II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Udang Red Cherry
Udang red cherry merupakan salah satu spesies yang masuk dalam filum Crustacea. Menurut Kemp 1918 dalam Klotz 2006b, klasifikasi udang red
cherry adalah: Filum
: Crustacea Kelas
: Decapoda Famili
: Atydae Genus
: Neocaradina Spesies
: Neocaradina denticulata sinensis
Gambar 1. Udang red cherry Udang red cherry berasal dari Asia Timur seperti China dan Taiwan.
Udang ini hidup pada sungai yang mengalir tidak terlalu deras, merupakan hewan omnivor, dan pakan di alam berupa alga. Pakan udang red cherry yang dipelihara
di akuarium berupa pelet udang Klotz, 2006a. Udang red cherry termasuk ke dalam famili Atydae yang berarti chelae
pertama dan kedua sama besarnya dengan bulu terminal pada ujung chelae yang digunakan untuk mengambil pakan berupa alga Barnes, 1972. Famili Atydae
memiliki 15 genus dengan jumlah 160 spesies menyebar di Asia terutama Asia Timur, Amerika Selatan, serta Afrika; 120 jenis termasuk ke dalam genus
Caridina dan Neocaridina Yam, 2003. Morfologi udang red cherry tercantum dalam Lampiran 1.
Dalam artikel Ucolzer 2007 disebutkan bahwa warna merah cherry pada tubuh udang timbul bila kondisi ideal lingkungan dan kebutuhan pakan terpenuhi.
Pada saat stress, udang red cherry akan berubah warna menjadi bening. Udang red
cherry hidup pada kisaran suhu 4ºC-30ºC dengan pH antara 6,5 – 8,0 serta kesadahan 3º-15º KH dengan kadar oksigen 1-5 ppm Klotz, 2006b. Udang red
cherry mencapai ukuran dewasa dan siap dipijahkan pada ukuan 3,5 cm.Ukuran dewasa dicapai dalam waktu 7 bulan. Seluruh siklus reproduksi udang red cherry
terjadi dalam perairan tawar sehingga tidak ada fase migrasi. Tidak terdapat fase larva plantonik dalam siklus hidupnya. Setelah telur menetas, larva langsung
bersifat bentik yang serupa dengan induknya Englund, 2006.
2.2 Kualitas Air
Penunjang utama dalam kegiatan budidaya adalah keberadaan air, baik secara kualitas maupun kuantitas, yang harus sesuai dengan kebutuhan biota
akuatik yang dibudidayakan. Nilai standar kualitas air yang layak digunakan untuk perikanan secara umum tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai standar kualitas air yang layak untuk perikanan Spotte, 1970 Parameter
Nilai Baku Perikanan
Oksigen terlarut mgl 5-9
pH 6.5-9
NH
3
– N mgl 1
NO
2
– N mgl 6
NO
3
– N mgl 90
Alkalinitas ppm CaCO
3
eq 20-300
2.2.1 Suhu
Suhu perairan merupakan parameter perairan yang memiliki pengaruh besar terhadap biota budidaya. Biota akuatik membutuhkan suhu yang optimal
untuk pertumbuhannya yaitu ada yang membutuhkan suhu 25º C - 30ºC dan ada juga yang membutuhkan suhu rendah 17ºC - 22ºC. Lobster air tawar
Austropomatobius pallipes yang berasal dari Eropa yang dipengaruhi 4 musim
membutuhkan suhu rendah untuk memijah dan mencapai pertumbuhan optimal Lowery, 1988
Suhu perairan memiliki pengaruh besar terhadap proses fisiologis seperti tingkat respirasi, efesiensi pakan dan asimilasi, pertumbuhan dan reproduksi.
Kenaikan suhu 10ºC secara umum akan meningkatkan reaksi biologis dan kimia hingga 2-3 kali lebih dari kondisi normal Lawson, 1995. Kebutuhan suhu ini
berpengaruh terhadap kinerja fisiologis dari hormon dan enzim yang disekresikan oleh biota itu sendiri. Karena untuk mencerna pakan sehingga menjadi energi
dibutuhkan banyak enzim yang bekerja secara spesifik dan membutuhkan suhu optimum untuk mengoptimalkan kerja enzim. Kebutuhan suhu optimum enzim
berbeda untuk tiap biota Halver,1972. Seperti pada genus Astacus yang membutuhkan suhu 45-50ºC agar pencernaan aktivitas enzim amilaseny6a dapat
bekerja dengan baik, bahkan pada genus Nephros dibutuhkan 54-58ºC untuk aktivitas enzim yang optimum. Namun pada suhu 76-78ºC juga mengakibatkan
inaktivasi enzim amilase pada genus Nephros Waterman,1960.
