43 Mungka, Guguak, dan Payakumbuh dan lebih didominasi oleh ternak unggas,
sedangkan kecamatan Harau merupakan daerah wisata dan penangkaran kupu-kupu Dinas Peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota 2005.
Tabel 12 Nilai KPPTR masing-masing kecamatan kabupaten Lima Puluh Kota
No Kecamatan KPPTR
Efektif Tingkat
Pengembangan 1 Pangkalan
Koto Baru
7.583,54 Tinggi
2 Lareh Sago
Halaban 5.762,11
Tinggi 3 Mungka
3.901,51 Tinggi
4 Luhak 2.538,09
Sedang 5 Harau
2.077,12 Sedang
6 Guguak 1.652,11
Sedang 7 Payakumbuh
1.562,92 Sedang
8 Situjuah Limo Nagari
993,45 Rendah
9 Kapur Sembilan
908,22 Rendah
10 Bukit Barisan
485,54 Rendah
Sumber : Hasil pengolahan data primer 2009
4.2 Program Pengembangan Usaha Sapi Potong di kabupaten Lima Puluh Kota
4.2.1 Karakteristik Petani-ternak
Pemberdayan kelompok peternak sapi potong melalui program BPLM di kabupaten Lima Puluh Kota telah dimulai semenjak tahun 2002 di tiga kecamatan
yaitu; Luhak, Lareh Sago Halaban, dan Situjuah Limo Nagari. Disamping itu juga terdapat kelompok peternak yang tumbuh dan berkembang atas keinginan sendiri
walau belum mendapatkan program bantuan. Program BPLM dilaksanakan sebagai proses pembelajaran
learning process
bagi masyarakat peternak menuju kemandirian agar tidak selalu bergantung pada bantuan pemerintah. Bantuan yang diberikan berupa modal tunai yang langsung
ditujukan pada kelompok tani ternak melalui rekening kelompok pada bank yang disepakati sesuai rencana usulan kelompok RUK. Program BPLM ini digulirkan
untuk menjamin adanya multiplier efffect sehingga diharapkan terbentuk kawasan
pengembangan peternakan, dan dapat meningkatkan pendapatan peternak. Untuk memberikan kekuatan dari aspek yuridis, dibuat surat perjanjian antara Pimbagro
pihak pertama dengan ketua kelompok tani-ternak pihak kedua dan antara kelompok tani-ternak dengan masing-masing anggota yang menerima. Dalam surat
perjanjian diatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, mekanisme
44 pengembalian pinjaman, sanksi-sanksi yang akan diterapkan dan kesepakatan-
kesepakatan lainnya. Kelompok tani ternak yang melaksanakan program BPLM adalah kelompok
tani ternak Luhak Lalang kecamatan Luhak, Sikabu Saiyo kecamatan Situjuah Limo Nagari, dan Tunas Baru kecamatan Lareh Sago Halaban. Gambaran kelom-
pok tani ternak yang mendapat dana BPLM terlihat pada Tabel 13. Tabel 13
Karakteristik kelompok tani-ternak penerima dana BPLM
No Karakteristik Program
BPLM Kecamatan
Luhak LSH Situjuh 1 Kelompok
Pelaksana - Nama Kelompok
- Tahun berdiri - Jumlah Anggota klpk
- Anggota yang menerima - Tahun menerima bantuan
Luak Lalang 1990
47 16
Sept 2002 Tunas Baru
2001 20
20 Sept 2004
Sikabu Saiyo 2002
22 20
Sept 2002 2
Kelembagaan Kelompok tani
Kelompok tani Kelompok tani
3 Kredit yang
diberikan - Total Nilai kedit Rp
- Nilai kredit per anggota Rp - Periode pengembalian
- Beban bunga - Penggunaan
192.000.000,- 12.000.000,-
5 kali 5 thn 6 per thn
Beli 2 ekr induk 240.000.000,-
12.000.000,- 5 kali 5 thn
6 per thn Beli 2 ekr induk
240.000.000,- 12.000.000,-
5 kali 5 thn 6 per thn
Beli 2 ekr induk 4 Persiapan
- Pelatihan Intensif hari - Pertemuan kelompok per thn
3 hari 4 kali
3 hari 6 kali
3 hari 5 kali
Sumber : Hasil pengolahan data primer 2009
Dana bantuan yang telah ditransfer ke rekening kelompok diperuntukkan bagi pembelian sapi potong bibit untuk dikembangbiakan guna menghasilkan pedet.
Peternak menerima bantuan dalam satuan paket, setiap paket terdiri dari dua ekor ternak bibit senilai Rp 12.000.000,- per anggota. Bibit sapi dibeli oleh peternak
bersama dengan tim pendamping dari Dinas, disekitar lokasi usaha seperti daerah kecamatan Luhak, Lareh Sago Halaban, Situjuah Limo Nagari, dan pasar ternak
Payakumbuh. Modal pinjaman tersebut harus dikembalikan ke rekening kelompok dalam periode 5 tahun dengan bunga 6 per tahun, dari pengembalian bunga
tersebut 49 dikembalikan kerekening kelompok, 49 digunakan untuk dana pen- damping dan 2 nya untuk dana sosial Nagari. Ternak sapi dipelihara oleh masing-
masing anggota secara menyebar tidak dalam satu kandang kelompok sehingga pengontrolan dan pelayanan oleh instansi terkait kurang optimal.
