Strategi Divisi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

(1)

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MANAJEMEN KRISIS

(Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public

Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

SKRIPSI

Tia Malinda Manurung

100904079

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MANAJEMEN KRISIS

(Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public

Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

TIA MALINDA MANURUNG

100904079

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : TIA MALINDA MANURUNG Nim : 100904079

Departemen : ILMU KOMUNIKASI

Judul : STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MANAJEMEN KRISIS

(Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu Komunikasi

Yovita S. Sitepu, S.Sos, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis, M. NIP. 198011072006042002 NIP. 1962082819870122001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP 196805251992031002


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku

Nama : TIA MALINDA MANURUNG

NIM : 100904079

Tanda Tangan :……….


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : TIA MALINDA MANURUNG Nim : 100904079

Departemen : ILMU KOMUNIKASI

Judul : STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MANAJEMEN KRISIS

(Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di : Medan Tanggal : April 2014


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya yang tiada terkira selama proses penulisan skripsi ini. Sungguh tiada berkesudahan pemeliharaan dan lawatan Tuhan dalam hidup peneliti sehingga peneliti dimampukan melewati masa-masa sulit dalam proses penelitian dan akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Peneliti juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua terkasih dan tercinta Bapak L. Manurung dan Ibu M. Tarihoran yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti dalam proses penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai. Skripsi ini berjudul “Strategi Divisi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Dalam penyusunan skripsi ini, saya sebagai peneliti tidak dapat menyusun skripsi ini tanpa bimbingan, dukungan, serta doa dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badarudin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Wali peneliti yang banyak memberikan masukan, nasehat, bimbingan dan dorongan kepada peneliti.


(7)

4. Ibu Yovita S. Sitepu S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing dan dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, dukungan, pengetahuan, perhatian serta pengarahan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Merupakan suatu kesempatan berharga dan tak terlupakan memiliki dosen pembimbing seperti beliau.

5. Para dosen dan staf di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara khususnya dari Departemen Ilmu Komunikasi atas ilmu dan pengalaman hidup yang dibagikan selama masa perkuliahan sebagai bekal hidup di masa mendatang.

6. Kak Maya, Pak Tangkas dan bagian pendidikan yang telah banyak membantu peneliti dalam segala urusan administrasi.

7. PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara khususnya para staf di divisi SDM dan Pengembangan dan divisi Public Relations. Bang Titis, Bang Freddi, Bang Noven, Bu Ami, Kak Martha yang banyak membantu peneliti dalam proses perizinan penelitian.

8. Keempat informan yang bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai.

9. Kakak terkasih Helen Saudur Manurung, terimakasih untuk setiap dukungan, doa dan motivasinya selama peneliti mengikuti pendidikan sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini dan tidak lupa juga untuk adikku tersayang Merenda Tua Manurung, terimakasih atas dukungan dan semangat yang terus diberikan kepada peneliti hingga hari ini.

10.Semua anggota keluarga, Olu T. Manurung, Tante dan Uda Keiza, Kak Dewi, Tulang Ratbina, Abang Sending, terimakasih buat dukungan, doa dan motivasinya.

11.Paduan Suara Consolatio. Kakak/abang Alumni, teman-teman regular khususnya rekan-rekan soprano terimakasih untuk dukungan, doa dan motivasi yang diberikan. Kepada BPH dan pelatih terimakasih atas pengertian dan dukungannya hingga peneliti dapat lebih fokus mengerjakan skripsi ini.


(8)

12.Seorang terkasih Deo Santana Hutahaean, terimakasih buat dukungan, semangat, perhatian, motivasi, dan kehadirannya sebagai teman berbagi sampai akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

13.Teman-teman yang selalu mendukung peneliti. Kepada Kak Saidah terimakasih untuk setiap motivasi, kritik dan saran yang sangat membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini dan sudah mau menjadi teman berbagi suka, duka bahkan berbagi kamar hehehe. Stefi, Elvi, Novi, dan Efrat terimakasih untuk setiap saran dan motivasi selama masa perkuliahan hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada Damai dan Dian terimakasih untuk dukungan dan doa yang diberikan kepada peneliti.

14.Teman-teman satu kos di Jl. Terompet No. 52 Pasar 1, khususnya Kak Helida, Kak Juwi, Kak Roma dan lain-lain terimakasih buat dukungannya.

15.Semua pihak yang telah membantu peneliti yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga kasih karunia Tuhan Yesus memberkati dan menyertai kita semua beserta segenap pihak yang telah berkenan membantu. Peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih perlu perbaikan. Karena itu, demi kesempurnaan tulisan ini dengan segala kerendahan hati, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Peneliti berharap skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu di masa mendatang dan menjadi sumbangan pemikiran bagi setiap pembacanya. Akhir kata peneliti mengucapkan terimakasih.

Medan, April 2014 Peneliti,


(9)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : TIA MALINDA MANURUNG NIM : 100904079

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non ekslusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MANAJEMEN KRISIS (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, Medan).

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Medan

Pada tanggal : April 2014

Yang Menyatakan


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemetaan krisis yang terjadi di PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, untuk mengetahui strategi manajemen krisis yang dilakukan public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Public Relations merupakan kegiatan berkesinambungan dari usaha-usaha untuk memperoleh pengertian dan simpati dari masyarakat khususnya pelanggan. Sedangkan manajemen krisis merupakan salah satu tugas praktisi public relations saat perusahaan mengalami krisis. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Public Relations dan Teori Manajemen Krisis. Metode penelitian yang dipilih adalah metode deskriptif kualitatif yang dapat menggambarkan tujuan penelitian ini dan dinarasikan secara positivis, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana pemetaan krisis dan strategi manajemen krisis yang dilakukan public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in depth interwiev) terhadap empat orang pegawai divisi public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Selain itu peneliti juga memaksimalkan metode dokumentasi dan penelusuran data online untuk menghimpun data. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa krisis listrik di PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara sudah terjadi sejak tahun 1999 yakni pasca krisis moneter 1998. Krisis moneter tersebut mengakibatkan terjadinya kegagalan membangun pembangkit listrik hingga memunculkan krisis listrik di wilayah Sumatera Utara dan berakhir dengan pemadaman listrik bergilir. Untuk mengendalikan situasi krisis di tengah-tengah masyarakat, public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara menggunakan corrective action strategy dan adaptive strategy yang disampaikan melalui above the line (media lini atas), below the line (media pendukung) dan activity (aktivitas pendukung).

Kata Kunci:


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/ Paradigma Kajian ……….. 10

2.2 Kajian Pustaka ………. 11

2.2.1 Public Relations ... 11

2.2.1.1 Bagian- Bagian dari Fungsi Public Relations ... 13

2.2.1.2 Peran Public Relations ……... 21

2.2.2 Manajemen Krisis ... 22

2.2.2.1 Defenisi, Sebab dan Tipe Krisis... 22

2.2.2.2 Anatomi Krisis... 25

2.2.2.3 Penanganan Krisis ... 28

2.2.2.4 Strategi Manajemen Krisis ... 29

2.2.3 Public Relations dan Manajemen Krisis ... 33

2.3 Model Teoritik ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 38

3.2 Objek Penelitian ... 39

3.3 Subjek Penelitian ... 39

3.4 Kerangka Analisis ... 40

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 40

3.6 Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 45

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 45

4.1.2 Proses Penelitian ... 47


(12)

4.1.4 Pemetaan Krisis PT PLN (Persero) wilayah

Sumatera Utara ... 55

4.1.5 Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations ... 66

4.2 Pembahasan ... 80

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 89

5.2 Saran ... 90

5.3 Implikasi ... 90

- Teoritis ... 90

- Praktis ... 90 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

- Surat Izin Penelitian - Pedoman Wawancara - Hasil Wawancara - Dokumentasi Penelitian - Biodata Peneliti


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Kesimpulan Hasil Penelitian 74


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Tipologi Krisis 24

2.2 Variabel Pembentuk Krisis 26

2.3 Siklus Krisis 26


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1 Surat Izin Penelitian

2 Pedoman Wawancara

3 Hasil Wawancara

4 Dokumentasi Penelitian 5 Biodata Peneliti


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemetaan krisis yang terjadi di PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, untuk mengetahui strategi manajemen krisis yang dilakukan public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Public Relations merupakan kegiatan berkesinambungan dari usaha-usaha untuk memperoleh pengertian dan simpati dari masyarakat khususnya pelanggan. Sedangkan manajemen krisis merupakan salah satu tugas praktisi public relations saat perusahaan mengalami krisis. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Public Relations dan Teori Manajemen Krisis. Metode penelitian yang dipilih adalah metode deskriptif kualitatif yang dapat menggambarkan tujuan penelitian ini dan dinarasikan secara positivis, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana pemetaan krisis dan strategi manajemen krisis yang dilakukan public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in depth interwiev) terhadap empat orang pegawai divisi public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Selain itu peneliti juga memaksimalkan metode dokumentasi dan penelusuran data online untuk menghimpun data. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa krisis listrik di PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara sudah terjadi sejak tahun 1999 yakni pasca krisis moneter 1998. Krisis moneter tersebut mengakibatkan terjadinya kegagalan membangun pembangkit listrik hingga memunculkan krisis listrik di wilayah Sumatera Utara dan berakhir dengan pemadaman listrik bergilir. Untuk mengendalikan situasi krisis di tengah-tengah masyarakat, public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara menggunakan corrective action strategy dan adaptive strategy yang disampaikan melalui above the line (media lini atas), below the line (media pendukung) dan activity (aktivitas pendukung).

Kata Kunci:


(17)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah

PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara adalah satu-satunya perusahaan kelistrikan di Indonesia. Menjelang akhir tahun 2013 pemberitaan tentang perusahaan monopolistik ini banyak muncul di media cetak, elektronik dan media baru. Pasalnya sejak bulan Mei 2013 terjadi pemadaman listrik bergilir di seluruh wilayah Sumatera Utara. Meningkatnya frekuensi pemadaman listrik bergilir pada akhir bulan Juli 2013 yang sebelumnya hanya dua jam setiap sekali pemadaman kini mencapai tiga kali sehari dengan durasi tiga jam setiap sekali pemadaman. PT PLN (Persero) wilayah Sumatera Utara mengakui bahwa pemadaman listrik bergilir ini terjadi dikarenakan Indonesia sedang mengalami defisit daya listrik bersamaan dengan jadwal pemeliharaan sejumlah mesin pembangkit listrik yang ada di wilayah Sumatera bagian utara.