2.2.2 Oksigen terlarut
Oksigen terlarut merupakan komponen yang penting untuk kehidupan hewan air. Laju konsumsi oksigen oleh biota akuatik bergantung pada jenis,
ukuran biota, suhu dan kualitas pakan Boyd, 1982. Pada perairan yang kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak negatif pada kesehatan biota
akuatik berupa stres, anoreksia, hypoksia pada jaringan, ketidaksadaran, mudah diserang penyakit dan parasit bahkan kematian secara mendadak dan masal
Wedemeyer, 1996. Pada krustase, transportasi oksigen dipengaruhi oleh protein kromogen,
baik itu hemoglobin Hb ataupun hemocyanin HCy yang terlarut dalam plasma. Pada udang red cherry transportasi oksigen dipengaruhi oleh hemocyanin seperti
famili Atydae pada umumnya Waterman, 1960. Selanjutnya dinyatakan pula, bahwa tingkat konsumsi oksigen juga bergantung pada suhu perairan, yaitu udang
akan semakin sering melakukan respirasi untuk memenuhi kebutuhan oksigennya dikarenakan kandungan oksigen pada perairan bersuhu tinggi lebih rendah
dibandingkan perairan yang suhunya lebih rendah. Menurut Waterman, 1960 ada hubungan antara tegangan oksigen dan
persentase kejenuhan hemoglobin dengan oksigen disebut kurva disosiasi
oxyhemoglobin. Spesies perairan hangat secara khusus mempunyai kurva disosiasi oxihemoglobin sigmoid, yaitu spesies tersebut dapat mengangkut
hemoglobin dengan oksigen pada tegangan oksigen yang lebih rendah dan melepaskan proporsi oksigen yang lebih besar dari hemoglobin pada jaringan
daripada spesies perairan dingin, yang memiliki kurva disosiasi oxyhemoglobin hiperbolik.
2.2.3 Nilai pH
Power of Hydrogen pH didefenisikan sebagai logaritma negatif dari
aktivitas ion hidrogen, pH = - log [H
+
]. Nilai pH dipengaruhi oleh suhu, yaitu dengan meningkatnya suhu maka pH semakin menurun Boyd, 1990. Selanjutnya
dinyatakan pula nilai pH mempengaruhi daya racun bahan atau faktor kimia lain misalnya amoniak yang meningkat bila nilai pH meningkat. Kebanyakan biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Sebagian besar spesies akuatik lebih menyukai pH mendekati netral tetapi dapat bertahan juga pada rentang 6 sampai
8,5 Novotny dan Olem, 1994.
2.2.4 Amoniak
Salah satu produk ekskresi biota akuatik ialah amoniak. Amoniak merupakan produk yang dihasilkan oleh proses metabolisme dan pembusukan
senyawa organik oleh bakteri. Pada perairan umum amoniak dihasilkan dari pemupukan, ekskresi biota akuatik, dekomposisi mikrobial dari komponen
nitrogen Boyd, 1982. Meningkatnya amoniak di lingkungan akan menyebabkan amoniak dari ekskresi biota akuatik menurun sehingga kandungan amoniak dalam
darah dan jaringan menjadi tinggi. Selanjutnya hal ini akan mempengaruhi permebialitas terhadap air dan penurunan konsentrasi tubuh, sehingga
meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan dan menyebabkan kerusakan pada insang serta mengurangi kemampuan darah dalam mentranspor oksigen. Amoniak
tidak Amoniak, NH
3
terionisasi sangat toksik terhadap ikan, tetapi ion amonium NH
4
relatif tidak toksik. Tingkat toksisitas amoniak bergantung pada suhu dan pH perairan. Selain itu toksisitas amoniak menurun dengan naiknya konsentrasi
karbon dioksida Boyd, 1990
2.2.5 Nitrit
Nitrit ialah salah satu produk yang dihasilkan oleh bakteri nitrosomonas. Nitrit NO
2 -
menunjukkan jumlah zat nitrogen yang mengalami oksidasi hanya sebagian dan merupakan bentuk peralihan dalam proses perubahan zat organik.
