Teknik Pengemasan Untuk Mempertahankan Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill).
TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN
MUTU SIMPAN KEDELAI (Glycine max (L) Merrill)
ANNA OCTAVIANI CANDRA
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pengemasan
untuk Mempertahankan Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Anna Octaviani Candra
NIM F14110062
ABSTRAK
ANNA OCTAVIANI CANDRA. Teknik Pengemasan Untuk Mempertahankan
Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill). Dibimbing oleh EMMY
DARMAWATI.
Penurunan mutu kedelai terus terjadi selama proses penyimpanan. Kemasan
berpengaruh penting selama penyimpanan. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji pengaruh teknik kemasan menggunakan plastik terhadap perubahan
mutu kedelai selama penyimpanan. Penyimpanan kedelai di lakukan pada tiga
jenis plastik yaitu hermetik, HDPE yang dikombinasikan dengan karung berbahan
nylon dan vakum pack. Sampel disimpan selama 5 bulan pada suhu ruang 2730oC dengan RH 60-70% ditumpuk pada gudang dengan tumpukan kunci lima.
Parameter yang diukur adalah: kadar air, perubahan bobot, mutu kedelai (butir
rusak, belah, berubah warna, keriput), dan protein. Kedelai dengan kemasan
hermetik lebih baik dalam mempertahankan kadar air (8.51%), butir belah
(3.17%) dan keriput (4.11%) sedangkan kedelai dengan kemasan vakum lebih
baik dalam mempertahankan bobot (0.96%) dan butir rusak (45.36%) sampai
bulan kelima penyimpanan. Kedelai dengan kemasan HDPE memperlihatkan
perubahan warna pada kedelai yang paling sedikit (5.01%) dan lebih baik dalam
mempertahankan kandungan protein kedelai pada akhir penyimpanan (41.28%).
Kata kunci : kedelai, pengemasan, penyimpanan, plastik,
ABSTRACT
ANNA OCTAVIANI CANDRA. Packaging Technique To Maintain Quality of
Soybean Storage (Glycine max (L) Merrill). Supervised by EMMY
DARMAWATI.
Deterioration of quality soybeans was continued happen during the storage
process. Packaging has important effect during storage. The objective of this study
was to examine the effect of plastic packaging techniques against the change
quality of soybeans during storage. Soybean was stored on three kinds of plastic
packaging material they are hermetic, HDPE combined with nylon sack bag and
vacuum pack. Sample was stored for 5 months in room temperature of 27-30oC
and RH of 60-70% with 5 bags bonding pattern. Parameters were measured are:
moisture content, weight change, the quality of soybean (damaged grain, split,
discolored, wrinkled), and protein. Soybean which package in hermetic plastic
was better in maintaining the water content (8.51%), split grains (3.17%) and
wrinkled grains (4.11%) in the other side soybean which package in vacuum was
better in weight change (0.96%) and damaged grains (45.36%) during the fifth
month of storage. HDPE packaging was showing a little discolored grain (5.01%)
and better in maintaining the protein content of soybeans in storage (41.28%).
Keyword : packaging, plastic, soybean, storage
TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN
MUTU SIMPAN KEDELAI (Glycine max (L) Merrill)
ANNA OCTAVIANI CANDRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah
Teknik Pengemasan, dengan judul Teknik Pengemasan untuk Mempertahankan
Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill).
Dengan telah diselesaikannya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada:
1.
Dosen pembimbing akademik, Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si atas
bimbingannya dan arahannya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah
ini.
2.
Dosen penguji skripsi, Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr dan Ir. Mad Yamin,
MT atas kritik dan saran yang sangat bermanfaat.
3.
Laboran Lab TPPHP, Pak Sulyaden dan Mas Abas atas bantuan selama
penelitian berlangsung.
4.
Laboran Lab Analisis Kimia dan Pangan , Pak Taufik dan Bu Endang atas
bantuan selama penelitian berlangsung.
5.
Keluarga Penulis, Bapak Juhara, Ibu Mien Aminah, Nur Candra Irawan, ST
, dan Alda Rahayu Candra atas doa, dukungan, serta semangat positif yang
telah diberikan untuk penulis.
6.
