Arahan penataan kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota

(1)

ARAHAN PENATAAN KAWASAN

PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN

PETERNAKAN SAPI POTONG

DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

SUSY HERLINDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ARAHAN PENATAAN KAWASAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2007

Susy Herlinda


(3)

ABSTRAK

SUSY HERLINDA. Arahan Penataan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Lima Puluh Kota. Dibawah bimbingan SANTUN R.P. SITORUS, UUP S. WIRADISASTRA dan YAYAT SUPRIATNA.

Penetapan kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan erat kaitannya dengan evaluasi dan analisis kesesuaian lahan terutama bagi ternak ruminansia karena sangat tergantung pada lahan dalam pengembangbiakannya (land based agriculture). Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki salah satu komoditi unggulan yaitu ternak sapi potong, dengan jumlah populasi sampai tahun 2005 sebesar 58 590 ekor. Penetapan kawasan penyebaran dan pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota belum memperhatikan potensi dan kesesuaian lahan. Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota, 2) menghitung daya dukung lahan-lahan yang sesuai bagi usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota dan 3) menentukan arahan kawasan penyebaran dan pengembangan serta kapasitas peningkatan sapi potong berdasarkan potensi sumberdaya lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian ini berlangsung dari bulan April sampai September 2006, berlokasi di Kabupaten Lima Puluh Kota. Pengolahan data dilakukan menggunakan program SIG dan MS Excel. Penentuan kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong, menggunakan analisis Nilai Kriteria Karakterisasi Kunci, analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota sesuai untuk lingkungan ekologis sapi potong dengan luas 157 822 ha (57.58%%). Hasil overlay peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong dengan peta kesesuaian hijauan makanan ternak menunjukkan bahwa lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong adalah lahan pada kebun campuran, tegalan/ladang, perkebunan, semak/rerumputan, sawah dan hutan produksi dengan luas keseluruhan 107 719 ha, dengan daya dukung 128 214 Satuan Ternak (ST). Pada kebun campuran, tegalan/ladang, perkebunan dan sawah pengembangan peternakan dapat dilakukan dengan sistem diversifikasi, sedangkan pada lahan semak/rerumputan dan hutan produksi dengan sistem ekstensifikasi. Kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah Kecamatan Pangkalan, Kecamatan Suliki dan Kecamatan Lareh Sago Halaban, dengan luas wilayah pengembangan 28 386 ha, Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak 148 151 ST dan kapasitas penambahan ternak sapi potong 24 882 ST (35 546 ekor).

Kata kunci : Sapi potong, daya dukung, penyebaran dan pengembangan, kesesuaian lahan, analisis spasial.


(4)

ABSTRACT

SUSY HERLINDA. Arrangement of Beef Cattle Regional Distribution and Development at Lima Puluh Kota District. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS, UUP S. WIRADISASTRA and YAYAT SUPRIATNA.

An animal husbandry distribution and development planning have strong relationship with evaluation and analysis of land suitability for ruminant because of dependency on land based agriculture. In 2005, beef cattle as basic sector commodity of Lima Puluh Kota District, has 58.590 population. However, their distribution and development has not yet take into account land potency and suitability. The objectives of this research are: 1) to identify suitable land for beef cattle development, 2) to calculate carrying capacity the suitable land for beef cattle and 3) to determine regional distribution and development of beef cattle based on land resources potency in Lima Puluh Kota District. The research was carried out from April to September 2006. To attain the aims of this research, GIS approach and MS Excel program were used for data analysis. In determining land allocation for distribution and development area of beef cattle, used Key Characteristic Criteria Value analysis, Location Quotient (LQ) analysis and Shift Share Analysis (SSA). The result of the spatial analysis showed that land suitable for development of beef cattle in Lima Puluh Kota District were land of mixed garden, farmyard, plantation, bushes, paddy rice field and production forest, respectively. The total area include 107.719 ha with carrying capacity of greenish feed 136.845 Animal Unit (AU).The feasible regions in Lima Puluh Kota District for distribution and development of beef cattle are Pangkalan Koto Baru, Suliki and Lareh Sago Halaban Subdistrict, respectively. The total area 28.386 ha, with carrying capacity 148.151 AU and beef cattle additional capacity 24.882 AU (35.546 heads).

Keywords : Beef cattle, carrying capacity, distribution and development, land suitability, spatial analysis.


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(6)

ARAHAN PENATAAN KAWASAN

PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN

PETERNAKAN SAPI POTONG

DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

SUSY HERLINDA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(7)

Judul Penelitian : Arahan Penataan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Lima Puluh Kota Nama : Susy Herlinda

NRP : A 253050204

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Ketua

Prof. Dr Ir Uup S. Wiradisastra Ir Yayat Supriatna, MURP.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr. Prof. Dr Ir Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(8)

Kupersembahkan kepada:

Yang terhormat dan tercinta suamiku Harjoni

Terima kasih atas segala do’a, kesabaran dan kasih sayangmu serta maaf atas baktiku yang tertunda sejenak.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan kekuatan dan kasih sayang-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Arahan Penataan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Lima Puluh Kota” ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih atas segala bantuan dan bimbingan untuk penyelesaian usulan penelitian ini penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku ketua, dan Bapak Prof Dr Ir Uup S. Wiradisastra dan Bapak Ir Yayat Supriatna, MURP sebagai anggota komisi pembimbing.

2. Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr atas kesempatan yang diberikan untuk belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota yang telah memberikan izin untuk mengikuti program tugas belajar ini.

4. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Lima Puluh Kota periode tahun 2003-2006 (Bapak Drh. Zainal Abidin Malik), atas dorongan dan motivasi untuk maju serta dukungan materi yang telah diberikan.

5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah mengalokasikan anggaran beasiswa tugas belajar.

6. Segenap dosen pengajar dan asisten pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bimbingan dan dukungannya.

7. Segenap staf Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah membantu kelancaran selama studi.

8. Seluruh staf Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor atas segala bantuannya.

9. Bapak Ir. Subroto M.S. dan Ibu Ir. Elizabeth Juarini M.S. dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, atas segala informasi dan pemahaman yang diberikan. 10.Kedua orang tua dan mertua tercinta atas segala dukungan dan do’a yang

senantiasa mengalir dengan tulus ikhlas.

11.Adikku Yanti dan Yas, terima kasih atas segala dukungan dan ketulusan kalian selama ini, serta ananda tersayang Salma dan Alia, untuk tawa ceria yang menyegarkan dikala jenuh.

12.Adikku Yanto sekeluarga di Batam, atas segala kelapangan yang diberikan di saat-saat sempit.

13.Adikku Apit, untuk segala do’a dan bantuan yang menenangkan di saat kesibukan dan kepanikanku.

14.Mami, Papi, Doy dan Dey atas dukungan moril dan materilnya.

15.Mas Mursyid dan Mas Tri, atas segala bantuan yang berkaitan dengan peta-peta yang digunakan pada penelitian ini.

16.Rekan-rekan sesama peserta Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Angkatan 2005 yang telah memberikan informasi dan saran-sarannya, terutama rombongan yang


(10)

kebat-kebit di akhir batas masa studi. Terima kasih untuk segala kebersamaan dan kekompakannya.

17.Teman-teman dan senior di Disnakkan Kabupaten Lima Puluh Kota : Da Dek, Pak Sofyan, Ni Eni, Ni Eka, El, Ineng, Ipin, Da Firman, Ni Im, Ni Tut, Buk Marni, serta teman-teman lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, atas segala bantuan, terutama dalam penyiapan data dan survey lapangan.

18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran untuk kebaikan sangat saya hargai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Februari 2007


(11)

ARAHAN PENATAAN KAWASAN

PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN

PETERNAKAN SAPI POTONG

DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

SUSY HERLINDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ARAHAN PENATAAN KAWASAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2007

Susy Herlinda


(13)

ABSTRAK

SUSY HERLINDA. Arahan Penataan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Lima Puluh Kota. Dibawah bimbingan SANTUN R.P. SITORUS, UUP S. WIRADISASTRA dan YAYAT SUPRIATNA.

Penetapan kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan erat kaitannya dengan evaluasi dan analisis kesesuaian lahan terutama bagi ternak ruminansia karena sangat tergantung pada lahan dalam pengembangbiakannya (land based agriculture). Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki salah satu komoditi unggulan yaitu ternak sapi potong, dengan jumlah populasi sampai tahun 2005 sebesar 58 590 ekor. Penetapan kawasan penyebaran dan pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota belum memperhatikan potensi dan kesesuaian lahan. Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota, 2) menghitung daya dukung lahan-lahan yang sesuai bagi usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota dan 3) menentukan arahan kawasan penyebaran dan pengembangan serta kapasitas peningkatan sapi potong berdasarkan potensi sumberdaya lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian ini berlangsung dari bulan April sampai September 2006, berlokasi di Kabupaten Lima Puluh Kota. Pengolahan data dilakukan menggunakan program SIG dan MS Excel. Penentuan kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong, menggunakan analisis Nilai Kriteria Karakterisasi Kunci, analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota sesuai untuk lingkungan ekologis sapi potong dengan luas 157 822 ha (57.58%%). Hasil overlay peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong dengan peta kesesuaian hijauan makanan ternak menunjukkan bahwa lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong adalah lahan pada kebun campuran, tegalan/ladang, perkebunan, semak/rerumputan, sawah dan hutan produksi dengan luas keseluruhan 107 719 ha, dengan daya dukung 128 214 Satuan Ternak (ST). Pada kebun campuran, tegalan/ladang, perkebunan dan sawah pengembangan peternakan dapat dilakukan dengan sistem diversifikasi, sedangkan pada lahan semak/rerumputan dan hutan produksi dengan sistem ekstensifikasi. Kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah Kecamatan Pangkalan, Kecamatan Suliki dan Kecamatan Lareh Sago Halaban, dengan luas wilayah pengembangan 28 386 ha, Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak 148 151 ST dan kapasitas penambahan ternak sapi potong 24 882 ST (35 546 ekor).

