II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manfaat dan Fungsi Hutan
Hutan sebagai suatu ekosistem merupakan sumber daya alam yang mempunyai nilai sangat tinggi tidak saja sebagai unsur produksi yang potensial,
tetapi juga mempunyai peranan sebagai pengatur sumber daya air dan tanah. Keberadaan hutan di suatu kawasan sangat diperlukan untuk mengatur kondisi
hidro-orologi kawasan tersebut dan kawasan lain yang ada disekitarnya. Dalam hal ini tanaman hutan akan menyerap sebagian besar air hujan yang jatuh di
kawasan tersebut dan air yang sampai dipermukaan tanah sebagian besar akan masuk ke dalam tanah melalui infiltrasi dan perkolasi sehingga menurunkan
limpasan permukaan dan erosi. Air yang tersimpan di dalam profil tanah selanjutnya dapat dimanfaatkan pada waktu dan tempat yang memerlukannya.
Pada saat yang sama, melalui biomassa yang dihasilkan, hutan juga mampu meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah.
Hutan sebagai suatu ekosistem dengan komponen-komponennya berupa tanaman pohon dan tanaman sela serta semak yang rapat dapat berfungsi sebagai
pengatur tata air, tidak saja bagi lingkungan hutan tetapi juga bagi kawasan disekitarnya tengah dan hilir. Sebagai pengatur tata air, hutan menentukan
kualitas dan kuantitas hasil air water yield. Perolehan hasil air sangat dipengaruhi oleh faktor tanaman, yang tercermin pada sifat penutupan lahan.
Sifat penutupan lahan akan menentukan besarnya bagian hujan yang dapat ditahan oleh tanaman intersepsi, yang masuk ke dalam tanah infiltrasi, yang
akan kembali ke atmosfer evapotranspirasi dan yang akan mengalir di permukaan tanah limpasan permukaan. Sirkulasi air dari curah hujan, sebagai
aliran masuk, ke evapotranspirasi dan limpasan permukaan, sebagai aliran keluar, akan berlangsung secara kontinyu dan berada dalam keseimbangan.
Keseimbangan dalam sirkulasi air ini akan terganggu bila salah satu parameternya mengalami perubahan. Sebagai contohdapat dikemukakan peristiwa banjir yang
terjadi di sebagian besar sungai-sungai besar di Indonesia, dan pada daerah lain terjadi hal yang sebaliknya, yaitu bahaya kekeringan seperti yang dijumpai di
Wonogiri, Trenggalek dan Blitar. Kasus pendangkalan bendungan Karangkates dan Selorejo sehingga berakibat menurunnya umur efektif bendungan juga
merupakan contoh klasik terjadinya ketidak seimbangan sirkulasi air. Kerusakan hutan diindikasikan secara kuantitatif dengan adanya
penyusutan luas kawasan hutan. Departemen kehutanan memperkirakan laju kerusakan hutan adalah 0,8 juta hektar per tahun. Laju kerusakan hutan tersebut
berkaitan dengan adanyta kegiatan konversi kawasan hutan untuk pengembangan perkebunan, pertanian, pemukiman, kebakaran hutan serta pembongkaran hutan
untuk kepentingan tertentu. Dalam kaitannya dengan kepentingan pengelolaan hutan, maka ekosistem
hutan dibedakan menjadi : hutan alam, hutan tanaman monokultur dan hutan rakyat. Sifat khas ekosistem hutan alam khususnya di daerah tropika basah, adalah
keanekaragaman jenis flora dan fauna dengan berbagai ukuran yang saling berinteraksi dengan lantai hutan secara dinamis. Di dalam hutan, individu pohon
dikelompokkan menurut tingginya menjadi beberapa strata ditambah dengan satu stratum semak belukar dan satu stratum penutup tanah yang berupa rumput dan