Teman-teman satu bimbingan (Irna Dwi Destiana, Rusnaldi, Maulita,
Rosari) dan Regenboog 48 atas kebersamaan, bantuan, serta semangat bagi
penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan
memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2015
Anna Octaviani Candra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Protein dan Mutu Kedelai (Glycine max (L) Merrill)
2
Penyimpanan Kedelai
3
Pengemasan
4
METODE
4
Waktu dan Tempat Penelitian
5
Alat dan Bahan
5
Prosedur Penelitian
5
Prosedur Analisis Data
7
Kadar Air
7
Perubahan Bobot
7
Penentuan Mutu
8
Uji Kadar Protein
8
Rancangan Percobaan
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
9
9
Perubahan Bobot
11
Mutu Kedelai Selama Penyimpanan
11
Kandungan Protein
16
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL
1 Komposis kimia kedelai
2 Spesifikasi persyaratan mutu kedelai
3
3
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Kemasan penyimpanan
Kondisi tumpukan kunci lima
Diagram alir penelitian
Penimbangan bobot dengan mengunakan timbangan digital
Persentase kadar air kedelai selama penyimpanan
Penambahan bobot kedelai selama penyimpanan
Contoh butir berlubang dan pecah karena mekanis/biologis
Persentase butir rusak selama penyimpanan
Contoh butir belah pada kedelai
Persentase butir belah selama penyimpanan
Contoh butir berubah warna pada kedelai
Persentase butir berubah warna pada kedelai selama penyimpanan
Contoh butir keriput pada kedelai
Persentase butir keriput selama penyimpanan
Persentase kandungan protein pada kedelai
5
5
6
8
10
11
12
12
13
14
14
15
15
16
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Kadar air selama penyimpanan
Penambahan bobot selama penyimpanan
Persentase butir rusak selama penyimpanan
Persentase butir belah selama penyipanan
Persentase butir berubah warna selama penyimpanan
Persentase butir keriput selama penyimpanan
Persentase kandungan protein selama penyimpanan
21
21
21
22
22
22
23
1
PENDAHULUAN
Sebagai salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan jagung,
kedelai merupakan bahan pangan yang mendapat perhatian besar bagi Indonesia.
Perkembangan secara historis dan kultural menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk Indonesia mengkonsumsi bahan kedelai dalam berbagai produk
makanan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, dan susu. Selain itu kedelai merupakan
bahan baku industri makanan yang kaya protein nabati dan sebagai bahan baku
industri pakan ternak. Namun perkembangan produksi kedelai di Indonesia masih
rendah jika dibandingkan dengan negara-negara produsen utama kedelai di dunia
(Sari 2014). Kebutuhan akan kedelai yang semakin meningkat mendorong
berkembangnya teknologi yang menangani masalah produksi, pengolahan, dan
penyimpanan. Sasaran utama dalam pengembangan teknologi ini adalah untuk
menghasilkan kedelai yang bermutu baik mencakup mutu fisik, fisiologis, dan
mutu genetik (Tatipata et al 2008).
Penurunan mutu cepat dialami kedelai selama proses penyimpanan yang
disebabkan oleh kandungan lemak dan protein yang tinggi sehingga perlu
ditangani secara serius sebelum disimpan karena kadar air akan meningkat jika
suhu dan kelembaban ruang simpan cukup tinggi. Untuk mencegah peningkatan
kadar air selama penyimpanan, diperlukan kemasan yang kedap udara dan air
(Tatipata et al 2008). Menurut Sukarman dan Rahardjo (2000) kemasan dari
kantong plastik lebih baik untuk mempertahankan daya simpan kedelai
dibandingkan dengan kemasan dari kantong lain. Plastik merupakan kemasan
yang penting didalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dari kemasan lain
diantaranya adalah harga yang relatif rendah, dapat dibentuk berbagai rupa dan
mengurangi biaya transportasi.
Memilih beberapa jenis plastik untuk diuji coba dalam penyimpanan
kedelai menjadi latar belakang penelitian. Bahan kemasan seperti plastik hermetik,
HDPE, dan plastik PP (vacuum pack) memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Akan tetapi ketiganya memiliki ketahanan terhadap uap air dan
oksigen. Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui pengaruh kemasan
terhadap perubahan mutu kedelai selama penyimpanan, maka perlu dilakukannya
penelitian tentang teknik pengemasan untuk mempertahankan mutu simpan
kedelai (Glycine max (L) Merrill).