Kata kunci : Sapi potong, daya dukung, penyebaran dan pengembangan, kesesuaian lahan, analisis spasial.


(14)

ABSTRACT

SUSY HERLINDA. Arrangement of Beef Cattle Regional Distribution and Development at Lima Puluh Kota District. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS, UUP S. WIRADISASTRA and YAYAT SUPRIATNA.

An animal husbandry distribution and development planning have strong relationship with evaluation and analysis of land suitability for ruminant because of dependency on land based agriculture. In 2005, beef cattle as basic sector commodity of Lima Puluh Kota District, has 58.590 population. However, their distribution and development has not yet take into account land potency and suitability. The objectives of this research are: 1) to identify suitable land for beef cattle development, 2) to calculate carrying capacity the suitable land for beef cattle and 3) to determine regional distribution and development of beef cattle based on land resources potency in Lima Puluh Kota District. The research was carried out from April to September 2006. To attain the aims of this research, GIS approach and MS Excel program were used for data analysis. In determining land allocation for distribution and development area of beef cattle, used Key Characteristic Criteria Value analysis, Location Quotient (LQ) analysis and Shift Share Analysis (SSA). The result of the spatial analysis showed that land suitable for development of beef cattle in Lima Puluh Kota District were land of mixed garden, farmyard, plantation, bushes, paddy rice field and production forest, respectively. The total area include 107.719 ha with carrying capacity of greenish feed 136.845 Animal Unit (AU).The feasible regions in Lima Puluh Kota District for distribution and development of beef cattle are Pangkalan Koto Baru, Suliki and Lareh Sago Halaban Subdistrict, respectively. The total area 28.386 ha, with carrying capacity 148.151 AU and beef cattle additional capacity 24.882 AU (35.546 heads).

Keywords : Beef cattle, carrying capacity, distribution and development, land suitability, spatial analysis.


(15)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(16)

ARAHAN PENATAAN KAWASAN

PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN

PETERNAKAN SAPI POTONG

DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

SUSY HERLINDA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(17)

Judul Penelitian : Arahan Penataan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Lima Puluh Kota Nama : Susy Herlinda

NRP : A 253050204

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Ketua

Prof. Dr Ir Uup S. Wiradisastra Ir Yayat Supriatna, MURP.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr. Prof. Dr Ir Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(18)

Kupersembahkan kepada:

Yang terhormat dan tercinta suamiku Harjoni

Terima kasih atas segala do’a, kesabaran dan kasih sayangmu serta maaf atas baktiku yang tertunda sejenak.


(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan kekuatan dan kasih sayang-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Arahan Penataan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Lima Puluh Kota” ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih atas segala bantuan dan bimbingan untuk penyelesaian usulan penelitian ini penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku ketua, dan Bapak Prof Dr Ir Uup S. Wiradisastra dan Bapak Ir Yayat Supriatna, MURP sebagai anggota komisi pembimbing.

2. Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr atas kesempatan yang diberikan untuk belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota yang telah memberikan izin untuk mengikuti program tugas belajar ini.

4. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Lima Puluh Kota periode tahun 2003-2006 (Bapak Drh. Zainal Abidin Malik), atas dorongan dan motivasi untuk maju serta dukungan materi yang telah diberikan.

5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah mengalokasikan anggaran beasiswa tugas belajar.

6. Segenap dosen pengajar dan asisten pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bimbingan dan dukungannya.

7. Segenap staf Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah membantu kelancaran selama studi.

8. Seluruh staf Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor atas segala bantuannya.

9. Bapak Ir. Subroto M.S. dan Ibu Ir. Elizabeth Juarini M.S. dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, atas segala informasi dan pemahaman yang diberikan. 10.Kedua orang tua dan mertua tercinta atas segala dukungan dan do’a yang

senantiasa mengalir dengan tulus ikhlas.

11.Adikku Yanti dan Yas, terima kasih atas segala dukungan dan ketulusan kalian selama ini, serta ananda tersayang Salma dan Alia, untuk tawa ceria yang menyegarkan dikala jenuh.

12.Adikku Yanto sekeluarga di Batam, atas segala kelapangan yang diberikan di saat-saat sempit.

13.Adikku Apit, untuk segala do’a dan bantuan yang menenangkan di saat kesibukan dan kepanikanku.

14.Mami, Papi, Doy dan Dey atas dukungan moril dan materilnya.

15.Mas Mursyid dan Mas Tri, atas segala bantuan yang berkaitan dengan peta-peta yang digunakan pada penelitian ini.

16.Rekan-rekan sesama peserta Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Angkatan 2005 yang telah memberikan informasi dan saran-sarannya, terutama rombongan yang


(20)

kebat-kebit di akhir batas masa studi. Terima kasih untuk segala kebersamaan dan kekompakannya.

17.Teman-teman dan senior di Disnakkan Kabupaten Lima Puluh Kota : Da Dek, Pak Sofyan, Ni Eni, Ni Eka, El, Ineng, Ipin, Da Firman, Ni Im, Ni Tut, Buk Marni, serta teman-teman lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, atas segala bantuan, terutama dalam penyiapan data dan survey lapangan.

18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran untuk kebaikan sangat saya hargai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Februari 2007


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 7 Maret 1971 dari ayah Azwir Hamid, S.H. dan ibu Murna. Penulis adalah anak sulung dari empat orang bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Andalas dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2005 penulis berkesempatan untuk melajutkan ke Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Bappenas dan atas perintah tugas belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota.

Penulis bekerja pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat sejak tahun 1996, terakhir menjabat sebagai Kepala Seksi Promosi, Informasi dan Pemasaran Peternakan. Penulis menikah dengan Harjoni S.E. pada tanggal 7 Juli 2000, dan sampai sekarang berdomisili di Payakumbuh Sumatera Barat.


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... xii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xv

I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang ………... 1 1.2. Perumusan Masalah ………... 4 1.3. Tujuan Penelitian ……….. 5 1.4. Manfaat Penelitian ……… 5 1.5. Kerangka Pemikiran ………... 6 1.6. Keterbatasan Penelitian………. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 9

1.2. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak ... 9 2.2. Ternak Sapi Potong ……….. 12 2.3. Hijauan Makanan Ternak Sapi Potong ... 13 2.4. Evaluasi Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia... 14 2.5. Daya Dukung Lahan ………... 17 2.6. Sistem Informasi Geografi (SIG) ………... 18 2.7. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu... 20

III. METODE PENELITIAN ………... 22 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22 3.2. Jenis dan Sumber Data ... 22 3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 23 3.4. Metode Identifikasi dan Teknik Analisis Data... 24 3.4.1. Identifikasi Jenis Penggunaan Lahan Potensial ... 28 3.4.2. Penilaian Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong... 28

3.4.3 Penilaian Kesesuaian Lahan Tanaman Hijauan Makanan

Ternak... 29 3.4.4 Penghitungan Daya Dukung Lahan yang Sesuai bagi

Pengembangan Ternak Sapi Potong... 30 3.4.5 Arahan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan ... 32

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 36

4.1. Keadaan Geografis... 36 4.5. Penutupan dan Penggunaan Lahan... 36


(23)

4.2. Kependudukan... 37 4.3. Iklim... 40 4.4. Geologi, Fisiografi dan Keadaan Tanah... 40 4.6. Keragaan Peternakan Sapi Potong... 41

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 45

5.1. Identifikasi Lahan untuk Pengembangan Ternak Sapi Potong... 45 5.1.1. Penutupan dan Penggunaan lahan... 45 5.1.2. Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong... 47 5.1.3. Kesesuaian Lahan Tanaman Hijauan Makanan Ternak... 49 5.1.3.1. Kesesuaian Lahan Padi (Oryza sativa)... 51 5.1.3.2. Kesesuaian Lahan Jagung (Zea mays)... 53

5.1.3.3. Kesesuaian Lahan Kacang Tanah (Arachis

hypogeae)... 56 5.1.3.4. Kesesuaian Lahan Tanaman Ubi Kayu (Manihot

uttilissima)... 58 5.1.3.5. Kesesuaian Lahan Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea

batatas)... 60 5.1.3.6. Kesesuaian Lahan Tanaman Rumput Gajah

(Pennisetum purpureum)... 61 5.1.3.7. Kesesuaian Lahan Tanaman Rumput Setaria (Setaria sepachelata)... 63

5.1.3.8. Kesesuaian Lahan Rumput Alam... 65 5.1.3.9. Kesesuaian Lahan Kelompok Leguminosa... 66 5.1.4. Lahan yang Sesuai untuk Pengembangan Ternak

Sapi Potong... 68 5.2. Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak... 68 5.3. Arahan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak Sapi

Potong... 72 5.3.1. Analisis Nilai Kriteria Karakterisasi Kunci... 72 5.3.1.1 Analisis Nilai Kriteria Karakterisasi Sumber Daya

Manusia (SDM)... 73 5.3.1.2. Analisis Nilai Kriteria Karakterisasi Kelembagaan Input dan Output... 76 5.3.1.3. Analisis Nilai Kriteria Karakterisasi Sumber Daya

Alam (SDA)... 77 5.3.1.4 Analisis Nilai Kriteria Karakterisasi

Perkembangan Wilayah dan Teknologi Peternakan. 80 5.3.2. Analisis LQ dan SSA... 80 5.5.3. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 87

6.1. Kesimpulan... 87 6.2. Saran... 88


(24)

DAFTAR PUSTAKA ………... 89 LAMPIRAN ………....………... 94


(25)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Perkembangan distribusi persentase PDRB atas dasar harga

berlaku tahun 2002 - 2004 ………... 3 2 Populasi dan Rumah Tangga Pemelihara (RTP) ternak sapi di