Pemadaman listrik bergilir di wilayah Sumatera bagian utara sudah berlangsung sejak tahun 2004 tepatnya pasca gempa tsunami yang menggoncang wilayah Aceh dan sekitarnya. Gempa yang mencapai 8,9 skala richter ini menyebabkan rusaknya kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) apung yang ada di Aceh. Kapal PLTD apung ini merupakan kapal bermuatan mesin pembangkit listrik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Banda Aceh. Untuk menjaga ketersediaan pasokan listrik di Banda Aceh, PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara mengalirkan sebagian cadangan listriknya ke wilayah Banda Aceh. Pembagian pasokan listrik inilah yang menyebabkan pemadaman listrik bergilir di Sumatera Utara.

Pemadaman listrik bergilir yang terjadi hingga tahun 2013 ini mengundang respon dan reaksi negatif dari masyarakat. Mulai dari kecaman-kecaman sinis di jejaring sosial, pemberitaan negatif di surat kabar hingga aksi demo ratusan orang di kantor wilayah PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, Medan. Seperti pemberitaan yang dimuat di harian Analisa edisi 04 Oktober 2013, ratusan buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Marah turun ke jalan sebagai bentuk aksi protes keras mereka akibat pemadaman listrik Kamis,


(18)

03 Oktober 2013. Demonstran yang tergabung dalam 13 lembaga buruh Koalisi Rakyat Marah, yakni SBSI 1992, Teplok, FMN, SB Sejati, SP-LEM, Repdem Sumut, SPN, SP BUN, Ampera, Aksi Sumut, LBH Medan, SBBI dam SBSI Lomenik Medan berhasil menutup badan jalan Yos Sudarso tersebut hingga memacetkan lalulintas. Para demonstran menuntut jika masalah pemadaman listrik bergilir di Sumatera Utara tidak segera diselesaikan maka Presiden harus segera memecat Menteri ESDM, Meneg BUMN dan Dirut PLN dari jabatannya. Mereka juga menuntut tindakan tegas Presiden dalam mengusut tuntas dugaan kasus korupsi atas pembangunan mesin pembangkit listrik di Sumatera Utara. Selain itu demonstran meminta agar pemerintah memberikan kompensasi atas kerugian yang dialami pelanggan PLN dengan menggratiskan rekening pembayaran listrik sampai pelayanan berjalan normal kembali (http:// www. analisadaily. com).

Aksi demo Koalisi Rakyat Marah karena pemadaman listrik bergilir di kantor wilayah PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara tersebut bukan yang pertama. Pada hari Kamis 26 September 2013, puluhan pengunjuk rasa yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut. Massa yang dipenuhi kaum perempuan ini memprotes diberlakukannya agenda pemadaman listrik bergilir oleh PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Mereka meminta agar semua pihak baik pemerintah pusat maupun daerah turut membantu mengatasi krisis listrik yang terjadi di Sumatera Utara.

Reaksi negatif masyarakat dalam menyikapi pemadaman listrik bergilir terbilang cukup beralasan, mengingat pemadaman listrik bergilir yang dilakukan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara sudah sangat meresahkan masyarakat. Bahkan kondisi demikian dapat dinyatakan sebagai situasi krisis yang harus segera ditanggapi dengan serius oleh pihak terkait dalam hal ini melibatkan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

Keberadaan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara berawal sejak dirintisnya usaha kelistrikan di Sumatera Utara pada tahun 1923, yakni ketika perusahaan swasta Belanda bernama NV NIGEM/OGEM membangun sentral listrik di tanah pertapakan yang saat ini menjadi lokasi kantor PLN cabang Medan


(19)

di Jl. Listrik No. 12 Medan. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan pada tahun 1924, di Tebing Tinggi pada tahun 1927, di Sibolga (oleh NV ANIWM), Berastagi dan Tarutung pada tahun 1929, di Tanjung Balai pada tahun 1931, di Labuhan Bilik pada tahun 1936 dan Tanjung Tiram pada tahun 1937.

Hubungan antara Indonesia dan Belanda yang semakin memburuk memicu diterbitkannya Surat Keputusan Presiden No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta Belanda menjadi milik Republik Indonesia sebagai bagian dari perwujudan pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Setelah aksi ambil alih tersebut maka sejak tahun 1955 berdirilah Perusahaan Listrik Negara distribusi cabang Sumatera Utara (meliputi daerah Sumatera Timur dan Tapanuli) yang berpusat di Medan.

Pada bulan Maret 1958 dibentuk Penguasa Perusahaan-Perusahaan Listrik dan Gas (P3LG) yang merupakan gabungan antara pengusahaan listrik dan pengusahaan gas. Dalam perjalanannya, pada tahun 1959 P3LG berubah menjadi Direktorat Djenderal PLN (DDPLN). Kemudian pada tanggal 1 Januari 1961 dibentuklah Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU –PLN) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PUT No. 16/1/20 tanggal 20 Mei 1961 terjadi perubahan dalam organisasi kelistrikan. Perubahan yang dimaksud yakni, perusahaan listrik di Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau diubah namanya menjadi PLN Eksploitasi. Pada tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan melalui Peraturan Menteri PUT No. 9/PRT/64 dan kemudian dibentuklah dua perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas. Kemudian dengan diterbitkannya Peraturan Menteri No. 1/PRT/65 maka ditetapkanlah pembagian daerah kerja PLN secara nasional menjadi 15 Kesatuan daerah Eksploitasi, dimana PLN Sumatera Utara ditetapkan menjadi PLN Eksploitasi I.

Pembentukan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara merujuk pada dikeluarkannya Surat Keputusan Direksi PLN No. KPTS 009/DIRPLN/1966 tanggal 14 April 1966, dimana PLN Eksploitasi I dibagi menjadi empat cabang dan satu sektor, yaitu cabang Medan, Binjai, Sibolga, dan Pematang Siantar (yang


(20)

berkedudukan di Tebing Tinggi). Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1972 mengubah bentuk perusahaan menjadi Perusahaan Umum (PERUM) yang isinya mempertegas kedudukan PLN sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dengan hak, wewenang dan tanggung jawab untuk membangkitkan, menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik ke seluruh wilayah Republik Indonesia. Surat Keputusan Menteri PUTL No. 01/PRT/73 menetapkan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara diubah menjadi PLN Eksploitasi II Sumatera Utara. Menyusul kemudian diterbitkannya Peraturan Menteri PUTL No. 013/PRT/75 yang mengubah PLN Eksploitasi menjadi PLN Wilayah, dimana PLN Eksploitasi II berubah namanya menjadi PLN Wilayah II Sumatera Utara.

Undang-undang No. 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan menetapkan Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK). Kemudian dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas usaha penyediaan tenaga listrik, maka pada tanggal 16 Juni 1994 terbitlah Peraturan Pemerintah No.23/1994 yang isinya menetapkan status PLN yang berubah dari Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO). Sejak status perusahaan berubah, perkembangan kelistrikan di Sumatera Utara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan, perkembangan fasilitas kelistrikan, dan indikasi-indikasi pertumbuhan lainnya. PT PLN (Persero) Wilayah II berkonsentrasi pada bidang distribusi dan penjualan tenaga listrik. Pada Tahun 2003 PT PLN (Persero) Wilayah II berubah namanya menjadi PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Wilayah Kerja PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara meliputi keseluruhan wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan luas 71.680,68 km2 yang terdiri atas 25 Kabupaten dan 8 Kota dengan 417 kecamatan dan 5.856 desa/kelurahan dimana sebagian besar berada di daratan pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di pulau Nias (http://www.pln.co.id).

Perkembangan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara tidak jauh berbeda dengan perusahaan-perusahaan lain yang ada di Indonesia. PT ini juga mengalami pasang surut selama menjalankan pelayanannya di tengah-tengah masyarakat. Kondisi terakhir yang dialami PT PLN (Persero) wilayah Sumatera


(21)

Utara yaitu krisis listrik yang akhirnya membawa perusahaan ini pada kebijakan pemadaman listrik bergilir.

Diktat Interstudi School of PRs menuliskan krisis adalah masa gawat atau saat genting, dimana situasi tersebut merupakan titik baik atau sebaliknya. Oleh karena itu masa krisis adalah momen-momen tertentu yang apabila krisis tidak ditangani, krisis mengarah kepada situasi memburuk. Devlin (2007) mendefinisikan krisis sebagai “an ustable time for organization with a distinct possibility and for undesirable outcome” (Kriyantono, 2012:171), yang dapat diartikan sebagai sebuah situasi yang tidak stabil dengan berbagai kemungkinan melahirkan hasil yang tidak diinginkan.

Setiap krisis yang menimpa suatu perusahaan pasti menimbulkan dampak buruk. Sama halnya dengan krisis yang terjadi di tubuh PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Dampak tersebut meliputi dampak internal yang memengaruhi iklim perusahaan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara sendiri dan dampak eksternal yang memengaruhi kehidupan masyarakat. Dampak krisis listrik ini pasti meresahkan dan menyusahkan semua pihak mengingat listrik sebagai suatu kebutuhan vital kehidupan.

Banyak sekali dampak buruk akibat krisis listrik yang melanda wilayah Sumatera Utara. Kebijakan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara memberlakukan pemadaman listrik bergilir berdampak buruk pada banyak sektor kehidupan diantaranya sektor ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Pemadaman listrik bergilir ini merugikan seluruh pelaku ekonomi, mulai dari pedagang kecil yang usahanya sangat bergantung pada ketersediaan listrik yang stabil hingga para pengusaha. Tidak sedikit dari mereka yang mengalami penurunan omset dan beberapa kerugian lainnya, misalnya kerusakan alat-alat produksi usaha. Demikian halnya dengan kerugian yang ditanggung sektor pendidikan. Lembaga pendidikan yang dalam proses belajar mengajarnya sudah menggunakan alat-alat elektronik akhirnya tidak dapat memfungsikan alat-alat tersebut. Kondisi seperti ini, jika tidak segera ditangani akan mengganggu efektivitas belajar bahkan menurunkan semangat belajar siswa. Selain dua aspek kehidupan diatas, sektor kesehatan juga mengalami kerugian yang cukup serius. Beberapa rumah sakit yang alat-alat medisnya juga membutuhkan pasokan listrik yang stabil akhirnya


(22)

tidak dapat difungsikan secara maksimal karena pemadaman listrik bergilir. Hal ini sangat merugikan para pasien yang membutuhkan alat-alat medis tersebut untuk penyembuhannya.

