Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) di PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM)

(1)

No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-06B; Tgl. Efektif : 2 Juli 2012; Rev: 0; Halaman 1 dari 1 PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) DAN

FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (INALUM)

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar SarjanaTeknik

Oleh

RAHMI SASMITHA 110423014

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapt menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik.

Kegiatan penelitian tugas sarjana ini dilakukan di PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara. Kegiatan tersebut merupakan salah satu dari beberapa syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) di PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM)”.

Penulis menyadari bahwa tugas sarjana ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tugas sarjana ini dan penulis berharap agar laporan tugas sarjana ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Februari 2015

Penulis


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas segala berkah dan rahmat pengetahuan, pengalaman, kekuatan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Tugas Sarjana ini.

Dalam menyelesaikan penulisan Tugas Sarjana ini, penulis banyak menemukan kendala, namun berkat bantuan dari semua pihak sehinggga Tugas Sarjana ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Ir. Helmi Muhipan dan Ibunda Mardiana. Kedua saudari penulis, Kakak Helfira Mahnefid ST, dan Adik Halimah Tussa’diah yang sangat penulis cintai dan sayangi dan yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil, serta dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

2. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Nazaruddin M., MT, selaku Dosen Pembimbing I atas waktu untuk bimbingan dan ilmu yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas waktunya untuk membimbing, memberi arahan, dan masukan serta ilmu yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

5. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, selaku Koordinator Tugas Akhir dan Ketua Bidang Manufaktur.


(6)

6. Pegawai administrasi Departemen Teknik Industri, Kak Dina, Bang Nur, Bang Ridho, Bang Mijo dan Bu Ani yang telah membantu penulis dalam melakukan urusan administrsi di Departemen Teknik Industri USU.

7. Segenap Pimpinan dan karyawan PT. Indonesia Asahan Aluminium yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian terutama Ibu Neng, Pak Berton dan Pak Fauzi Lubis.

8. Pegawai perpustakaan Departemen Teknik Industri, Kak Rahma, Kak Mia, dan Bang Kumis terimakasih untuk kebaikan hati dan toleransinya.

9. Sahabat penulis Supiyani, Centya A. Nainggolan, Modalina Tarigan, Christy Nella Tarigan, Meirini Lingga, Nirma Purba, Enzelina Marbun yang selalu menjadi tempat curahan hati penulis selama proses penyelesaian Tugas Sarjana ini.

10. Semua Teman-Teman Ektensi 2011 yang selama ini selalu memotivasi penulis dalam mengerjakan Tugas Sarjana ini. Semoga kita menjadi orang sukses.


(7)

ABSTRAK

PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) adalah perusahaan pertama di Indonesia bergerak dalam bidang industri peleburan aluminium. PT. INALUM memproduksi aluminium batangan (ingot) dengan kualitas produk 99,70 % dan 99,90 %. Penelitian ini dilakukan di PT. INALUM karena sering terjadi kerusakan pada mesin Anode Changing Crane (ACC) di bagian pabrik reduksi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas mesin serta mengetahui faktor penyebab six big losses terbesar. Penelitian dilakukan dengan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Fa ilure Mode and Analysis (FMEA). Metode OEE dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari mesin ACC dan metode FMEA dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab six big losses terbesar. Hasil perhitungan dengan metode OEE menunjukkan bahwa OEE tertinggi pada bulan Februari 2014 sebesar 81,08%. Hasil FMEA menunjukkan bahwa penyebab utama dari equipment failure (breakdown loss) adalah tabrakan ACC dengan tungku dengan Rate Priority Number (RPN) sebesar 256. Secara keseluruhan OEE masih belum mencapai kondisi ideal. OEE yang masih rendah ini jika dibiarkan secara terus menerus tanpa adanya perbaikan dapat menyebabkan kerusakan mesin yang semakin parah dan perusahaan mengalami penurunan hasil produksi. Sehingga perlu diberikan suatu usulan perbaikan yaitu pengaturan jam dan istirahat kerja.

Kata kunci : OEE, FMEA, Six Big Losses


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Rumusan Masalah ... I-3 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-3 1.4 Asumsi dan Batasan Masalah ... I-4 1.5 Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-5

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1 Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2 Visi dan Misi PT INALUM ... II-3 2.2.1 Visi ... II-3 2.2.2 Misi ... II-3 2.3 Lingkup PT. INALUM ... II-4 2.3.1 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan ... II-5 2.3.2 Peleburan Aluminium ... II-7 2.4 Struktur Organisasi ... II-9


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN 2.4.1 Struktur Organisasi PT. INALUM ... II-9 2.5 Tenaga Kerja, Jam Kerja, dan Sistem Pengupahan ... II-12 2.5.1 Tenaga Kerja ... II-12 ` 2.5.2 Jam Kerja ... II-13 2.5.3 Sistem Pengupahan ... II-14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... III-1 3.1 Pemeliharaan dan Perencanaan Pemeliharaan ... III-1

3.1.1 Defenisi Pemeliharaan dan Perencanaan

Pemeliharaan ... III-1 3.1.2 Jenis – Jenis Pemeliharaan ... III-1 3.1.3 Tujuan Pemeliharaan ... III-2 3.2 Total Productive Maintenance (TPM) ... III-3 3.2.1 Pendahuluan ... III-3 3.2.2 Defenisi TPM (Total Productive Maintenance) ... III-4 3.3 Overall Equipment Effectiveness (OEE) ... III-5 3.3.1. Ava ila bility ... III-6 3.3.2 Performa nce Efficiency ... III-7 3.3.3 Ra te of Qua lity Product ... III-8 3.4. Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)... III-9 3.4.1 Equipment fa ilure (Breakdown Loss) ... III-9 3.4.2 Set up a nd Adjusment Loss ... III-10 3.4.3 Idle a nd Minor Stoppages ... III-10 3.4.4 Reduce Speed Loss ... III-10 3.4.5 Process Defect Loss (Rework) ... III-11 3.4.6 Reduce Yield Loss ... III-11 3.5 Diagram Sebab Akibat ... III-11


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN 3.6 Failure Mode and Effect Analysis(FMEA)... III-13 3.6.1 Terminologi FMEA ... III-14 3.6.2 Saran Pedoman Risiko untuk Proses FMEA ... III-16

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian... IV-1 4.2 Jenis Penelitian ... IV-1 4.3 Objek Penelitian ... IV-1 4.4 Variabel Penelitian ... IV-1 4.5 Kerangka Berfikir ... IV-2 4.6 Instrumen Penelitian... IV-3 4.7 Metode Pengumpulan Data... IV-3 4.8 Metode Pengolahan Data ... IV-4 4.9 Analisis Pemecahan Masalah ... IV-5

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1 Pengumpulan Data ... V-1

5.1.1 Data Waktu Kerusakan Anode Changing Crane

(ACC) ... V-1 5.1.2 Data Planned Downtime ... V-3 5.1.3 Data Total Setup and adjustment Mesin ACC... V-4 5.1.4 Data Total Availability ... V-4 5.1.5 Data Process Amount ... V-5 5.1.6 Data Rework (Defect Amount) ... V-6


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN 5.1.7 Data Scrap ... V-6 5.1.8 Data Hasil Pengamatan Perawatan Mesin ... V-6 5.1.9 Data Hasil Pengamatan Breakdown Mesin... V-8 5.1.10 Data Hasil Pengamatan Breakdown Transfer dan

electric ... V-9 5.1.11Data Hasil Pengamatan Waktu Setup and adjustment. V-10 5.2. Pengolahan Data ... V-11

5.2.1 Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) ... V-11 5.2.1.1 Perhitungan Availability... V-11 5.2.1.2 Perhitungan Performance Efficiency... V-13 5.2.1.3 Perhitungan Rate of Quality Product ... V-14 5.2.1.4 OEE ... V-16 5.3. Perhitungan OEE Six Big Losses ... V-17 5.3.1 Equipment Failure (Breakdown Loss) ... V-17 5.3.2 Setup and Adjusment Loss ... V-18 5.3.3 Idling and Minor Stoppages ... V-19 5.3.4 Reduce Speed Loss ... V-20 5.3.5 Process Defect Loss ... V-21 5.3.6 Reduce Yield Loss ... V-22 5.4. Identifikasi Masalah dengan Cause and Effect Diagram ... V-23 5.5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)... V-29

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN... VI-1 6.1 Analisis ... VI-1 6.1.1 Nilai Overall Equipment Effektiviness (OEE) ... VI-1


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN 6.1.2 Analisis Faktor Penyabab Six Big Losses Terbesar . VI-2 6.1.3 Analisis FMEA... VI-5 6.2 Pembahasan ... VI-5 6.2.1 Usulan Pemecahan Masalah ... VI-5 6.2.2 Usulan Penerapan/Implementasi Total

Productive Ma intena nce (TPM) ... VI-7

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Total Kerusakan Mesin di Pabrik Reduksi Periode

November 2013 – Oktober 2014 ... I-2 2.1. Distribusi Karyawan PT. Inalum pada Setiap Lokasi Perusahaan ... II-12 2.2. Pembagian Shift Kerja ... II-14 3.1. Tingkat Severity (keparahan) yang Disarankan untuk FMEA ... III-17 3.2. Tingkat Occurence (Keparahan) yang Disarankan untuk FMEA... III-18 3.3. Tingkat Detection (Deteksi) yang Disarankan untuk FMEA ... III-18 5.1. Total Waktu Breakdown Periode November 2013 –

Oktober 2014 ... V-2 5.2. Data Planned Downtime Periode November 2013 – Oktober 2014 ... V-3 5.3. Total Setup and adjustment Mesin ACC Periode November 2013

– Oktober 2014... V-4 5.4. Total Availability Periode November 2013 – Oktober 2014... V-4 5.5. Process Amount Periode November 2013 – Oktober 2014 ... V-5 5.6. Rework ( Defect Amount) Periode November 2013 – Oktober 2014 .. V-6 5.7. Data Perawatan Mesin Bulan November 2014 ... V-7 5.8. Data Breakdown Mesin Bulan November 2014 ... V-8 5.9. Data Pemberhentian Mesin Sejenak Akibat Gangguan Transfer dan

electric Bulan November 2014 ... V-9 5.10. Data Waktu Setup and adjustment Bulan November 2014 ... V-10 5.11. Availability Mesin Anode Changing Crane (ACC) Periode November