Kabupaten Lima Puluh Kota ………... 3 3 Jenis dan sumber data …... 24 4 Kriteria penilaian kesesuaian lingkungan ekologis untuk ternak sapi

sistem pemeliharaan dikandangkan……….. 29 5 Kriteria status daya dukung hijauan berdasarkan indeks daya

dukung….……….………... 32 6 Nilai kriteria karakteristik kunci... 33 7 Luas wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota menurut penutupan dan

penggunaannya tahun 2004... 37 8 Luas wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota menurut penutupan dan

penggunaan lahan berdasarkan perhitungan peta digital... 37 9 Luas kecamatan, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di

Kabupaten Lima Puluh Kota……… 38 10 Jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan

dan jenis kelamin……….. 38

11 Wilayah/pola curah hujan Kabupaten Lima Puluh Kota dengan tipe iklimnya berdasarkan bulan basah dan bulan kering………... 40 12 Perkembangan populasi sapi Kabupaten Lima Puluh Kota tahun

2000-2005………. 42 13 Sebaran peternakan sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2004. 43 14 Jenis pentupan dan penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh

Kota... 45 15 Luas kesesuaian lingkungan ekologis ternak sapi potong sistem

kandang per kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota... 49 16 Luas kesesuaian tanaman padi pada berbagai penggunaan lahan di

Kabupaten Lima Puluh Kota……… 52 17 Luas kesesuaian tanaman jagung pada berbagai penggunaan lahan di

Kabupaten Lima Puluh Kota……… 54

18 Luas kesesuaian tanaman kacang tanah pada berbagai penggunaan

lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota……….. 57 19 Luas kesesuaian tanaman ubi kayu pada berbagai penggunaan lahan

di Kabupaten Lima Puluh Kota……… 58 20 Luas kesesuaian tanaman ubi jalar pada berbagai penggunaan lahan

di Kabupaten Lima Puluh Kota……… 60 21 Luas kesesuaian tanaman rumput gajah pada berbagai penggunaan

lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota……….. 62 22 Luas kesesuaian tanaman rumput setaria pada berbagai penggunaan


(26)

23 Luas kesesuaian tanaman rumput alam pada berbagai penggunaan

lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota……….. 65 24 Luas kesesuaian tanaman leguminosa pada berbagai penggunaan

lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota……….. 68 25 Kepadatan ekonomi ternak sapi Kabupaten Lima Puluh Kota……… 69 26 Luas, produksi dan daya dukung hijauan makanan ternak pada

berbagai jenis penggunaan lahan……….. 70 27 Produksi, daya dukung dan indeks daya dukung hijauan makanan

ternak……… 70 28 Penilaian kriteria pendidikan……… 73 29 Penilaian kriteria penguasaan lahan sawah………... 74 30 Penilaian kriteria penguasaan lahan lahan kering... 74 31 Jumlah skor penguasaan sawah dan lahan kering... 75 32 Penilaian kriteria kepadatan penduduk………... 75 33 Hasil penilaian seluruh komponen SDM... 76 34 Penilaian kelembagaan input dan output……….. 76 35 Penilaian luas kesesuaian lahan……… 78 36 Penilaian daya dukung pakan………... 78 37 Penilaian kepadatan ekonomi ternak sapi potong……… 79 38 Hasil penilaian seluruh komponen SDA... 79 39 Penilaian perkembangan wilayah dan teknologi peternakan... 80 40 Penentuan nilai kriteria karaterisasi kunci... 83 41 Kepadatan ternak sapi potong menurut lahan produktif penghasil


(27)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Diagram alir kerangka pemikiran ... 8 2 Peta lokasi penelitian Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi

Sumatera Barat ... 23 3 Diagram alir pembuatan peta penggunaan lahan..………... 25 4 Diagram alir pembuatan peta lereng dan peta elevasi……….. 25 5 Diagram alir pembuatan peta satuan lahan Kabupaten Lima Puluh

Kota ……….. .………... 26 6 Diagram alir pembuatan peta arahan kawasan penyebaran dan

pengembangan sapi potong……….. 27

7 Diagram alir kegiatan penelitian... 35 8 Diagram persentase angkatan kerja terhadap jumlah penduduk dan

tingkat partisipasi angkatan kerja Kabupaten Lima Puluh Kota... 39 9 Diagram persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Kabupaten

Lima Puluh Kota……….. 39

10 Peta penutupan dan penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh

Kota……….. 46 11 Peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong sistem kandang di

Kabupaten Lima Puluh Kota……… 48

12 Peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah (Oryza sativa)…... 53 13 Peta kesesuaian lahan untuk tanaman jagung (Zea mays)... 55 14 Peta kesesuaian lahan untuk tanaman kacang tanah(Arachis

hypogeae)... 57 15 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu (Manihot

uttilissima)... 59 16 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar (Ipomoea

batatas)... 61 17 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Rumput Gajah

(Pennisetum purpureum)... 62 18 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Rumput Setaria (Setaria

spachelata)... 64 19 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman rumput alam... 66 20 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman leguminosa... 67 21 Peta Sebaran status daya dukung hijauan makanan ternak di

Kabupaten Lima Puluh Kota……… 72

22 Peta Kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Satuan peta tanah Kabupaten Lima Puluh Kota………... 95 2 Peta iklim Kabupaten Lima Puluh Kota... 96 3 Peta lereng dan elevasi Kabupaten Lima Puluh Kota... 97 3.a. Peta lereng Kabupaten Lima Puluh Kota... 97 3.b. Peta elevasi Kabupaten Lima Puluh Kota... 98 4 Kriteria kesesuaian lahan beberapa tanaman sumber hijauan

makanan ternak... 99 4.a. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah (Oryza

sativa)... 99 4.b. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Jagung (Zea

mays)... 100 4.c. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Kacang Tanah

(Arachis hypogeae)... 101 4.d. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Ubi Kayu (Manihot

uttilissima)... 102 4.e. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Ubi Jalar (Ipomoea

batatas)... 103 4.f. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Rumput Gajah

(Pennisetum purpureum)... 104 4.g. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Rumput Setaria

(Setaria spachelata)... 105 4.h. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Rumput Alam... 106 4.i. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelompok Leguminosa... 107 5 Luas wilayah menurut ukuran lerengnya pada masing-masing

kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota... 108 16 Tabel Indeks Daya Dukung (IDD) dan Kriteria Lahan di Kabupaten

Lima Puluh Kota... 109 17 Hasil perhitungan LQ berdasarkan kepadatan ekonomi peternakan

tahun 2005... 110 18 Hasil perhitungan SSA berdasarkan data populasi peternakan tahun


(29)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peranan sektor pertanian termasuk di dalamnya subsektor peternakan semakin menonjol pada pengembangan agribisnis saat ini dan masa yang akan datang, Beberapa keunggulan agribisnis berbasis peternakan adalah : mempunyai kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes (misalnya dalam pengembangan sistem integrasi karet-sapi, kelapa-sapi atau ternak dan pelestarian alam), produk peternakan mempunyai nilai elastisitas tinggi terhadap perubahan pendapatan, sehingga permintaan produk peternakan akan selalu meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan (Saragih 2000).

Seiring dengan peningkatan pengetahuan dan pendapatan masyarakat, permintaan akan pangan sumber protein hewani juga mengalami kenaikan, terutama terhadap produk unggas dan sapi potong. Untuk itu pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian integral dari sektor pertanian perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan yang ada. Hal ini karena kegiatan pada subsektor peternakan terbukti memiliki peran penting dalam peningkatan pendapatan petani, pemerataan perekonomian dan kesempatan kerja, serta perbaikan terhadap gizi masyarakat. Tujuan ini dapat dicapai melalui peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak.

Strategi pengembangan peternakan untuk mencapai hasil yang optimal memerlukan perencanaan yang matang dan tepat, sehingga ruang yang digunakan untuk kegiatan pengembangan peternakan tidak bersaing dengan kegiatan lain dan tidak saling mengganggu antara peternakan itu sendiri dengan lingkungan sekitarnya. Untuk itu perlu suatu penataan ruang kawasan peternakan secara khusus, yang disusun berdasarkan potensi lahan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan ternak, akses ke tempat pemasaran dan sarana prasarana yang menunjang usaha dibidang peternakan tersebut. Dengan demikian diharapkan kegiatan dibidang peternakan dapat berjalan dengan aman dan lancar serta mampu menghasilkan produksi yang optimal dari segi kualitas maupun kuantitas.


(30)

Kegiatan peternakan yang telah memiliki kawasan tersendiri yang lebih jelas dan teratur, selain lebih mudah dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan maupun penanggulangan wabah penyakit yang dapat segera dilaksanakan, juga lebih memudahkan untuk membuat program-program yang bersifat menunjang kegiatan peternakan tersebut.

Penataan kawasan pengembangan peternakan perlu memperhatikan aspek lahan sebagai tempat hidup dan tempat menanam hijauan pakan ternak, jalur transportasi sebagai penghubung dengan tempat pemasaran, aspek penduduk, lokasi kegiatan pertanian sebagai penunjang kegiatan peternakan, dan lain-lain. Selain itu, sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 417/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Pedoman Umum Penyebaran dan Pengembangan Ternak, lokasi penyebaran peternakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : bebas penyakit hewan menular sesuai jenis ternak yang akan disebarkan, sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sesuai dengan Tata Ruang Kabupaten/Kota, mendukung kelancaran pemasaran, mendukung efisiensi dan efektivitas pembinaan dan daya dukung lokasi/wilayah memadai (Anonim 2001).

Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sumatera Barat dengan ibukotanya sampai saat sekarang masih berada di pusat Kota Payakumbuh dan berada pada jalur darat utama yang menghubungkan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Riau. Keadaan ekonomi Kabupaten Lima Puluh Kota dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku didominasi oleh bidang usaha pertanian, dan subsektor peternakan berada pada urutan keempat setelah tanaman pangan, tanaman perkebunan dan kehutanan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan distribusi PDRB atas harga berlaku dari tahun 2002 sampai dengan 2004 seperti tertera pada Tabel 1.

Salah satu komoditi peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota yang ditetapkan sebagai komoditi unggulan adalah ternak sapi potong. Populasi ternak sapi potong dan jumlah rumah tangga pemeliharanya secara signifikan mengalami peningkatan selama empat tahun terakhir ini, seperti terlihat pada Tabel 2.


