Karakteristik Fisik Dan Laju Infiltrasi Tanah Pada Blok Kebun Kelapa Sawit (Studi Kasus: Ptpn Viii Cimulang Bogor).

KARAKTERISTIK FISIK DAN LAJU INFILTRASI TANAH
PADA BLOK KEBUN KELAPA SAWIT
(Studi kasus : PTPN VIII CIMULANG BOGOR)

NIA PUSPITA SARI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik dan Laju
Infiltrasi Tanah Pada Blok Kebun Kelapa Sawit (Studi kasus: PTPN VIII
Cimulang Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Nia Puspita Sari
NIM A14110053

ABSTRAK
NIA PUSPITA SARI. Karakteristik Fisik dan Laju Infiltrasi Tanah pada Blok
Kebun Kelapa Sawit (Studi kasus: PTPN VIII Cimulang Bogor). Dibimbing oleh
LATIEF M RACHMAN dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang membutuhkan air dalam
jumlah besar. Suatu perkebunan kelapa sawit memiliki areal atau bagian yang
berbeda yaitu piringan, non gawangan, gawangan hidup, dan gawangan mati.
Bagian pada blok kebun kelapa sawit mendapatkan gangguan dan pengelolaan
dengan intensitas yang berbeda sehingga menyebabkan karakteristik fisik dan laju
infiltrasi tanah yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
karakteristik fisik dan laju infiltrasi tanah pada beberapa bagian di blok kebun
kelapa sawit yakni piringan, non gawangan, gawangan hidup, dan gawangan mati.
Penelitian dilakukan di PTPN VIII Desa Cimulang, Kecamatan Rancabungur,
Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan pada tanah Latosol dan kemiringan lereng

0-3%. Pengamatan dilakukan di lapangan dengan metode Double Ring
Infiltrometer, sedangkan analisis sifat fisik dan kimia lainnya dilakukan di
Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Parameter yang diamati pada
penelitian adalah tekstur, bobot isi, porositas, bahan organik, permeabilitas,
kemantapan agregat, dan laju infiltrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
gawangan mati memiliki karakteristik fisik tanah yang baik dan laju infiltrasi
tanah tertinggi yang ditunjukkan dengan bobot isi rendah (0.98 g/cm3), bahan
organik tinggi (3.71%), porositas tinggi (63.13%), dan laju infiltrasi konstan yang
tinggi (43.8 cm/jam) dan tergolong kelas sangat cepat. Piringan dan non
gawangan memiliki karakteristik fisik lebih baik dan laju infiltrasi tanah lebih
tinggi dibandingkan dengan gawangan hidup. Gawangan hidup memiliki
karakteristik fisik tanah yang kurang baik dan laju infiltrasi rendah yang
ditunjukkan dengan bobot isi tinggi (1.11 g/cm3), bahan organik rendah (2.94%),
dan porositas rendah (57.92%) dan laju infiltrasi konstan yang rendah (0.03
cm/jam) dengan kelas sangat lambat.
Kata kunci: gawangan hidup, gawangan mati, kelapa sawit, non gawangan, dan
piringan

ABSTRACT

NIA PUSPITA SARI. Physical Characteristic and Infiltration Rate of Soil at
Block of Palm Oil Farm (Case Study at PTPN VIII Cimulang Bogor). Supervised
by LATIEF M RACHMAN and DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Palm oil is one of plants requiring water in large amounts. A block
of palm oil farm having four different areas namely: piringan, non
gawangan, life gawangan, dead gawangan. Each of four different areas of
obtains different kind and intensity of treatments, management and
distruptiuon producing, different soil physical characteristic and soil
infiltration rate. This study aims to assess physical characteristic of soil and
soil infiltration rate in the different area of a block palm oil, namely: the
piringan, non gawangan, life gawangan, and dead gawangan. The research
was done in PTPN VIII Cimulang village, Rancabungur District, Bogor
regency on the Latosol soil with slope of 0-3%. The field observation was
done by using the Double Ring Infiltrometer method, while the analysis of
the physical and chemical and other soil characteristics were done in the
Laboratory of Soil and Water Conservation, Department of Soil Science
and Land Resources, Faculty of Agriculture. Parameters observed in
research is soil texture, soil bulk density, soil porosity, soil organic matter,
soil permeability, soil aggregate stability, and soil infiltration rate. The

result shows that the dead gawangan having the best of physical
characteristics of soil and soil infiltration rate as indicated by the lowest soil
bulk density (0.98 g/cm3), highest soil organic matter (3.71%), highest total
soil porosity (63.13%), and highest soil infiltration rate constant (43.8
cm/jam) that classified as very quickly. The piringan and non gawangan
having the physical characteristics of physical soil and soil infiltration rate
better than life gawangan. Life gawangan having the worst the soil physical
characteristics and soil infiltration rate as indicated by the highest bulk soil
density (1.11 g/cm3), lowest soil organic matter (2.94%), lowest total soil
porosity (57.92%), and lowest soil infiltration rate constant (0.03 cm/jam)
that is classified as class very slow.
Keywords: life gawangan, dead gawangan, palm oil, non gawangan and piringan

KARAKTERISTIK FISIK DAN LAJU INFILTRASI TANAH
PADA BLOK KEBUN KELAPA SAWIT
(Studi kasus : PTPN VIII CIMULANG BOGOR)

NIA PUSPITA SARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan, penelitian,
dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang dilaksanakan sejak Februari hingga
Agustus 2015 ini berjudul Karakteristik Fisik dan Laju Infiltrasi Tanah pada Blok
Kebun Kelapa Sawit (Studi kasus: PTPN VIII Cimulang Bogor).
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima
kasih yang sebesar-besarnya ditujukan khususnya untuk :

1. Bapak Dr Ir Latief M Rachman, MSc. MBA selaku Dosen Pembimbing
Skripsi I yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi
selama penelitian sampai penulisan skripsi.
2. Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku Dosen Pembimbing Skripsi
II atas bimbingan dan berbagai saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi
ini.
3. Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, Msi selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan dan saran untuk penulisan skripsi ini.
4. Bapak dan mamah atas doa, cinta, kasih sayang,semangat, dorongan, dan
materiil kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
5. Kakak-kakak ku (Elis, Herman,dan Wulan) atas doa, kasih sayang, dorongan,
dan materiil.
6. Seluruh staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
7. Vinni, Ariyanti, Rani, Rere, Rara, Ressa, Dieni, Sholichah, Diendra, Ade,
Mirna, Regina, dan Soiler 48 atas kebersamaan dan dukungannya selama
perkuliahan dan penelitian.
8. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membaca,

khususnya bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian pada kajian yang
sama.