2013 - Oktober 2014 ... V-13 5.12. Performance Efficiency Mesin Anode Changing Crane (ACC)

Periode November 2013 - Oktober 2014... V-14 5.13. Rate Of Quality Product Mesin Anode Changing Crane (ACC)

Periode November 2013 - Oktober 2014... V-15 5.14. Overall Equipment Effectiveness (OEE) Mesin Anode Changing

Cra ne (ACC) Periode November 2013 - Oktober 2014 ... V-16


(14)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.15. Equipment Failure (Breakdown Loss) Mesin Anode Changing

Cra ne (ACC) Periode November 2013 - Oktober 2014 ... V-18 5.16. Set up and Adjusment Loss Mesin Anode Changing Crane (ACC)

Periode November 2013 - Oktober 2014... V-19 5.17. Idle and Minor Stoppages Mesin Anode Changing Crane (ACC)

Periode November 2013 - Oktober 2014... V-20 5.18. Reduce Speed Loss Mesin Anode Changing Crane (ACC) Periode

November 2013 - Oktober 2014 ... V-21 5.19. Process Defect Loss (rework) Mesin Anode Changing Crane (ACC)

Periode November 2013 - Oktober 2014... V-22 5.20. Reduce Yield Loss Mesin Anode Changing Crane (ACC) Periode

November 2013 - Oktober 2014 ... V-23 5.21. Presentase Kegagalan ... V-24 5.22. Tabel Why-why dari Faktor Equipment Failure (Breakdown Loss) ... V-25 5.23. Tabel Why-why dari Faktor Reduce SpeedLoss ... V-26 5.24. FMEA dari Jenis Kegagalan Equipment Failure (Breakdown Loss)

dan Reduce Speed Loss... V-30 6.1. Usulan Penyelesaian Masalah Equipment Failure (Breakdown Loss) . VI-6 6.2. Usulan Penyelesaian Masalah Reduce Speed Loss ... VI-6


(15)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. INALUM ... II-11 3.1. Tahap Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) ... III-5 3.2. Cause and Effect Diagram ... III-12 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Diagram Alir Prosedur Penelitian ... IV-6 5.1. Histogram Presentase Kegagalan Six Big Losses ... V-24 5.2. Cause and Effect Diagram Equipment Failure (Breakdown Loss) ... V-27 5.3. Cause and Effect Diagram Reduce Speed Loss ... V-28


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Frekuensi Pelaksanaan Perawatan Mesin ACC ... L-1 2. Frekuensi Filling Pipe Tumpat ... L-2 3. Frekuensi Hydroulic & Pnematic Abnormal Sound ... L-3 4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja ... L-4 5. Gambar Tungku dan mesin ACC ... L-5 6. Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-6 7. Formulir Penetapan Tugas Sarjana... L-7 8. Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana ... L-8 9. Surat Balasan Penerimaan Riset Tugas Sarjana ... L-9 10. Surat Keputusan Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-10 11. Berita Acara Laporan Tugas Sarjana dengan Dosen Pembimbing I ... L-11 12. Berita Acara Laporan Tugas Sarjana dengan Dosen Pembimbing II ... L-12


(17)

ABSTRAK

PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) adalah perusahaan pertama di Indonesia bergerak dalam bidang industri peleburan aluminium. PT. INALUM memproduksi aluminium batangan (ingot) dengan kualitas produk 99,70 % dan 99,90 %. Penelitian ini dilakukan di PT. INALUM karena sering terjadi kerusakan pada mesin Anode Changing Crane (ACC) di bagian pabrik reduksi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas mesin serta mengetahui faktor penyebab six big losses terbesar. Penelitian dilakukan dengan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Fa ilure Mode and Analysis (FMEA). Metode OEE dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari mesin ACC dan metode FMEA dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab six big losses terbesar. Hasil perhitungan dengan metode OEE menunjukkan bahwa OEE tertinggi pada bulan Februari 2014 sebesar 81,08%. Hasil FMEA menunjukkan bahwa penyebab utama dari equipment failure (breakdown loss) adalah tabrakan ACC dengan tungku dengan Rate Priority Number (RPN) sebesar 256. Secara keseluruhan OEE masih belum mencapai kondisi ideal. OEE yang masih rendah ini jika dibiarkan secara terus menerus tanpa adanya perbaikan dapat menyebabkan kerusakan mesin yang semakin parah dan perusahaan mengalami penurunan hasil produksi. Sehingga perlu diberikan suatu usulan perbaikan yaitu pengaturan jam dan istirahat kerja.

Kata kunci : OEE, FMEA, Six Big Losses


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) adalah perusahaan pertama di Indonesia bergerak dalam bidang industri peleburan aluminium. PT. INALUM didirikan pada tanggal 6 Januari 1976 di Jakarta, memproduksi aluminium batangan (ingot) dengan kualitas produk 99,70 % dan 99,90 %.

PT. INALUM memiliki 3 pabrik utama yaitu pabrik karbon, pabrik reduksi dan pabrik penuangan. Penelitian ini berfokus pada pabrik reduksi. Pabrik reduksi terdiri dari 3 bangunan dengan masing-masing dipasangi 170 pot (tungku). Setiap operator menangani 85 pot (tungku). Pot tersebut bertipe Preba ked Anode Furna ces (PAF), beroperasi pada suhu 9600C. Suhu antar pot sekitar 40-500C, suhu di tempat operator crane berkisar 31-320C.

Salah satu mesin utama yang digunakan pada pabrik reduksi yaitu Anode Cha nging Cra ne (ACC). Proses produksi dapat berjalan apabila mesin/peralatan dalam keadaan baik, sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian. Menurut Nakajima (1998), mesin/peralatan dapat dikatakan baik apabila memiliki nilai a va ila bility > 90%, performance rate > 95% dan quality rate > 99% sehingga akan menghasilkan keadaan efektifitas mesin/peralatan (OEE) yaitu ≥ 85%. Mesin ACC sering mengalami kerusakan sehingga dapat menyebabkan kondisi ideal mesin tidak tercapai. Data total kerusakan mesin di pabrik reduksi dimulai dari bulan November 2013 hingga Oktober 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1.


(19)

Tabel 1.1 Total Kerusakan Mesin di Pabrik Reduksi Periode November 2013 – Oktober 2014

Sumber : PT. Inalum

Berdasarkan Tabel 1.1 diatas mesin ACC mengalami total kerusakan paling besar yaitu 1408 jam dengan kehilangan jam kerja mesin ACC sebesar 16.07% dari waktu tersedia mesin untuk beroperasi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pemeliharaan mesin/peralatan salah satunya dengan melakukan penerapan Total Productive Maintenance (TPM) dengan menggunakan metode Overa ll Equipment Effectiveness (OEE) agar efektifitas mesin/peralatan semakin meningkat dan menetapkan prioritas utama dari six big losses untuk tindakan perbaikan dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Saiful (2014) pernah melakukan penelitian tentang pengukuran kinerja mesin dengan menggunakan overall equipment effectiveness (OEE) di PT. perkebunan. Dari penelitiannya didapatkan nilai OEE tidak ideal, yaitu hanya sebesar 76,89%. Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Habib (2012) yang mengukur nilai OEE mesin CNC cutting karena mesin tersebut memegang peranan penting dalam aktivitas produksi. Hasil penelitiannya menunjukkan OEE sebesar 61,8%. Kemudian FMEA digunakan untuk mencari aktifitas yang paling kritis dan selanjutnya dirumuskan alternatif solusinya. Faktor penyebab belum

No Nama Mesin/Peralatan

Total Kerusakan

(Jam)

Kehilangan Jam Kerja Mesin/Peralatan

(%) 1 Anode Cha nging Cra ne

(ACC) 1408 16.07

2 Pot 479 5.46

3 Meta l Ta pping Ca r 712 8.12


(20)

optimalnya mesin adalah mengulang proses potong, menunggu ketersediaan material dan mengoperasikan mesin dengan kecepatan potong rendah.

Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Fa ilure Mode and Effect Analysis (FMEA) dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efektivitas mesin dan faktor penyebab mesin belum optimal.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah besarnya jumlah kerusakan jam mesin ACC mengakibatkan output yang dihasilkan berkurang sehingga perlu ditelusuri penyebab permasalahan tersebut dan mencari solusi untuk mengatasinya.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat efektifitas mesin dengan menggunakan metode Overa ll Equipment Effectiveness (OEE)

2. Untuk mengetahui six big losses terbesar.

3. Untuk mengetahui rate priority number dari penyebab kegagalan terbesar dengan menggunakan Faillure Mode and Effect Analysis (FMEA)


(21)

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk memberikan pengalaman dalam menerapkan teori yang diperoleh di perguruan tinggi dan ikut menyelesaikan masalah dalam lingkungan industri.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan bagi perusahaan untuk mengetahui faktor utama penyebab terjadinya kerusakan dan menemukan sistem perawatan yang tepat.

3. Sebagai tambahan referensi untuk memperkaya laporan penelitian Teknik Industri dan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

1.4 Asumsi dan Batasan Masalah

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses produksi dan mesin-mesin yang digunakan tidak mengalami perubahan selama penelitian.

Batasan masalah yang digunakan adalah:

1. Pengukuran efektivitas dilakukan pada mesin ACC di pabrik reduksi.

2. Pengukuran efektivitas mesin dilakukan untuk periode November 2013 - Oktober 2014.

3. Besarnya kerugian maupun biaya yang timbul karna mesin tidak beroperasi tidak dihitung dalam penelitian ini.


(22)

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Sistematika penulisan laporan bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun dan mempelajari bagian-bagian dari seluruh rangkaian penelitian. Adapun sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini adalah:

BAB I Pendahuluan berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi penelitian, dan sistematika penulisan laporan tugas sarjana.

BAB II Gambaran Umum Perusahaan berisi tentang sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, lokasi perusahaan, organisasi dan manajemen, dan proses produksi.

BAB III Landasan Teori mengenai tinjauan pustaka yang berisi teori-teori pemeliharaan mesin, Total Productive Maintenance (TPM), OEE, Six big losses, diagram sebab akibat, dan FMEA.