(31)

Tabel 1 Perkembangan distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2002 – 2004.

Sektor/Subsektor 2002 2003 2004

1. Pertanian 33.25 34.21 34.68

- Tanaman Pangan 13.64 13.68 13.79

- Tanaman Perkebunan 6.94 7.95 8.68

- Kehutanan 5.95 5.56 5.07

- Peternakan 3.87 4.21 4.32

- Perikanan 2.85 2.81 2.82

2. Industri Pengolahan 10.68 10.60 10.28

3. Sektor Lainnya 56.08 55.19 55.05

Sumber : BPS Kabupaten Lima Puluh Kota (2004).

Tabel 2. Populasi dan Rumah Tangga Pemelihara (RTP) ternak sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota

No Tahun Jml Populasi

(Ekor)

RTP (KK)

1 2002 44.167 17.720

2 2003 53.216 23.108

3 2004 56.789 23.557

4 2005 58.590 25.624

Sumber : Data Statistik Peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota 2002 - 2005.

Komoditi ini telah mampu mengekspor produksinya berupa ternak sapi hidup ke luar kabupaten bahkan luar provinsi. Daerah pemasaran yang paling potensial adalah Provinsi tetangga yaitu Riau dan Jambi. Dari segi potensi untuk lokasi pengembangan sapi potong, Kabupaten Lima Puluh Kota mempunyai ketersediaan lahan yang masih luas.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wlayah (RTRW) Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2000, alokasi ruang bagi pengembangan peternakan sapi potong sangat sedikit dan hanya terbatas pada kecamatan-kecamatan tertentu. Mengamati perkembangan usaha dan pertambahan populasi ternak sapi potong dalam empat tahun terakhir, pada kenyataannya kegiatan peternakan sapi potong telah menyebar di beberapa kecamatan lain yang tidak diprioritaskan pada RTRW.

Berpijak dari keadaan tersebut maka diperlukan suatu pengalokasian ruang yang baru untuk pengembangan ternak sapi potong yang sekarang menjadi komoditi unggulan karena mampu menghasilkan produksi yang tinggi dan telah mempunyai pasar tersendiri, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten.


(32)

Penyebaran dan pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota, jelas membutuhkan ruang yang pasti untuk kegiatan usaha secara berkelanjutan, sehingga dibutuhkan penataan sedemikian rupa untuk terciptanya kondisi usaha peternakan yang efisien, baik dalam praproduksi, produksi maupun pascaproduksi. Adanya alokasi ruang yang jelas, dapat menjadi dasar pembentukan kawasan yang tujuan dan manfaatnya lebih mampu menyentuh masyarakat peternak untuk meningkatkan usahanya ke arah yang lebih baik.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penyusunan tata ruang bagi kawasan peternakan di Kabupaten Lima Puluh Kota selama ini masih mengacu pada tradisi dan budaya masyarakat dalam mengembangkan ternak, sehingga kawasan yang ditetapkan berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan yang sudah ada tanpa mempertimbangkan aspek ekonomis dan potensi wilayah bagi penggunaan yang paling optimal.

Pada kasus-kasus tertentu perkembangan dalam sistem pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota masih menghadapi ketidakpastian usaha, baik secara teknis dan ekonomis maupun secara hukum. Hal ini salah satunya disebabkan oleh belum tersedianya data tentang kesesuaian ekologis dan rekomendasi lahan bagi pengembangan berbagai komoditi peternakan selama ini. Informasi tentang peternakan dan penunjangnya masih terbatas pada data statistik, yang masih belum memberikan arti banyak dalam menunjang strategi pengembangan peternakan itu sendiri.

Evaluasi terhadap potensi wilayah untuk penyebaran dan pengembangan peternakan merupakan salah satu langkah untuk penyediaan informasi dasar yang penting bagi perencanaan yang konsepsional dan berwawasan masa depan, sehingga tercipta kawasan peternakan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Berhubung ternak sapi potong merupakan salah satu usaha peternakan yang potensial di Kabupaten Lima Puluh Kota, maka diperlukan suatu evaluasi terhadap potensi wilayah yang sesuai bagi penyebaran dan pengembangannya, sehingga lahan dan sumberdaya lainnya yang ada dapat dimanfaatkan untuk memberikan produksi yang optimal.


(33)

Perencanaan untuk lokasi pengembangan ternak sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota sangat diperlukan untuk menjamin tata ruang khusus yang lebih komprehensif dan menjamin kepastian dan keamanan dalam berusaha. Untuk itu diperlukan suatu analisis terhadap potensi wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota bagi pengembangan usaha peternakan sapi potong yang dapat digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah dalam menetapkan kawasan pengembangan sapi potong serta dapat digunakan oleh masyarakat yang bergerak di bidang usaha ini.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi areal lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota.

2. Menghitung daya dukung lahan-lahan yang sesuai bagi usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota.

3. Menentukan arahan kawasan penyebaran dan pengembangan serta kapasitas peningkatan sapi potong berdasarkan potensi sumberdaya lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota..

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam pengalokasian ruang bagi kawasan peternakan sapi potong yang lebih sesuai dan berwawasan lingkungan, dengan mengacu pada potensi lahan bagi pengembangannya.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat pelaku usaha serta investor yang berminat berinvestasi dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong di masa yang akan datang, sehingga lebih aman dan mampu meningkatkan produksi dan produktivitas ternaknya dalam rangka peningkatan pendapatan.

3. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lahan-lahan potensial sebagai dasar penataan kawasan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Lima puluh Kota.


(34)

1.5. Kerangka Pemikiran

Kesesuaian lahan bagi ternak merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan peningkatan produktifitas ternak, terutama ternak ruminansia seperti sapi potong, sebagai usaha pertanian berbasis lahan (land based agriculture). Hal ini berarti tidak semua kondisi lahan di permukaan bumi sesuai bagi kehidupan ternak ruminansia, termasuk di Kabupaten Lima Puluh Kota yang memiliki populasi ternak sapi yang cukup tinggi di Propinsi Sumatera Barat. Melalui pendekatan kondisi agroklimat dan penggunaan lahannya serta produktivitas hijauan makanan ternak dan tanaman pangan sebagai penunjang pakan ternak sapi potong, maka kesesuaian lahan dan arahan lokasi bagi pengembangan ternak sapi potong dapat ditentukan.

Pelaksanaan penelitian selain pengumpulan dan pengolahan data dan peta dasar (kelerengan, jenis tanah, tinggi tempat dan panjang kemarau) juga melaksanakan survei untuk verifikasi data peta dan untuk memperoleh informasi di sentra-sentra usaha peternakan sapi potong melalui wawancara dan pengamatan langsung lapangan. Informasi daya dukung hijauan makanan ternak disajikan dalam nilai Indeks Daya Dukung (IDD), yang memperlihatkan status masing-masing kecamatan terhadap kemampuan penambahan populasi ternak ruminansia saat ini. Dasar penilaian dan analisis dilakukan pada satuan-satuan lahan yang merupakan unit satuan lahan yang memiliki sifat-sifat yang relatif homogen. Kemudian dilakukan analisis Nilai Kriteria Karakteristik Kunci, yang terdiri dari penilaian terhadap unsur sumberdaya manusia, peran kelembagaan input dan output, sumber daya alam dan perkembangan wilayah serta penggunaan teknologi peternakan. Seluruh hasil analisis dipadukan untuk mendapatkan arahan kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Lima puluh Kota. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian seperti disajikan pada Gambar 1.

1.6. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan yang ada pada penelitian ini antara lain adalah : 1. Peta-peta yang digunakan masih pada tingkat tinjau (skala 1 : 250 000).


(35)

2. Penelitian hanya dilakukan pada tingkat kecamatan, yang sebaiknya adalah pada tingkat desa.

3. Pemilikan tanah dan kependudukan tidak dipertimbangkan dalam evaluasi lahan.

4. Evaluasi lahan hanya dilaksanakan secara kualitatif dan perhitungan tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak berdasarkan penggunaan dan penutupan lahan saat ini (present land use).

5. Perhitungan ekonomi, analisis pasar dan estimasi keadaan untuk masa yang akan datang belum dilakukan.

- Lahan-lahan Peternakan Sapi Potong Keadaan Sekarang - Lahan-lahan Tersedia/Berpotensi


(36)

Analisis Location Quotient

(LQ)

Shift Share Analysis

(SSA)

Analisis Nilai Kriteria Karakterisasi Kunci Lahan-Lahan Berpotensi untuk

Penyebaran dan Pengembangan Ternak Sapi Potong Analisis Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak :

- Daya Dukung - Indeks Daya Dukung

Evaluasi Lahan untuk

Kesesuaian Lahan

untuk Penyebaran dan Pengembangan Ternak Sapi Potong

Overlay

Kesesuaian Lahan Tanaman Hijauan Pakan

Ternak Ruminansia Kesesuaian Lingkungan

Ekologis Ternak Sapi Potong (Sistem Kandang)

Peternakan

Usulan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan

Peternakan Sapi Potong

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran


(37)

2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak

Penataan ruang untuk suatu penggunaan tertentu tidak hanya diperlukan bagi pemanfaatan oleh manusia saja, tetapi usaha-usaha yang berkaitan dengan manusia yang menggunakan potensi ruang juga perlu ditata, agar terjadi keseimbangan dan keharmonisan. Apalagi kegiatan-kegiatan yang juga melibatkan makhluk hidup yang jelas sangat tergantung dengan keberadaan ruang sebagai lingkungan hidupnya, seperti halnya dengan kegiatan peternakan, yang cenderung untuk disebarkan dan dikembangkan.