Bogor, September 2015
Nia Puspita Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

METODE

1

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan dan Alat


2

Pelaksanaan Penelitian

2

Analisis Sifat Tanah

5

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian


6

Karakteristik Tanah

9

Laju Infiltrasi Konstan

15

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran


18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Klasifikasi laju infiltrasi konstan menurut Kohnke (1968)
Metode yang digunakan untuk penetapan karakteristik tanah
Tekstur pada beberapa bagian kelapa sawit
Bahan organik di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Bobot isi di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Porositas total di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Kemantapan agregat di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Distribusi pori di berbagai bagian dan kedalaman tanah
Permeabilitas di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Laju infiltrasi konstan di beberapa bagian

4
5
9
10
11
12
13
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
1 Sketsa penelitian pada tiga lokasi di blok kebun kelapa sawit
2 Sketsa pengambilan sampel pada beberapa bagian di blok kebun kelapa
sawit
3 Bagian piringan
4 Bagian non gawangan
5 Bagian gawangan hidup
6 Lapisan keras pada gawangan hidup
7 Bagian gawangan mati
8 Kurva laju infiltrasi konstan pada beberapa bagian

3
4
6
7
8
8
9
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai tekstur tanah pada beberapa bagian
2 Nilai bobot isi, C-organik, stabilitas agregat, dan permeabilitas pada
beberapa bagian
3 Nilai porositas dan kadar air pF pada beberapa bagian
4 Nilai distribosi pori pada beberapa bagian
5 Sidik ragam sifat-sifat fisik tanah pada beberapa bagian
6 Data infiltrasi lapang pada beberapa bagian

21
22
23
24
25
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang memerlukan air dalam
jumlah yang banyak. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau, kelapa sawit akan
menyerap cadangan air bawah tanah dengan jumlah besar untuk memenuhi
kebutuhannya agar bisa bertahan hidup.
Kebutuhan tanaman kelapa sawit akan air yang sangat banyak
diindikasikan oleh nilai pemakaian konsumtif air (evapotranspirasi) tanaman
kelapa sawit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nilai pemakaian konsumtif
air tanaman kelapa sawit sebenarnya tidak terlalu tinggi. Menurut Siregar et al.
(2006), nilai pemakaian konsumtif air kelapa sawit hanya sebesar 3-6 mm/hari.
Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai pemakaian konsumtif air
tanaman sengon yang dibuktikan dalam penelitian Hudayana (2007) yaitu sebesar
7.41 mm/hari. Hal ini menunjukkan bahwa kerakusan tanaman kelapa sawit akan
air bukan dikarenakan nilai pemakaian konsumtif air kelapa sawit melainkan oleh
rendahnya jumlah air yang masuk ke dalam tanah akibat kapasitas infiltrasi tanah
yang rendah. Kapasitas infiltrasi tanah yang rendah bisa terjadi karena
pengelolaan yang kurang baik yang menyebabkan rusaknya sifat-sifat fisik tanah.
Pada suatu perkebunan kelapa sawit dapat dijumpai empat areal, yaitu:
piringan, non gawangan, gawangan mati, dan gawangan hidup. Keempat areal ini
mendapatkan pengelolaan atau gangguan dengan intensitas yang berbeda sehingga
karakteristik tanahnya bisa berbeda. Gawangan hidup yang digunakan sebagai
jalan pikul mendapatkan gangguan dengan intensitas yang paling tinggi dan
menyebabkan kerusakan tanah juga paling tinggi. Gawangan mati digunakan
sebagai tempat penumpukan pelepah yang mendapatkan gangguan dengan
intensitas paling rendah sehingga kerusakan tanahnya juga rendah. Dengan latar
belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian di areal pada blok kebun
kelapa sawit dengan melakukan karakterisasi sifat fisik tanah pada keempat jenis
areal tersebut
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik fisik tanah terkait
pergerakan air tanah pada beberapa areal di blok kelapa sawit yakni piringan, non
gawangan, gawangan mati, dan gawangan.

2

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari sampai bulan Agustus 2015.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu : 1. Pengambilan sampel tanah pada
areal penggunaan lahan kelapa sawit di PT Perkebunan Nusantara VIII Desa
Cimulang, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. 2. Analisis tanah di
Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Laboratorium Kimia dan Kesuburan
tanah, serta Laboratorium Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan sampel tanah utuh, sampel tanah agregat utuh,
dan sampel tanah terganggu. Alat yang digunakan adalah ring sampler, cangkul,
golok, cutter, aluminium foil, kaleng, plastik, karung, timbangan digital, Pressure
Plate Apparatus, Pressure Membrane Apparatus, satu set ayakan agregat kering,
satu set ayakan agregat basah, cawan aluminium, cawan porselin, buret, corong,
oven 1050 C, bak perendam, tabung sendimen, gelas ukur, gelas piala 1 L,
erlenmeyer, pengaduk, ayakan 2 mm, ayakan 0,5 mm, thermometer, piknometer,
kompor, panci, buret, pipet volumetrik, double ring infiltrometer, gayung, ember,
stopwatch, penggaris, alat tulis, kalkulator, dan seperangkat komputer. Bahan
yang digunakan adalah aquades, air AC, HCl, Ferroin 0.025 M, Natrium
Pirophosphat, H2O2, FeSO4 0.5 N, K2Cr2O7 1N dan H2SO4.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam satu blok kebun kelapa sawit yang sama
dengan jenis tanah latosol dan kemiringan lereng 0-3%. Satu blok kebun kelapa
sawit dipilih tiga pohon secara acak yang dijadikan sebagai ulangan. Setiap pohon
terdapat empat bagian yang berbeda dengan tiga kedalaman pada masing-masing
bagian. Pada setiap bagian tersebut dilakukan pengambilan sampel tanah untuk
diukur di laboratorium dan pengukuran langsung di lapang.
Sifat fisik tanah yang diukur dilaboratorium meliputi bobot isi, porositas,
kadar air berbagai pF, permeabilitas, kemantapan agregat, tekstur, dan bahan
organik. Jenis sampel tanah yang diambil adalah sampel tanah utuh, tanah agregat
utuh, dan tanah terganggu. Sampel tanah tersebut diambil di tiga kedalaman yaitu
0-10 cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm disetiap bagian kelapa sawit dengan 3 kali
ulangan. Pengambilan sampel tanah utuh digunakan untuk analisis bobot isi, kadar
air pF , dan permeabilitas. Pengambilan sampel tanah agergat utuh digunakan
untuk analisis kemantapan agregat, sedangkan pengambilan sampel tanah
terganggu digunakan untuk analisis tekstur dan kandungan bahan organik.
Sifat fisik tanah yang diukur di laboratorium meliputi bobot isi, porositas ,
bahan organik, tekstur, kemantapan agregat, kadar air berbagai pF, dan
permeabilitas. Sifat fisik tanah yang diukur langsung di lapang adalah infiltrasi
tanah. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan dengan menggunakan metode double