45 Karakteristik peternak yang terlibat dalam kegiatan pengembangan sapi
potong baik peserta BPLM maupun peternak non BPLM disajikan pada Tabel 14. Tabel 14
Karakteristik responden penelitian
No Uraian
Pengembangan sapi potong Program BPLM
Non program Freq Freq
1 Umur Peternak
- 25 – 45 th
- 46 – 60 th 32
21 60,38
39,62 44
36 55,0
45,0 2 Tingkat
pendidikan -
SD -
SLTP -
SLTA -
PT 12
27 9
5 22,64
50,94 16,98
9,44 28
29 18
5 35,0
36,25 22,5
6,25 3
Jumlah anggota keluarga -
1 – 3 org -
4 – 6 org -
6 org 28
24 1
52,83 45,28
1,89 58
22 --
72,5 27,5
-- 4
Mata pencaharian utama -
Petaniburuh tani -
Pegawai negeripensiunABRI -
Pedagangwirausaha 42
6 5
79,25 11,31
9,44 67
5 8
83,75 6,25
10,0 5 Pengalaman
beternak -
1 – 5 thn -
6 – 10 thn -
10 thn 12
11 30
22,64 20,76
56,60 5
26 49
6,25 32,5
61,25 Sumber :
Hasil pengolahan data primer 2009
Sebagian besar responden berusia produktif 25-45 tahun, disamping umur produktif tingkat pendidikan formal turut mempengaruhi petani ternak dalam mengelola usa-
hanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka wawasannya semakin meningkat, dengan demikian akan semakin mudah menerima inovasi teknologi. Sebagian besar
tingkat pendidikan responden adalah SLTP baik responden program maupun non program, hal ini mengindikasikan masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia
yang mengakibatkan rendahnya adopsi teknologi sebagai ukuran respon petani ternak terhadap perubahan teknologi.
Beban yang ditanggung oleh keluarga seringkali tercermin dari banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan. Sebagian besar responden termasuk
kategori keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga 1-3 orang, hal ini menggam- barkan besarnya curahan waktu yang bisa dialokasikan untuk usahatani-ternak.
46 Sebagian besar responden memilih bertani sebagai usaha pokok termasuk di-
antaranya sebagai buruh tani, sedangkan usaha sapi potong masih merupakan usaha sambilan. Peternak telah memiliki pengalaman memelihara sapi potong lebih dari 10
tahun, hal ini menggambarkan bahwa peternak sudah terbiasa memelihara sapi potong dan merupakan kekuatan yang sangat menunjang bagi pengembangan usaha
sapi potong dimasa datang. Motivasi dan prilaku peternak sapi potong di lokasi penelitian disajikan pada
Tabel 15. Tabel 15.
Motivasi dan prilaku peternak peserta program dan non program
No Uraian
Peserta skor nilai Non Peserta
skor nilai Situjuh LSH Luak Rataan
1 2
Motivasi Prilaku
- Pengetahuan
- Sikap
- Keterampilan
- Total
43,05 ± 1,23
20,15 ± 4,98
31,75 ± 1,89
19,45 ± 1,93
75,35 ± 6,64
43,06 ± 0,83
21,88 ± 4,86
31,65 ± 3,02
19,88 ± 1,93
73,41 ± 5,76
42,19 ± 2,23
20,69 ± 4,21
31,88 ± 2,58
19,13 ± 1,82
71,69 ± 5,36
42,79 ± 1,43
20,87 ± 4,68
31,75 ± 2,50
19,49 ± 1,50
72,11 ± 5,92
41,94 ± 1,56
19,45 ± 4,78
31,84 ± 2,24
19,11 ± 1,65
70,33 ± 6,57
Sumber : Hasil pengolahan data primer 2009
Hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa peternak memiliki motivasi yang tinggi untuk mengembangkan sapi potong skor berada di antara 41-50. Begitu
juga dengan peternak non-program, walaupun belum memperoleh bantuan modal pinjaman motivasi mereka masih tetap tinggi untuk mengembangkan usaha sapi
potong, karena ternak sapi potong dirasakan sangat menunjang perekonomian keluarga.
Nilai skor prilaku berada dalam kisaran antara 61-80, artinya peternak memi- liki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang memadai untuk melakukan pengem-
bangan usaha sapi potong di kabupaten Lima Puluh Kota, terutama kelompok ternak di kecamatan Situjuh. Hal ini terjadi karena kelompok ternak di kecamatan Situjuh
baru pertama kali memperoleh dana bantuan dari pemerintah sehingga kelompok ini serius melaksanakannya, didukung oleh kepemimpinan dan SDM yang memadai.
Hasil uji Man-Withney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara prilaku peternak yang ikut program dengan peternak non program, mengindikasikan suatu
potensi yang menunjang pengembangan usaha sapi potong ke depan.
47
4.2.2 Sistem Kelembagaan, Sarana dan Prasarana dalam Pengembangan Sapi Potong