Peternakan merupakan penghasil utama protein hewani yang sangat dibutuhkan masyarakat, yang dalam pembudidayaannya membutuhkan tanah/lahan dan air. Penatagunaan tanah dan air untuk berbagai kegiatan pembangunan, termasuk untuk kegiatan peternakan, sangat diperlukan agar dapat dicapai optimasi dalam pemanfaatan tanah/lahan dan air, serta sekaligus untuk mengurangi konflik dalam penggunaan tanah/lahan dan air untuk berbagai kegiatan pembangunan (Sitorus et al. 1997).

Pelaksanaan penyebaran dan pengembangan ternak di suatu wilayah harus melalui analisis terhadap potensi yang dimiliki wilayah tersebut berkenaan dengan komoditi yang akan disebarkan dan dikembangkan.

Analisis potensi wilayah penyebaran dan pengembangan peternakan adalah kegiatan karakterisasi komponen-komponen peternakan dalam proses strategi pengembangan peternakan bagi pembangunan. Komponen-komponen tersebut meliputi sumberdaya manusia, lahan, tanaman sebagai sumber pakan dan ternak yang harus ditingkatkan peranannya. Adapun yang dimaksud dengan penyebaran ternak adalah usaha pemerintah dalam meningkatkan peran ternak melalui peningkatan sebaran pemilikan maupun intensitas pemilikan ternak dengan berbagai bentuk transaksi yang sifatnya membantu petani. Pengembangan peternakan adalah usaha-usaha pemerintah dalam membantu petani, berupa pembinaan pengembangan komponen-komponen peternakan, baik ternak yang disebarkan oleh pemerintah untuk rakyat maupun ternak yang telah dimiliki oleh rakyat (Dirjen Peternakan dan Balitnak 1995).

Dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 417/Kpts/OT.210/7/2001 disebutkan bahwa lokasi penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu


(38)

tempat di wilayah penyebaran dan pengembangan ternak, terdiri dari satu desa atau lebih dalam satu kecamatan yang diprioritaskan untuk penyebaran dan pengembangan ternak. Kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan adalah konsentrasi penyebaran dan pengembangan peternakan yang terdiri dari beberapa lokasi dalam satu kabupaten. Wilayah penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu kawasan yang potensial untuk penyebaran dan pengembangan ternak yang terdiri dari satu kabupaten atau lebih dalam satu propinsi (Anonim 2001).

Penyebaran dan pengembangan ternak di daerah bertujuan untuk membentuk kawasan peternakan, keseimbangan pembangunan antar wilayah, optimalisasi sumberdaya untuk meningkatkan pendapatan peternak, populasi dan produksi, dalam rangka pemberdayaan masyarakat peternak.

Ruang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan yang berada di atasnya, termasuk ternak. Pada dasarnya ruang mencakup tiga dimensi yaitu udara, tanah dan air. Pada kenyataannya ruang yang menampung kegiatan manusia berbeda dalam kualitas dan kuantitasnya sehingga dalam usaha untuk menggunakan ruang secara efisien akan menghadapi pilihan-pilihan yang sesuai dengan lokasi, sehingga penggunaan ruang yang efisien merupakan suatu aktivitas memilih atau menentukan dari beberapa kegiatan yang paling menguntungkan dan sesuai untuk suatu lokasi tertentu (Hoover dalam Rustiadi et al. 2005).

Penataan ruang membagi wilayah menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. Kawasan lindung adalah kawasn yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan (Anonim 1992).

Menurut Tarigan (2005), kawasan budidaya adalah kawasan dimana manusia dapat melakukan kegiatan dan dapat memanfaatkan lahan, baik sebagai tempat tinggal atau beraktifitas untuk memperoleh pendapatan/kemakmuran.


(39)

Kawasan peternakan merupakan salah satu bentuk dari penggunaan kawasan budidaya dalam struktur ruang suatu wilayah, yang dapat berupa kawasan budidaya yang diatur atau kawasan budidaya yang diarahkan. Kawasan budidaya yang diatur adalah tempat manusia beraktivitas dengan batasan-batasan tertentu. Batasan itu dapat berupa jenis kegiatan, volume, ukuran, tempat, atau metode pengelolaannya. Berbeda dengan kawasan yang diatur, cara pemanfaatan lahan yang diarahkan tidak dinyatakan dengan tegas, bahkan pengarahannya sering dilakukan secara sektoral.

Menurut Setyono (1995), konsep tata ruang dalam suatu usaha peternakan adalah konsep pengelompokan aktivitas usaha ternak dalam ruang, sehingga setiap wilayah memiliki pusat-pusat usaha ternak yang didukung oleh daerah-daerah sekitarnya. Pengelompokan aktivitas usaha peternakan ini diharapkan dapat menimbulkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut :

1. Memaksimumkan keuntungan usaha karena kegiatan pra produksi dan proses produksi berada dalam satu lokasi atau kawasan.

2. Memaksimumkan pelayanan, dimana fasilitas pelayanan yang dibangun akan lebih berdaya guna dan berhasil guna terutama dalam menekan biaya transportasi.

3. Menjamin keterkaitan antara aktivitas pra produksi, proses produksi dan pasca produksi.

4. Memudahkan pemasaran hasil-hasil secara lebih terorganisir, sehingga posisi tawar menawar (bargaining power) lebih kuat.

Pengelompokan aktivitas peternakan dalam suatu wilayah yang didukung oleh wilayah sekitarnya dan partisipasi masyarakat dinamakan Kawasan Peternakan. Secara umum Kawasan Peternakan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : lokasinya sesuai dengan agroekosistem dan alokasi tata ruang wilayah, dibangun dan dikembangkan oleh masyarakat dalam atau sekitar kawasan tersebut, berbasis komoditas ternak unggulan dan atau komoditas ternak strategis, adanya pengembangan kelompok tani menjadi kelompok pengusaha, sebagian besar pendapatan masyarakat berasal dari usaha agribisnis peternakan, memiliki prospek pasar yang jelas, didukung oleh ketersediaan teknologi yang memadai, memiliki peluang pengembangan atau diversifikasi produk yang tinggi, didukung


(40)

oleh kelembagaan dan jaringan kelembagaan yang berakses ke hulu dan ke hilir (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal 2004).

2.2. Ternak Sapi Potong

Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumberdaya penghasil bahan makanan sumber protein hewani yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang, dan lain sebagainya (Sugeng 1998).

Pada tahun 2003, populasi sapi potong di Indonesia sekitar 11 395 688 ekor, dengan tingkat pertumbuhan populasi sekitar 1,08%. Idealnya populasi sapi minimal 15.27% untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dari populasi sapi tersebut, 45–50% adalah sapi asli Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan, sapi Bali termasuk jenis sapi terbanyak, diikuti sapi Madura, dan sisanya terdiri dari sapi Ongole, Peranakan Ongole (PO), Brahman Cross, dan persilangan sapi lokal dengan sapi impor (Simmental, Limousin, Hereford, dan lain-lain) (Riady 2004).

Walaupun tanah dan iklim di Pulau Sumatera bervariasi antar daerah, namun umumnya didominasi oleh iklim basah yang cocok untuk pengembangan ternak sapi dan kerbau secara intensif. Apabila kondisi yang kondusif untuk usaha peternakan sapi dan kerbau diperoleh, diperkirakan bahwa Pulau Sumatera mampu memenuhi sebagian besar dari kebutuhan konsumsi daging dalam negeri yang saat ini masih diimpor dari luar negeri. Kebutuhan akan penelitian ternak sapi dan kerbau di masa mendatang perlu diarahkan untuk meningkatkan produktivitas ternak pada berbagai agro-ekosistem dominan yang beragam di Pulau Sumatera (Bamualim dan RB Wirdahayati 2004).

Di Provinsi Sumatera Barat pengurangan populasi sapi potong lebih besar dari penambahannya. Pada tahun 2004 jumlah populasi sapi pada awalnya adalah 597 294 ekor, pengeluaran sebanyak 22 500 ekor, pemasukan 15 000 ekor dan pemotongan 60 647 ekor (Ditjennak 2005). Pengeluaran terutama ke provinsi


(41)

tetangga dan daerah lainnya, selebihnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan lokal.

Kebijakan pemerintah untuk penanggulangan keadaan tersebut dengan melakukan beberapa langkah operasional, diantaranya penambahan induk/bibit, penyelamatan ternak sapi betina produktif dari pemotongan, penanganan gangguan reproduksi, intensifikasi pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB), intensifikasi kawin alam (distribusi pejantan unggul), pengembangan kelembagaan peternak dan penumbuhan kawasan usaha peternakan. Hal ini juga untuk mencapai Swasembada Daging 2010 dengan melaksanakan beberapa strategi, diantaranya pembuatan pusat pembibitan dan bakalan berbasis pastura dan integrasi dengan tanaman, revitalisasi kelembagaan dan sumberdaya masyarakat fungsional di lapangan, perbaikan dan pengadaan infrastruktur penunjang, dukungan finansial yang realistis dan kebijakan pengembangan pewilayahan sapi potong (Faisal 2006).

2.3. Hijauan Makanan Ternak Sapi Potong

Pakan merupakan faktor yang sangat penting pada usaha peternakan sapi, baik hijauan maupun konsentrat. Kontinuitas penyediaan pakan sangat menentukan bagi keberhasilan usaha peternakan sapi terutama sapi kereman karena sepanjang waktu sapi berada di dalam kandang. Pemberian pakan yang tidak kontinu dapat menimbulkan stress dan akan berakibat sapi menjadi peka terhadap berbagai penyakit dan terganggu pertumbuhannya (Ahmad et al. 2004).

Makanan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan, termasuk ke dalamnya bangsa rumput (gramineae), kacang-kacangan (leguminoseae) dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, aur, daun waru dan sebagainya (AAK 2005). Perbedaan mutu hijauan dipengaruhi oleh faktor genetis (bawaan) dan faktor lingkungan berupa jenis dan kesuburan tanah, iklim dan perlakuan manusia.

Menurut Sofyan (2003), Hijauan Makanan Ternak yang diperlukan untuk ternak ruminansia sebagian besar berupa rumput-rumputan, sehingga rumput memegang peranan yang penting dalam penyediaan pakan dan telah umum digunakan oleh peternak dalam jumlah besar. Dilihat dari cara tumbuhnya rumput


(42)

dapat digolongkan menjadi dua, yaitu rumput alami atau rumput liar dan rumput budi daya atau rumput pertanian.