Perumusan Masalah
Kemasan diperlukan dalam penyimpanan produk pertanian secara umum.
Kemasan yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik produk pertanian. Plastik
merupakan jenis kemasan yang digunakan untuk penyimpanan kedelai. Salah satu
masalah selama masa penyimpanan adalah penurunan mutu , sehingga salah satu
cara untuk mempertahankan mutu kedelai adalah dengan pemilihan jenis plastik
yang tepat.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh teknik kemasan
menggunakan kemasan plastik terhadap perubahan mutu kedelai dalam
penyimpanan. Parameter yang dihitung adalah : perubahan bobot, kadar air, mutu
kedelai yang terdiri dari perubahan fisik (butir belah, butir rusak, dan butir
keriput), fisiologis, perubahan warna, dan kandungan protein pada kedelai.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh teknik kemasan
menggunakan kemasan plastik terhadap perubahan mutu kedelai selama
penyimpanan serta mengetahui perubahan bobot, kadar air, protein pada kemasan
selama penyimpanan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi
petani kedelai untuk mempertahankan kualitas kedelai selama beberapa waktu
penyimpanan setelah pemanenan.
TINJAUAN PUSTAKA
Protein dan Mutu Kedelai (Glycine max (L) Merrill)
Kedelai merupakan jenis kacang-kacangan penting yang telah lama dikenal
oleh masyarakat Indonesia. Biji kedelai memiliki kandungan protein tinggi (34%)
dan juga kaya akan lemak (18%), vitamin dan mineral. Sebagai sumber protein
nabati yang penting dalam masyarakat, kedelai banyak dikonsumsi sebagai tempe,
tahu, kecap, susu kedelai, tepung kedelai dan minyak kedelai. Berdasarkan data
dan perhitungan, penggunaan langsung dari kedelai diperkirakan 70 % untuk
produksi tempe, tahu, kecap dan makanan lainnya (Sari 2014).
Kandugan gizi kedelai cukup tinggi, terutama proteinnya mencapai 34%
sehingga sangat diminati sebagai sumber protein nabati yang relatif murah
dibandingkan dengan protein hewani. Adapun komposisi kimia kedelai basah dan
kering dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini
Tabel 1 Komposisi Kimia Kedelai
Komponen
Air (g)
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin B (mg)
Sumber : Sari 2014
Basah
20
286
30,2
15,6
30,1
196
506
6,9
95
0,99
Kering
7,5
331
34,9
18,1
34,8
227
595
8
110
1,07
3
Penurunan kadar protein kedelai selama penyimpanan dapat disebabkan
oleh degradasi protein oleh mikroba yang bersifat proteolitik, dimana mikroba ini
akan menguraikan protein menjadi senyawa-senyawa lain seperti senyawa asam
penghasil bau busuk (Sari 2014). Untuk menyeragamkan kualitas dari produksi
yang dihasilkan, maka ketentuan persyaratan mutu harus diatur. Spesifikasi
persyaratan mutu kedelai telah di atur oleh SNI, adapun persyaratan tersebut dapat
di lihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu kedelai (SNI 01-3922-1995)
Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Kerusakan atau umur simpan dari bahan pangan dipengaruhi oleh faktor
interinsik yang merupakan sifat dari produk itu sendiri dan faktor ekstrinsik
(lingkungan). Faktor ekstrinsik diantaranya adalah profil suhu dan waktu selama
processing, kontrol suhu, RH, paparan terhadap cahaya selama penyimpanan dan
distribusi, komposisi gas di dalam kemasan dan penanganan oleh konsumen.
Serangga dan mikroba mudah berkembang bila penyimpanan kedelai
mempunyai kadar air lebih besar dari 12 % dan RH ruang penyimpanan lebih
besar dari 80%. Ruang penyimpanan yang kotor dan berlubang mempermudah
infeksi serangga. Serangga yang sering menyerang biji kedelai di tempat
penyimpanan adalah dari kelompok Coleoptera (serangga bersayap keras) dan
Lepidoptera (ngengat). Serangga Lepidoptera yang sering menyerang biji kedelai
di gudang antara lain Ephestia cautella. Larva serangga ini menggerek biji atau
membuat lubang, menjalin benang untuk melindungi diri (Kartono 2010).