3
ring infiltrometer. Pengukuran laju infiltrasi tanah dilakukan di setiap bagian pada
pohon yang telah ditentukan. Double ring infiltrometer terdiri dari dua metal
silinder yang berbeda ukuran. Kedua silinder dipasang pada tanah dan diisi
dengan air untuk kemudian diamati penurunan tinggi muka air pada tiap waktu
tertentu (Brady dan Weil, 2008). Proses pengukuran infiltrasi dilapang yaitu
dengan cara membenamkan ring sedalam 5 cm kedalam tanah pada areal yang
telah ditetapkan, kemudian masukkan air kedalam ring hingga terjadi penurunan.
Penurunan muka air dicatat setiap 1 menit, 3 menit, dan 5 menit hingga penurunan
konstan. Pada saat pengukuran infiltrasi tanah, dilakukan juga pengambilan
sampel tanah untuk pengukuran kadar air lapang di laboratorium. Sampel tanah
yang diambil kemudian dibungkus dengan aluminium foil untuk menjaga agar
kadar air menyerupai kondisi lapang. Penetapan nilai infiltrasi menggunakan nilai
minimum atau nilai konstan untuk melihat laju infiltrasi konstan yang dimiliki
masing-masing bagian kelapa sawit. Laju infiltrasi diklasifikasikan menjadi tujuh
kelas oleh Kohnke (1968) berdasarkan nilai laju infiltrasi konstan (Tabel 1).

Gambar 1 Sketsa penelitian pada tiga lokasi di blok kebun kelapa sawit

4

Keterangan : P: Piringan, NG : Non gawangan, GH: Gawangan hidup, dan
GM : Gawangan mati.
Gambar 2 Sketsa pengambilan sampel pada beberapa bagian di blok kebun kelapa
sawit
Tabel 1 Klasifikasi laju infiltrasi konstan menurut Kohnke
Kelas

Laju Infiltrasi Konstan
(cm/jam)
Sangat lambat
< 0,1
Lambat
0,1 - 0,5
Lambat - Sedang
0,5 – 2
Sedang
2 - 6,5
Sedang – Cepat
6,5 - 12,5
Cepat
12,5 – 25
Sangat Cepat
> 25
(Sumber : Kohnke H.1968 dalam Lee, 1980)

Analisis Sifat Tanah
Analisis sifat fisik dan kimia tanah yang dilakukan yaitu, tekstur, bobot isi,
permeabilitas, kemantapan agregat, dan bahan organik. Metode yang digunakan
untuk menganalisis karakteristik tanah disajikan pada Tabel 2.

5
Tabel 2 Metode yang digunakan untuk penetapan karakteristik tanah
No.

Parameter Pengamatan

1
2
3
4
5
6

Tekstur
Bahan Organik
Bobot Isi
Permeabilitas
Porositas Total
Kadar Air pada tekanan 10 cm,
100 cm, 1/3 atm, dan 15 atm
Kemantapan Agregat

7

Metode Analisis
Pipet
Walkley and Black
Gravimetrik
Hukum Darcy
Perhitungan
Pressure Plate dan Membrane Plate
Apparatus
Pengayakan Kering dan Basah

Analisis Data
Data yang diperoleh untuk setiap bagian didasarkan pada rata-rata nilai
setiap sifat-sifat tanah dari seluruh ulangan dalam satu lapisan kedalaman tanah.
Analisis karakteristik fisik tanah seperti tekstur, bahan organik, bobot isi,
permeabilitas, kadar air pF, kemantapan agregat, dan laju infiltrasi dianalisis
secara statistik menggunakan Analysis of Varian (Anova) dengan uji Duncan pada
selang kepercayaan α = 0,05. Software yang digunakan adalah SAS, dan
Microsoft office Excel.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum LokasiPenelitian
Lahan perkebunan kelapa sawit yang menjadi tempat penelitian ini adalah
bagian dari areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Perkebunan Nasional VIII
(PTPN VIII) yang terletak di Desa Cimulang Kecamatan Rancabungur Kabupaten
Bogor. Areal ini memiliki jenis tanah latosol yang memiliki ciri fisik utama,
seperti solum dalam (>100), warna coklat kemerahan, tekstur liat, struktur tanah
remah, agregat stabil, drainase agak lambat, dan reaksi tanah tergolong masam.
Perkebunan kelapa sawit membagi empat bagian gawangan dan piringan.
Bagian gawangan merupakan tempat untuk menaruh pelepah tanaman kelapa
sawit (gawangan mati) (Gambar 7) dan tempat untuk berjalan para pekerja pada
saat mengambil hasil panen (non gawangan) sehingga bagian ini masih ditanami
oleh tanaman penutup tanah, sedangkan bagian piringan merupakan bagian untuk
menaruh hasil panen dan bagian perakaran, sehingga areal ini selalu dibersihkan
dari rumput atau tanaman penutup tanah lainnya (Gambar 3) (Mangoensoekarjo
2007). Pada penelitian ini terdapat gawangan hidup dan non gawangan. Non
gawangan merupakan bagian yang masih banyak ditumbuhi rerumputan dan
bagian ini tidak dibersihkan (Gambar 4) , sedangkan gawangan hidup yaitu bagian
yang biasa digunakan sebagai jalan pikul atau pasar pikul (Gambar 5 dan Gambar
6).
Piringan
Piringan adalah bagian berbentuk lingkaran yang mengitari tanaman
kelapa sawit. Diameter piringan pada masing-masing tanaman kelapa sawit
berbeda. Piringan memiliki fungsi sebagai tempat pemupukan dan tempat untuk
menaruh hasil panen kelapa sawit. Oleh karena itu, bagi ini selalu dibersihkan
agar tidak terdapat gulma atau tanaman penutup lainnya yang akan mengganggu
kegiatan pemupukan dan pemanenan. Piringan juga berfungsi sebagai tempat
terpenting dalam kegiatan produksi dan perawatan tanaman kelapa sawit.

Gambar 3 Bagian piringan

7
Non gawangan
Non gawangan merupakan bagian yang masih banyak ditumbuhi
rerumputan. Bagian ini juga dapat berfungsi sebagai tempat untuk berjalan para
pekerja. Namun bagian ini memiliki luasan yang cukup besar. Pada non gawangan
ini terjadi aktivitas manusia yang tidak terlalu intensif sehingga rerumputan masih
dapat tumbuh liar. Menurut Marieta (2011), adanya rerumputan menyebabkan
banyaknya perakaran yang dapat meningkatkan porositas tanah, mengurangi
energi tumbukan butiran hujan ke tanah sehingga agregat tanah dapat tetap terjaga.