BAB IV Metodologi Penelitian memaparkan metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian meliputi tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, metode pengolahan data, dan analisis pemecahan masalah.

BAB V Pengumpulan dan Pengolahan Data berisi data yang diperoleh dari penelitian serta pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah. Data tersebut berupa data historis dari perusahaan dan hasil pengamatan untuk pengukuran OEE. Pengolahan data OEE terdiri dari tahap perhitungan a va ila bility, performance efficiency, dan rate of quality product kemudian dilakukan perhitungan OEE six big losses untuk mendapatkan faktor terbesar.


(23)

Faktor tersebut diidentifikasi dengan diagram sebab akibat kemudian perhitungan FMEA.

BAB VI Analisis Pemecahan Masalah berisi analisis hasil pengolahan data dengan metode OEE dan FMEA, mengetahui penyebab utama six big losses dan pemberian usulan pada perusahaan dalam penerapan TPM agar kerugian perusahaan dapat dikurangi.

BAB VII Kesimpulan dan saran berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang diberikan kepada pihak perusahaan.


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Sungai Asahan merupakan satu-satunya sungai yang mengalir dari Danau Toba dan memiliki potensi yang besar sebagai penghasil listrik tenaga air. Gagasan untuk mengolah tenaga air Sungai Asahan sebagai pembangkit listrik telah dimulai sejak tahun 1908. Pada tahun 1919, pemerintah Hindia Belanda mengadakan studi kelayakan proyek, dan tahun 1939 perusahaan Belanda, MEWA memulai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Siguragura. Namun dengan pecahnya Perang Dunia II, proyek ini tidak dapat diteruskan. Tahun 1962, pemerintah Indonesia dan Rusia menandatangani perjanjian kerjasama untuk mengadakan studi kelayakan tentang pembangunan proyek Asahan, tetapi kondisi politik dan ekonomi yang kacau dan tidak menentu di tahun 1966 telah menyebabkan proyek ini gagal.

Tahun 1968, Nippon Koei, perusahaan konsultan Jepang menyerahkan laporan kelayakan interim proyek aluminium Asahan, disusul dengan laporan mengenai power development project. Dilanjutkan pada tahun 1970, dengan penandatanganan perjanjian antara departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) dengan Nippon Koei tentang perencanaan dan penelitian proyek Asahan. Kemudian pada tahun 1972, diserahkan laporan akhir yang menyatakan bahwa PLTA Asahan layak dibangun dengan sebuah pabrik peleburan aluminium sebagai pemakai utama dari listrik yang dihasilkan dari PLTA tersebut.


(25)

Pada tahun 1972 tersebut, pemerintah Indonesia menyelenggarakan pelelangan untuk membangun pabrik peleburan aluminium dan PLTA sebagai satu paket Penanaman Modal Asing (PMA). Tetapi hingga pelelangan ditutup pada tahun 1973, tidak ada satu pun yang menyerahkan penawarannya karena proyek ini membutuhkan investasi yang sangat besar. Tanggal 7 Juli 1975, di Tokyo, setelah melalui perundingan yang panjang, pemerintah Indonesia dan para penanam modal Jepang menandatangani perjanjian induk (master agreement) untuk membangun PLTA dan pabrik peleburan aluminium Asahan. Dan pada bulan November 1975, dua belas perusahaan penanam modal Jepang, yang terdiri atas tujuh perusahaan dagang dan lima perusahaan peleburan, membentuk sebuah konsorsium di Tokyo dengan nama Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd. (NAA Co.,Ltd.) yang 50 persen sahamnya dimiliki oleh lembaga keuangan pemerintah Jepang. Berdasarkan master agreement tersebut, pada tanggal 6 Januari 1976 didirikanlah PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) di Jakarta untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian kedua instalasi tersebut. Untuk menyelenggarakan pembinaan, perluasan dan pengawasan atas pelaksanaan pembangunan proyek ini, pemerintah Indonesia mengeluarkan KEPRES no. 5 / 1976 tentang pembentukan badan pembina proyek asahan dan otorita pengembangan proyek asahan.

Tanggal 20 Januari 1982, presiden Soeharto yang datang bersama pejabat tinggi pemerintahan, meresmikan operasi tahap pertama pabrik peleburan aluminium PT. INALUM di Kuala Tanjung dan menyebut proyek ini sebagai “impian yang menjadi kenyataan”.


(26)

Pada tanggal 14 Oktober 1982 dilakukan ekspor perdana Aluminium Ingot produksi PT. INALUM ke Jepang dan sejak saat itu Indonesia pun menjadi salah satu pengekspor Aluminium batangan (Ingot) di dunia dengan kualitas 99,70% dan 99,90%. PT. INALUM dapat dicatat sebagai pelopor dan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak dalam bidang Industri peleburan aluminium.

Sejak tanggal 01 Oktober 2013 status PT. INALUM mengalami perubahan dari PMA menjadi BUMN. Oleh karena itu pasar ekspor yang dahulu seluruhnya ditangani oleh Jepang sekarang 100% masalah pemasaran ditangani oleh PT. INALUM.

2.2. Visi dan Misi PT INALUM 2.2.1 Visi

Visi dari INALUM adalah perusahaan aluminium kelas dunia yang unggul dalam hal mutu produk dan kepuasan pelanggan serta peduli terhadap lingkungan.

2.2.2 Misi

Misi dari INALUM adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan manfaat bagi semua pihak berkepentingan (stakeholder) melalui produksi aluminium ingot yang berkualitas tinggi dan produk-produk terkait serta mampu bersaing di pasar global.


(27)

2. Mendukung operasi pabrik peleburan aluminium yang menguntungkan dan berkelanjutan melalui pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air yang efektif dan efisien.

3. Mendukung pengembangan kelompok industri aluminium nasional yang akhirnya mendukung pengembangan ekonomi nasional.

4. Berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi regional melalui pengolahan operasi yang optimum secara menguntungkan.

2.3. Lingkup PT. INALUM

Secara garis besar, lingkup PT. INALUM meliputi :

1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Asahan di Paritohan, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir.

2. Pabrik Peleburan Aluminium di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Asahan.

3. Seluruh sarana dan prasarana yang diperlukan untuk kedua proyek tersebut, seperti : pelabuhan, jalan, perumahan karyawan, sekolah, dan lain-lain.

Semuanya itu telah menghabiskan dana investasi berjumlah ¥ 411 milyar (Rp.4,486,085.55 milyar, dengan kurs Rp.10,915.05 pada tanggal 17 Januari 2015)


(28)

2.3.1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan

Sungai Asahan yang panjangnya 150 km memiliki potensi debit air pada musim kemarau 60 m3/detik dan pada musim hujan melebihi 180 m3/detik dengan luas permukaan airnya 1.100 km2 dan kapasitas kandungan airnya 2.800 juta ton, serta curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun. Secara fisik, Sungai Asahan memiliki tebing-tebing yang curam dan terjal di sepanjang alirannya. Dengan kondisi seperti ini, diperkirakan bahwa di sepanjang aliran Sungai Asahan dapat dibangun lima buah pembangkit listrik, yang secara keseluruhan dapat menghasilkan listrik dengan kapasitas mencapai 1.000 juta kilo watt.

Namun, karena pembangunannya membutuhkan investasi dana yang sangat besar, maka hingga saat ini hanya dua PLTA yang berhasil dibangun, yaitu PLTA Asahan di Siguragura dan Tangga, yang masing-masing digerakkan oleh potensi air Sungai Asahan.

Fasilitas penunjang yang dimiliki oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan, antara lain :

1. Bendungan Pengatur

Bendungan ini terletak di Siruar, ± 14,5 km dari Porsea. Bendungan ini berfungsi mengatur kestabilan air yang keluar dari danau Toba ke Sungai Asahan untuk mensuplai air ke stasiun pembangkit listrik Siguragura sebesar 107 m3/detik.

2. Bendungan Penadah Air Siguragura

Bendungan ini berfungsi sebagai sumber air yang stabil untuk stasiun pembangkit listrik Siguragura, terletak di Simorea, 1 km di sebelah hulu air


(29)

terjun Sigura-gura atau 9 km di sebelah hilir bendungan pengatur. Bendungan ini tingginya 47 m.

3. Stasiun Pembangkit Listrik Siguragura

Stasiun pembangkit listrik ini berada 220 m di dalam perut bumi, memiliki 4 unit generator, yang masing-masing berkapasitas 71,5 MW sehingga seluruh kapasitas terpasang 286 MW. Stasiun ini merupakan PLTA bawah tanah pertama di Indonesia. Air dari bendungan penadah Sigura-gura yang tiba melalui terowongan saluran air dijatuhkan setinggi 218 m untuk memutar turbin di ruang tenaga yang terletak 220 m di bawah permukaan tanah. Setelah melewati turbin, air dibuang ke terowongan pelepas air yang selanjutnya tergabung dalam saluran terowongan akhir untuk kembali masuk ke Sungai Asahan.

4. Bendungan Penadah Air Tangga

Bendungan ini berfungsi membendung air yang telah dipakai PLTA Siguragura untuk dimanfaatkan kembali pada PLTA Tangga. Bendungan ini merupakan bendungan berbentuk busur pertama di Indonesia, yang berukuran panjang 122 m, tinggi 73 m, dan tebal 4 m di punggung dan 8 m di dasar.

5. Stasiun Pembangkit Listrik Tangga

Pada stasiun ini, air disalurkan melalui sebuah terowongan bawah tanah yang panjangnya 2.150 m dan terpasang 4 unit generator yang masing-masing berkapasitas 79,2 MW. Berbeda dengan stasiun pembangkit listrik Siguragura, stasiun pembangkit listrik Tangga ini terletak di atas permukaan tanah.

6. Jaringan Transmisi


(30)

Tenaga listrik yang dihasilkan stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga disalurkan melalui jaringan transmisi sepanjang 120 km dengan jumlah menara 271 buah dan pada tegangan tinggi 275 kV ke Kuala Tanjung.