Situasi krisis yang tidak menyenangkan ini juga berdampak buruk pada keberadaan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara selaku pihak yang bertanggung jawab mendistribusikan daya listrik ke seluruh wilayah Sumatera Utara. Secara general, kondisi krisis listrik ini berakibat pada munculnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Jika kondisi seperti ini tidak ditangani dengan segera dan serius, hal ini akan memicu lahirnya krisis-krisis lainnya.

PLN bukan satu-satunya perusahaan yang pernah mengalami krisis. Salah satu perusahaan di Indonesia yang pernah mengalami krisis dan sangat menyita perhatian adalah maskapai penerbangan Adam Air. Pada tanggal 01 Januari 2007 pesawat Boeing 737-400 dengan nomor penerbangan DHI 574 yang melayani rute penerbangan Surabaya-Manado mengalami kecelakaan maut. Pesawat berwarna putih-orange itu menghujam perairan Majene dengan kecepatan yang sangat tinggi. Di dalam air, pesawat itu pecah karena berat jenisnya lebih besar daripada berat jenis air. Kecelakaan ini menelan 102 nyawa penumpang yang jasadnya terkubur dalam laut bersama bangkai pesawat. Akhirnya pemerintah mencabut izin penerbangan maskapai ini dikarenakan pihak maskapai tidak memperlihatkan etiket baik dalam menangani krisis yang terjadi. Singkatnya, maskapai penerbangan ini dapat dikatakan lumpuh total (http://m.inilah.com).

Kondisi krisis juga menghampiri PT Pertamina pada akhir tahun 2013. Pasalnya Pertamina tiba-tiba menaikkan harga elpiji 12 kg pada 1 januari 2014 pukul 00.00 WIB dari harga Rp 70.200/tabung jadi Rp 117.708/tabung untuk menekan kerugian yang mencapai Rp 7,7 triliun. Harga elpiji 12 kg ini semakin mahal jika dijual di daerah karena ongkos ditribusinya ditanggung oleh konsumen, hingga harganya mencapai Rp 150.000/tabung. Dengan segala pertimbangan akhirnya harga elpiji 12 kg diturunkan dari harga terakhir yang disepakati atau hanya mengalami kenaikan sebesar Rp 1.000/tabung. Namun kejadian ini sudah mencoreng citra dan nama baik PT Pertamina yang dipercaya mengurusi persoalan migas di republik ini.


(23)

Situasi krisis yang terjadi di berbagai perusahaan, yang dalam penelitian ini difokuskan pada PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara membutuhkan penanganan serius demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya. Untuk itulah public relations (PRs) dihadirkan dalam sebuah perusahaan. Howard Bonham mendefinisikan Public relations sebagai suatu seni untuk menciptakan pengertian publik yang lebih baik, yang dapat memperdalam pengertian publik yang lebih baik, juga memperdalam kepercayaan publik terhadap seseorang atau organisasi. Mempertahankan atau mengembalikan citra perusahaan yang sudah tercoreng akibat peristiwa krisis yang terjadi menjadi tugas utama para praktisi PRs perusahaan baik perusahaan pemerintah maupun swasta.

Divisi public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara terlihat sudah melakukan beberapa hal yang diharapkan dapat meminimalisir bahkan menanggulangi krisis yang terjadi. Salah satu langkah darurat yang diambil PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara adalah melakukan penyewaan mesin pembangkit (genset). Sejauh ini PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara telah melakukan penyewaan genset dengan total daya 150 MW (megawatt) selama satu tahun (http:// m.detik. com). Selain itu, secara kontinyu PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara berusaha mensosialisasikan kondisi krisis kepada masyarakat dengan mengaktifkan layanan call center 123, akun facebook PLN di PLN 123 dan twitter @PLN_123. Melalui beberapa media ini PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara mengumumkan kepada masyarakat segala kondisi dan situasi yang terjadi selama masa krisis ini. Masyarakat juga diberi kesempatan untuk menyampaikan segala keluhannya terkait pemadaman listrik. Tidak hanya itu PLN Wilayah Sumatera Utara juga menyampaikan secara berkala pengumuman tentang jadwal pemadaman listrik bergilir di daerah melalui situs resmi mereka. Media selebaran pun diupayakan pihak PLN demi menjaga keseimbangan informasi antara PT PLN dengan masyarakat. Selebaran atau brosur ini disebarkan melalui loket-loket pembayaran listrik.

Informasi dasar tentang langkah-langkah darurat yang telah disusun menjadi sebuah strategi inilah yang dijadikan peneliti sebagai data untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana sebenarnya krisis yang terjadi di


(24)

lingkungan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dan strategi apa yang telah, sedang dan akan dilakukan untuk mengatasi situasi krisis ini.

Penelitian yang menyoroti manajemen krisis sudah pernah dilakukan di PT Pertamina (Persero) UP 4 Cilacap oleh Nur Aline Wisudani, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga pada tahun 2009. Penelitian yang mengangkat judul Manajemen Krisis Public Relations PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan IV Cilacap menggunakan metode studi kasus dengan analisis kualitatif berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara mendalam. Hasil yang diperolah dari penelitian ini yaitu tidak ditemukannya fakta tersurat bahwa hupmas Pertamina UP IV Cilacap melakukan manajemen krisis berdasarkan tahapan-tahapan umum seperti issue management, planning-prevention, the crises, dan post crises. Mereka lebih berdasarkan pada intuisi dan gerak cepat. Namun segala hal yang dilakukan terkoordinir, dan kurang lebih sama dengan tahapan-tahapan manajemen krisis pada umumnya.

Berdasarkan uraian konteks masalah yang telah dijelaskan sebelumnya di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Strategi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara).

I.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah diatas maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “ Bagaimanakah strategi divisi public relations PT PLN (Persero) dalam menangani manajemen krisis di PT PLN (Persero) Sumatera Utara?”

I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan dan agar penelitian ini memiliki arah yang lebih jelas maka perlu ditetapkan beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pemetaan krisis yang terjadi di PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.


(25)

2. Untuk mengetahui strategi manajemen krisis yang dilakukan public relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

I.3.2 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut dapat diungkapkan bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumbangsih baik secara teoritis, praktis maupun akademis.

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya materi dan perkembangan ilmu komunikasi.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi motivasi bagi perusahaan-perusahaan yang sedang mengalami krisis umumnya, secara khusus PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara agar lebih mempersiapkan dan meningkatkan strategi dalam menangani manajemen krisis.

c. Manfaat akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas khasanah penelitian di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dan dapat dijadikan sebagai bahan referensi pada Ilmu Komunikasi.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian

Perspektif adalah cara kita memandang atau cara kita menentukan sudut pandang ketika mengamati sesuatu. Nilai perspektif kita tidak terletak dalam nilai kebenarannya atau seberapa baik ia mencerminkan realitas yang ada. Konsekuensi dari penggunaan perspektif adalah kearifan untuk menyatakan bahwa apa yang kita ketahui sekarang bukanlah kebenaran mutlak, melainkan hanya pemahaman yang diciptakan manusia (Ardianto dkk, 2007: 76-77).

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan paradigma positivis. Paradigma positivis mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses linier atau proses sebab akibat, yang mencerminkan pengirim pesan (komunikator, encoder) untuk mengubah pengetahuan (sikap atau perilaku) penerima pesan (komunikan/ decoder) yang pasif (Mulyana, 2000:58 dalam Ardianto, 2007:87). Batasan komunikasi pada paradigma ini berlangsung satu arah, yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Michael Burgoon menyebutkan komunikasi ini sebagai defenisi berorientasi sumber (source oriented definition). Ini berarti komunikasi terjadi secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menyampaikan rangsangan dalam membangkitkan respon orang lain.

Pengetahuan tentang suatu hal dapat digunakan untuk meramalkan peristiwa hal itu di masa depan. Prinsip ini oleh paradigma positivis dijadikan prinsip pengetahuan manusia. Jadi pengetahuan tentang suatu masyarakat dapat digunakan untuk meramalkan dan mengendalikan masa depannya. Savoir pour prevoir (mengetahui untuk meramalkan) merupakan salah satu prinsip dasar positivis sebagai hasil dari penggunaan pengandaian penelitian ilmu-ilmu alam. Hanya saja objeknya bukan air atau tikus putih di laboratorium biologi melainkan tindak tanduk masyarakat, lembaga atau perusahaan (Ardianto, 2007:90-91).


(27)

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Public Relations (PRs)

Pandangan terhadap public relations (PRs) yang terus berubah merefleksikan evolusi praktik PRs di dalam perusahaan dan masyarakat. Perubahan ini juga menggambarkan sebuah profesi yang berkembang untuk mencari identitas diri dan pengakuan profesional. Banyak orang yang masih mendefinisikan PRs sebagai sekadar persuasi atau bujukan. Salah satu kamus mendefisikan PRs adalah “mengajak publik agar memahami dan punya kemauan baik (goodwill)”. Defenisi ini merefleksikan tulisan Edward L. Bernays, salah satu bapak pendiri PRs dalam bukunya yang berpengaruh, the Engineering of Consent (1955). Beliau mendefenisikan public relations sebagai including the public to have understanding for and goodwill (membujuk publik untuk memiliki pengertian yang mendukung serta memiliki niat baik).

Defenisi PRs yang masih merangkul prinsip komunikasi satu arah semakin mendominasi setelah Amerika Serikat ikut dalam perang dunia I dan Presiden Woodrow Wilson menciptakan Komite Informasi Publik. Tujuan komite ini adalah menyatukan opini publik untuk mendukung kampanye dengan cara menggunakan kampanye propaganda di seluruh penjuru negeri. Selama masa-masa awal ini, PRs berbentuk publisitas (publicity) yang didesain untuk memengaruhi orang lain sering hanya disebut sebagai “propaganda” (Cutlip dkk, 2007: 2-3).