Penyimpanan Kedelai
Cara penyimpanan biji kedelai untuk konsumsi dilakukan dengan dua cara
yaitu penyimanan ditempat terbuka dan ditempat kedap udara. Penyimpanan di
tempat terbuka kondisi lingkungan harus bersih agar biji kedelai tidak
terkontaminasi kotoran, debu serta gangguan hama dan penyakit. Ruang
penyimpanan sebaiknya memiliki ventilasi udara dan alat penghalang tikus dan
kadar air biji diatur tidak lebih dari 14%. Upaya untuk meningkatkan biji kedelai
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1) Menurunkan kadar air sesuai standar
2) Menggunakan kemasan
3) Menurunkan kelembaban
4) Memberantas hama secara periodik
Penyimpanan biji kedelai dengan sistem kedap udara lebih baik dari cara
secara sebelumnya, karena kedelai dapat terhindar dari kontaminasi kotoran, udara,
dan juga gangguan hama dan penyakit. Kadar air dipengaruhi oleh pegemasan dan
selama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar air awal kedelai saat disimpan.
4
Kualitas biji kedelai masih dapat dipertahankan 4,5 bulan bila kadar air awal
berkisar dibawah 10% serta dikemas dalam kantong plastik dan di lapis dengan
karung goni (Mulianti 2015).
Pengemasan
Kemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya
sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Perubahan kadar air,
pengaruh gas, dan cahaya merupakan gangguan paling umum terjadi pada bahan
pangan. Produk dengan kadar air rendah harus dilindungi terhadap masuknya uap
air, maka pengemas harus mempuyai nilai permeabiltas air yang rendah untuk
mencegah bahan pangan menjadi basah. Jenis kemasan yang dipilih pada
penelitian ini adalah plastik hermetik, HDPE, dan PP (Vacuum pack).
Plastik Hermetik
Plastik hermetik adalah kantong plastik yang dibuat dari bahan dan teknik
khusus untuk menciptakan lingkungan hermetik (kedap dari pengaruh udara luar).
Plastik hermetik terbuat dari campuran plastik jenis LDPE dengan bahan alam dan
dibuat memiliki lapisan yang banyak, mampu menahan uap air dan gas masuk
dalam jumlah besar ke dalam bahan pangan yang dikemas (Lestari 2015). Jenis
plastik ini memiliki ketebalan 0.078 mm dengan lapisan pelindung di bagian luar
dan barrier gas di tengah. Plastik ini memiliki permeabilitas yang rendah pada uap
air dan gas (8 g m-2 /24 jam untuk uap air dan 0.3 cm-3.m-2 24 jam oksigen).
Plastik hermetik ini dipilih karena merupakan salah satu penemuan terbaru dalam
teknologi pengemasan, dimana penggunaannya sudah berhasil digunakan untuk
penyimpanan beras dan jagung (Robertson 2010).
High Density Poli Etilen (HDPE)
Pemilihan jenis plastik ini karena laju transmisinya yang kecil, yaitu
(WVTR) 5-10 g m-2/24 jam untuk uap air dan laju transmisi oksigen 3.585 cm-3
m-2/24. Plastik ini juga dikombinasikan dengan bahan pengemas karung yang
biasa digunakan oleh petani kedelai (Robertson 2010).
PP (Polipropilen)
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifatnya juga serupa.
Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah yaitu 810 g m-2/ 24 jam dan laju transmisi oksigen 8.964 cm-3 m-2 /24 jam (Robertson
2010).
Salah satu metode yang efektif untuk memperpanjang umur simpan produk
adalah menggunakan pengemasan plastik secara vakum. Pengemasan vakum
merupakan metode pengemasan dengan mengeluarkan udara dari kemasan dan
kemasan ditutup rapat untuk membuat kondisi vakum terjadi di dalam kemasan.
Pengemasan vakum banyak digunakan di industri makanan karena efekifitasnya
dalam menekan reaksi oksidasi yang terjadi dalam produk dengan biaya yang
relatif rendah.
5
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – April 2015 di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, dan Laboratorium Kimia Pangan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, cawan,
timbangan digital, desikator, termometer, destruktor, buret, labu kjeldahl, gelas
ukur, dan vacuum sealer machine.