2.3.2. Peleburan Aluminium

Pabrik Peleburan Aluminium merupakan bagian utama dari PT. INALUM, dibangun di atas areal seluas 200 HA di Kuala Tanjung, kecamatan Sei Suka, Kabupaten Asahan, propinsi Sumatera Utara. Sarana-sarana penunjang bagi Pabrik Peleburan Aluminium ini, antara lain :

1. Bagian Reduksi

Unit reduksi terdiri dari 3 gedung yang masing-masing dipasangi 170 tungku anoda bertipe Prebaked Anode Furnace dengan desain 175 KA, namun sudah ditingkatkan hingga 199 KA yang beroperasi pada suhu 9600C. Pada tungku reduksi ini, bahan baku alumina (Al2O3) dilebur dengan proses elektrolisa menjadi cairan aluminium.

2. Bagian Karbon

Bagian karbon memproduksi blok anoda yang akan digunakan pada tungku-tungku reduksi. Bagian ini terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian karbon mentah, bagian pemanggang anoda, dan bagian penangkaian. Di bagian karbon mentah, bahan baku kokas dan pitch keras diaduk dan dibentuk menjadi blok anoda mentah dan kemudian dibawa ke bagian pemanggang anoda. Blok anoda panggang kemudian dipindahkan ke bagian penangkaian untuk diberi tangkai yang berfungsi sebagai lintasan arus pada tungku reduksi. Puntung blok anoda


(31)

dari tungku reduksi kemudian diolah dan digunakan kembali untuk memproduksi blok karbon mentah.

3. Bagian Penuangan

Aluminium cair dari tungku reduksi diangkut ke bagian penuangan dan setelah dimurnikan lebih lanjut dalam dapur-dapur penampung, dibentuk menjadi aluminium batangan (ingot) yang beratnya masing-masing 22,7 kg dan merupakan produk akhir PT. INALUM, dan dipasarkan ke dalam dan ke luar negeri. Di bagian penuangan ini terdapat 10 buah dapur penampung yang masing-masing berkapasitas 30 ton, dan 7 unit mesin pencetak Ingot.

4. Bagian Pembersih Gas

Untuk menghindari polusi, gas yang dilepas dari tungku reduksi termasuk fluorida dan debu di hisap ke dalam sistem pembersih gas kering dengan ventilator penghisap melalui pipa gas. Gas fluorida bersenyawa secara kimia dengan alumina segar dari silo alumina. Senyawa berukuran debu ditangkap dengan kantong saringan untuk dipergunakan kembali di tungku-tungku reduksi, sedangkan gas yang bersih di lepas ke udara bebas melalui cerobong yang tinggi.

5. Instalasi Pembersih Limbah Pemukiman

Untuk menghindari pencemaran air di daerah perkotaan Tanjung Gading, air limbah yang berasal dari perumahan karyawan disalurkan ke dalam instalasi ini. Air diproses dan dibersihkan dari kotoran-kotoran lalu dialirkan kembali ke hilir sungai.

6. Fasilitas Lainnya


(32)

Di daerah peleburan, dibangun juga bengkel-bengkel untuk perbaikan dan perawatan peralatan permesinan, kelistrikan, kenderaan angkutan dan fasilitas penyimpanan bahan baku, antara lain :

a. Silo alumina (3 unit @ 20.000 ton) b. Silo kokas (20 unit @ 1.400 ton) c. Silo pitch keras (5.400 ton)

d. Tangki minyak IDO (2 unit @ 2.400 kl)

e. Fasilitas kantor utama luasnya 3.300 m2, cafetaria, tempat ibadah, kamar tukar pakaian, tempat parkir, dan lain-lain.

2.4. Struktur Organisasi

2.4.1. Struktur Organisasi PT. INALUM

Perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas, bernama PT. Indonesia Asahan Aluminium atau disingkat PT. INALUM, berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta serta didirikan pada tanggal 6 Januari 1976. Perseroan ini memperoleh status Badan Hukum sejak tanggal 10 Januari 1976 dan didirikan untuk jangka waktu 75 tahun sejak tanggal tersebut.

Untuk mengorganisasikan bagian-bagian yang berbeda dalam perusahaan, diperlukan suatu struktur organisasi yang dapat mempersatukan sumber daya dengan cara yang teratur. Dengan adanya struktur organisasi, diharapkan dapat mengarahkan orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut sehingga dapat melaksanakan aktivitas untuk mendukung tecapainya sasaran perusahaan.


(33)

Struktur organisasi yang digunakan PT. INALUM adalah struktur yang berbentuk fungsional dan staff. Hal ini terlihat dari struktur organisasinya, yaitu adanya pembidangan tugas, dimana pembagian unit-unit organisasi didasarkan pada spesialisasi tugas. Disamping itu, wewenang dari pimpinan dilimpahkan pada unit-unit organisasi di bawahnya dalam bidang-bidang tertentu secara langsung. Kemudian dengan adanya auditor internal dan wakil manajemen untuk ISO, yang bertugas memberi nasehat, masukan, dan referensi, maka struktur organisasi yang dipakai PT. INALUM ini juga memakai bentuk struktur organisasi staff. seperti dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.


(34)

Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. INALUM


(35)

2.5. Tenaga Kerja, Jam Kerja, dan Sistem Pengupahan 2.5.1. Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja di PT. INALUM seluruhnya 2.305 orang yang tersebar, baik di pabrik peleburan (Kuala Tanjung, Medan), pembangkit listrik (Paritohan, Toba Samosir), kantor perwakilan (Medan), serta kantor pusat di Jakarta. Distribusi karyawan pada setiap lokasi perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Distribusi Karyawan PT. Inalum pada Setiap Lokasi Perusahaan Lokasi Perusahaan Jumlah Karyawan

Jakarta 38 orang

Medan 13 orang

Pabrik peleburan 1.998 orang Pembangkit listrik 256 orang

Jumlah 2.305 orang

Sumber: PT. Inalum

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah karyawan yang paling besar adalah pada pabrik peleburan aluminium, yaitu sebanyak 1.998 orang karyawan. Hal ini dapat dimaklumi, karena pabrik peleburan aluminium ini merupakan bagian utama dari PT. INALUM sendiri, dan pabrik peleburan aluminium ini terdiri atas beberapa pabrik yang menunjang kegiatannya untuk memproduksi aluminium ingot, seperti pabrik karbon yang terdiri atas pabrik karbon mentah, pabrik pemanggangan blok anoda karbon, dan pabrik penangkaian anoda, kemudian ada


(36)

pabrik reduksi, dan tentu saja pabrik penuangan. Setiap pabrik-pabrik tersebut memiliki tenaga kerja yang cukup besar, sehingga wajar jika total tenaga kerja yang ada di pabrik peleburan aluminium ini sangat besar.

2.5.2. Jam Kerja

Jam kerja yang berlaku di PT. INALUM khususnya di pabrik peleburan aluminium Kuala Tanjung terbagi atas dua yaitu :

1. Day time

Waktu ini berlaku untuk karyawan yang bekerja di kantor (administrasi), yaitu mulai pukul 08.00 – 16.00 wib pada hari Senin s/d hari Jumat, dan istirahat mulai dari pukul 12.00 – 13.00 wib. Pada hari Sabtu bekerja hanya dari pukul 08.00 – 12.00 wib tanpa istirahat. Khusus untuk hari Sabtu ini, setiap dua minggu sekali karyawan mendapat giliran libur secara bergantian. Libur ini disebut dengan istilah “Sabtu off”.

2. Shift time

PT. INALUM adalah perusahaan yang berproduksi selama 24 jam nonstop, maka untuk karyawan yang bekerja di lantai produksi (pabrik), waktu kerja dibagi atas 3 (tiga) shift kerja. Dan karyawan yang bekerja untuk mengisi ketiga shift tersebut dibagi atas 4 kelompok (team), yang jadwalnya diatur oleh perusahaan. Pembagian shift kerja dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(37)

Tabel 2.2. Pembagian Shift Kerja Shift Jam Kerja

I 0000 - 0800 II 0800 - 1600 III 1600 - 2400 Sumber: PT.INALUM

2.5.3. Sistem Pengupahan

Dalam sistem pengupahan yang digunakannya, PT. INALUM memegang teguh prinsip-prinsip kesamaan hak, seperti berikut :

1. Setiap karyawan dengan posisi dan kontribusi yang sama harus mendapatkan perlakuan yang sama pula baik berupa imbalan maupun hukuman.

2. Perusahaan akan memberikan penghargaan bagi karyawan yang berprestasi dan menjatuhkan sanksi yang setimpal bagi karyawan yang tidak disiplin.

Kompensasi yang diterima karyawan PT. INALUM secara umum terbagi atas 3 macam, antara lain :

A. Gaji, terdiri atas : 1) Gaji Pokok

Besarnya nilai gaji pokok yang diterima setiap personil karyawan PT. INALUM ditetapkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut : a. Berdasarkan pangkat dan jabatan (posisi pada perusahaan).

b. Berdasarkan lamanya bekerja pada perusahaan.


(38)

c. Berdasarkan lamanya menduduki suatu jabatan.

2) Tunjangan-tunjangan seperti tunjangan pangkat, tunjangan jabatan, tunjangan evaluasi, tunjangan keluarga, tunjangan perumahan, tunjangan pengangkatan, tunjangan lokasi kerja dan tunjangan bantuan khusus untuk perumahan.

B. Fringe benefit terbagi atas :

1) Fasilitas-fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawannya yaitu fasilitas perumahan, fasilitas transportasi, fasilitas pengobatan/perawatan, fasilitas rekreasi, sarana olah raga, sarana ibadah, fasilitas pinjaman jangka panjang dan jangka pendek.

2) Bantuan kesejahteraan diberikan perusahaan berupa dana jamsostek dan bantuan suka duka

3) Awarding

Ini merupakan suatu bentuk kompensasi yang didasarkan atas prestasi kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Seperti mendapatkan kenaikan pangkat.

4) Bonus

Apabila perusahaan mendapat keuntungan yang besar dari penjualan hasil produksinya, maka sebagai rasa terima kasih kepada karyawannya, perusahaan memberikan bonus.


(39)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pemeliharaan dan Perencanaan Pemeliharaan

3.1.1. Defenisi Pemeliharaan dan Perencanaan Pemeliharaan

Secara alamiah tidak ada barang yang dibuat manusia yang tidak bisa rusak, tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan berkala dengan suatu aktivitas yang dikenal dengan pemeliharaan.