Gambar 4 Bagian non gawangan
Gawangan hidup
Gawangan hidup merupakan bagian atau jalur yang dilalui para pekerja
yang biasa disebut sebagai jalan pikul atau pasar pikul. Bagian ini biasanya
terletak antara tanaman satu dengan yang kedua, atau tanaman ketiga dengan
keempat. Bagian ini berfungsi sebagai jalan untuk mempermudah para pekerja
melakukan kegiatan pertanaman. Bagian ini memiliki lebar berkisar antara 0.5-1
meter. Areal ini tidak terdapat gulma atau tanaman penutup lainnya yang
mengakibatkan tidak adanya aktivitas perakaran yang membuat permukaan
gawangan hidup ini memiliki lapisan keras atau lapisan kedap air.

8

Gambar 5 Bagian gawangan hidup
Lapisan keras atau lapisan kedap air merupakan lapisan permukaan
gawangan hidup yang sangat sulit dalam melalukan air sehingga air yang akan
masuk ke dalam lapisan ini akan menjadi aliran permukaan. Jika dilihat dari
permukaan, lapisan ini akan terlihat mengkilap. Hal ini disebabkan lapisan tipis
ini ditumbuhi dengan lumut.

Lapisan tipis
mengeras dan
berlumut

Jalan pikul

Gambar 6 Lapisan keras pada gawangan hidup
Gawangan mati
Gawangan mati merupakan areal atau bagian yang berfungsi sebagai
tempat untuk menaruh pelepah tanaman kelapa sawit. Gawangan mati tidak dapat
digunakan sebagai jalan karena bagian ini tidak dibersihkan dari tumpukan
pelepah atau kayu.

9

Gambar 7 Bagian gawangan mati
Karakteristik Tanah
Tekstur
Karakteristik umum tekstur tanah pada penelitian ini baik di bagian
piringan, gawangan mati, non gawangan dan gawangan hidup memiliki tekstur
klei dengan kadar klei lebih dari 70% (Tabel 3).
Tabel 3 Tekstur pada beberapa bagian
Piringan
Pasir (%)
Debu (%)
Klei (%)
Kelas

4.34 a
20.78 a
74.88 b
Klei

Bagian
Non
gawangan
4.09 a
21.24 a
74.67 b
Klei

Gawangan
hidup
3.70 a
12.22 a
84.08 a
Klei

Gawangan
mati
3.98 a
13.42 a
82.61 ab
Klei

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dari berbagai golongan besar
partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksifraksi klei, debu, dan pasir (Sarief 1985). Menurut Arsyad (2010), kadar klei
merupakan kriteria penting sebab klei mempunyai kemampuan menahan air yang
tinggi. Tanah yang mengandung klei dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi
oleh butir-butir hujan yang jatuh menimpanya, dan pori-pori lapisan permukaan
akan tersumbat oleh butir-butir klei semakin tinggi nisbah liat maka laju infiltrasi
semakin kecil. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa semua bagian kebun kelapa
sawit, tekstur tanahnya klei, meskipun mengandung kadar pasir, debu dan klei
yang berbeda-beda. Tanah yang bertekstur halus mempunyai luas permukaan
yang lebih besar sehingga menyebabkan kapasitas total menahan airnya lebih
tinggi.

10
Bahan Organik
Menurut Hanafiah (2007), Bahan organik tanah merupakan kumpulan
beragam senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses
dekomposisi. Sumber utama bahan organik pada tanah adalah sisa-sisa tanaman
berupa daun, batang, buah ataupun akar.
Bahan organik yang masih berbentuk serasah, seperti daun, ranting, dan
sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah, merupakan
pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan
organik tersebut juga menghambat aliran permukaan, sehingga kecepatan
alirannya lebih lambat dan relatif tidak merusak. Bahan organik yang sudah
mengalami pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang
tinggi, sampai dua-tiga kali berat keringnya. Akan tetapi, kemampuan menyerap
air ini hanya merupakan faktor kecil dalam mempengaruhi kecepatan aliran
permukaan. Pengaruh utama bahan organik adalah memperlambat aliran
permukaan, meningkatkan infiltrasi, dan memantapkan agregat tanah (Arsyad
2010).
Bahan organik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
karakteristik tanah, diantaranya adalah bobot isi tanah dan porositas tanah. Tanah
dengan kandungan bahan organik tinggi cenderung memiliki bobot isi yang
rendah dan porositas yang tinggi, dan sebaliknya tanah dengan kandungan bahan
organik rendah cenderung memiliki bobot isi yang tinggi dan porositas yang
rendah. Adapun nilai bahan organik di beberapa bagian pada blok kebun kelapa
sawit disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Bahan organik di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Bagian
Piringan
Non gawangan
Gawangan hidup
Gawangan mati

Bahan Organik (%)
Kedalaman (cm)
0-10
10-20
20-30
3.74
3.38
2.68
4.44
3.40
2.93
2.97
3.17
2.67
4.34
3.60
3.20

Rataan
3.26 b
3.59 a
2.94 c
3.71 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Secara umum bagian pada blok kebun kelapa sawit berpengaruh nyata
terhadap bahan organik tanah. Berdasarkan Tabel 4 bahwa pada masing-masing
bagian memiliki kadar bahan organik yang berbeda-beda. Kadar bahan organik
yang tertinggi dimiliki oleh gawangan mati, diikuti dengan non gawangan,
piringan, dan yang terendah yaitu gawangan hidup. Tingginya kandungan bahan
organik pada areal gawangan mati dikarenakan areal ini selalu terdapat tumpukan
pelepah-pelepah tanaman kelapa sawit yang cepat terdekomposisi sehingga bahan
organik yang dihasilkan lebih banyak. Sedangkan rendahnya kandungan bahan
organik pada gawangan dikarenakan areal gawangan hidup tidak terdapat tanaman
penutup tanah sehingga menyebabkan bahan organik yang dihasilkan sangat
rendah.