Selama beberapa dekade setelah perang dunia II, pemahaman tentang efek media pun semakin canggih. Konsekuensinya, defenisi PRs tersebut di atas mulai memasuki gagasan komunikasi dan hubungan dua arah. Dalam perkembangannya banyak ahli yang memberikan sumbangsih pemikirannya dalam mendefinisikan public relations, beberapa diantara adalah:

a. Menurut Frank Jefkins, public relations adalah bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian (Jefkins, 2004: 10).

b. Menurut Scott Cutlip dan Allan Center

“public relations is a planned process to influence public opinion, through sound character and proper performance, based on mutually satisfactory two-way communication”


(28)

Public relations adalah upaya terencana guna mempengaruhi opini publik melalui karakter yang baik dan kinerja yang bertanggung jawab, yang didasarkan pada komunikasi dua arah yang memuaskan kedua belah pihak (Morissan, 2008: 7).

c. Menurut J.C. Seidel, seorang Public Relations Director, PRs adalah proses yang kontinyu dari usaha-usaha manajemen untuk memperoleh goodwill dan pengertian daripada pelanggan, pegawai dan publik umumnya; ke dalam dengan mengadakan analisa dan perbaikan-perbaikan terhadap diri sendiri, keluar dengan mengadakan pernyataan-pernyataan (Siswanto, 1992: 4).

d. Menurut International of Public Relations (IPRA), PRs adalah upaya terencana dan dilakukan secara terus menerus untuk mempertahankan itikad baik dan saling pengertian antara organisasi dengan segenap khalayaknya (Simadjuntak dkk, 2003: 6-7).

e. Pernyataan Meksiko (The Mexican Statement)

Pertemuan asosiasi-asosiasi PRs seluruh dunia di Mexico City pada bulan Agustus 1978, menghasilkan pernyataan mengenai defenisi PRs sebagai berikut: “Praktik PRs adalah sebuah seni sekaligus ilmu sosial yang menganalisa berbagai kecenderungan, memperkirakan setiap kemungkinan konsekuensinya, memberi masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisasi, serta menerapkan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan kepentingan khalayaknya (Jefkins, 2004: 10-11).

Sebenarnya perubahan konsep public relations sudah dirintis 33 tahun sebelum perang dunia II oleh seseorang yang pernah berlajar di Emory College dan lulus dari Priceton bernama Ivy Ledbetter Lee. Ivy yang dulunya bekerja sebagai reporter surat kabar dan wartawan New York Times dan World New York memulai kegiatannya di bidang public relations pada tahun 1906. Saat itu industri batu bara di ada di Amerika sedang mengalami kesulitan akibat pemogokan buruh. Hal ini dapat mengancam terjadinya kelumpuhan di tambang industri batu bara ini. Di tengah kondisi menyulitkan ini, Ivy Lee hadir untuk menengahi kedua belah pihak yakni para indutriawan dan para pekerja dengan menjamin keuntungan di masing-masing pihak (Simandjuntak dkk, 2003: 3-4).

Lee mengajukan gagasan kepada pimpinan industri batu bara dengan persyaratan sebagai berikut: (1) ia telah menemukan pentingnya memanusiawikan bisnis dan membawa humas turun ke kemasyarakatan di kalangan karyawan, pelanggan, dan komunitas sekotar peusahaan, (2) ia harus duduk diantara para top-eksekutif dan tidak melaksanakan program apapun jika tidak mendapatkan dukungan aktif dan partisipasi pribadi dari manajemen. Persyaratan yang diajukannya pada waktu itu cenderung revolusioner karena pada saat itu orang


(29)

yang bergerak di bidang komunikasi informasi tidak berada pada struktur pimpinan puncak (top manajemen). Ide jitu yang dicetuskan Ivy Lee akhirnya menyelamatkan perusahaan tambang itu dari bencana krisis (Moore, 2004: 28).

2.2.1.1 Bagian-Bagian dari Fungsi Public Relations

Dewasa ini semakin banyak organisasi baik berupa negara, keluarga kerajaan, dan produsen makanan cepat saji, maupun aktivis lingkungan yang menyadari pentingnya komunikasi. Artinya kesempatan berkarir di dunia public relations pada abad 21 ini sangat besar. Akibatnya, industri public relations tumbuh pesat dan komunikator profesional melihat bahwa pengaruh mereka meningkat karena semakin banyaknya organisasi yang melihat arti penting komunikator.

Perkembangan public relations yang dinamis diikuti dengan padatnya aktivitas yang harus dilakukan para praktisi PRs setiap harinya. Makna dan praktik PRs kontemporer mencakup semua aktivitas berikut ini:

a. Hubungan Internal

Hubungan internal adalah bagian khusus dari PRs yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan saling bermanfaat antara manajer dan karyawan tempat organisasi menggantungkan kesuksesannya. Ahli hubungan internal bekerja di bagian “komunikasi karyawan”, “hubungan karyawan”, atau “hubungan internal”. Mereka merancang dan mengimplementasikan program komunikasi internal dengan tujuan agar karyawan tetap mendapat informasi baru dan tetap termotivasi, serta menciptakan kultur organisasi. Menurut Alvie Smith, mantan direktur komunikasi korporat di General Motors, ada dua faktor yang menjelaskan mengapa manajemen menghormati salah satu aspek dari fungsi PRs ini:

Arti penting pemahaman, teamwork, dan komitmen karyawan dalam mencapai hasil standar. Aspek positif dari perilaku karyawan ini sangat dipengaruhi oleh komunikasi dua arah yang interaktif di seluruh dunia.

• Kebutuhan untuk membangun jaringan komunikasi – manajer, jaringan yang membuat setiap supervisor di setiap level bisa


(30)

melakukan komunikasi secara efektif dengan karyawannya. Kebutuhan ini bukan sekadar informasi yang berkaitan dengan tugas dan harus mencakup isu publik dan isu bisnis penting yang memengaruhi keseluruhan organisasi.

Staf hubungan internal bekerja sama dengan departemen SDM untuk mengkomunikasikan berbagai berita, pelatihan, dan topik penting lainnya kepada karyawan. Dan staf hubungan internal juga bekerja sama dengan staf hubungan eksternal untuk mengkoordinasikan pesan-pesan sehingga perusahaan bisa mengemukakan pernyataannya dalam satu “suara” (Cutlip dkk, 2007: 11-12). b. Publisitas

Publisitas adalah informasi yang disediakan oleh sumber luar yang digunakan oleh media karena informasi itu memiliki nilai berita. Metode penempatan pesan di media ini adalah metode yang tidak bisa dikontrol (uncontrolled) sebab sumber informasi tidak memberi bayaran kepada media untuk pemuatan informasi tersebut. Media cetak biasanya menerima sebuah press release, berita dengan foto, atau berita pers dengan diberi informasi latar belakang berita. Media penyiaran biasanya menerima skrip berita, rekaman wawancara atau “sound bites”, rilis berita video (Video News Realease), atau berita pers yang memuat materi yang cocok untuk siaran . untuk menciptakan publisitas, sumber harus tahu informasi apa yang menarik perhatian media, mengidentifikasi sudut pandang berita yang layak, dan menulis serta mengemas informasi agar sesuai dengan mediumnya.

Model praktik publisitas juga disebut “informasi publik”. Model “mengisahkan cerita kami” masih merupakan model yang paling banyak digunakan. Banyak manajer dan klien jajaran akan menyewa ahli PRs untuk menangani peliputan media agar organisasi mereka dipandang positif. Mereka yang bekerja dalam publisitas biasanya mengawali kariernya sebagai jurnalis dan menggunakan pemahaman mereka tentang media untuk menyusun pesan yang layak muat dan acara yang bisa menarik perhatian media. Publisitas yang dihasilkan oleh mantan jurnalis telah mendominasi praktik PRs sejak awal, jadi tidak mengejutkan jika ada yang masih mengacaukan antara publisitas dengan


(31)

konsep PRs yang lebih luas. Bagaimanapun juga PRs jauh lebih luas ketimbang publisitas (Cutlip dkk, 2007: 12-14).

c. Advertising

Advertising adalah informasi yang ditempatkan di media oleh sponsor tertentu yang identitasnya membayar untuk ruang dan waktu penempatan informasi tersebut .ini adalah media terkontrol dalam menempatkan pesan di media. PRs menggunakan advertising ini untuk menjangkau audiens yang lebih luas, bukan untuk konsumen yang menjadi sasaran marketing. Perusahaan-perusahaan menggunakan advertising untuk tujuan PRs ketika mereka ingin menanggapi kritik di media – yakni kritik media yang tak bisa mereka kontrol sepenuhnya – saat mereka menganggap sudut pandang merek tidak dimuat secara adil dan seimbang, saat mereka merasa bahwa publik mereka tidak memahami isu dengan benar dan bersifat apatis, atau ketika mereka ingin mengemukakan pandangan terhadap suatu kasus. Dalam analisis terakhir, dengan anggaran yang cukup, perusahaan bisa menggunakan advertising untuk mengontrol isu, penempatan, dan timing dalam menempatkan pesan PRs di media (Cutlip dkk, 2007: 14-16).

d. Press Agentry

Press Agentry adalah penciptaan berita dan peristiwa yang bernilai berita untuk menarik perhatian media massa dan mendapatkan perhatian publik. Agen pers berusaha menarik perhatian publik lebih dari sekedar membangun pemahaman publik. Publisitas adalah strategi utama mereka yang pendekatannya didasarkan pada teori penentuan agenda, yang menyatakan bahwa banyaknya liputan media massa akan menentukan persepsi publik terhadap arti penting relatif dari topik dan orang. Mereka menarik perhatian melalui praktik press agentry.

Sebagian kalangan beranggapan bahwa liputan pers tidak selalu bernada negatif. Kadangkala liputan yang mengarah negatif juga berpotensi memberi gambaran yang tidak begitu buruk bagi perusahaan bahkan mungkin menguntungkan perusahaan. O.J Simpson mengatakan padangan serupa tentang publisitas negatif. “ini jelas bukan cara terbaik untuk membuat terkenal, tetapi ini


(32)

adalah cara yang efektif”. Press agentry memainkan peran utama dalam industri rekaman musik, olahraga, profesional, atraksi turis, studi film, televisi, pertunjukan konser dan teater, dan usaha-usaha bisnis yang dipimpin oleh para selebritas. press agentry juga merupakan faktor penting dalam kampanye politik dan konvensi partai politik yang berusaha mendapatkan pengakuan dan menarik perhatian melalui media (Cutlip dkk, 2007: 16-18).

e. Public Affairs

Public Affairs adalah bagian khusus dari PRs yang membangun dan mempertahankan hubungan pemerintah dan komunitas lokal dalam rangka memengaruhi kebijakan publik. Dalam perusahaan, “public affairs” biasanya mengacu pada usaha PRs yang berkaitan dengan kebijakan publik dan “corporate citizenship”. Spesialis public affairs di perusahaan berfungsi sebagai perantara atau penghubung (liaison) dengan unit-unit pemerintah; mengimplementasikan program bantuan masyarakat; mendorong aktivisme politik, mengampanyekan kontribusi, dan voting; dan melakukan kegiatan amal dan turut dalam organisasi pembangunan masyarakat.