Pemeliharaan menurut Corder (1992) adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai, suatu kondisi yang bisa diterima. Perencanaan pemeliharaan didefenisikan sebagai penentuan sebelumnya mengenai pekerjaan, cara, bahan, alat, mesin, karyawan, saat dan waktu yang diperlukan untuk kegiatan pemeliharaan.

3.1.2. Jenis – Jenis Pemeliharaan

Jenis – jenis pemeliharaan menurut Corder (1992) yaitu: 1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance)

Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Pemeliharaan terencana (planned maintenance) terdiri dari:


(40)

a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance)

Pemeliharaan pencegahan yaitu pemeliharaan yang dilakukan pada selang waktu yang ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang diuraikan, dan dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan bagian-bagian lain tidak memenuhi kondisi yang bisa diterima.

b. Pemeliharaan korektif (corrective maintenance)

Pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah berhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima.

2. Pemeliharaan tak terencana

Pemeliharaan tak terencana yaitu pemeliharaan darurat yang didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan untuk mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar pada peralatan, atau untuk alasan keselamatan kerja. Pemeliharaan tak terencanana terdiri dari pemeliharaan darurat. Pemeliharaan darurat yaitu pemeliharaan yang perlu segera dilakukan untuk mencegah akibat yang serius.

3.1.3. Tujuan Pemeliharaan

Tujuan pemeliharaan yang utama menurut Corder (1992) dapat didefenisikan dengan jelas sebagai berikut:


(41)

1. Memperpanjang usia kegunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan dan isinya). Hal ini terutama penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantian. Di negara-negara maju kadang lebih menguntungkan untuk mengganti daripada memelihara.

2. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi (return of investment) maksimum yang mungkin.

3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadaman kebakaran dan penyelamat.

4. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

3.2. Total Productive Maintenance (TPM) 3.2.1. Pendahuluan

Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan sudah berkembang dimulai dari Preventif maintanance (PM) diperkenalkan di tahun 1950, dilanjutkan dengan produktif ma inta na nce dikembangkan selama tahun 1960. Dan kemudian TPM dikembangkan pada tahun 1970. TPM kini diterima dengan baik oleh sektor industri Jepang dan menarik perhatian negara-negara industri barat, Cina dan berbagai negara Asia Selatan dan Timur.

TPM merupakan pengembangan ide dari productive maintenance atau profita ble PM. TPM berkembang dari kegiatan sistem maintenance tradisional


(42)

yang melibatkan semua departemen dan semua orang untuk ikut berpartisipasi dan mengemban tanggung jawab dalam menajemen mesin/peralatan. Aspek yang membedakan TPM dengan PM adalah pemeliharaan mandiri (autonomous ma intena nce). Kegiatan autonomous maintenance ini dilaksanakan oleh operator pada bagian produksi untuk membantu mereka dapat menangani dan merawat mesin/peralatan mereka sendiri.

Pada sistem maintenance Amerika, departemen maintenance adalah bagian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan PM. Hal ini mencerminkan ciri dari konsep pembagian divisi tenaga kerja yang diatur oleh serikat buruh Amerika. Sedangkan Japanese style PM, atau yang lebih dikenal dengan TPM malah sebaliknya tidak bergantung pada departemen maintenance saja tetapi mengandalkan partisipasi dari semua level yang lebih umum disebut pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance by operators)

3.2.2. Defenisi TPM (Total Productive Maintenance)

TPM sering didefinisikan sebagai pemeliharaan produktif melibatkan partisipasi keseluruhan. Sering manajemen salah menaggapi ini dan menganggap bahwa kegiatan PM harus dilakukan secara mandiri di lantai produksi hanya bagi pekerja saja. Untuk menjadi efektif, bagaimana pun, TPM harus dilaksanakan oleh seluruh perusahaan.

Defenisi lengkap TPM Naka jima (1998) meliputi lima elemen berikut: 1. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas peralatan (keefektifan).


(43)

2. TPM ditetapkan sebagai sistem preventive maintenance untuk memperpanjang umur seluruh peralatan.

3. TPM dilaksanakan oleh berbagai departemen (teknik, produksi, pemeliharaan) 4. TPM melibatkan setiap karyawan, dari manajemen puncak kepada

pekerja/operator di lantai produksi.

5. TPM didasarkan pada pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan preventive ma intena nce melalui manajemen motivasi: autonomous small group a ctivities.

3.3. Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Overa ll Equipment Effectiveness (OEE) adalah perhitungan yang digunakan untuk menentukan tingkat efektivitas peralatan. Dengan metode ini TPM berusaha untuk memaksimalkan output dengan mempertahankan kondisi operasi yang ideal dan peralatan/mesin berjalan dengan efektif. Sebuah peralatan yang mengalami breakdown, penurunan kecepatan, atau kurang presisi dan menghasilkan produk cacat maka peralatan/mesin tidak beroperasi secara efektif. Untuk mencapai Overall Equipment effectiveness, TPM bekerja untuk menghilangkan six big losses (enam kerugian besar) yang merupakan hambatan berat.

Secara garis prosedur perhitungan Overall Equipment Effectiveness ditunjukkan pada Gambar 3.1.


(44)

Equipment Six Big Losses

Loa ding Time

Operating Time Downtime Losses Net Operating Time Speed Losses Equipment and process failure Set-up and adjusment

Idling and minor stoppages Reduce speed Valuable operating time Defect loss

Defect in process Reduce yield

Calculation of Overall Equipment Effectiveness

Availability = loading time-downtime x 100% Loading time

Performance Efficiency = Theoritical cycle time x process amount x 100% Operating time

Rate of Quality Product = Process amount – defect amount x 100% Process amount

OEE = Availability x Performance Efficiency x Rate of Quality Product

Gambar 3.1. Tahap Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sumber: Nakajima,S.1998

3.3.1. Availability

Availability adalah pengukuran downtime losses meliputi setiap kejadian yang dapat memberhentikan produksi yang direncanakan untuk waktu yang cukup panjang (Vorne, 2002). Menurut Nakajima (1998) availability merupakan rasio operation time

terhadap waktu loading time-nya sehingga untuk menghitung availability mesin dibutuhkan nilai dari:

a. Operation time

b. Loading time

c. Downtime

Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Availability =

Availability = ……… (Pers 1)


(45)

Loa ding time adalah waktu yang tersedia (availability) per hari atau per bulan dikurang dengan waktu downtime mesin direncanakan (planned downtime).

Loa ding time = Tota l a va ila bility pla nned downtime Pla nned downtime adalah jumlah waktu downtime mesin untuk pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen lainnya.

Opera tion time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (non-operation time), dengan kata lain operation time adalah waktu operasi tersedia (availability time) setelah waktu downtime mesin keluarkan dari total availability time yang direncanakan. Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment failure) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan.

3.3.2. Performance Efficiency

Performa nce efficiency adalah pengukuran speed loss yang meliputi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan proses operasi kurang dari kecepatan maksimum yang mungkin ketika dijalankan (Vorne, 2002). Menurut Na kajima (1998) performance efficiency merupakan hasil perkalian dari operation speed ra te dan net operation rate, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi (operation time).


(46)

Opera tion speed ra te merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin berdasarkan kapasitas mesin sebenarnya (theoretical/ideal cycle time) dengan kecepatan aktual mesin (actual cycle time).

Opera tion speed ra te=

Net Opera tion ra te =

Net opera tion ra te merupakan perbandingan antara jumlah produk yang diproses (process amount) dikali actual cyle time dengan operation time. Net opera tion time berguna untuk menghitung rugi yang diakibatkan oleh minor stoppa ge dan menurunnya kecepatan produksi (reduced speed).

Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency:

1. Ideal cycle (waktu siklus ideal)

2. Processed amount (Jumlah produk yang diproses) 3. Operation time (waktu operasi mesin)

Performance efficiency dapat dihitung dengan:

Performa nce efficiency = net operating x operating speed rate Performa nce efficiency =

Performa nce efficiency ……….

(pers 2)

3.3.3. Rate of Quality Product

Ra te of Qua lity Product adalah pengukuran quality loss yang memperhitungkan produk yang tidak memenuhi standar kualitas, termasuk setiap


(47)

item yang memerlukan pengerjaan ulang (Vorne, 2002). Menurut Na kajima (1998) rate of quality product merupakan rasio jumlah produk yang baik terhadap total produk yang diproses. Rate of quality product memperhatikan dua faktor berikut:

a. Processed a mount (jumlah yang diproduksi) b. Defect a mount (jumlah produk yang cacat)

Ra te of Qua lity Product da pa t dihitung dengan:

Rate of Quality Product 100%.… pers 3

overa ll equipment effectiveness dapat dihitung dengan:

(pers 4)

Kondisi ideal nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah a. Ava ila bility ≥ 90%

b. Performa nce Efficiency ≥ 95% c. Ra te of qua lity Product ≥ 99%

Sehingga, nilai overall equipment effectiveness yaitu: 0.90 x 0.95 x 0.99 x 100% = 85%

3.4. Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)

TPM ditujukan untuk memaksimalkan efektivitas dari fasilitas dan dengan demikian membantu melaksanakan proses produksi. Semua fasilitas dapat mengalami kerugian, hal-hal yang mencegah fasilitas dari beroperasi secara


(48)

efektif disebabkan oleh kesalahan dan masalah operasi. Menurut David (1995) dalam rangka meningkatkan efektivitas fasilitas harus diukur dan dikurangi besarnya kerugian yang dikenal dengan enam kerugian besar (six big losses).

3.4.1. Equipment failure (Breakdown Loss)

Equipment fa ilure (breakdown loss) yaitu kerusakan mesin/peralatan yang tiba-tiba yang akan menyebabkan kerugian, karena kerusakan mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi menghasilkan output. Untuk menghitung Equipment fa ilure (breakdown loss) digunakan rumus:

Equipment fa ilure (breakdown loss) x 100% …..