11
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa secara umum bahan organik di kedalaman
0-10 cm lebih besar dibandingkan 10-20 cm dan 20-30 cm. Hal ini disebabkan
karena pada kedalaman 0-10 cm terdapat tanaman penutup tanah dan banyak
tumpukan sisa-sisa tanaman yang menyebabkan kadar bahan organik lebih tinggi.
Selain itu, pada lapisan atas juga terjadi interaksi langsung antara sisa tanaman
dengan mikroorganisme dibandingkan lapisan bawah, sehingga bahan organik
akan semakin banyak dibanding lapisan bawah. Namun pada gawangan hidup
menunjukkan hasil yang berbeda yaitu pada kedalaman 0-10 cm memiliki bahan
organik yang lebih rendah dibandingkan kedalaman 10-20 cm. Hal ini
dikarenakan pada lapisan atas gawangan hidup tidak terdapat tanaman penutup
tanah sehingga bahan organik pada lapisan atas sangat sedikit.
Bobot Isi
Bobot isi atau bulk density merupakan petunjuk tidak langsung kepadatan
tanahnya, kandungan udara dan air, dan kemampuan penerobosan akar tumbuhan
ke dalam tubuh tanah. Keadaan tanah yang padat dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik (Baver et al. 1987
dalam Purwowidodo 2005). Bobot isi di beberapa bagian blok kebun kelapa sawit
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Bobot isi di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Bagian
Piringan
Non gawangan
Gawangan hidup
Gawangan mati

Bobot isi (g/cm3)
Kedalaman (cm)
0-10
10-20
1.04
1.03
1.00
0.96
1.13
1.11
0.96
0.95

Rataan
20-30
0.98
0.99
1.10
1.02

1,01 b
0.98 b
1.11 a
0.98 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa gawangan hidup berbeda nyata dengan
ketiga bagian lainnya. Secara umum bagian pada blok kebun kelapa sawit
berpengaruh nyata terhadap bobot isi tanah. Gawangan hidup memiliki bobot isi
tertinggi diikuti piringan, non gawangan dan yang terendah yaitu gawangan mati.
Hal ini dikarenakan gawangan hidup tidak memiliki tanaman penutup tanah dan
bahan organik yang rendah yang mengakibatkan butiran hujan yang turun
langsung akan jatuh mengenai permukaan tanah sehingga mengakibatkan
pemadatan tanah. Selain itu, aktivitas manusia lebih intensif terjadi pada bagian
gawangan hidup sehingga terjadi nya peningkatan bobot isi tanah. Rendahnya
bobot isi tanah dimiliki oleh areal gawangan mati dan areal non gawangan. Hal ini
dikarenakan areal gawangan mati dan non gawangan memiliki bahan organik
yang cukup tinggi. Selain itu areal gawangan mati dan non gawangan tidak
terganggu oleh aktivitas manusia.
Tabel 5 juga menunjukkan bahwa secara umum bobot isi di kedalaman 010 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman 10-20 dan 20-30 cm. Hal ini
dikarenakan pada kedalam 0-10 cm di bagian piringan, non gawangan, dan
gawangan hidup sering mendapatkan gangguan sehingga lapisan atas bobot isi

12
nya semakin tinggi dibandingkan lapisan bawah. Namun hal ini berbeda dengan
bagian gawangan mati yang menunjukkan bobot isi di kedalaman 0-10 cm lebih
rendah dibandingkan kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm. Hal ini berkaitan
dengan kadar bahan organik pada gawangan mati di kedalaman 0-10 cm lebih
tinggi dibandingkan 10-20 cm dan 20-30 cm. Selain itu, pada kedalaman 0-10 cm
juga tidak mendapatkan gangguan sehingga tidak terjadi pemadatan tanah.
Porositas Tanah
Porositas adalah suatu indeks volume relatif, nilainya berkisar 30-60%.
Tanah bertekstur kasar mempunyai persentase ruang pori total lebih rendah dari
pada tanah bertekstur halus, meskipun rataan ukuran pori bertekstur kasar lebih
besar dari pada ukuran pori tanah bertekstur halus (Arsyad 2010). Menurut
Hardjowigeno (2007), Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik,
struktur, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi.
Tanah dengan struktur granuler/remah, mempunyai porositas yang tinggi dari
pada tanah-tanah dengan struktur massive atau pejal. Porositas tanah dibeberapa
bagian pada blok kebun kelapa sawit disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Porositas tanah di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Bagian
Piringan
Non gawangan
Gawangan hidup
Gawangan mati

Porositas total (%)
Kedalaman (cm)
0-10
10-20
20-30
60.93
61.11
63.12
62.39
63.93
62.45
57.17
58.20
58.30
63.76
64.21
61.42

Rataan
61.72 a
62.93 a
57.92 b
63.13 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Tabel 6 menunjukkan perbedaan porositas total di beberapa areal kebun
kelapa sawit, baik di piringan, non gawangan, gawangan hidup, dan gawangan
mati. Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa areal gawangan mati memiliki
porositas total lebih tinggi dibandingkan bagian yang lain dan gawangan hidup
memiliki nilai porositas tanah paling rendah. Tingginya porositas pada gawangan
mati disebabkan karena banyaknya jumlah serasah diatas permukaan tanah yang
banyak menyuplai bahan organik sehingga porositas total semakin tinggi.
Sementara itu, rendahnya porositas total pada gawangan hidup dikarenakan
gawangan hidup memiliki bobot isi tertinggi (Tabel 5) dan bahan organik terendah
(Tabel 4). Selain itu, bagian gawangan hidup juga memiliki lapisan permukaan
yang sangat keras sehingga terjadinya pemadatan tanah yang mempengaruhi
penyumbatan pori-pori di dalam tanah sehingga menurunkan jumlah pori tanah.
Berbeda dengan piringan yang memiliki nilai porositas lebih rendah dibandingkan
dengan gawangan mati dan non gawangan. Hal ini disebabkan karena piringan
sering dilakukan pengolahan tanah secara ringan yang mempengaruhi ruang pori
total di dalam tanah. Menurut Arsyad (2006), pengaruh pengolahan tanah hanya
bersifat sementara menggemburkan tanah selanjutnya akan terjadi penyumbatan
pori-pori tanah akibat pengolahan tanah yang salah.