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kedelai varietas
Argomulyo yang diperoleh dari Kelompok Tani Mekar di Kabupaten Majalengka
masa tanam Juli – September tahun 2014 dan dipanen pada 80-82 HST (Hari
Setelah Tanam). Bahan kemasan yang digunakan adalah plastik hermetik, HDPE
(High Density Poli Etilen), plastik PP (untuk vacuum pack), dan karung berbahan
nylon.
Prosedur Penelitian
Penelitian dimulai dengan sortasi kedelai kemudian pengemasan kedelai ke
dalam tiga jenis plastik, yaitu hermetik, HDPE, dan plastik vakum. Kedelai
masing-masing ditimbang seberat 1000 gram kemudian dimasukan ke dalam
kemasan plastik tersebut. Kemasan penyimpanan (Gambar 1) berdimensi panjang
x lebar x tebal adalah 25 x 18 x 3 cm. Kemasan plastik kemudian di sealer dan
dimasukan ke dalam karung dan dijahit. Khusus kemasan vakum tidak
menggunakan karung, melainkan langsung di vakum menggunakan vacuum sealer
machine. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang 27-30oC dengan RH 60-70%
dengan kondisi tumpukan kunci lima (Gambar 2).
Gambar 1 Kemasan penyimpanan
Gambar 2 Kondisi tumpukan kunci lima
6
Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh teknik kemasan
menggunakan kemasan plastik terhadap perubahan mutu kedelai dengan
parameter yang diukur : kadar air, perubahan bobot, menentukan mutu kedelai
berdasarkan perubahan fisik (butir belah, butir rusak, butir keriput) dan perubahan
warna dan protein pada masing-masing sampel kedelai yang sudah disimpan
sesuai dengan jenis bulan perlakuannya. Kondisi penyimpanan kedelai saat ini
yaitu dengan menggunakan plastik HDPE dan karung berbahan nylon. Kedelai
memiliki berat 20 kg/karung ditumpuk pada gudang dengan tumpukan kunci lima
sebanyak 10 tumpukan dengan kondisi alas menggunakan alas kayu bernama
palet.
Pengamatan dilakukan satu bulan sekali selama lima bulan (5 kali
pengamatan). Jumlah kombinasi perlakuannya adalah 3 kombinasi pada satu
kelompok jenis kedelai. Jumlah sampel yang dibutuhkan 6 sampel/pengamatan
pada tiap bulannya dan 6 sampel untuk parameter perubahan bobot. Jumlah total
sampel yang dibutuhkan adalah 36 sampel dengan berat masing-masing sampel
sebesar 1000 gram. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir penelitian
7
Prosedur Analisis Data
1. Kadar Air
Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau berdasarkan basis kering (dry
basis). Pengukuran kadar air basis kering dengan menggunakan metode oven
adalah sebagai berikut :
KA(%) = M2 – M3 x 100 %....................................................................(1)
M3 – M1
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan disebut kadar air
basis basah. Pada penelitian kali ini perhitungan kadar air menggunakan basis
basah dengan menggunakan metode oven dengan melakukan pengecilan ukuran
terhadap kedelai. Hal yang pertama dilakukan adalah dengan mengecilkan ukuran
kedelai dan mensterilisasikan cawan sebelum ditimbang Proses pengecilan ukuran
juga dapat menurunkan kadar air yang terdapat pada jaringan dan serat bahan ikut
terbuang pada saat penghancuran jaringan-jaringan tersebut (Rifai 2009).
Pengecilan ukuran kedelai dilakukan dengan gaya mekanis, yaitu dengan
ditumbuk. Cawan disterilisasi pada suhu 150oC selama satu jam kemudian
didinginkan ke dalam desikator selama satu jam. Setelah cawan sudah dingin
maka dilakukan penimbangan berat cawan beserta tutupnya sebagai M1 kemudian
ditambahkan dengan kedelai ± 10 gram sebagai M2. Cawan beserta kedelai
kemudian dioven pada suhu 105oC selama 12 jam dan dilakukan penimbangan
kembali setelah didinginkan di dalam desikator selama 1 jam sebagai M3.