(pers 5)

3.4.2. Set up and Adjusment Loss

Set up a nd adjusment Loss yaitu kerugian karena pemasangan dan penyetelan yaitu semua waktu setup termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan pengganti satu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk proses produksi selanjutnya. Untuk menghitung setup and adjustment loss digunakan rumus:

Set up a nd Adjusment loss x 100% …. (pers

6)

3.4.3. Idle and Minor Stoppages


(49)

Idle a nd minor stoppa ges disebabkan oleh kejadian-kejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin dan idle time dari mesin. Untuk menghitung idle and minor stoppages digunakan rumus:

Idle a nd Minor Stoppages x 100% ……….. (pers 7)

3.4.4. Reduced Speed Loss

Reduced speed loss yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja optimal (penurunan kecepatan operasi) . Untuk menghitung reduce speed loss digunakan rumus:

Reduced speed x 100% ... (pers

8)

3.4.5. Process Defects Loss

Process defects Loss yaitu kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang. Untuk menghitung process defect Loss digunakan rumus:

Process defects loss x 100% …………(pers 9)

3.4.6. Reduced Yield Loss

Reduced yield loss kerugian yang disebabkan karena adanya sampah bahan baku ataupun produk tidak memenuhi spesifikasi sesuai dengan standar perusahaan. Untuk menghitung reduced yield loss digunakan rumus:


(50)

Reduce yield loss x 100% ………. (pers 10)

3.5. Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat merupakan suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara suatu efek (masalah) dengan penyebab potensialnya. Diagram sebab akibat digunakan untuk mengembangkan variasi yang luas atas suatu topik dan hubungannya, termasuk untuk pengujian suatu proses maupun perencanaan suatu kegiatan. Proses dalam membangun diagram membantu menstimulasi pemikiran mengenai isu, membantu berpikir secara rasional dan mengundang diskusi. Proses tersebut memerlukan brainstorming (pengungkapan pendapat) dari karyawan terkait untuk memperoleh dan menggali penyebab potensial sebanyak mungkin. Format diagram sebab akibat secara umum ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Ranting Cabang

Sebab Akibat

Gambar 3.2. Cause and Effect Diagram Sumber:Herjanto.2001


(51)

Menurut Her janto (2001) berikut tahapan yang dilakukan dalam menyusun diagram sebab akibat:

1. Tentukan masalah/akibat yang akan dicari penyebabnya. Tuliskan dalam kotak yang menggambarkan kepala ikan yaitu yang berada diujung tulang utama (garis horizontal)

2. Tentukan grup/kelompok faktor-faktor penyebab utama yang mungkin menjadi penyebab masalah itu dan tuliskan masing-masing pada kotak yang berada pada cabang. Pada umumnya, pengelompokan didasarkan atas unsur material, peralatan (mesin), metode kerja (manusia) dan pengukuran (proses). Namun pengelompokan dapat juga dilakukan atas dasar analisis proses.

3. Pada setiap cabang, tulis faktor-faktor penyebab yang lebih rinci yang dapat menjadi faktor penyebab masalah yang dianalisis. Faktor-faktor penyebab ini berupa ranting yang bila diperlukan bisa dijabarkan lebih lanjut kedalam anak ranting.

4. Lakukan analisis dengan membandingkan data/keadaan dengan persyaratan untuk setiap faktor dalam hubungannya dengan akibat, sehingga dapat diketahui penyebab utama yang mengakibatkan terjadinya masalah yang diamati.

3.6. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Metodologi FMEA merupakan salah satu teknik analisis risiko yang direkomendasikan oleh standar internasional. FMEA adalah suatu proses yang


(52)

sistematis untuk mengidentifikasi potensi kegagalan untuk memenuhi fungsi yang dimaksudkan, mengidentifikasi kemungkinan penyebab kegagalan sehingga dengan begitu penyebab dapat dihilangkan, dan untuk mencari penyebab kegagalan sehingga penyebabnya dapat dikurangi. Proses FMEA menurut Dya dem (2003) memiliki tiga fokus utama:

1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensial dan efeknya.

2. Mengidentifikasi dan memprioritaskan kegiatan yang dapat mengeleminasi kegagalan potensial, mengurangi kesempatan terjadinya atau mengurangi resikonya.

3. Dokumentasi dari identifikasi yang dilakukan, evaluasi dan aktifitas perbaikan agar dapat meningkatkan kualitas produk.

FMEA terutama disesuaikan untuk kegagalan material dan peralatan, tetapi dalam arti luas, kesalahan manusia, kinerja dan kesalahan softwar e juga dapat dimasukkan. Dengan menerapkan metodologi FMEA selama berbagai tahapan dari siklus hidup produk, metodologi menyediakan strategi yang sistematis dan disiplin untuk memeriksa semua cara dimana suatu produk bisa gagal. Hasil FMEA mempengaruhi produk desain, pengembangan proses, sumber dan pemasok kualitas.

Berikut adalah beberapa manfaat penerapan FMEA

1. Memastikan bahwa kegagalan potensial dan efeknya pada sistem telah diidentifikasi dan dievaluasi, sehingga membantu untuk mengidentifikasi kesalahan dan menentukan tindakan korektif.

2. Menyediakan sarana untuk meninjau produk dan proses desain.


(53)

3. Menolong untuk mengidentifikasi karakteristik kritis terhadap produk dan proses.

4. Meningkatkan produktivitas, kualitas, keamanan, dan biaya efisiensi 5. Membantu untuk menentukan kebutuhan untuk memilih bahan 52las

an52ive, suku cadang, peralatan, komponen dan tugas.

6. Membantu dalam mendokumentasikan alasan untuk perubahan 7. Menyediakan sarana komunikasi antara departemen yang berbeda. 8. Membantu meningkatkan kepuasan pelanggan.

9. Meningkatkan citra perusahaan dan daya saing.

3.6.1. Terminologi FMEA

Terminologi yang digunakan dalam ( Dyadem, 2003) adalah: 1. Potensi modus kegagalan

Modus kegagalan potensial adalah cara di mana kegagalan dapat terjadi yaitu cara di mana item terakhir dapat gagal untuk melakukan fungsi desain dimaksudkan, atau melakukan fungsi tetapi gagal untuk memenuhi tujuan. Modus kegagalan potensial juga dapat menjadi penyebab dari modus kegagalan potensial lain dalam tingkat yang lebih tinggi subsistem atau sistem, atau menjadi efek dari satu komponen-tingkat yang lebih rendah.

Mode kegagalan potensial khas meliputi: a. Gagal untuk membuka / menutup

b. Rapuh c. Retak


(54)

d. Melengkung e. Underfilled

f. Ukuran tidak sesuai 2. Potensi penyebab kegagalan

Potensi penyebab kegagalan mengidentifikasi akar penyebab modus kegagalan potensial, bukan gejala, dan memberikan indikasi kelemahan desain yang mengarah ke modus kegagalan. Identifikasi dari akar penyebab penting bagi pelaksanaan tindakan pencegahan atau perbaikan.

Penyebab kegagalan sering dimasukkan ke tipe permasalahan berikut: a. Tekanan yang berlebihan

b. Material yang salah

c. Ketebalan dinding yang salah d. Toleransi yang tidak tepat 3. Efek Kegagalan Potensial

Efek kegagalan potensial mengacu pada hasil potensial dari potensi kegagalan pada sistem, desain, proses atau layanan. Efek kegagalan potensial perlu dianalisis berdasarkan dampak lokal dan global. Efek lokal merupakan hasil dengan hanya dampak terisolasi yang tidak mempengaruhi fungsi / komponen lain dan memiliki efek pada sistem.

4. Severity (Keparahan)

Keparahan adalah keseriusan efek dari kegagalan. Keparahan adalah penilaian dari efek kegagalan pada pengguna akhir, daerah setempat dan di antara daerah berikutnya yang lebih tinggi. Penilaian keparahan hanya berlaku untuk efek.


(55)

keparahan dapat dikurangi hanya melalui perubahan dalam desain. Jika perubahan desain dapat dicapai, kegagalan mungkin dapat dihilangkan.

5. Occurrence (Kejadian)

Kejadian adalah frekuensi kegagalan adalah seberapa sering kegagalan dapat diharapkan terjadi.

6. Detection (Deteksi)

Deteksi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi kegagalan sebelum mencapai pengguna akhir / pelanggan.

7. Risk Priority Number (RPN)

Sebuah RPN adalah pengukuran risiko relatif, dihitung dengan mengalikan bersama keparahan, kejadian, dan penilaian deteksi. RPN ditentukan sebelum menerapkan tindakan perbaikan yang direkomendasikan, dan digunakan untuk memprioritaskan perlakuan.

RPN = Severity x Occurrence x Detection

3.6.2. Saran Pedoman Risiko untuk Proses FMEA

Saran pedoman risiko untuk severity (keparahan), occurrence (kejadian), dan detection (deteksi) untuk proses FMEA diberikan pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Tabel 3.3.


(56)

Tabel 3.1 Tingkat Severity (keparahan) yang Disarankan untuk FMEA

Efek Peringkat Kriteria

Tidak ada 1 Efek tidak dilihat

Sangat minor 2 Sedikit ketidaknyamanan untuk proses, operasi, atau operator.

Minor 3

Sebagian dari produksi yang berjalan mungkin harus dikerjakan ulang di stasiun sebelum diproses.

Sangat rendah 4

100% dari produksi yang berjalan mungkin harus dikerjakan ulang di stasiun sebelum diproses.

Rendah 5

Sebagian dari produksi yang berjalan mungkin harus di kerjakan ulang offline dan diterima.

Sedang 6

100% dari produksi yang berjalan mungkin harus dikerjakan ulang offline dan diterima

Tinggi 7

Sebagian dari proses produksi mungkin harus dibatalkan.

Penyimpangan dari proses primer termasuk kecepatan penurunan line atau tenaga kerja tambahan..

Sangat Tinggi 8

100% dari produk mungkin harus dibatalkan. Line di berhentikan atau dimatikan. Kegagalan untuk memenuhi keamanan dan/atau persyaratan peraturan 9

Dapat membahayakan operator (mesin atau assembly) dengan peringatan. Kegagalan untuk memenuhi keamanan dan/atau persyaratan peraturan 10

Dapat membahayakan operator (mesin atau assembly) tanpa peringatan.