Minat yang terus bertambah terhadap public affairs ini seiring dengan terjadinya perubahan dalam pemerintahan, perubahan di dalam komunikasi, meningkatnya arti penting pemerintah lokal dan negara, dan aturan yang makin kompleks. Ringkasnya, pekerjaan public affairs berlangsung di dalam lingkungan yang makin demokratis dan kompleks. Ini menyebabkan PRs berperan penting dalam perumusan kebijakan publik (Cutlip dkk, 2007: 18-20).

f. Lobbying

Lobbying adalah bagian khusus dari PRs yang berfungsi untuk menjalin dan memelihara hubungan dengan pemerintah terutama dengan tujuan memengaruhi penyusunan undang-undang dan regulasi. Para pelobi (lobbyist) di semua level pemerintah harus memahami proses legislatif, tahu bagaimana pemerintah berfungsi, dan kenal dengan para pembuat hukum dan pejabat hukum. Karena itu semua bukan dari pendidikan praktisi PRs, para pelobi ini biasanya punya latar belakang dan kenal dengan pengacara, pejabat pemerintah, anggota staf pejabat


(33)

terpilih, atau orang-orang dalam pemerintah yang punya hubungan baik dengan pembuat keputusan.

Dalam praktiknya, lobbying harus bekerja sama dengan kegiatan PRs lainnya yang ditujukan pada publik nonpemerintah. Pelobi yang canggih memobilisasi kostituen yang berpandangan sama sehingga suara mereka dapat didengar oleh pembuat hukum dam pejabat pemerintah. Menggerakkan masa untuk memengaruhi suatu kasus disebut “lobi akar rumput” dan merupakan bagian dari upaya PRs yang dikoordinasikan untuk memengaruhi kebijakan publik.

Kegagalan atau kesuksesan lobbying sebagian dipengaruhi oleh keahlian dasar PRs – menyelidiki pandangan legislator terhadap suatu isu dan meriset kebutuhan informasi, mengkomunikasikan informasi yang persuasif kepada pejabat pemerintah, kepada akar rumput dan kepada klien mereka. Selain kemampuan ini, para pelobi membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang pemerintahan, proses legislatif, kebijakan publik, dan opini publik. Citra stereotip pelobi yang membagi-bagikan uang sambil menghisap rokok kini tidak berlaku bagi kebanyakan pelobi dalam pekerjaan mereka.

Pelobi menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengumpulkan informasi dari pemerintah ketimbang melakukan komunikasi dengan pemerintah, karena strategi, taktik, dan posisi lobbying yang baik sangat tergantung kepada basis informasi yang kuat (Morissan, 2008: 27-29).

g. Manajemen Isu

Manajemen isu adalah proses proaktif dalam mengantisipasi, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan merespon isu-isu kebijakan publik yang memengaruhi hubungan perusahaan dan publik mereka. Ada dua esensi manajemen isu, (1) identifikasi dini atas isu yang berpotensi memengaruhi perusahaan, dan (2) respon strategis yang didesain untuk mengurangi atau memperbesar konsekuensi dari isu tersebut.

Lesly (1992: 23) mengatakan isu merupakan materi yang diperdebatkan. Disini ada pandangan yang berbeda terhadap satu permasalahan. Lesly (1992:29) menunjukkan unsur-unsur program dalam menghadapi isi publik.


(34)

1. Mengidentifikasi isu atau peluang dan kecenderungan 2. Mengevaluasi dampaknya dan menyusun prioritas 3. Menetapkan posisi perusahaan

4. Merancang tindakan dan respons perusahaan (seperti komunikasi, lobi, iklan, tuntutan hukum , dan lain-lain)

5. Mengimplementasikan rencana

6. Umpan – balik dan evaluasi (Iriantara, 2004: 119)

Secara administratif, atau setidaknya secara konseptual, manajemen isu adalah bagian dari fungsi PRs. Akan tetapi, jika hanya dilihat sebagai komunikasi persuasif, ia menjadi taktik untuk memengaruhi kebijakan publik, bukan sebagai bagian dari perencanaan strategi perusahaan. Berkenaan dengan penyesuaian perusahaan dan pembentukan hubungan dengan stakeholder untuk meraih tujuan bersama, “manajemen isu dan PRs adalah sama dan menghasilkan hasil yang sama” (Cutlip dkk, 2007: 24-25).

h. Hubungan Investor

Hubungan investor adalah bagian dari PRs dalam perusahaan korporat yang membangun dan menjaga hubungan yang bermanfaat dan saling menguntungkan dengan shareholder dan pihak lain di dalam komunitas keuangan dalam rangka memaksimalkan nilai pasar. Spesialis hubungan investor selau memberi informasi kepada pemegang saham dan loyal kepada perusahaan dalam rangka mempertahankan nilai saham yang layak. Pekerjaan mereka antara lain meneliti tren pasar, menyediakan informasi kepada publik finansial, memberi saran manajemen, dan merespon permintaan informasi keuangan. Laporan tahunan dan laporan caturwulan, formulir, dan SEC yang membutuhkan 10-K, laporan pendapatan melalui e-mail, dan link homepage ke informasi finansial, adalah cara-cara yang dipakai untuk menyebarkan informasi kepada analis, investor, dan pers finansial. Ahli hubungan investor harus tahu banyak soal keuangan korporat, akuntansi, wall street, bursa saham international (yang terbesar di dunia adalah Tokyo Stock Exchange), tren bisnis international, jurnalisme bisnis, dan masih banyak lagi.

Sebagai akibatnya, mereka yang ingin berkarier di bidang hubungan investor harus mengombinasikan studi PRs dengan studi keuangan dan hukum bisnis. Orang di bidang ini juga membutuhkan penguasan lebih dari satu bahasa, ilmu ekonomi, dan keuangan perusahaan. Mereka juga perlu banyak bepergian


(35)

dan mempelajari situasi politik international yang senantiasa berubah dengan cepat. Perusahaan dan ahli hubungan investor harus menghadapi ekonomi yang makin mengglobal. Karena tidak banyak orang yang punya latar belakang keuangan perusahaan dan kompetisi perusahaan, maka posisi hubungan investor merupakan salah satu dari pekerjaan yang paling banyak bayarannya (Cutlip dkk, 2007: 25-27).

i. Pengembangan

Pengembangan adalah bagian khusus dari PRs dalam organisasi nirlaba yang bertugas membangun dan memelihara hubungan dengan donor dan anggota dengan tujuan mendapatkan dana dan dukungan sukarela. Spesialis pengembangan bekerja untuk stasiun penyiaran publik, yayasan riset penyakit, kelompok komunitas seni, dan organisasi keagamaan. Aktivitas pengumpulan dana dan pelayanan keanggotaan merupakan bagian terbesar dari program ini. Hal ini membuat program pengembangan menjadi bagian siginifikan dari fungsi manajemen yang lebih luas – yakni PRs – dalam organisasi nirlaba (Cutlip dkk, 2007: 27).

Praktisi PRs di setiap perusahaan melakukan aktivitas yang berbeda-beda sehari-hari. Berikut ini setidaknya ada sepuluh kategori yang meringkaskan apa yang dilakukan spesialis PRs di tempat kerja:

1. Menulis dan Mengedit, menyusun rilis berita dalam bentuk cetak atau siaran, cerita feature, newsletter untuk karyawam dan stakeholder eksternal, korespondensi, pesan website dan pesan media online lainnya, laporan tahunan dan shareholder, pidato brosur, film dan scriptslide show, artikel publikasi perdagangan, iklan institusional, dan materi-materi pendukung teknis.

2. Hubungan Media dan Penempatan Media, mengontak media koran, majalah, suplemen mingguan, penulis freelance, dan publikasi perdagangan agar mereka mempublikasikan atau menyiarkan berita atau feature tentang organisasi yang ditulis oleh organisasi itu sendiri atau oleh orang lain. Merespon permintaan informasi oleh media, memverifikasi berita, dan membuka akses ke sumber otoritatif.

3. Riset: mengumpulkan informasi tentang opini publik, tren, isu yang sedang muncul, iklim politik dan peraturan perundangan, liputan media, opini kepentingan dan pandangan-pandangan lain berkenaan dengan stakeholder organisasi. Mencari database di internet, jasa online, dan data pemerintah elektronik. Mendesain riset program, melakukan survey, dan menyewa perusahaan riset.


(36)

4. Manajemen dan administrasi, pemograman dan perencanaan dengan bekerja sama dengan manajer lain; menentukan kebutuhan, menentukan prioritas, mendefinisikan publik, setting dan tujuan, dan mengembangkan strategi dan taktik. Menata personil, anggaran, dan jadwal program.

5. Konseling, memberi saran kepada manajemen dalam masalah sosial, politik, dan peraturan; berkonsultasi dengan tim manajemen mengenai cara menghindari atau merespons krisis; dan bekerja bersama pembuat keputusan kunci untuk menyusun strategi untuk mengelola atau merespons isu-isu yang sensitif dan kritis.

6. Acara Spesial: mengatur dan mengelola konferensi pers, lomba lari 10K, konvensi, open house, pemotongan pipa dan grand opening, perayaan ulang tahun, acara pengumpulan dana, mengunjungi tokoh terkemuka, mengadakan kontes, program penghargaan, dan kegiatan khusus lainnya.

7. Pidato: tampil di depan kelompok, melatih orang untuk memberikan kata sambutan dan mengelola biro juru bicara untuk menjelaskan platform organisasi di depan audiens penting.

8. Produksi: membuat saluran komunikasi dengan menggunakan keahlian dan pengetahuan multimedia, termasuk seni, tipografi, fotografi, tata letak, dan computer desktop publishing; perekaman audio dan video dan editing; dan menyiapkan presentasi audiovisual.

9. Training; mempersiapkan eksekutif dan juru bicara lain untuk menghadapi media dan tampil di hadapan publik. Memberi petunjuk kepada orang lain di dalam organisasi untuk meningkatkan keahlian menulis dan berkomunikasi. Membantu memperkenalkan perubahan dalam kultur, kebijakan, struktur, dan proses organisasional.