13
Berdasarkan data diatas juga terlihat, porositas tanah dikedalaman 0-10 cm
lebih rendah dibandingkan kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm baik di piringan
dan gawangan hidup. Hal ini berkaitan dengan bobot isi pada bagian tersebut di
kedalaman 0-10 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm.
Selain itu, bahan organik pada bagian piringan dan gawangan di kedalaman 0-10
cm lebih rendah dibandingkan 10-20 cm dan 20-30 cm yang menyebabkan
porositas tanah rendah.
Kemantapan Agregat
Kemantapan agregat tanah didefinisikan sebagai ketahanan agregat tanah
melawan perceraian oleh pukulan butir air hujan atau penggenangan air.
Kemantapan agregat tanah tergantung pada ketahanan tanah melawan daya
dispersi dan kekuatan sementasi atau pengikatan (Notohadiprawiro 1998).
Kemantapan agregat dinyatakan ke dalam indeks stabilitas agregat yang
merupakan selisih antara rata-rata bobot diameter agregat tanah pada pengayakan
kering dengan rata-rata bobot diameter pada pengayakan basah (Sitorus et al.
1983). Baver et al (1972) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi ukuran dan stabilitas agregat adalah tekstur, kandungan klei,
kadar bahan organik, dan jenis serta jumlah kation. Bahan organik
bertanggungjawab dalam proses sementasi partikel-partikel utama sampai
membentuk agregat stabil. Menurut Baskoro dan Henry (2005), kemantapan
agregat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya jenis dan kadar klei, bahan
organik, serta jenis dan kation yang dijerap. Nilai kemantapan agregat pada
berbagai bagian disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Kemantapan agregat di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Kemantapan Agregat
Bagian
Piringan
Non gawangan
Gawangan hidup
Gawangan mati

0-10
632.40
489.43
316,21
552.14

Kedalaman (cm)
10-20
337.61
394.66
275,69
345.41

Rata-rata
20-30
538.06
343.85
513,99
607.86

408.00 a
409.31 a
368.63 a
378.63 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Secara umum bagian pada blok kebun kelapa sawit tidak berpengaruh
nyata terhadap kemantapan agregat tanah. Namun, hasil analisis kemantapan
agregat tanah menunjukkan bahwa nilai kemantapan agregat tanah yang tertinggi
dimiliki oleh non gawangan, diikuti dengan non piringan, gawangan mati dan
yang terendah yaitu gawangan hidup. Hal ini dikarenakan non gawangan terdapat
rerumputan yang memiliki akar serabut sehingga dapat mengikat partikel-partikel
tanah yang membuat tanah menjadi stabil. Namun berbeda dengan gawangan
hidup yang memiliki nilai kemantapan agregat terendah. Hal ini berkaitan dengan
jumlah klei tinggi dan kadar bahan organik rendah yang dimiliki oleh gawangan
hidup, sehingga menyebabkan hanya sebagian kecil klei yang dapat berinteraksi
dengan bahan organik yang berfungsi untuk penguat partikel dan agregat halus
sehingga nilai kemantapan agregat yang dihasilkan lebih rendah.

14
Distribusi Ruang Pori
Pori tanah merupakan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah.
Pori-pori tanah dapat terbentuk oleh susunan agregat tanah akibat aktivitas akar,
cacing, dan aktivitas organisme tanah lainnya. Aktivitas perakaran tumbuhan
tahunan sangat berperan dalam penbentukan saluran untuk pergerakan air dan
udara. Saluran yang terbentuk umumnya berbentuk pipa yang kontinu dengan
panjang yang dapat mencapai satu meter (Brady dan Weil 2008). Distribusi
ukuran pori menunjukkan persentase sebaran ukuran pori yang didasarkan pada
persen volume udara tanah pada berbagai nilai kurva pF, sedangkan porositas
dihitung berdasarkan penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel (Hillel 1971).
Distribusi pori di beberapa bagian pada blok kebun kelapa sawit disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8 Nilai distribusi pori pada beberapa areal kelapa sawit
Bagian

Piringan

Non
gawangan

Gawangan
Hidup

Gawangan
Mati

Kedalaman
0-10 cm
10-20 cm
20-30 cm
Rataan
0-10 cm
10-20 cm
20-30 cm
Rataan
0-10 cm
10-20 cm
20-30 cm
Rataan
0-10 cm
10-20 cm
20-30 cm
Rataan

Pori Drainase (% volume)
PDSC
PDC
PDL
4.04
1.54
7.17
2.32
5.14
2.17
6.69
3.26
2.02
4.35 a
3.31 b
3.79 b
4.79
1.44
6.95
4.44
5.81
3.77
2.96
7.11
3.11
4.06 a
4.79 b
4.61 ab
4.49
8.23
3.41
6.19
5.49
5.93
5.45
4.36
3.37
5.38 a
6.03 ab
4.24 ab
5.49
5.98
8.17
5.20
10.90
7.15
7.39
8.77
6.38
6.03 a
8.55 a
7.23 a

PAT
15.86
12.20
15.80
14.62 a
17.74
14.37
6.75
12.95 ab
8.53
11.26
9.11
9.63 b
11.28
8.45
8.79
9.51 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 8 distribusi pori pada masing-masing bagian
menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Total pori drainase (PDSC, PDC, PDL)
yang tertinggi dimiliki oleh gawangan mati. Hal ini dikarenakan gawangan mati
merupakan tempat tumpukan pelepah kelapa sawit yang menyebabkan aktivitas
organisme tanahnya tinggi dan dapat membentuk pori drainase semakin tinggi.
Namun rendahnya pori drainase pada piringan, dikarenakan sering dilakukan
pengolahan secara ringan yang menyebabkan tanah menjadi padat sehingga pori
drainase menjadi lebih rendah. Berbeda dengan pori untuk menahan air menjadi
semakin tinggi.

15
Permeabilitas
Kemampuan tanah untuk melalukan air pada media berpori (tanah) dalam
keadaan jenuh disebut permeabilitas. Permeabilitas umumnya diukur dengan laju
aliran air melalui tanah dalam suatu waktu dan umumnya dinyatakan dalam
cm/jam (Foth 1988). Permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi
porositas dan struktur tanah. Tanah dengan struktur mantap adalah yang memiliki
permeabilitas dan drainase yang sempurna, serta tidak mudah didispersikan oleh
air hujan. Permeabilitas di beberapa bagian pada blok kebun kelapa sawit
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Permeabilitas di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Bagian
Piringan
Non gawangan
Gawangan hidup
Gawangan mati

Permeabilitas (cm/jam)
Kedalaman (cm)
0-10
10-20
10.55
5.40
2.40
2.39
1.37
2.14
9.40
3.51