Sumber:Mcdermott, 2003


(57)

Tabel 3.2 Tingkat Occurence (Kejadian) yang Disarankan untuk FMEA

Efek Peringkat Kriteria

Sangat tidak

mungkin 1

Kegagalan sangat tidak mungkin

Jauh kemungkinan 2 Kemungkinan jumlah kegagalan jarang

Kemungkinan yang

sangat rendah 3

Sangat sedikit kemungkinan kegagalan

Kemungkinan

rendah 4 Beberapa kemungkinan kegagalan

Sedang

kemungkinan rendah 5

Kegagalan sesekali mungkin Kemungkinan

menengah 6

Kegagalan kemungkinan jumlah menengah

Kemungkinan yang

cukup tinggi 7

Jumlah yang cukup tinggi dari kemungkinan kegagalan Kemungkinan tinggi 8

Tingginya angka kemungkinan kegagalan

Kemungkinan yang

sangat tinggi 9

Angka yang sangat tinggi dari kemungkinan kegagalan Sangat mungkin 10 Kegagalan hampir pasti

Sumber:Dyadem, 2003

Tabel 3.3 Tingkat Detection (Deteksi)yang Disarankan untuk FMEA

Efek Peringkat Kriteria

Sangat mungkin 1

Hampir pasti akan mendeteksi adanya cacat

Kemungkinan yang

sangat tinggi 2

Memiliki kemungkinan yang sangat tinggi untuk mendeteksi keberadaan kegagalan

Kemungkinan tinggi

3 Memiliki efektivitas yang tinggi untuk deteksi

Kemungkinan yang

cukup tinggi 4

Memiliki efektivitas cukup tinggi untuk deteksi

Kemungkinan

menengah 5

Memiliki efektivitas sedang untuk deteksi

Sedang

kemungkinan rendah 6

Memiliki efektivitas cukup rendah untuk deteksi

Kemungkinan

rendah 7

Memiliki efektivitas yang rendah untuk deteksi.


(58)

Tabel 3.3 Tingkat Detection (Deteksi)yang Disarankan untuk FMEA

Efek Peringkat Kriteria

Kemungkinan yang

sangat rendah 8

Memiliki efektivitas terendah dalam setiap kategori yang berlaku

Jauh kemungkinan 9

Memiliki probabilitas yang sangat rendah untuk mendeteksi adanya cacat

Sangat tidak

mungkin 10

Hampir pasti tidak akan mendeteksi adanya cacat

Sumber:Dyadem, 2003


(59)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara. Penelitian berlangsung dari bulan September 2014 hingga Januari 2015.

4.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan atau menguraikan aspek-aspek dalam pengukuran efektifitas mesin.

4.3 Objek Penelitian

Objek yang diamati pa da penelitia n ini adalah mesin ACC pada pabrik reduksi di PT. INALUM.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah:

1. Tota l a va ila bility : Waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi.

2. Brea kdown : Waktu mesin mengalami kerusakan.


(60)

3. Pla nned downtime : Waktu downtime yang dijadwalkan. 4. Idea l cycle : Waktu siklus operasi yang ideal.

5. Setup and adjustment : Waktu persiapan mesin sebelum proses produksi. 6. Processed a mount : Jumlah produk yang diproses.

7. Rework (Defect a mount) : Jumlah produk yang tidak sesuai spesifikasi 8. Scra p : Jumlah sisa produk yang tidak terpakai.

4.5 Kerangka Berfikir

Inti permasalahan dalam penelitian ini adalah menurunnya tingkat efektivitas mesin ACC yang sering mengalami kerusakan. Sehingga perlu diketahui tingkat efektifitas mesin dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE). Jika diperoleh nilai OEE dibawah kondisi ideal maka perlu diketahui faktor penyebabnya sehingga dapat diberikan usulan penyelesaian masalah tersebut dengan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Kerangka berfikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1

Availability

Performance Efficiency

Rate of Quality Product

Tingkat effisiensi mesin(OEE)

Rate Priority Number

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian


(61)

4.6 Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah stopwatch sebagai alat ukur waktu dan alat tulis untuk mencatat keterangan yang diperoleh dari perusahaan.

4.7 Metode Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan sebagai berikut :

1. Studi pendahuluan pada PT. INALUM untuk mengetahui kondisi perusahaan dan informasi pendukung yang diperlukan serta studi literatur yang dapat mendukung penelitian yang dilakukan.

2. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data dengan peninjauan secara

langsung ke pabrik reduksi di PT. INALUM.

3. Data yang dikumpulkan ada dua jenis yaitu: a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan. Data primer yang diperoleh:

1) Waktu pelaksanaan maintenance mesin 2) Setup a nd a djusment

3) Brea kdown

Namun pengamatan yang dilakukan ini hanya untuk mengetahui kegiatan ma intena nce mesin ACC.

b. Data sekunder


(62)

Data sekunder adalah data yang berasal dari dokumentasi perusahaan bagian perawatan dan bagian produksi. Data sekunder yang diperoleh: 1) Pla nned downtime

2) Brea kdown 3) Total availability 4) Processed a mount 5) Idea l cycle time 6) Defect a mount 7) Scra p

8) Setup a nd a djusment

Serta gambaran umum perusahaan.

4.8 Metode Pengolahan Data

Langkah-langkah yang dilakukan yaitu: 1. Menghitung availability

2. Menghitung performance efficiency 3. Menghitung rate of quality product 4. Menghitung OEE

5. Menghitung OEE Six big losses dari equipment failure (breakdown loss), setup a nd adjustment loss, idling a nd minor stoppa ges, reduce speed loss,process defect loss dan reduce yield loss

6. Menghitung presentase kegagalan dari six big loss yang terbesar yang ditunjukkan dalam histogram.


(63)

7. Identifikasi masalah dengan cause and effect diagra m.

8. Menghitung rate priority number dari Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dengan perkalian antara nilai keparahan (severity), kejadian (occurence), dan deteksi (detection)

4.9 Analisis Pemecahan Masalah

Setelah dilakukan pengolahan data dengan perhitungan availability, performa nce efficiency, ra te of qua lity product, dan OEE maka dapat diketahui tingkat kinerja dan efektifitas mesin apakah telah sesuai dengan kondisi standar yaitu availability >90%, performance efficiency >95%, rate of quality product >99% dan OEE >85%. Apabila nilai OEE <85% dilakukan identifikasi masalah yang menyebabkan nilai OEE perusahaan dibawah kondisi ideal. Melalui six big losses akan dapat diidentifikasi penyebab utama kegagalan terbesar.

Analisis FMEA dilakukan untuk mengidentifikasi potensi kegagalan, mengidentifikasi kemungkinan penyebab kegagalan sehingga penyebab dapat dihilangkan dan tidak menghambat proses produksi yang dapat merugikan perusahaan.

Adapun diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut.


(64)

Perumusan Masalah

Penetapan Tujuan

Studi Pendahuluan 1. Kondisi PT. INALUM 2. Informasi pendukung

Data Sekunder

1. Planned downtime 6. Processed amount 2. Total availability 7. Defect amount (rework) 3. Breakdown 8. Ideal cycle time 4. Sscrap 9. Set up and adjustment 5. Gambaran umum

Perusahaan

Pengolahan Data

I. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness(OEE) - Perhitungan Availability

- Perhitungan performance efficiency - Perhitungan rate of quality product - Perhitungan OEE

II. Perhitungan Six big losses III. Membuat histogram

IV. Membuat diagram sebab akibat V. Menghitung RPN dari FMEA

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran

Studi Literatur 1. Metode pemecahan masalah 2. Teori pendukung

Pengumpulan Data

Data Primer 1. Maintanance mesin 2. Setup and adjustment 3. Breakdown

Gambar 4.2. Diagram Alir Prosedur Penelitian


(65)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Mesin yang menjadi objek penelitian pada bagian reduksi PT.INALUM yaitu mesin ACC. ACC merupakan salah satu alat utama yang digunakan pada pabrik reduksi. Saat beroperasi ACC ini bergerak ke arah utara dan selatan yang sering disebut dengan transversing. Mesin ini memiliki fungsi :

1. Mengganti anode 2. Sebagai metal tapping 3. Mengangkut karbon

Operator crane bekerja, menangani 85 tungku dengan suhu antar tungku 40-500C.

5.1.1 Data Waktu Kerusakan Anode Changing Crane (ACC)

Waktu kerusakan adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan proses produksi akan tetapi dikarenakan adanya kerusakan (breakdown) atau gangguan pada mesin mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi sebagaimana mestinya.


(66)

faktor-faktor yang menyebabkan breakdown dan pemberhentian sejenak pada mesin ACC adalah:

a.Gangguan Mesin

Gangguan Mesin yaitu kerusakan atau gangguan terhadap mesin/peralatan yang menyebabkan mesin berhenti beroperasi untuk sementara waktu. Gangguan mesin merupakan suatu kejadian yang terjadi tanpa perencanaan misalnya selang bocor, filling pipe tumpat crust brea ker longsor, dan lain-lain. Pada saat ganguan mesin terjadi, maka proses produksi dihentikan sementara untuk dilakukan perbaikan terhadap mesin tersebut.

b. Gangguan elektrik

Gangguan elektrik yaitu pemberhentian mesin sejenak diakibatkan oleh gangguan elektrik ataupun listrik yang mati.

c.Gangguan transfer

Gangguan transfer yaitu pemberhentian mesin sejenak diakibatkan pemindahan ACC ke gedung lain ataupun ACC harus didinginkan untuk menurunkan panas yang berlebih. Data total waktu breakdown dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Total Waktu Breakdown Periode November 2013 – Oktober 2014

No Periode

Gangguan Mesin (Jam) Gangguan Elektrik (Jam) Gangguan Transfer (Jam) Total Waktu Breakdown (Jam)

1 November 2013 84.0 17.0 4.0 105.0

2 Desember 2013 129.5 11.0 7.0 147.5

3 Januari 2014 109.0 13.5 4.5 127.0

4 Februari 2014 87.5 10.5 5.5 103.5


(67)

Tabel 5.1. Total Waktu Breakdown Periode November 2013 – Oktober 2014 (Lanjutan)

Sumber : PT. Inalum

5.1.2. Data Planned Downtime

Waktu yang diberikan untuk pemeliharaan terjadwal mesin yang dilakukan rutin. Data planned downtime dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Data Planned Downtime Periode November 2013 – Oktober 2014

Sumber : PT. Inalum No Periode

Gangguan Mesin (Jam) Gangguan Elektrik (Jam) Gangguan Transfer (Jam) Total Waktu Breakdown (Jam)

5 Maret 2014 64.0 16.0 7.0 87.0

6 April 2014 120.5 13.0 6.0 139.5

7 Mei 2014 81.5 8.5 8.5 98.5

8 Juni 2014 92.5 12.0 9.0 113.5

9 Juli 2014 94.0 10.5 8.0 112.5

10 Agustus 2014 98.5 14.0 4.5 117.0

11 September 2014 125.0 7.0 9.0 141.0

12 Oktober 2014 97.5 11.0 7.5 116.0

No Periode Planned Downtime (Jam)

1 November 2013 35.0

2 Desember 2013 34.5

3 Januari 2014 39.0

4 Februari 2014 35.0

5 Maret 2014 32.0

6 April 2014 28.5

7 Mei 2014 35.0

8 Juni 2014 80.5

9 Juli 2014 53.0

10 Agustus 2014 82.0

11 September 2014 25.0

12 Oktober 2014 64.5


(68)

5.1.3. Data Total Setupand adjustment Mesin ACC

Data total setup and adjustment mesin ACC Periode November 2013 – Oktober 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.3.