Perhitungan kadar air basis basah :
KA(%) = M2 – M3 x 100…………………………………………….(2)
M2 – M1
Keterangan :
M1 = Berat cawan beserta tutupnya
M2 = Berat cawan beserta tutup & isinya sebelum dipanaskan
M3 = Berat cawan beserta tutup & isinya setelah dipanaskan
2. Perubahan Bobot
Perubahan bobot diukur dengan menggunakan timbangan digital (Gambar
4). Pengukuran dilakukan pada awal sebelum kedelai disimpan dan setelah kedelai
disimpan. Adanya penambahan bobot menandakan bahwa kedelai merupakan
produk pangan dengan tingkat kadar air rendah rentan terhadap lingkungan,
memiliki kulit yang tipis dan bersifat higroskopis. Persamaan yang digunakan
untuk mengukur penambahan bobot tersebut adalah sebagai berikut :
................................................................(3)
8
Dimana
:
a = berat bahan pada penyimpanan (g)
b = berat bahan setelah disimpan (g)
Gambar 4 Penimbangan bobot dengan menggunakan timbangan digital
3. Menentukan Mutu Kedelai
Parameter pemutuan kedelai terdiri dari kerusakan secara fisik seperti butir
rusak, butir belah, dan butir keriput dan perubahan warna. Butir rusak yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah butir yang tidak sempurna, mengalami
kerusakan baik secara fisik maupun fisiologis. Butir rusak adalah biji kedelai yang
berlubang bekas serangan hama, pecah karena mekanis, biologis, fisik, dan
enzimatis seperti berkecambah, busuk, timbul bau yang tidak disukai. Perubahan
warna pada butir kedelai menunjukkan warna coklat yang tua pekat atau
mengalami perubahan sampai warna kehijau-hijauan. Penentuan mutu dilakukan
dengan cara pemisahan/pemilihan secara manual. Kedelai diambil seberat ± 100
gram secara acak, kemudian diamati secara visual berdasarkan parameter
pemutuan kedelai. Setelah didapatkan kedelai butir rusak, belah, keriput dan butir
berubah warna kemudian ditimbang dan dihitung persentasenya dan disesuaikan
dengan standar mutu SNI. Perhitungan persentase pemutuan kedelai adalah
sebagai berikut :
Mutu kedelai (%) = W1/2/3/4 parameter pemutuan kedelai (gram) X 100%..........(4)
Ws (± 100 gram)
Keterangan :
W1/2/3/4 = Berat butir rusak, butir belah, butir keriput, dan butir berubah warna
(gram)
Ws
= Berat sampel acak awal kedelai (±100 gram)
4. Uji Kadar Protein
Kadar protein dalam kedelai akan berpengaruh terhadap kualitas produk
olahan kedelai seperti tempe, tahu, susu, dan lain sebagainya. Rendahnya kadar
protein mengakibatkan rasa yang kurang disukai dan aroma yang tidak khas (Sari
2014). Kadar protein yang terlalu tinggi juga mengakibatkan rasa dan aroma yang
9
kurang disukai karena munculnya bau langu. Parameter ini hanya dilakukan untuk
jenis kedelai konsumsi. Pengujian kadar protein dipergunakan metode Kjeldahl
dengan perhitungan:
………………………………….(5)
Kadar Protein: N x F
Keterangan :
A : HCl titrasi sampel
B : HCl titrasi Blangko
F : Faktor konversi N menjdai protein 5.75
5. Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan faktor kemasan 3 taraf. Jenis kemasan yang digunakan adalah plastik
Hermetik , HDPE yang dikombinasikan dengan karung, dan plastik vakum.
Model matematik dari rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut.
Yi = μ + αi + εi
i=1,2,3
Keterangan :
Yi
= Pengamatan pada kombinasi perlakuan taraf ke-i
μ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh faktor jenis bahan kemasan
εi
= Pengaruh acak dari perlakuan ke i
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Perubahan kadar air akan terus berlangsung sampai tercapainya
kesetimbangan. Hasil penelitian Sari (2014) kedelai yang disimpan pada suhu 19
– 22 oC dan RH 64-67% menunjukkan kadar air kesetimbangan ±10%.
Berdasarkan hasil penelitian, kedelai disimpan pada suhu 28oC dan RH rata-rata
82.5 % sehingga kadar air kesetimbangannya menurut Sadaka (2014) adalah
18.69 %. Kadar air merupakan salah satu faktor utama yang menentukan daya
simpan. Kerusakan selama penyimpanan sebagian besar dipengaruhi oleh kadar
air (Justice dan Bass 2002). Indartono (2011) menyatakan bahwa terjadi kenaikan
kadar air setelah disimpan dalam plastik tanpa vakum selama 4 bulan karena sifat
biji kedelai yang higrokopis. Hasil penelitian Purwanti (2004) menunjukkan
10
bahwa laju kenaikan kadar air pada suhu rendah berlangsung lebih lambat dari
pada suhu tinggi yaitu rata-rata 0.3 % tiap bulannya.