Rata-rata
20-30
4.43
4.27
4.46
2.23

6.79 a
3.02 a
2.72 a
4.91 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 9 piringan memiliki nilai permeabilitas yang paling
tinggi dibandingkan dengan gawangan mati, non gawangan, dan gawangan hidup.
Bagian piringan dan gawangan mati di kedalaman 0-10 cm memiliki
permeabilitas tinggi dibandingkan kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm. Hal ini
dikarenakan pada piringan dan gawangan mati di kedalaman 0-10 cm memiliki
bahan organik yang tinggi dibandingkan dengan lapisan bawahnya, sehingga air
akan mudah masuk pada lapisan atas. Selain itu, piringan berada tepat dibawah
tanaman kelapa sawit sehingga banyak akar yang terdapat di bagian tersebut yang
menyebabkan bagian ini dalam melalukan air menjadi besar. Menurut Stalling
(1957) dan Baver et al. (1972) bahwa perakaran menyebabkan penyebaran poripori kontinu yang merata di dalam tanah. Kontinuitas pori akan menentukan
besarnya permeabilitas di dalam tanah. Namun pada gawangan hidup di
kedalaman 0-10 cm memiliki permeabilitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan kedalaman 10-20 dan 20-30 cm. Hal ini disebabkan karena gawangan
hidup di kedalaman 0-10 cm memiliki kadar bahan organik yang lebih rendah
dibandingkan kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm, sehingga pori yang diciptakan
oleh bahan organik juga sedikit dan menyebabkan permeabilitas rendah. Selain itu,
pada lapisan atas gawangan hidup sering mendapatkan gangguan yang
menyebabkan tanah menjadi padat, sehingga permeabilitasnya akan semakin kecil.
Laju Infiltrasi Konstan
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan
tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan
air ke bawah dari permukaan tanah (Jury dan Horton, 2004). Laju infiltrasi adalah
kecepatan masuknya air ke dalam tanah selama waktu tertentu, sedangkan
kapasitas infiltrasi adalah laju minimum gerakan air masuk kedalam tanah dalam
kondisi jenuh. Laju infiltrasi air kedalam tanah ditentukan oleh besarnya kapasitas

16
infiltrasi dan intensitas hujan. Apabila intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas
infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Apabila intensitas
hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka terjadilah aliran permukaan yang dapat
menyebabkan terjadinya genangan air (Hanks & Ashcroft 1986).
Hillel (1997) mengemukakan bahwa laju infiltrasi tertinggi dijumpai pada
tahap awal pengukuran, kemudian secara perlahan mengalami penurunan sejalan
dengan bertambahnya waktu dan akhirnya akan mencapai kecepatan yang hampir
konstan. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan kadar air tanah dan ketika
tanah mulai dalam kondisi jenuh maka pergerakan air ke bawah profil tanah hanya
dikendalikan oleh gaya gravitasi.
Laju infiltrasi minimum yang rendah akan menyebabkan sebagian besar
curah hujan yang jatuh ke tanah menjadi aliran permukaan dan hanya sebagian
kecil yang meresap kedalam tanah. Namun laju infiltrasi minimum yang tinggi
dapat menyebabkan proses pencucian unsur hara yang tinggi, sehingga hal ini
akan merugikan karena dapat menurunkan produktivitas pada lahan-lahan
pertanian. Informasi terkait laju infiltrasi tanah sangat penting, karena dapat
dijadikan sebagai suatu acuan untuk pelaksaan manajemen air dan tata guna lahan
yang lebih efektif (Asdak 2004).
Tabel 10 Laju infiltrasi konstan di beberapa bagian dan kedalaman tanah
Bagian
Piringan
Non gawangan
Gawangan hidup
Gawangan mati

Laju infiltrasi
konstan (cm /jam)
7.56
6.70
0.03
43.80

Klasifikasi laju infiltrasi
Khonke (1968)
Sedang-Cepat
Sedang-Cepat
Sangat Lambat
Sangat Cepat

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 10 hasil analisis laju infiltrasi konstan tertinggi dimiliki
oleh gawangan mati diikuti dengan piringan, non gawangan dan yang terendah
yaitu gawangan hidup. Menurut klasifikasi Kohnke (1968) pada gawangan mati
laju infiltrasi konstan yang tergolong kelas sangat cepat yakni sebesar 43.8
cm/jam. Namun laju infiltrasi konstan gawangan hidup merupakan laju infiltrasi
konstan terendah, yakni sebesar 0.03 cm/jam dan tergolong kelas sedang-lambat.
Adapun data laju infiltrasi konstan pada setiap penggunaan lahan dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tingginya laju infiltrasi konstan pada gawangan mati dipengaruhi oleh
sifat fisik yang baik. Sifat baik pada gawangan mati ditunjukkan dengan bobot isi
yang rendah, porositas yang tinggi, dan bahan organik yang tinggi. Semakin besar
nilai porositas suatu tanah maka laju infiltrasi akan semakin besar (Andayani
2009). Selain itu, bahan organik tinggi yang dimiliki oleh gawangan mati dapat
meningkatkan aktivitas organisme tanah sehingga menghasilkan ruang pori tanah
yang tinggi yang dapat mempermudah masuknya air ke dalam tanah. Pada
gawangan mati sendiri juga memiliki pori drainase yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bagian lain (Tabel 8). Hal ini juga dapat berkaitan dengan permeabilitas
pada lapisan atas di gawangan mati yang memiliki nilai permeabilitas besar yang
menyebabkan laju infiltrasi semakin besar.

17
Rendahnya laju infiltrasi konstan pada gawangan hidup berkaitan dengan
bobot isi yang tinggi dan bahan organik yang rendah. Hardjowigeno (2007)
mengemukakan bahwa tanah yang mempunyai bobot isi besar akan sulit dalam
meneruskan air. Selain itu, gawangan hidup sering digunakan sebagai jalan untuk
kegiatan pemanenan dan pengelolaan tanaman yang mengakibatkan tanah menjadi
padat dan hilangnya rerumputan yang menyebabkan lapisan tipis di permukaan
ditumbuhi dengan lumut. Menurut Darmansyah (2004), lumut yang tumbuh
mengakibatkan air sulit meresap kedalam tanah, sehingga menurunkan jumlah air
yang masuk kedalam tanah dan meningkatkan jumlah air yang mengalir
dipermukaan tanah. Laju infiltrasi konstan yang rendah juga dapat berkaitan
dengan permeabilitas pada lapisan atas. Permeabilitas di lapisan atas pada
gawangan hidup memiliki nilai permeabilitas paling rendah (Tabel 9). Hal ini
dikarenakan lapisan atas memiliki bahan organik yang rendah.
Tabel 10 juga menunjukkan areal piringan dan non gawangan memiliki
laju infiltrasi konstan yang lebih tinggi dibandingkan dengan gawangan hidup.
Hal ini disebabkan karena piringan dan non gawangan memiliki nilai kemantapan
agregat lebih tinggi dibandingkan dengan gawangan hidup. Rahmi (2015)
mengemukakan bahwa semakin stabil agregat tanah akan menghasilkan
kontinuitas pori yang stabil, sehingga pori tanah tidak mudah hancur dan tertutup
oleh tanah yang menyebabkan kapasitas infiltrasi tanah menjadi lebih besar.
Adapun kurva laju infiltrasi konstan dapat dilihat pada Gambar 7.
120
110

Laju infiltrasi (cm/jam)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

50
Piringan

100
Waktu (menit)
Gawangan hidup

150
Non gawangan

200
Gawangan mati

Gambar 8 Laju infiltrasi pada beberapa bagian

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Bagian pada blok kebun kelapa sawit yang berbeda menyebabkan
karakteristik fisik tanah yang berbeda. Gawangan mati memiliki
karakteristik fisik tanah yang baik yang ditunjukkan dengan bobot isi
rendah, porositas tinggi, dan bahan organik yang tinggi. Namun
gawangan hidup memiliki karakteristik fisik tanah yang kurang baik.
2. Bagian pada blok kebun kelapa sawit yang berbeda menyebabkan laju
infiltrasi tanah yang berbeda. Laju infiltrasi yang paling tinggi dijumpai
pada gawangan mati diikuti dengan piringan, non gawangan dan yang
paling rendah yaitu gawangan hidup. Laju infiltrasi konstan gawangan
mati tergolong dalam kelas sangat cepat. Bagian piringan dan non
gawangan menunjukkan laju infiltrasi konstan yang sedang-cepat.
Namun laju infiltrasi konstan pada gawangan hidup termasuk kelas
sangat lambat.