5.1.4 Data Total Availability

Data total availability (total waktu mesin ACC yang tersedia untuk melakukan produksi) periode November 2013 – Oktober 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Total Availability Periode November 2013 – Oktober 2014

Sumber : PT. Inalum

5.1.5 Data ProcessAmount

Process a mount yaitu jumlah produk yang diproses. Data process amount periode November 2013 – Oktober 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.5.

No Periode

Jumlah Hari

Shift/ hari

Jam/ Shift

Total Availability

(Jam)

1 November 2013 30 3 8 720

2 Desember 2013 31 3 8 744

3 Januari 2014 31 3 8 744

4 Februari 2014 28 3 8 672

5 Maret 2014 31 3 8 744

6 April 2014 30 3 8 720

7 Mei 2014 31 3 8 744

8 Juni 2014 30 3 8 720

9 Juli 2014 31 3 8 744

10 Agustus 2014 31 3 8 744

11 September 2014 30 3 8 720

12 Oktober 2014 31 3 8 744


(69)

Tabel 5.5. Total Process Amount Periode November 2013 – Oktober 2014

Sumber : PT. Inalum

5.1.6 Data Rework (Defect Amount)

Rework (defect amount) yaitu merupakan hasil proses produksi yang tidak sesuai dengan standart yang telah ditentukan dan masih dapat dikerjakan ulang. Data rework (defect amont) periode November 2013 – Oktober 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.6.

No Periode Total Process Amount (kg)

1 November 2013 16,779,366 2 Desember 2013 15,479,191 3 Januari 2014 16,234,191 4 Februari 2014 16,877,513

5 Maret 2014 17,837,193

6 April 2014 16,152,994

7 Mei 2014 17,047,788

8 Juni 2014 16,408,176

9 Juli 2014 16,732,451

10 Agustus 2014 16,311,227 11 September 2014 15,689,178 12 Oktober 2014 16,317,298


(70)

Tabel 5.6. Rework (Defect Amount) Periode November 2013 – Oktober 2014

Sumber : PT. Inalum

5.1.7 Data Scrap

Scra p yaitu jumlah produk rusak yang tidak dapat dikerjakan ulang. Karena produk yang dihasilkan adalah aluminium cair maka tidak ada scrap yang dihasilkan.

5. 2. Pengolahan Data

Setelah semua data dikumpulkan, maka dilakukan pengolahan data. 5.2.1. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE)

OEE merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas mesin/peralatan. Dengan diketahuinya tingkat efektivitas mesin maka dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk meningkatkan efektivitas mesin. Langkah – langkah pengukuran nilai OEE yaitu:

5.2.1.1 Perhitungan Availability

No Periode Total Rework (Defect Amount) (kg)

1 November 2013 47,136 2 Desember 2013 24,138 3 Januari 2014 44,587 4 Februari 2014 53,576 5 Maret 2014 13,132

6 April 2014 5,598

7 Mei 2014 9,650 8 Juni 2014 46,819 9 Juli 2014 10,172 10 Agustus 2014 30,052 11 September 2014 53,558 12 Oktober 2014 60,781


(1)

Usulan peningkatan efektivitas mesin dapat dikembangkan melalui hasil analisis langkah-langkah perbaikan terhadap faktor penghambat usaha peningkatan efektivitas mesin. Langkah-langkah untuk faktor equipment failure (breakdown loss) yang dilaksanakan antara lain dapat dilihat pada Tabel 6.1

Tabel 6.1 Usulan Penyelesaian Masalah Equipment Failure (Breakdown Loss) No Item Faktor Penyebab Usulan Penyelesaian Masalah

1 Manusia

Kesalahan dalam mengoperasikan

mesin (tabrakan ACC dengan tungku)

Dilakukan pengaturan jam dan waktu istirahat kerja dengan menambah jam

istirahat operator.

2 Material Penggunaan Alumina

Melakukan pengawasan terhadap jumlah alumina yang digunakan Dengan melakukan pengecekan saat

menimbang alumina.

3 Mesin

Mesin berhenti

Mengganti oli sesuai jadwal yang ditentukan

Dilakukan pemeliharaan terjadwal pada filling pipe dari

bulanan menjadi mingguan.

Langkah-langkah untuk faktor reduced speed loss yang dilaksanakan antara lain dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Berdasarkan RPN dari FMEA menunjukkan bahwa penyebab utama equipment fa ilure (breakdown loss) adalah tabrakan ACC dengan tungku, yang disebabkan karena operator salah dalam mengoperasikan mesin. Hal ini terjadi


(2)

karena operator terlalu lelah bekerja selama 8 jam untuk menangani 85 tungku reduksi dengan suhu antar tungku 40-50oC.

6.2.2 Usulan Penerapan/Implementasi Total Productive Maintenance (TPM) Perbedaan Total Productive maintenance (TPM) dengan planned Ma intena nce (PM) yang adalah kegiatan pemeliharaan mandiri (autonomous ma intena nce) dan keberhasilan TPM juga tergantung pada kesuksesan program a utonomous ma intenance. Kegiatan autonomous maintenance ini melibatkan seluruh karyawan mulai dari pimpinan sampai dengan operator.

Oleh karena itu dengan kegiatan autonomous ma intenance maka setiap operator akan terlibat dalam perawatan dan penanganan setiap masalah yang terjadi pada mesin/peralatan dibagian produksi. Sistem pelaksanaan kegiatan ma intena nce yang diterapkan oleh PT INALUM merupakan sistem preventive ma inta na nce. Penanganan kerusakan mesin yang terjadi pada ACC merupakan tanggung jawab hanya pada bagian departemen maintenance dan reduction. Apabila bagian reduction melihat ada kerusakan mesin dan dapat memperbaikinya namun kerusakan tersebut sudah dibatasi hanya bagian maintenance yang boleh memperbaikinya maka bagian reduction tidak boleh mengambil alih.

Penerapan pemeliharaan mandiri dilakukan dengan tujuan agar dapat mengubah pola pikir dimana selama ini hanya bagian maintenance dan reduction yang dapat memperbaiki kerusakan mesin. Apabila TPM dapat diterapkan maka seharusnya seluruh operator juga dapat mengerti kerusakan dan cara


(3)

perbaikannya. Agar kerusakan mesin dapat dicegah dan efektifitas mesin dapat meningkat.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Selama periode November 2013 - Oktober 2014 diperoleh rata-rata nilai OEE hanya mencapai 73.87% . OEE tertinggi ada di bulan Februari 2014 sebesar 81.08 %. OEE terendah ada dibulan Desember 2013 sebesar 66.87%. Hal ini berarti efektifitas mesin belum mencapai kondisi ideal yang seharusnya > 85%.

2. Faktor terbesar dari six big losses yaitu equipment failure (breakdown loss) sebesar 54.94% dan reduced speed losses sebesar 31.91%. Hal ini berarti kedua faktor tersebut merupakan faktor yang terbesar yang sangat mempengaruhi rendahnya efektifitas mesin.

3. RPN dari equipment failure (breakdown loss) sebesar 256. Hal ini terjadi karena kesalahan operasi saat proses produksi. terlalu rendah diturunkan oleh operator yang mengakibatkan tabrakan pada tungku sebab operator terlalu lelah bekerja selama 8 jam untuk menangani 85 tungku reduksi dengan suhu antar tungku 40-50oC


(5)

7.2. Saran

Setelah melakukan penelitian tugas sarjana ini, saran yang dapat diajukan adalah :

1. Pihak perusahaan sebaiknya mengembangkan aktivitas perawatan mesin terhadap kegiatan proses produksi agar kegagalan proses minimum dengan mempertimbangkan hasil penetilitan ini.

2. Pihak perusahaan dapat segera melakukan aktivitas perbaikan proses produksi terhadap jenis kegagalan yang memiliki frekuensi kegagalan tertinggi yaitu jenis kegagalan (equipment failure) breakdown loss.

3. Sebaiknya perusahaan mempertimbangkan pengaturan jam dan waktu istirahat kerja dan operator ACC yang sebelumnya dilakukan terlebih dahulu penelitian selanjutnya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Corder, A., 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga, Jakarta.

David, R., 1995, Productivity Improvements Through TPM, Prentice Hall, United States of America.

Dyadem, 2003, Guideliness for Failure for Medical Devices, Richmond Hill, Canada.

Habib, A. S., 2012, Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebaga i Pedoma n Perba ika n Efektifita s Mesin CNC Cutting, ITS, Surabaya

Herjanto, E., 2001, Manajemen Operasi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

McDermott, R. E., 2009, The Basic of FMEA, Productive Press, New York.

Nakajima, S., 1998, Introduction to TPM Productive Maintenance, Cambridge, United States of America.

Saiful, 2014, Pengukuran Kinerja Mesin Defekator I dengan Menggunakan Metode Overa ll Equipment Effectiveness (Studi Ka sus pa da PT. Perkebuna n XY), Universitas Hasanuddin, Makassar.

Vorne, 2002, The Fast Guide to OEE, Itasca, USA.