seresah. Ditinjau dari segi kesuburan tanah, hutan alam dapat dijamin kelestarian dan stabilitasnya. Hal tersebut dapat terjadi karena produksi seresah sangat tinggi
sedang proses dekomposisi berlangsung tanpa gangguan, sehingga pembentukan humus dapat terjadi secara kontinyu. Kehilangan nutrisi akibat digunakan oleh
seluruh vegetasi penyusun hutan atau hilang keluar sistem akibat erosi atau dimanfaatkan oleh manusia dapat diimbangi oleh terbentuknya nutrisi baru oleh
proses pembentukan humus. Berbeda dengan hutan alam, hutan tanaman monokultur hanya didominasi
oleh satu jenis tumbuhan sehingga menjadikannya tidak stabil. Terlebih lagi hutan tanaman dibuat untuk dipanen kayunya, maka pada waktu pemanenan akan
terjadi pengangkutan materi yang besar dan menyebabkan perubahan iklim mikro secara mendadak. Akibatnya, dalam jangka waktu cukup lama akan kehilangan
bahan baku utama pembuat humus. Dominasi satu jenis tumbuhan tertentu dengan umur yang sama menyebabkan hutan tersusun atas satu tajuk yang dominan
sehingga merubah karakter populasi organisme mikro maupun tumbuhan bawah. Adanya jenis tumbuhan lain tidak mempunyai pengaruh yang berarti
terhadap stabilitas ekosistem karena jumlahnya seringkali sangat sedikit. Walaupun seringkali ditonjolkan mengenai keuntungan finansial, namun
kenyataannya ekosistem hutan tanaman monokultur sangat rentan terhadap gangguan yang merusak, seperti erosi dan kebakaran dan penyakit. Kehilangan
nutrisi keluar sistem tidak dapat diimbangi oleh dekomposisi seresah dan mineral tanah sehingga kualitas ekosistem akan makin merosot.
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang didominasi oleh vegetasi tertentu dengan tujuan untuk diambil hasilnya, baik berupa kayu, getah, damar
atau lainnya. Hutan Produksi dibagi menjadi hutan produksi jati dan rimba sengon, mahoni dan lainnya. Sedangkan hutan serbaguna adalah kawasan hutan
yang mempunyai fungsi konservasi dan estetika, seperti cagar alam dan taman wisata.
Hasil analisa Simon 1999 terhadap kemerosotan kualitas tegakan yang terjadi sejak tahun 1960 disebabkan berbagai hal sebagaimana dikemukakan
diatas sehingga dapat dikelompokkan menjadi faktor intern dan ekstern. Ditinjau dari aspek kewilayahan administrasi pengelolaan dan bentangan
lahan, kebijakan pengelolaan hutan yang telah dikemukakan menimbulkan masalah tersendiri mengingat keterkaitannya dengan kebijakan setempat, apalagi
di era otonomi daerah, walaupun secara hierarkhis pewilayahan pengelolaan hutan berada pada satu komando. Jika pengelolaan hutan didasarkan pada keseimbangan
ekosistem satuan Daerah Aliran Sungai DAS sebagai unit pengelolaan, efektivitas fungsi hutan disatu sisi dan produktivitas ekonomi di sisi lain dapat
ditingkatkan. Sebagaimana Priyono dan Irawan 2004 menyatakan bahwa sebagai bentuk sumberdaya alam, DAS merupakan common pool resource, stock dan
comodity artinya pemanfaatan sumberdaya alam di lahan kawasan DAS di satu pihak, akan mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di pihak laian, selain itu
DAS juga dapat menghasilkan fungsi-fungsi yang intangable sifatnya seperti pengendalian air, serapan carbon, kesuburan tanah, keindahan alam serta, setiap
jenis komoditas yang diperoleh dari bagian DAS akan mempengaruhi jenis
komoditas lainnya serta berpengaruh terhadap fungsi-fungsi intangable diatas Kartodihardjo, 2004 dalam Priyono dan Irawan, 2004.
2.2. Erosi Pada Lahan Hutan