Nitrit bersifat toksik terhadap organisme karena mengoksidasi Fe
+
dalam haemoglobin yang menyebabkan rusaknya jaringan tubuh karena kemampuan
darah dalam mengikat oksigen menurun Boyd, 1990. Penurunan pH akan meningkatkan toksisitas nitrit karena akan dikonversi menjadi asam nitrit.
Pengaruh utama nitrit ialah mengubah transfer oksigen, oksidasi persenyawaan penting dan rusaknya jaringan organ respirasi. Nitrit merupakan persenyawaan
oksidan kuat sehingga mengoksidasi ion ferro dalam haemoglobin dan daya racun nitrit ini lebih kuat dalam air asin daripada air tawar Spotte,1970.
Ketika terserap ikan, nitrit akan bereaksi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin sehingga tidak efektif sebagai pembawa oksigen. Penyerapan
nitrit terus menerus dapat menyebabkan hipoksia dan cyanosis. Darah yang mengandung banyak methemoglobin berwarna coklat Boyd, 1990. Konsentrasi
NO
2 -
sebanyak 0,5 mgl bersifat toksik terhadap air dingin. Penambahan kalsium dan klorida mengurangi toksisitas nitrit terhadap ikan Wedemeyer,1996
2.2.6 Alkalinitas
Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau disebut acid neutralizing capacity ANC atau kuantitas anion di dalam air
yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga buffer capacity terhadap perubahan pH di perairan.
Penyusun alkalinitas perairan antara lain anion bikarbonat HCO
3 -
, karbonat CO
3 2-
dan hidroksida OH
-
Effendi, 2000. Kation utama yang mendominasi perairan tawar adalah kalsium dan magnesium. Anion utama pada perairan tawar
ialah bikarbonat dan karbonat, sedangkan pada perairan laut adalah klorida Barnes et al, 1988.
2.2.7 Kesadahan
Kesadahan total adalah konsentrasi ion logam bervalensi dua dalam air. Kesadahan total berhubungan dengan alkalinitas total karena anion dari alkalinitas
dan kation dari kesadahan biasanya berasal dari larutan mineral karbonat. Istilah kesadahan pertama kali dipakai untuk menyatakan perairan dengan kandungan
kalsium dan magnesium tinggi yang mengendapkan sabun. Derajat kesadahan dibagi atas rendah berkisar antara 0 – 75 mgl, moderat berkisar antara 75 – 100
mgl, sadah berkisar antara 100-300 mgl, sangat sadah 300mgl. Boyd, 1990
2.3 Pertumbuhan
Pertumbuhan ialah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu kurun waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan input energi dan
asam amino protein yang berasal dari makanan. Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ialah ketersediaan makanan, komposisi kimia, substrat dasar, dan
suhu perairan Effendie, 2002. Pertumbuhan dibedakan menjadi dua jenis yaitu pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan nisbi. Pertumbuhan mutlak didefenisikan
sebagai ukuran rata-rata ikan pada umur tertentu, sedangkan pertumbuhan nisbi didefenisikan sebagai panjang atau berat yang dicapai dalam satu periode waktu
tertentu yang dihubungkan dengan panjang atau berat pada awal periode tersebut. Pertumbuhan udang red cherry selalu berkaitan dengan molting
pergantian kulitcangkang, proses pergantian cangkang ini selalu mendahului pertambahan ukuran panjang tubuh. Frekuensi pergantian cangkang akan seiring
dengan pertambahan umur. Molting adalah proses pergantian cangkang pada udang dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara
eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, dengan demikian untuk menyesuaikan keadaan tersebut, maka individu akan melepaskan
eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan kalsium Lowery, 1981. Proses molting pada krustasea terdiri dari 4 tahapan yaitu fase intermolt,
premolt, molt dan post molt. Menurut Vonk, 1960 jaringan akan memenuhi karapas pada krustase
sebelum molting terjadi sehingga ada istilah udang kosong, yaitu dari luar sosok morfologi udang terlihat besar sedangkan setelah karapaks dibuka bobot daging
ternyata kecil nilainya. Hal ini kemungkinan disebabkan aktivitas enzim udang berlebih untuk molting sebelum karapaks terisi penuh oleh daging. Selain itu
kekurangan makanan juga menyebabkan jaringan dimanfaatkan kembali oleh udang untuk proses metabolismenya, sehingga bobot udang mengalami penurunan
2.4 Filter double bottom