10.Kontak: bertugas sebagai penghubung (liaison) dengan media, komunitas, dan kelompok internal dan eksternal lainnya. Sebagai mediator antara organisasi dan stakeholder penting dengan bertugas untuk mendengarkan pandangan, menegosiasikan, mengelola konflik, dan menjalin kesepakatan. Sebagai tuan rumah dengan melakukan pertemuan dan jamuan untuk tamu dan pengunjung (Cutlip, 2007: 40-41).

Agar tugas dan pekerjaan sebagai praktisi PRs diatas dapat dilakoni dengan baik dan efektif, praktisi PRs sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut:

1. Menyampaikan fakta dan opini, baik yang beredar di dalam maupun di luar perusahaan. Bahan- bahan itu dapat diperoleh dari kliping media massa dalam kurun waktu tertentu, dengan melakukan penelitian terhadap naskah-naskah pidato pimpinan, bahan dipublikasikan perusahaan, serta melakukan wawancara tertentu dengan pihak-pihak yang berkepentingan atau dianggap penting.

2. Menelusuri dokumen resmi perusahaan dan mempelajari perubahan yang terjadi secara historis. Perubahan umumnya disertai dengan perubahan sikap perusahaan terhadap publiknya atau sebaliknya.


(37)

3. Melakukan analisis SWOT. Mereka tidak perlu menganalisis hal-hal yang berada di luar jangkauannya, seorang praktisi PRs perlu melakukan analisis yang berbobot mengenai persepsi dari luar dan dalam perusahaan atas SWOT yang dimilikinya. Misalnya menyangkut masa depan industri yang ditekuninya, citra yang dimiliki perusahaan, kultur yang dimiliki serta potensi lain yang dimiliki perusahaan (Iriantara, 2004: 75-76).

2.2.1.2 Peran Public Relations

Seorang praktisi PRs menyesuaikan pola perilakunya untuk menangani situasi yang senantiasa terjadi di dalam pekerjaan mereka dan mengakomodasi ekspektasi orang lain tentang apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaaan mereka. Ada empat peran utama PRs yang mendeskripsikan sebagian besar praktik mereka. Akan tetapi, kadang-kadang praktisi melakukan semua peran ini dan peran lainnya dalam tingkat yang berbeda-beda, meskipun ada peran dominan dalam pekerjaan mereka sehari-hari dan dalam cara mereka berhadapan dengan orang lain.

a. Teknisi Komunikasi

Deskripsi kerja dalam lowongan pekerjaan biasanya menyebutkan keahlian komunikasi dan jurnalistik sebagai syarat. Teknisi komunikasi disewa untuk menulis dan mengedit newsletter karyawan, menulis news release dan feature, mengembangkan isi web, dan menangani kontak media. Praktisi tidak hanya mengawali kariernya dengan peran ini, tetapi juga banyak menghabiskan waktu mereka dalam aspek teknis dari komunikasi.

b. Pakar Perumus (Expert Prescriber)

Peran “pakar perumus” atau expert prescriber ini menarik perhatian praktisi karena menjalani peran ini akan membuat orang dilihat sebagai pihak yang punya otoritas untuk menentukan bagaimana cara mengerjakan segala sesuatu.

c. Fasilitator komunikasi

Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi PRs adalah sebagai pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara (liaison), interpreter, dan


(38)

mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi percakapam dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan oleh baik itu manajemen maupun publik untuk membuat keputusan demi kepentingan bersama.

d. Fasilitator Pemecah Masalah

Ketika praktisi PRs melakukan peran sebagai fasilitator pemecah masalah, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai ke evaluasi program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain dan organisasi untuk mengaplikasikan PRs dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan masalah organisasional.

Fasilitator pemecah masalah dimasukkan ke dalam tim manajemen karena mereka punya keahlian dan keterampilan dalam membantu manajer lain untuk menghindari masalah atau memecahkan masalah. Akibatnya, pandangan PRs akan dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan manajemen (Ruslan, 1999: 21-23).

2.2.2 Manajemen Krisis

2.2.2.1 Defenisi, Sebab, dan Tipe Krisis

Kata “krisis” dalam kamus bahasa Indonesia mengandung dua arti, yakni; 1. Kemelut, 2. Keadaan genting. Kata “kemelut” menggambarkan suatu keadaan atau situasi yang tidak menyenangkan. Dalam konteks komunikasi, situasi dan kondisi seperti ini dapat dengan mudah ditemukan. Setiap proses komunikasi yang mengandung kemelut minimal mengindikasikan:

1. Adanya silang pendapat yang tajam dan tidak menunjukkan adanya itikad atau usaha saling memahami satu sama lain (mutual understanding). Masing-masing pihak dalam proses komunikasi tersebut justru saling mencari kesalahan atas pengakuan verbal bicaranya sehingga duplikasi pertentangan terjadi begitu cepat dan meluas. Setiap pernyataan akan memancing pernyataan tandingan


(39)

argumentasi yang berlawanan. Dengan demikian kemelut dalam komunikasi tersebut sangat potensial diikuti dengan tindakan fisik yang destruktif.

2. Masing-masing pihak tidak lagi melihat sisi positif atau maksud baik dari komunikasi, sebab komunikasi hanya dipergunakan sebagai instrument untuk merendahkan posisi lawan. Komunikasi berjalan secara asimetris, sulit terjadi proses konvergensi. Sebaliknya pesan diterima melalui proses selektivitas yang diperankan oleh unsur emosional, seperti kecurigaan (prejudice. Dalam situasi prejudice audiens cenderung tidak konsentrasi, tidak sepenuh hati mencari isi pesan. Menurut pernyataan Scott. M Cultip, The audience is hot in a listening mood. Situasi demikian, justru menghasilkan komunikasi yang cenderung mendistorsikan isi pesan.

3. Oleh sebab itu kedudukan komunikasi dan komunikator tidak dalam satu posisi yang sama, maka yang muncul adalah kecenderungan penonjolan “aku” (ego) masing-masing setiap orang merasa dirinya lebih benar, lebih penting dan lain-lain (Panuju, 2002:1-2).

Para akademisi banyak menjabarkan beragam dimensi mengenai apa yang dimaksud dengan krisis bagi sebuah perusahaan. Dennis L. Wilcox dan Glen T. Cameron memaparkan beberapa defenisi krisis. Salah satu yang dianggap sebagai defenidi terbaik yakni:

A crisis is an extraordinary event or series of events that adversely affects the integrity of the product, the reputation or financial stability of the organization; or the health or well- being of employees, the community, or the public at large (Pasific Telesis dalam Wilcox and Cameron, 2006:258)

(Sebuah krisis adalah peristiwa luar biasa atau bagian dari peristiwa yang secara bertahap akan memberikan pengaruh yang berkaitan dengan produk, reputasi, atau stabilitas keuangan perusahaan; kesehatan atau kesejahteraan karyawan, komunitas, atau public secara keseluruhan)

Defenisi krisis tersebut menyatakan bahwa sebuah krisis memberi pengaruh pada produk yang dihasilkan perusahaan, kinerja perusahaan, dan yang paling utama adalah reputasi citra atau corporate image secara tidak terduga. Jika demikian, maka dapat disimpulkan bahwa krisis sangat berbahaya bagi eksistensi perusahaan. Mengingat dampak krisis tersebut, maka sangat dibutuhkan upaya penanganan krisis agar tidak memasuki masa akut dan mengganggu kinerja perusahaan. Bahkan sebelum hal itu terjadi, dibutuhkan sebuah perencanaan yang baik untuk mencegah munculnya segala kemungkinan krisis bagi perusahaan.


(40)

Nashville, Institute for Crisis Management yang berbasis di Tennesee, mengidentifikasikan empat penyebab mendasar terjadinya sebuah krisis perusahaan yaitu: (1) Bencana Alam. Badai, gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir dan sebagai termasuk dalam kategori ini, (2) Masalah Mekanis. Contohnya adalah pecahnya pipa atau jatuhnya skywalk, (3) Kesalahan Manusia. Misalnya seorang karyawan salah membuka katup air dan menyebabkan banjir yang cukup mengganggu, (4) Keputusan Manajemen. Eksekutif level senior kadang tidak menganggap serius masalah atau malah beranggapan bahwa tak seorang pun yang akan tahu mengenai masalah tersebut (Lattimore dkk, 2010: 434).

Shrivasta dan Mitroff (Ngurah, 1999: 90) mengemukakan penyebab krisis yang didasarkan pada lokasi krisis. Penyebab krisis yang pertama disebut sebagai penyebab teknis dan ekonomis. Penyebab krisis yang kedua disebut penyebab manusiawi, organisatoris dan sosial. Mereka juga mengkategorikan penyebab krisis berdasarkan tempat asal atau kejadian krisis yaitu di dalam atau di luar organisasi. Berdasarkan pengkategorian tersebut mereka memperlihatkan tipologi krisis yang disajikan dalam bagan berikut.

Gambar 2.1. Tipologi Krisis Teknis/Ekonomi

Sel 1  Kecelakaan kerja  Kerusakan produk  Kemacetan komputer  Informasi yang rusak/hilang

Internal

Sel 2

 Perusakan lingkungan yang meluas  Bencana alam

Hostile Takeover Krisis social

 Kerusakan system berskala luas Eksternal Sel 3

 Kegagalan beradaptasi/melakukan perubahan

 Sabotase oleh orang dalam  Kemacetan organisasional  On-site product tampering  Aktivitas illegal

 Penyakit karena pekerjaan

Sel 4  Symbolic projection  Sabotase orang luar

 Teroris, penculikan eksekutif  Off site product tempering Counterfeiting (pemalsuan)

Manusia/Organisasional/Sosial (Sumber:http//staff.uny.ac.id/)


(41)

Otto Lerbinger (1997) mengungkapkan terdapat delapan tipe krisis, baik yang disebabkan kegagalan manajemen maupun kekuatan lingkungan, yaitu: krisis alami, krisis teknologi, konfrontasi, krisis kedengkian, nilai manajemen yang menyimpang, sikap manajemen yang tidak senonoh, penipuan serta krisis bisnis dan ekonomi. Upaya yang cukup serius mengenai tipe-tipe krisis dikemukakan Claudia Reinhardt (1987) yang membuat kategori krisis berdasarkan waktu yaitu:

1. Krisis bersifat segera (immediate crises). Tipe krisis yang paling ditakuti karena terjadi begitu tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak ada waktu untuk melakukan riset dan perencanaan. Krisis jenis ini membutuhkan konsensus terlebih dahulu pada level manajemen puncak untuk mempersiapkan rencana umum (general plan) mengenai bagaimana bereaksi jika terjadi krisis yang bersifat segera agar tidak menimbulkan kebingungan, konflik dan penundaan dalam menangani krisis yang muncul.