Saran
Gawangan mati memiliki karakteristik fisik tanah yang baik sehingga
bagian ini perlu diperluas. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memperlebar
tumpukan pelepah tanaman kelapa sawit pada bagian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Andayani W S. 2009. Laju Infiltrasi Tanah pada Tegakan Jati (Tectona grandis
Lin F) di BKPH Subah KPH Kendal Unit Jawa Tengah. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
Baver LD Gardner WH, Gardner WR. 1972. Soil Physics. Canada: John Wiley &
Sons.
Brady NC. dan Weil RR. 2008. The Nature and Properties of Soils, 14th ed.
Pearson Prentice Hall. New Jersey.
Darmansyah A. 2004. Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah Sebagai Akibat berbagai
Pola Pengelolaan Lahan. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Foth DH. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta(ID): Terjemahaan Gadjah
Mada University Press.
Hanafiah, K A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hanks RJ. and G L Ashcroft. 1986. Applied Soil Physic. Spinger-Verlag.
Heidelberg. New york.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

19
Haridjaja O, K Murtilaksono, Sudarmo, dan Rachman LM. 1990. Hidrologi
Pertanian. Bogor: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Hudayana Dian. 2007. Evapotranspirasi dan Pertumbuhan anakan Acacia
crassicarpa A. Cunn. Ex. Benth, Paraserianthes falcataria (L) Nielsen,
Swietenia macrophylla King DAN Shorea selanica BL pada Berbagai
Kadar Air Tanah. Bogor: Skripsi Dept Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Hillel D. 1997. Pengantar Fisika Tanah. Susanto R H, Purnomo R H, penerjemah.
Jury W A, and Horton R. 2004. Soil Physics. John Willey and Sons Inc. New
Jersey.
Kasry Adnan. 2011. Workshop Ekspedisi Kebudayaan 4 Sungai (Sungai Siak).
Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas
Riau.
Kohnke H. 1968. Soil Physics. New York (USA): McGraw-Hill Inc.
Lee R. 1980. Forest Hidrology. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Mangoensoekarjo S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya
Perkebunan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Notohadiprawiro T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta (ID): Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pratiwi E.F. 2014. Karakteristik Fisik Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan di
Tanah Latosol Darmaga dan Podsolik Jasinga. Bogor: Skripsi Program
Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Purwowidodo. 2005. Mengenal Tanah. Laboratorium Pengaruh Hutan Dept
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rachman LM, Wahjunie ED, Brata KR, Purwakusuma W, Murtilaksono K. 2013.
Fisika Tanah Dasar. Bogor (ID): IPB Press.
Rahmi Laela. 2015. Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan
Lahan di DAS Ciujung. Bogor: Skripsi Program Studi Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Sarief E.S. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: C.V. Pustaka Buana.
Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Sentot Subagyo, penerjemah. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta. 388 hal.
Sitorus S.R.P., O. Haridjaja, dan K. R. Brata. 1983. Penuntun Praktikum Fisika
Tanah. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Siregar H H, Darlan N H, Hidayat T C, Darmosarkoro W, Harahap I Y. 2006.
Hujan Sebagai Faktor Penting Untuk Perkebunan Kelapa Sawit. Medan:
Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Stallings. 1957. Soil Conservation. USA: Prentice Hall. Inc.

20

LAMPIRAN

21
Lampiran 1 Nilai tekstur tanah pada beberapa bagian
Areal

Kedalaman Ulangan % Pasir
0-10 cm

10-20 cm
Piringan
20-30 cm

0-10 cm

Non
Gawangan

10-20 cm

20-30 cm

0-10 cm

Gawangan
Hidup

10-20 cm

20-30 cm

0-10 cm

Gawangan
Mati

10-20 cm

20-30 cm

1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

3.54
5.36
5.11
3.78
2.75
6.70
3.15
3.98
4.68
3.63
2.97
8.01
3.67
3.84
3.42
3.11
4.01
4.16
3.30
3.86
4.76
3.30
3.71
3.51
3.69
3.45
3.71
3.59
4.29
5.76
3.46
4.26
3.12
3.74
3.72
3.83

% Debu

% Klei

37.61
11.14
36.08
13.95
14.45
15.22
12.51
12.65
33.36
18.83
3.41
5.97
11.80
28.22
33.14
37.86
22.17
29.79
17.21
17.54
6.05
5.84
16.40
15.74
12.78
15.68
2.77
9.12
17.07
5.44
25.57
9.03
8.21
20.51
15.85
9.95

58.85
83.50
58.81
82.28
82.80
78.08
84.33
83.37
61.96
77.54
93.62
86.02
84.52
67.94
63.44
59.03
73.82
66.05
79.49
78.60
89.19
90.86
79.90
80.75
83.52
80.87
93.52
87.29
78.64
88.80
70.97
86.71
88.66
75.75
80.43
86.22

22
Lampiran 2 Nilai bobot isi, C-organik, stabilitas agregat, dan permeabilitas pada
beberapa bagian
Bagian

Kedalaman Ulangan
0-10 cm

10-20 cm
Piringan
20-30 cm

0-10 cm

Non
Gawangan

10-20 cm

20-30 cm

0-10 cm

Gawangan
Hidup

10-20 cm

20-30 cm

0-10 cm

Gawangan
Mati

10-20 cm

20-30 cm

1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Bobot Isi C-organik
(g/cm3)
(%)
1.04
3.50
1.03
3.95
1.03
3.76
0.97
3.21
1.02
3.21
1.10
3.71
0.97
2.66
0.98
2.78
0.99
2.60
0.99
4.46
1.00
4.42
1.00
4.44
0.96
3.40
0.95
3.29
0.96
3.51
1.00
3.11
0.97
3.13
1.01
2.55
1.16
3.25
1.12
2.86