Untuk memelihara kontinuitas hijauan pakan ternak sering dilakukan integrasi pakan hijauan dengan tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, pagar hidup, lahan tidur, padang rumput dan lahan kritis. Menurut Nitis (1995), ada beberapa sistem integrasi hijauan pakan ternak, yaitu sistem tanaman sela, sistem lorong, sistem teras bangku, sistem taongya, sistem sorjan, sistem kebun pakan hijauan intensif, sistem pastura unggul, sistem bank pakan, sistem pekarangan dan sistem tiga strata.

2.4. Evaluasi Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia

Lahan adalah bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO 1976).

Usaha peternakan sangat berkaitan erat dengan lahan, seperti ternak sapi potong yang sangat tergantung dari bahan dan kualitas pakannya, kualitas pakan hijauan makanan ternak sangat ditentukan oleh kondisi kesuburan tanahnya. Menurut Suratman et al. (1998), berdasarkan kebutuhan lahan, usaha peternakan dapat dibedakan atas dua, yaitu usaha peternakan yang berbasis lahan (land based agriculture) dan usaha peternakan yang tidak berbasis lahan (non land based agriculture). Khusus untuk usaha peternakan yang berbasis lahan yaitu ternak dengan komponen pakannya sebagian besar terdiri atas tanaman hijauan (rumput dan leguminosae), lahan merupakan faktor penting sebagai lingkungan hidup dan pendukung pakan.

Menurut Sri Kuning (1999), dalam usaha peternakan, lahan merupakan basis atau merupakan faktor produksi sebagai sumber makanan pokok ternak berupa rumput, limbah maupun produk utama pertanian. Sebenarnya kebutuhan lahan untuk peternakan tidak menuntut lahan terbaik (subur atau sangat subur), namun usaha ternak dapat dikembangkan pada lahan dengan kelas kemampuan V, VI dan VII, yang biasanya berupa lahan kering dan pada umumnya kurang cocok untuk subsektor pertanian yang lain seperti tanaman pangan dan perkebunan.


(43)

Walaupun demikian, pengembangan usaha ternak akan lebih baik dan menguntungkan jika dilakukan pada lahan-lahan subur (Suparini 1999).

Sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan oleh peternak antara lain : lahan sawah, padang penggembalaan, lahan perkebunan dan hutan rakyat, dengan tingkat kepadatan tergantung pada keragaman dan intensitas tanaman, ketersediaan air dan jenis sapi potong yang dipelihara. Luasnya lahan sawah, kebun, dan hutan tersebut memungkinkan pengembangan pola integrasi ternak-tanaman yang merupakan proses saling menunjang dan saling menguntungkan, melalui pemanfaatan tenaga sapi untuk mengolah tanah dan kotoran sapi sebagai pupuk organik. Sementara lahan sawah dan lahan tanaman pangan menghasilkan jerami padi dan hasil sampingan tanaman yang dapat diolah sebagai makanan sapi. Sedangkan kebun dan hutan memberikan sumbangan berupa rumput alam dan jenis tanaman lain. Pemanfaatan pola integrasi diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan ternak sepanjang tahun, sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas ternak (Riady 2004).

Evaluasi lahan merupakan suatu proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain yang mencakup lereng, topografi/relief, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan, hidrologi dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman (Djaenudin et al. 2003).

Menurut Sitorus (1998), pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan membutuhkan keterangan-keterangan dari tiga aspek utama, yaitu lahan, penggunaan lahan dan faktor ekonomis. Data tentang lahan dapat diperoleh dari survei sumberdaya alam, termasuk survei tanah. Keterangan-keterangan tentang syarat-syarat atau kebutuhan ekologik dan teknik dari berbagai jenis penggunaan lahan diperoleh dari keterangan-keterangan agronomis, kehutanan, dan disiplin ilmu lainnya yang terkait.

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Hasil evaluasi


(44)

lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tata guna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Dalam evaluasi lahan terdapat dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dua tahap dan pendekatan paralel. Pada pendekatan dua tahap, tahap pertama merupakan evaluasi lahan secara kualitatif. Setelah tahap pertama selesai dan hasilnya disajikan dalam bentuk peta dan laporan, maka tahap kedua (kadang-kadang tidak dilakukan) analisis sosial ekonomi dapat dilakukan segera atau beberapa waktu kemudian. Sedangkan pada pendekatan paralel, analisis sosial ekonomi terhadap penggunaan lahan yang direncanakan dilakukan bersamaan dengan analisis sifat-sifat fisik dan lingkungan dari lahan tersebut. Hasil dari pendekatan ini biasanya memberi petunjuk mengenai modifikasi penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.

Persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan bagi tiap-tiap komoditi dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo Sesuai (S) dan dua kelas yang dipakai dalam ordo Tidak Sesuai (N), maka pembagiannya adalah : (1) kelas S1 yaitu Sangat Sesuai (highly suitable), lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan, (2) kelas S2 yang Cukup Sesuai (moderately suitable), lahan mempunyai pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan, (3) kelas S3 yaitu Sesuai Marginal (marginally suitable), lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan, (4) kelas N1 yaitu Tidak Sesuai Pada Saat Ini (currently not suitable), lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang; (5) kelas N2 yaitu Tidak Sesuai Untuk Selamanya (permanently not


(45)

suitable), lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang (Djaenudin et al. 2003).

2.5. Daya Dukung Lahan

Menurut Soemarwoto (1983), daya dukung menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan, yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan jumlah lahan. Jumlah hewan yang dapat didukung kehidupannya itu tergantung pada biomas (bahan organik tumbuhan) yang tersedia untuk hewan. Daya dukung ditentukan oleh banyaknya bahan organik tumbuhan yang terbentuk dalam proses fotosintesis per satuan luas dan waktu, yang disebut produktivitas primer.

Salah satu faktor yang diperlukan untuk menganalisis kapasitas tampung ternak ruminansia di suatu wilayah adalah dengan menghitung potensi hijauan pakan. Hijauan pakan untuk ternak ruminansia terdiri dari rerumputan, dedaunan dan limbah pertanian. Estimasi potensi hijauan pakan pada masing-masing wilayah dipengaruhi oleh keragaman agroklimat, jenis dan topografi tanah dan tradisi budidaya pertanian (Ma’sum 1999).

Menurut Dasman et al. (1977), daya dukung adalah suatu ukuran jumlah individu dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu, dengan tingkatan sebagai berikut :

1. Daya dukung absolut atau maksimum, yaitu jumlah maksimum individu yang dapat didukung oleh sumberdaya lingkungan pada tingkatan sekedar hidup (tingkatan ini disebut kepadatan subsisten untuk spesies tersebut). 2. Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut

kepadatan keamanan atau ambang pintu keamanan. Kepadatan keamanan lebih rendah dari kepadatan subsisten. Pada kepadatan keamanan ini tingkat populasi suatu spesies ditentukan oleh pengaruh populasi spesies lainnya yang hidup di lingkungan yang sama.

3. Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut kepadatan optimum. Pada kepadatan optimum ini, individu-individu dalam populasi akan mendapatkan segala keperluan hidupnya dengan cukup serta


(46)

menunjukkan pertumbuhan dan kesehatan individu yang baik. Kepadatan optimum hanya dapat dipertahankan oleh pembatasan yang kuat terhadap pertumbuhan yang diatur oleh tingkah laku spesies tersebut.

Selanjutnya Dasman (1964) membedakan tiga pengertian daya dukung yaitu : (1) pengertian daya dukung yang berhubungan dengan kurva logistik, dimana daya dukung adalah asimtot atas dari kurva tersebut. Dalam hal ini batasan daya dukung adalah batasan teratas dari pertumbuhan populasi dimana pertumbuhan populasi tidak dapat didukung lagi oleh sumberdaya dan lingkungan yang ada.; (2) pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan margasatwa. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh suatu habitat; (3) pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan padang penggembalaan. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh lingkungan dalam keadaan sehat tanpa mengganggu kerusakan tanah.

Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi dinamika populasi dalam keberhasilan pengembangan ternak, khususnya ternak herbivora. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1980), dalam memperhitungkan potensi suatu wilayah untuk mengembangkan ternak secara teknis, perlu dilihat populasi ternak yang ada di wilayah tersebut dihubungkan dengan potensi hijauan makanan ternak yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan. Dalam memperhitungkan potensi yang sesungguhnya, maka lahan-lahan yang potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang diperhitungkan, antara lain : lahan pertanian, perkebunan, padang penggembalaan dan sebagian kehutanan.

2.6. Sistem Informasi Geografi (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai peran yang penting dalam berbagai aspek kehidupan dewasa ini. Melalui sistem informasi geografis, berbagai macam informasi dapat diolah dan dianalisis yang kemudian dikaitkan dengan letaknya di permukaan bumi.

Menurut Barus dan Wiradisastra (2000), SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau


(47)

berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Berdasarkan operasinya SIG dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) SIG secara manual yang beroperasinya memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat data analog; (2) SIG secara terkomputer atau sering disebut SIG otomatis, dimana prinsip kerjanya sudah sama dengan komputer, sehingga datanya merupakan data digital. Bila dibandingkan cara manual dengan sistem komputer, maka jika diperlukan data dalam jumlah besar dapat dipanggil dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dan biaya per satuan yang lebih rendah. Demikian pula dalam hal memanipulasi data spasial dan mengaitkannya dengan informasi atribut serta mengintegrasikannya dengan berbagai tipe data dalam suatu analisis. Kemampuan untuk melaksanakan analisis spasial yang kompleks secara cepat mempunyai keuntungan kualitatif dan kuantitatif, dimana skenario-skenario perencanaan, model-model keputusan, deteksi perubahan, analisis dan tipe-tipe analisis lain dapat dikembangkan dengan membuat perbaikan-perbaikan secara terus-menerus. Operasi yang interaktif menjadi praktis karena dapat dilakukan dengan cepat dengan biaya yang relatif murah.

