode silika gel G Sastrohamidjojo, 1985.

b. Fase Gerak