2. Krisis yang baru muncul (emerging crises). Tipe krisis ini masih memungkinkan praktisi humas untuk melakukan penelitian dan perencanaan terlebih dahulu, namun krisis dapat meledak jika terlalu lama tidak ditangani. Tantangan bagi praktisi humas jika terjadi krisis jenis ini adalah meyakinkan manajemen puncak untuk mengambil tindakan perbaikan sebelum krisis mencapai tahapan krisis.

3. Krisis bertahan (sustained crises) adalah krisis yang tetap muncul selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun walaupun telah dilakukan upaya terbaik oleh pihak manajemen perusahaan untuk mengatasinya (Morissan, 2008: 172-173).

2.2.2.2 Anatomi Krisis

Steven Fink seorang konsultan krisis Amerika mengembangkan konsep anatomi krisis. Fink mendeskripsikan krisis seperti layaknya penyakit yang menyerang tubuh manusia, dan membagi tahapan krisis sesuai dengan terminologi kedokteran yang dipakai untuk melihat stadium penyakit yang menyerang manusia sebagai berikut: (1) tahap prodromal, (2) tahap akut, (3) tahap kronis, (4) tahap resolusi (penyembuhan).

Fink mengungkapkan bahwa keempat tahap tersebut saling memiliki keterkaitan dan berpotensi membentuk suatu siklus. Lama waktu yang ditempuh oleh setiap tahap sangat dipengauhi oleh sejumlah variable seperti dibawah ini.


(42)

Gambar 2.2 Variabel Pembentuk Siklus

(Sumber:

Apabila krisis yang terjadi tidak terlalu parah, maka waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing fase tidak akan terlalu lama. Sebaliknya, apabila krisis yang terjadi termasuk krisis yang berat dan juga tidak tertangani dengan baik, maka kemungkinan terburuk yang bisa dialami perusahaan adalah runtuhnya perusahaan.

Gambar 2.3 Siklus Krisis

(Sumber: Fink dalam Kasali, 1999)

Penjelasan mendalam tentang siklus krisis diatas dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Tahap Prodromal

Pada tahap ini krisis belum dirasakan perusahaan sehingga krisis pada tahap ini kerap diabaikan. Tahap ini disebut juga dengan tahap peringatan karena sesungguhnya pada krisis ini sudah muncul gejala yang harus diatasi. Tahap ini disebut sebagai tahap peringatan yang memberi sinyal tanda bahaya, ada tindakan yang mesti dilakukan supaya krisis tidak menjadi akut. Bisa dikatakan tahap ini

Tubuh Manusia Krisis di Perusahaan

Jenis Virus Jenis bahaya

Usia Pasien Usia perusahaan

Kondisi kesehatan pasien Kondisi perusahaan

Potensi untuk menerima pengobatan Potensi untuk menerima treatment Keterampilan dokter Keterampilan para manajer

Krisis Prodromal

Krisis Akut

Krisis Kronik Krisis Resolusi


(43)

merupakan fase yang menentukan. Apabila perusahaan mampu mengatasi gejala-gejala yang timbul, maka krisis tidak akan melebar dan memasuki fase-fase berikutnya. Namun seandainya pada tahap ini krisis juga tidak berhasil ditangani paling tidak perusahaan sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi tahap akut. Tahap prodomal ini biasanya muncul dalam salah satu dari 3 bentuk berikut ini.

a. Jelas sekali, yakni tatkala gejala awal memang sudah bisa dilihat dengan jelas seperti munculnya desas-desus atau adanya kebocoran pipa gas pabrik

b. Samar-samar, yakni gejala yang muncul hanya samar-samar sehingga sulit menafsirkan dan menduga luasnya suatu kejadian, seperti munculnya pesaing baru atau tindakan/ucapan dari pemuka pendapat

c. Tidak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak bisa membaca gejala apa-apa karena kelihatannya tidak ada masalah dan kegiatan perusahaan berjalan dengan baik, wajar dan biasa saja (Iriantara, 2004: 122).

2. Tahap Akut

Pada tahap ini gejala yang semula samar-samar atau bahkan tidak terlihat sama sekali mulai tampak jelas. Krisis pada tahap akut sering disebut sebagai the point of no return, artinya apabila gejala yang muncul pada fase peringatan (tahap prodromal) tidak terdeteksi sehingga tidak tertangani, maka krisis memasuki tahap akut yang tidak akan bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitasnya ditentukan oleh kompleksnya permasalahan. Namun demikian, seberapa jauh krisis menimbulkan kerugian sangat tergantung pada para aktor yang menangani krisis karena ahap akut merupakan antara, yang bila tidak ditangani dengan baik akan membawa organisasi pada tahapan krisis berikutnya, yakni tahap kronis (Iriantara, 2004: 123).

3. Tahap Kronis

Pada tahap ini, jika diibaratkan badai maka pada fase ini badai telah berlalu, yang tinggal adalah reruntuhan bangunan akibat serangan badai. Dengan berakhirnya tahap akut maka saatnya melakukan langkah-langkah pembersihan.


(44)

Tahap ini disebut juga sebagai the clean up phase atau the post mortem atau tahap recovery atau selfanalysis. Tahap ini ditandai dengan perubahan struktural, seperti pergantian manajemen, pergantian pemilik, atau bahkan mungkin juga perusahaan dilikuidasi. Perusahaan harus segera mengambil keputusan apakah ingin terus hidup atau sebaliknya. Jika masih ingin terus hidup maka perusahaan harus segera melancarkan langkah-langkah pemulihan (Iriantara, 2004: 123).

4. Tahap Resolusi (Penyembuhan)

Pada tahap ini perusahaan sedang menjalani masa penyembuhan, kondisi krisis perusahaan mulai pulih. Namun yang perlu diingat, tahapan-tahapan krisis ini merupakan siklus yang berputar, maka bila telah memasuki tahap resolusi sebaiknya perusahaan tetap waspada. Tahap ini berpotensi kembali ke tahap prodromal jika proses penyembuhan tidak dilakukan dengan benar-benar tuntas (Iriantara, 2004: 123).

2.2.2.3 Penanganan Krisis

Mengingat dampak negatif dan kerugian yang sedemikan besar maka krisis tidak dapat dibiarkan begitu saja tanpa disertai penanganan yang serius. Kasali (1994:231) menguraikan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menangani krisis.

1. Identifikasi krisis

Identifikasi krisis dilakukan dengan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat, maka penelitian harus dilakukan secara informal dan kilat, harus diusahakan kesimpulan atas identifikasi krisis yang terjadi ditarik pada hari yang sama saat data dikumpulkan. Oleh sebab itulah dibutuhkan praktisi PRs yang cakap dan peka dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Kesimpulan yang dihasilkan pada saat itu dapat digunakan sebagai langkah awal untuk mendapatkan data dan informasi yang akan digunakan untuk melakukan tindakan pada tahap berikutnya.

2. Analisis krisis

Dari data yang telah diperoleh, maka tugas praktisi PRs selanjutnya adalah menganalisis krisis yang dilakukan baik secara parsial maupun integral. Dalam tahap ini dibutuhkan kemampuan membaca permasalahan yang baik.

3. Isolasi krisis

Krisis bisa identikkan sebagai penyakit, maka agar penyakit itu tidak menular dan menyebar luas, perlu dilakukan isolasi krisis. Langkah


(45)

mengkarantina krisis juga dilakukan sebagai langkah untuk mencegah meluasnya krisis.

4. Pilihan strategi

Sebelum mengambil langkah pengendalian krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil. Ada tiga strategi generik yang dapat dilakukan untuk menangani krisis, yaitu:

- Defensive Strategy (Strategi Defensif) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

- Mengulur waktu

- Tidak melakukan apa-apa - Membentengi diri dengan kuat

- Adaptive Strategy (Strategi Adaptif) dengan langkah-langkah yang mencakup hal-hal yang lebih luas sebagai berikut:

- Mengubah kebijakan - Modifikasi operasional - Kompromi

- Meluruskan citra

- Dynamic Strategy (Strategi Dinamis), strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah:

- Merger dan akuisisi - Investasi baru - Menjual saham

- Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama - Menggandeng kekuasaan

- Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian 5. Program Pengendalian

Program pengendalian merupakan langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh hari sebelum krisis muncul, yakni sebagai panduan (guidence) agar para eksekutif dapat mengambil langkah yang pasti. Berbeda dengan strategi generik, program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.

Implementasi pengendalian diterapkan pada: - Perusahaan (beserta cabang)

- Industri (gabungan usaha sejenis) - Komunitas

- Divisi-divisi perusahaan (Iriantara, 2004:124-125)

2.2.2.4 Strategi Manajemen Krisis

Manajemen krisis merupakan proses perencanan strategis terhadap krisis atau titik balik negatif, sebuah proses yang mengubah beberapa resiko dan ketidakpastian dari keadaan negatif dan berusaha agar perusahaan dapat


(46)

mengendalikan sendiri aktivitasnya (Fearn – Banks, dalam Prayudi, 1998:2). Manajemen krisis yang efektif tidak hanya meredakan atau mengakhiri krisis tapi juga ada kalanya dapat memberikan perusahaan reputasi yang lebih positif dari sebelum terjadi krisis. Krisis dalam kaca mata public relations tidak selalu diidentikkan dengan ancaman. Krisis yang disebabkan oleh faktor internal ataupun faktor eksternal seringkali dianggap sebagai sebuah kesempatan untuk membangun citra secara lebih cepat. Tentu saja, itu sepenuhnya tergantung pada bagaimana krisis tersebut dikelola. Dan juga bagaimana krisis bisa diprediksi sejak awal.

Tujuh komponen yang harus diperhatikan dalam perencanaan manajemen krisis menurut Prayudi antara lain:

1. Adanya mekanisme untuk menentukan krisis potensial yang ada dalam perusahaan. Peran manajemen adalah dalam meninjau kembali bidang-bidang kegiatan yang mudah menimbulkan krisis. Dalam hal ini perlu dirancang suatu sistem bottom up.

2. Pengidentifikasian khalayak yang terpengaruh. Siapa saja yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung oleh krisis.

3. Prosedur yang diikuti selama krisis. Biasanya berisi daftar yang harus dikerjakan, rangkaian langkah yang harus diikuti pembentukan pusat pengendalian krisis, tim manajemen krisis, dan prosedur komunikasi. 4. Rencana kontingensi untuk melanjutkan aktivitas selama krisis. Berisi

berbagai kemungkinan tentang fasilitas alternatif, pelayanan kepada pasar atau konsumen, atau kemungkinan menarik produk.