Dari berbagai definisi yang disimpulkan oleh Prahasta (2005), SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem yaitu data input, data output, data manajemen dan data analisis dan manipulasi. SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan, yang terdiri dari beberapa komponen seperti perangkat keras, perangkat lunak, data dan informasi geografis serta manajemen.

Menurut Ma’sum (1999), salah satu bidang ilmu dan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan satelit LANDSAT yang dikelola oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dapat dihasilkan data cakupan citra satelit suatu wilayah. Melalui pemanfaatan interpretasi data satelit dengan menggunakan perangkat keras dan lunak serta didukung dengan peta topografi, peta tematis serta data statistik pertanian, dapat dianalisis potensi hijauan pakan ternak di suatu wilayah lebih cepat dan cukup akurat. Berdasarkan


(48)

data ketersediaan hijauan pakan ternak di suatu wilayah, dibagi dengan kebutuhan per ekor ternak akan didapatkan kapasitas tampung.

Karakteristik utama dari metode penginderaan jauh yang digunakan untuk pemetaan penggunaan lahan adalah tingkat otomatisasi dan objektivitas yang tinggi, serta memungkinkan untuk dilakukan perbaikan-perbaikan. Informasi dari citra landsat dan data vektor dipadukan dan dianalisis dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Tapiador dan Casanova 2003).

Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dan analisis Digital Elevation Model (DEM) pada berbagai bidang kehidupan semakin luas, diantaranya untuk melihat kelerengan permukaan bumi, pergerakan permukaan bumi, dan lain sebagainya. Sebagai penghubung antara data lapangan dengan DEM maka digunakan alat Global Positioning System (GPS) yang berfungsi sebagai penentu posisi suatu benda di permukaan bumi (Mulders 2001).

2.7. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Daya dukung suatu wilayah dengan penekanan pada kemampuan menyokong dan menampung, didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan output yang diinginkan dari sumberdaya dasar untuk mencapai kualitas hidup yang lebih tinggi dan lebih wajar (Khanna et al. 1999).

Populasi ternak yang melebihi kapasitas daya dukung sumberdaya lahan yang berlangsung secara terus-menerus tanpa pencegahan, akan berakibat degradasi lahan dan berkurangnya ketersediaan hijauan makanan ternak. Efisiensi penggunaan lahan, penanaman tanaman kacang-kacangan (sejenis legum), pengembangan agroforestri dan penghijauan, adalah beberapa tindakan yang dapat meningkatkan daya dukung lahan, terutama terhadap lahan-lahan milik perorangan yang telah dibajak kemudian ditelantarkan, dan penggunaan yang tidak efektif lainnya (Thapa dan Paudel 2000).

Melalui pendekatan perpaduan kondisi agroklimat dan penggunaan lahan serta produktivitas tanaman pangan dan hijauan yang ada, maka kesesuaian lahan dan arah pengembangan lahan bagi ternak ruminansia dapat ditentukan. Informasi daya dukung pakan hijauan yang disajikan dengan nilai Indeks Daya Dukung (IDD) adalah memperlihatkan status masing-masing daerah terhadap kemampuan


(49)

penambahan populasi untuk ruminansia saat ini. Arahan kesesuaian ekologis lahan dapat direkomendasikan pada dua pola. Pertama, pola diversifikasi spasial, yaitu pengembangan pada lahan-lahan yang telah mempunyai peruntukan, antara lain untuk tanaman pangan dan perkebunan dalam bentuk pola keterpaduan. Kedua, pola ekstensifikasi spasial, yaitu pengembangan pada lahan kehutanan dan alang-alang. Dari hasil penelitian, rekomendasi arahan pengembangan lahan untuk ternak ruminansia di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah : a). Pola diversifikasi untuk kelompok ternak sapi potong banyak terdapat di lahan tegalan, sawah dan prkebunan, b). Pola ekstensifikasi banyak terdapat di lahan hutan dan alang-alang. Dilihat dari potensi daya dukung hijauan pakan di wilayah NTT pada umumnya masih melimpah dan masih mampu menambah ternak ruminansia sebanyak 2 395 384 ST dari populasi saat ini sebanyak 471 971 ST (Sumanto et al. 2004).

Suratman et al. (1998) pernah melakukan penelitian di Kecamatan Tanete Rilau dan Tanete Riaja Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan, yang merupakan salah satu areal untuk pengembangan peternakan sapi potong. Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata indeks daya dukung (IDD) wilayah penelitian sebesar 2.46. Dengan menggunakan pedoman status batas aman daya dukung, daerah ini berada dalam status kritis, daya tampung rata-rata sebesar 0.52 ST/ha. Lahan yang mempunyai prospek pengembangan cukup baik adalah lahan yang termasuk berpotensi tinggi dan sedang, seluas 2 125 ha.

Hasil penelitian yang juga dilakukan oleh Suratman et al. (2003) di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan melakukan pengkajian data sumberdaya lahan (tanah, lingkungan, iklim), informasi keadaan sosial ekonomi dan pola pengembangan peternakan, kemudian melakukan analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk pakan ternak ruminansia dan penilaian kesesuaian lingkungan ternak sapi, dituangkan dalam bentuk Peta Arahan Pengembangan Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dibagi menjadi lahan ekstensifikasi seluas 35 500 dan pola integrasi seluas 334 000 ha.

III. METODE PENELITIAN


(50)

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2006, meliputi tahap persiapan, pengumpulan data, identifikasi, pengecekan lapangan, analisis dan penulisan.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Lima puluh Kota, yang terdiri dari 13 Kecamatan dan terletak antara 0˚25’28’’LU - 0˚22’14’’LS serta antara 100˚16’13’’BT - 100˚50’47’’ BT, dengan batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar dan

Kabupaten Sawahlunto Sijunjung.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau

Peta Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2, berupa peta administrasi yang mempunyai skala 1 : 250 000.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Lima Puluh Kota, BPS Kabupaten Lima Puluh Kota, Bappeda Kabupaten Lima Puluh Kota, Bakosurtanal, Puslitanak, dan Instansi lain yang terkait. Data yang dikumpulkan terdiri dari data kuantitatif yang berasal dari pengolahan data Podes, Data Statistik Peternakan, Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka, PDRB, RTRW Kabupaten Lima Puluh Kota, data yang berkaitan dengan kondisi fisik wilayah seperti data topografi, curah hujan, landuse, iklim dan data kemampuan lahan. Data lain yang juga digunakan adalah peta-peta, seperti peta administrasi, peta tanah, peta land system, peta penggunaan lahan, peta topografi, dan citra satelit. Untuk lebih jelasnya, jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.


(51)

Gambar 2 Peta lokasi penelitian Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber seperti diuraikan di atas, sedangkan data primer diambil melalui wawancara, pengisian kuesioner dan pengamatan langsung ke lokasi. Pemilihan responden dan pengambilan sampel dilakukan di daerah kunci (key region). Sampel ditentukan dengan metode pengambilan sampel acak terstratifikasi (Stratified Random Sampling), yaitu metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, kemudian diambil sampel secara acak dari setiap strata (Sugiarto et al. 2003).

Besarnya sampel yang diambil dari tiap-tiap strata dapat sebanding dengan strata atau tidak sebanding (Singarimbun dan Effendi 1995). Sebelum pengambilan sampel, terlebih dahulu dilakukan stratifikasi berdasarkan jumlah populasi sapi potong dan kelengkapan fasilitas peternakan terhadap 13 kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Setelah itu dilakukan stratifikasi terhadap peternak berdasarkan jumlah kepemilikan ternak sapi potong.


(52)

Tabel 3 Jenis dan sumber data

NO JENIS DATA SKALA THN BENTUK SUMBER DATA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Peta Satuan Lahan dan Tanah (LREP-I)

Peta Land Systems/Land Suitability ( RePPProT)

Citra Satelit Landsat Path/Row : 127/060

Peta Landuse Peta Curah Hujan Peta Rupa Bumi Peta Administrasi Data Keragaan Ternak Ruminansia Kab. Lima Puluh Kota

Data Luas Panen Tanaman Pangan Kab. Lima Puluh Kota. Data Podes Kab. Lima Puluh Kota

Revisi RTRW Kab. Lima Puluh Kota Tahun 1999/2000

1:250 000 1:250 000

- 1:250 000 1:1 000 000

1:250 000 1:500 000 - - - - 1990 1988 2005 2003 2003 2001 2003 2003- 2005 2003- 2005 2003- 2006 2000 Digital Digital Digital Digital Hardcopy Digital Digital Tabular Tabular Tabular Dokumen Puslittanak Bogor Bakosurtanal LAPAN Baplan Dephut Balitklimat Bogor Bakosurtanal Bakosurtanal Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Lima Puluh Kota BPS Kab. Lima Puluh Kota BPS Pusat

Bappeda Kab. Lima Puluh Kota

3.4. Metode Identifikasi dan Teknik Analisis Data

Identifikasi dan analisis data yang dilakukan adalah (1) identifikasi jenis penggunaan lahan yang berpotensi untuk pengembangan sapi potong, (2) penilaian kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong, (3) penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman hijauan makanan ternak, (4) tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak, (5) prioritas arahan lahan, dan (6) analisis wilayah untuk arahan kawasan penyebaran dan pengembangan. Analisis spasial dan penyajian hasil dilakukan dengan pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan menggunakan software utama Arcview 3.3.

Peta satuan lahan dan tanah (LREP) yang diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor mengandung informasi unit lahan, jenis tanah, kemasaman, tekstur, drainase, kapasitas tukar kation, kedalaman, bahaya banjir dan erosi. Peta tanah tinjau (RePPProT) digunakan untuk melengkapi peta satuan lahan dan tanah, karena mengandung informasi jenis batuan, singkapan batuan, landform dan kelerengan.

Peta penggunaan lahan (land use) diperoleh dari hasil interpretasi Citra Satelit Landsat Path/Row : 127/060 tahun 2005, kemudian dilakukan digitasi on screen untuk mendapatkan peta land use, kemudian dilaksanakan pengecekan ke


(1)

Lampiran 5 Luas wilayah menurut ukuran lerengnya pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota

0% - 3% (ha)

3% - 8% (ha)

8% - 16% (ha)

16% - 30% (ha)

30% - 40% (ha)

> 40% (ha)

Luas/Kecamatan (ha) AKABILURU 279 3,202 2,023 1,579 2,765 1,233 11,081 BUKIT BARISAN 1,026 2,282 2,991 5,083 3,360 14,742 GUGUAK 3,110 2,055 1,581 2,853 3,047 265 12,911 GUNUANG OMEH 7 682 6,024 8,720 7,581 4,634 27,648 HARAU 2,036 1,823 5,064 7,078 9,456 1,988 27,445 KAPUR IX 34 815 1,852 6,293 21,232 20,081 50,307 LAREH S. HALABAN 78 1,757 3,081 3,805 2,578 759 12,058 LUAK 913 2,457 2,141 1,437 1,891 2,008 10,847 MUNGKA - 1,068 3,049 3,266 3,066 906 11,355 PANGKALAN K BARU 1,324 12,321 11,997 21,016 19,329 2,703 68,690 PAYAKUMBUH 3,563 480 1,088 398 199 155 5,883 SITUJUAH L. NAGARI 120 1,513 1,858 1,899 1,512 461 7,363 SULIKI 46 348 1,315 4,104 6,931 1,038 13,782


(2)

Lampiran 6 Tabel indeks daya dukung (IDD) dan kriteria lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Kecamatan Populasi sapi (Ekor) Faktor Konversi Jumlah Populasi (ST) Kebut. Pakan Minimun (Ton BKC/th) Kebut Pakan Ternak (Ton BKC/th) DD (Kg/ST) IDD IDD Kemamp. Wilayah Kapasitas Penambahan Ternak (ST) Kriteria kritis

Payakumbuh 2,533 0.70 1,773 0.9125 1,617.95 1,838.20 1.04 919.10 (854) Akabiluru 2,315 0.70 1,621 0.9125 1,478.71 12,162.90 7.51 6,081.45 4,461 aman

sangat kritis

Luak 17,186 0.70 12,030 0.9125 10,977.56 3,329.01 0.28 1,664.50 (10,366)

rawan

Lareh S. Halaban 10,548 0.70 7,384 0.9125 6,737.54 12,610.32 1.71 6,305.16 (1,078)

sangat kritis

Situjuah L.Nagari 2,144 0.70 1,501 0.9125 1,369.48 814.17 0.54 407.08 (1,094) Harau 5,342 0.70 3,739 0.9125 3,412.20 26,254.75 7.02 13,127.37 9,388 aman Guguak 6,213 0.70 4,349 0.9125 3,968.55 13,610.66 3.13 6,805.33 2,456 aman Mungka 1,305 0.70 914 0.9125 833.57 5,179.30 5.67 2,589.65 1,676 aman Suliki 2,471 0.70 1,730 0.9125 1,578.35 7,327.24 4.24 3,663.62 1,934 aman Bukik Barisan 6,053 0.70 4,237 0.9125 3,866.35 12,694.49 3.00 6,347.24 2,110 aman Gunuang Omeh 867 0.70 607 0.9125 553.80 11,460.72 18.88 5,730.36 5,123 aman Kapur IX 647 0.70 453 0.9125 413.27 15,014.33 33.15 7,507.17 7,054 aman Pangkalan 966 0.70 676 0.9125 617.03 14,675.20 21.70 7,337.60 6,661 aman

Jumlah 58,590 41,013 136,971.29 107.86 221,1831.9 27,473

Sumber : Data Base Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Tanaman Pangan Kab. Lima Puluh Kota Tahun 2006


(3)

Lampiran 7 Hasil perhitungan LQ berdasarkan kepadatan ekonomi peternakan tahun 2005

NILAI LQ No. KOM ODITI T E RN AK LQ Ke c. Payaku mbu h LQ Ke c. Akabiluru LQ Ke c. Lua k LQ Ke c. Lar e h S Halaba n

LQ Kec. Situjuah LQ Ke

c. Har a u LQ Ke c. Gug uak LQ Ke c. Mungka

LQ Kec. Suli

ki LQ Ke c. Buk ik Barisa n LQ Ke c.Gn Ome h LQ Ke c. Kap ur Sem b ilan LQ Ke c. Pangkalan

1 Sapi 0.42 1.66 11.53 2.14 1.48 0.93 0.57 0.06 1.41 1.90 1.80 0.76 5.25

2 Kerbau 0.44 3.28 5.03 2.05 1.99 1.24 0.57 0.12 2.17 1.22 5.21 3.56 10.20

3 Kambing 0.45 2.05 0.85 2.42 3.94 2.02 0.42 0.19 1.49 1.23 2.85 4.68 11.84

4 Ayam Buras 0.62 1.11 1.74 0.61 2.01 1.42 0.45 0.07 1.49 6.18 5.73 5.92 1.16

5 Ayam Ras Petelur 1.16 0.60 0.33 0.54 0.60 0.89 1.03 1.41 1.06 0.02 0.00 0.01 0.22

6 Ayam Ras Pedaging 0.69 2.72 0.65 3.93 1.21 1.00 1.72 0.14 0.00 0.06 0.00 0.13 4.07

7 Itik 0.91 2.07 9.70 1.22 3.84 1.27 0.59 0.12 0.63 0.99 3.32 2.09 1.60


(4)

Lampiran 8 Hasil perhitungan SSA berdasarkan data populasi peternakan tahun 2005

Differential Shift ©

Komoditi Ternak

Ko

mpon

en Share (a

)

Proportion

al Shift (b)

PAYAKUMBUH AKABILURU

LUAK

LAREH S.HA

LABAN

SITUJUAH L.

NAGARI

HARA

U

GUGUAK MUNGKA SULIKI

BUKIK BARISAN

GN. OMEH KAPUR IX

PANGKALAN

Sapi 0.77 -0.19 -0.18 -0.54 1.06 0.06 -0.23 1.32 1.53 0.38 1.41 1.79 0.90 2.70 1.34

Kerbau 0.77 -0.89 -0.28 -0.05 0.49 0.32 -0.46 0.61 1.63 0.38 0.92 0.84 1.76 1.56 0.89

Kambing 0.77 0.23 -0.78 -0.58 -0.83 -0.59 0.36 2.12 2.87 2.82 4.07 2.40 3.63 2.21 10.71

Ayam Buras 0.77 -0.52 -0.54 -0.73 -0.46 0.10 -0.23 0.94 0.77 1.05 2.58 3.73 0.81 2.01 0.12

Ayam Ras Petelur 0.77 0.31 2.76 5.98 0.14 0.27 0.00 8.74 17.95 1.27 1.18 4.80 0.00 0.00 1.00

Ayam Ras Pedaging 0.77 -0.42 -0.30 0.00 0.00 3.12 0.00 8.18 5.11 0.12 0.00 0.00 0.00 0.10 0.00

Itik 0.77 0.07 -1.16 -0.31 1.37 0.29 -0.06 3.52 1.40 7.13 8.00 2.20 0.97 2.97 0.56


(5)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.

Lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten

Lima Puluh Kota adalah : kebun campuran dengan luas 47 045 ha,

tegalan/ladang 22 322 ha, perkebunan 16 425 ha, semak/rerumputan 16 740

ha, sawah 7 415 ha dan hutan produksi 1 786 ha, sehingga luas keseluruhan 111

728 ha. Semua lahan-lahan tersebut memberikan total ketersediaan pakan 124

057 ton, dengan daya dukung 130 749 ST. Pada kebun campuran,

tegalan/ladang, perkebunan dan sawah pengembagan peternakan dapat

dilakukan dengan sistem diversifikasi, sedangkan pada lahan semak/rerumputan

dan hutan produksi dengan sistem ekstensifikasi.

2.

Luas lahan dengan status daya dukung hijauan makanan ternak

aman

adalah

94 981 ha (34.65%), status

rawan

adalah 10 957 ha (4.00%), status

kritis

1 296

ha (0.47%) dan status

sangat kritis

adalah 4 494 ha (1.64%).

3.

Kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten

Lima Puluh Kota adalah Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kecamatan Suliki

dan Kecamatan Lareh Sago Halaban, dengan luas wilayah pengembangan 28

386 ha, daya dukung hijauan makanan ternak 34 612 Satuan Ternak (ST) dan

kapasitas penambahan ternak sapi potong 24 822 ST (35 546 ekor).

4.

Wilayah yang dapat diarahkan menjadi Wilayah Penyebaran dan

Pengembangan (WPP) ke depannya adalah wilayah yang sekarang berupa

Wilayah Pengembangan (WP), yaitu Kecamatan Harau, Guguak, Mungka,

Bukik Barisan, Gunuang Omeh dan Kapur IX. Dibandingkan dengan RTRW

Kabupaten Lima Puluh Kota, hanya Kecamatan Pangkalan Koto Baru dan

Lareh Sago Halaban yang memenuhi syarat sebagai WPP.


(6)

6. 2. Saran

1.

Disarankan perlu dilakukan analisis lanjutan terutama kelayakan ekonomi

sebagai pelengkap identifikasi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan ternak

sapi potong ini.

2.

Pada penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ke depan disarankan

hendaknya menetapkan Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Suliki dan Lareh

Sago Halaban sebagai wilayah penyebaran dan pengembangan peternakan sapi

potong di Kabupaten Lima Puluh Kota. Selanjutnya Kecamatan Mungka,

Guguak, Harau, Kapur IX, Gunuang Omeh dan Bukik Barisan adalah sebagai

wilayah pengembangan, melalui pembinaan dan perbaikan manajemen dapat

dikembangkan menjadi wilayah penyebaran dan pengembangan ke depannya.

3.

Disarankan untuk perlu melakukan penelitian mengenai pemasaran ternak, baik