5. Pengangkatan dan pelatihan tim manajemen krisis. Pembentukan tim manajemen krisis menggunakan pertimbangan fungsional perusahaan, seperti public relations, hukum, atau produksi.

6. Rencana komunikasi krisis. Meliputi siapa saja yang akan ditunjuk menjadi juru bicara dan mengontrol informasi yang harus dikeluarkan agar tidak membingungkan khalayak sasaran, pemilihan media, dan penentuan pesan yang akan dikomunikasikan.

7. Evaluasi terhadap krisis. Strategi manajemen yang baik setidaknya harus memperhatikan komponen-komponen di atas.


(47)

Krisis merupakan perubahan dalam lingkungan bisnis yang menyebabkan kelangsungan hidup perusahaan menjadi terganggu. Perusahaan sebaiknya selalu memiliki rencana dalam menghadapi krisis dan menghindari keputusan yang justru akan membuat perusahaan terperosok jauh dalam krisis. Manajemen harus tahu skenario terburuk yang akan terjadi dan mempunyai contingency plan dalam menghadapinya. Manajemen dapat menanggulangi krisis dengan melakukan langkah-langkah berikut:

1. Peramalan krisis (forcasting)

Manajemen krisis bertujuan untuk menekan faktor-faktor resiko dan faktor ketidakpastian seminimal mungkin. Setiap perusahaan menghadapi masa depan yang selalu berubah dan arah perubahannya tidak bisa diduga (uncertainly condition). Untuk itu peramalan terhadap krisis (forcasting) perlu dilakukan pada situasi pra-krisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan dan menganalisa peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang terjadi di dunia bisnis. Untuk memudahkannya, manajemen dapat melakukan peramalam (forcasting) dengan memetakan krisis pada peta barometer krisis.

2. Pencegahan krisis (prevention)

Langkah-langkah pencegahan sebaiknya diterapkan pada situasi pra krisis. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis. Namun, jika krisis tidak dapat dicegah, manajemen harus mengupayakan agar krisis tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar. Untuk itu, begitu terlihat tanda-tanda krisis, segera arahkan ke tahap penyelesaian.

3. Intervensi krisis (intervention)

Langkah intervensi dalam situasi krisis bertujuan untuk mengakhiri krisis. Pengendalian terhadap kerusakan (damage control) dilakukan pada tahap akut. Langkah-langkah pengendalian terhadap kerusakan diawali dengan identifikasi, isolasi (pengucilan), membatasi (limitation), menekan (reduction), dan diakhiri dengan pemulihan atau recovery (Nova, 2009: 142).


(48)

Gonzales-Herrero dan Pratt (dalam Prayudi, 1998: 37) memperkenalkan konsep strategi manajemen yang cukup lengkap dengan tetap mengacu pada tahapan krisis yang sudah ada langkah-langkah tersebut meliputi:

1. Manajemen isu

Pada tahapan ini perusahaan mengambil langkah-langkah agar bisa mengadakan rencana pencegahan agar isu-isu tidak menjadi krisis yang real. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

a. Memonitor lingkungan, mencermati tren/isu baru di masyarakat yang mungkin mempengaruhi perusahaan di masa datang.

b. Mengumpulkan data atas isu-isu yang berpotensi menjadi krisis dan mengevaluasinya.

c. Mengembangkan strategi komunikasi dan berkonsentrasi pada usaha mencegah terjadinya krisis.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan belajar dari krisis yang dihadapi oleh perusahaan lain yang aktivitasnya sama dengan perusahaan kita. 2. Perencanaan pencegahan

Perencanaan merupakan landasan dari manajemen krisis. Ketika isu dipandang telah melewati batas-batas manjemen isu, ketika krisis dianggap mengancam atau ketika isu berubah dengan cepat, perusahaan harus menggunakan kumpulan informasi dan sistem peringatannya untuk memonitor krisis dengan hati-hati. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam tahap ini antara lain:

a. Menyusun kebijakan proaktif mengenai isu tersebut b. Menganalisa hubungan perusahaan dengan stakeholders c. Mempersiapkan rencana kontingensi

d. Merancang anggota tim manajemen krisis yang potensial e. Menunjuk dan melatih wakil organisasi (juru bicara)

f. Menentukan pesan, sasaran dan media yang akan digunakan dalam menerapkan rencana komunikasi krisis.

3. Krisis Terjadi

Bila rencana pencegahan yang disusun tidak berhasil seperti yang diharapkan, sehingga krisis tidak lagi terhindarkan. Langkah-langkah yang diambil adalah:

a. Memperbaiki atau mengimplementasikan rencana krisis

b. Mengkomunikasikan tindakan yang diambil untuk mengatasi krisis pada publik perusahaan


(49)

c. Menangani publik yang kena dampak

d. Mencari dukungan pihak ketiga dari para ahli

e. Menerapkan program komunikasi internal dan menjalankan program sehari-hari dengan normal.

4. Pasca krisis

Organisasi biasanya mengambil langkah-langkah demi perbaikan dalam menghadapi krisis di masa datang, seperti:

a. Tetap menjalin hubungan dengan publik perusahaan b. Memantau isu atau krisis yang mengancam

c. Menginformasikan melalui media atau tindakan yang diambil, jika dianggap perlu.

d. Evaluasi atau rencana krisis yang ada dan kemudian menyertakan feedback atas rencana krisis yang ada

e. Mengembangkan strategi komunikasi jangka panjang untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan krisis.

Berbagai strategi utama yang digunakan untuk mengantisipasi berbagai krisis yang terjadi pada perusahaan pada hakekatnya sama pada setiap perusahaan namun dalam penerapannya dapat menjadi berbeda-beda dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan seperti luas tidaknya dampak sebuah krisis, waktu terjadinya krisis dan orientasi serta karakteristik dari perusahaan dimana strategi tersebut diterapkan.

2.2.3 Public Relations dan Manajemen Krisis

Kehadiran Public Relations di kehidupan instansi, organisasi, atau perusahaan mulai dirasakan sebagai sebuah keharusan. Pelbagai kegiatan, peristiwa, bahkan kasus yang melibatkan kepentingan masyarakat semakin menuntut hadirnya pengelolaan public relations yang handal. Terlebih dalam situasi krisis peran public relations dalam mencegah dan menanggulangi krisis sangatlah penting dan merupakan jawaban untuk pemecahan masalah yang ada.

Peran Public Relations dalam melakukan fungsi-fungsi manajemen yaitu berperan sebagai:

1. Communication

Kemampuan sebagai komunikator baik secara langsung, melalui media cetak/elektronik dan lisan, di samping itu juga bertindak sebagai mediator dan persuader komunikasi manajemen yang dalam


(1)

li

Brosur dan Selebaran Pengumuman Defisit PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara di Sidamanik, Simalungun


(2)

Universitas Sumatera Utara


(3)

liii

http://medan.tribunnews.com/2014/02/07/byarpet-pln-kejar-operasi-tiga-pembangkit-akhir-februari

http://medanbisnisdaily.com/m/news/read/2014/03/17/85046/pln_sumut_peduli_si nabung/

Atasi-Krisis-Listrik-di-Sumut.html


(4)

Universitas Sumatera Utara

http://us.m.news.viva.co.id/news/read/454346-pln-minta-tambahan-pasokan-listrik-dari-inalum


(5)

lv

BIODATA

Data Pribadi

Nama : Tia Malinda Manurung Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Kelahiran : Bah Butong, 23 Maret 1992 Umur : 22 tahun

Status : Belum Menikah Anak ke : 2 dari 3 bersaudara Warga Negara : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Terompet No.52 Pasar 1 Padang Bulan, Medan Nomor Telepon : 085262128992

Email :

1. SD NEGERI No 091423 Bah Butong (tahun 1998-2004) tia_manroe46@yahoo.com

Nama Orang Tua

Ayah : L. Manurung Ibu : M. Tarihoran

Riwayat Pendidikan

2. SMP Darma Pertiwi Bah Butong (tahun 2004-2007) 3. SMA Negeri 1 Sidamanik, Simalungun (tahun 2007-2010)

4. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi, Medan sampai sekarang (tahun 2010 sampai sekarang)

Medan, April 2014


(6)

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp (061) 8217168

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI NAMA : Tia Malinda Manurung NIM : 100904079

PEMBIMBING : Yovita S. Sitepu S.Sos, M.Si

No. Tanggal Pertemuan Pembahasan Paraf Pembimbing

1. 18 Desember 2013 Seminar Proposal

2. 09 Januari 2013 Bimbingan Perbaikan Proposal

3 13 Januari 2013 Penyerahan Skripsi Bab I-III

3. 17 Januari 2013 Bimbingan Revisi Bab I-III

4. 12 Februari 2013 Penyerahan Pedoman Wawancara

5. 16 Februari 2013 ACC Penelitian

6. 17 Maret 2013 Bimbingan Hasil penelitian dan Penyerahan Revisi bab I-III

7. 01 April 2013 Penyerahan Skripsi Bab IV 8 03 April 2013 Bimbingan Skripsi Bab IV 9. 08 April 2013 Penyerahan Revisi Bab I-V

10. 10 April 2013 Bimbingan Skripsi Bab I-V


Dokumen yang terkait

Strategi public relations dalam manajemen krisis (studi deskriptif kualitatif strategi manajemen krisis divisi public relations pt pln (persero) wilayah sumatera utara)

10 78 150

STRATEGI MEDIA RELATIONS PT. DIRGANTARA INDONESIA Strategi Media Relations Pt. Dirgantara Indonesia (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Media Relations Dalam Usaha Meningkatkan Citra PT. Dirgantara Indonesia Persero Pasca Krisis).

0 4 17

STRATEGI MARKETING PUBLIC RELATIONS PT. KIMIA FARMA (Studi deskriptif kualitatif Strategi Marketing Public Relations PT. Kimia Farma dalam meningkatkan citra perusahaan).

19 58 106

Strategi Divisi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

0 0 15

Strategi Divisi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

0 0 1

Strategi Divisi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

0 0 9

Strategi Divisi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

0 2 28

Strategi Divisi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

0 1 3

Strategi Divisi Public Relations dalam Manajemen Krisis (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Manajemen Krisis Divisi Public Relations PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

0 0 41

MANAJEMEN STRATEGI krisis divisi (17)

0 0 1