Kadar air awal kedelai adalah 8.15 % , pada akhir penyimpanan kedelai
dengan kemasan HDPE memiliki kadar air sebesar 9.27 %, kedelai dengan
kemasan hermetik sebesar 8.51 %, dan kedelai dengan kemasan vakum sebesar
8.85 %. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap kadar air
kedelai tidak berbeda nyata (Lampiran 1) namun berdasarkan tren parameter mutu
kadar air yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis
kemasan yang berbeda. Kadar air kedelai pada masing-masing jenis kemasan yang
diuji pada awal penyimpanan sampai dengan bulan kelima penyimpanan masuk
kedalam mutu I berdasarkan standar mutu SNI. Peningkatan kadar air terjadi pada
bulan kedua untuk kemasan HDPE dan bulan ke tiga untuk kemasan hermetik
sedangkan untuk kemasan vakum cenderung mengalami peningkatan yang sedikit
demi sedikit dari bulan pertama sampai dengan kelima. Peningkatan kadar air
tersebut dapat dipegaruhi oleh faktor lingkungan selama penyimpanan seperti
suhu, dan kelembaban. Peningkatan kadar air kedelai selama penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 5. Jika suhu dan kelembaban berubah-ubah maka sulit untuk
mempertahankan kadar air bahan. Kelembaban yang tinggi selama penyimpanan
menjadi pendorong perpindahan masa uap air dari lingkungan ke dalam bahan.
Kadar Air (%)
12
8
HDPE
Hermetik
4
Vakum
0
0
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 5 Persentase kadar air kedelai selama penyimpanan
Sifat permeabiltas plastik terhadap gas dan uap air mampu melindungi
produk yang dikemas dengan menjaga agar oksigen dan uap air tetap berada di
luar kemasan. Akan tetapi pada kenyataanya ternyata plastik pengemas tidak
secara absolut mampu menahan gas dan uap air tersebut. Berdasarkan literatur,
permeabilitas plastik hermetik, HDPE, dan PP (vakum) berkisar diantara 5 – 10 g
m-2/24 jam. Hal tersebut memperlihatkan banyaknya uap air yang masuk ke dalam
bahan polimer plastik persatuan luas permukaan plastik tersebut.
Pada tahapan awal, uap air masuk ke dalam dinding plastik sehingga
menyerap bahan polimer pada sisi film dan terkena konsentrasi yang lebih tinggi.
Tahap ke dua, gas dan uap air menyebar, bergerak menuju sisi film dan terkena
konsentrasi yang lebih rendah. Tahap ketiga, melibatkan desorpsi gas atau uap air
dan penguapan dari pemukaan film. Pada saat uap air masuk ke dalam kemasan
dan berada disekitar kedelai, pada saat itulah kedelai menyerap uap air yang ada
sampai terjadinya kadar air kesetimbangan.
11
Pada hasil penelitian menujukkan bahwa kedelai dengan kemasan hermetik
memiliki kadar air yang paling rendah dikarenakan plastik tersebut terdiri dari
beberapa lapisan (Lestari 2015). Banyaknya lapisan tersebut melindungi bahan
yang dikemas sehingga uap air yang masuk ke dalam kemasan dan berada
disekitar kedelai sudah berkurang banyak dari jumlah uap air yang masuk pada
awal dinding kemasan.
Kedelai dengan kemasan PP memiliki kadar air diakhir bulan penyimpanan
terendah kedua. Kondisi vakum mempengaruhi pertukaran gas antara bahan dan
lingkungan menjadi lebih kecil yang mengakibatkan kadar air kedelai dibulan
akhir penyimpanan lebih kecil dibandingkan dengan kemasan HDPE.
Perubahan Bobot
Peningkatan bobot dipengaruhi oleh peningkatan kadar air selama
penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 6
kedelai dengan kemasan HDPE memiliki peningkatan bobot yang paling tinggi
mulai dari bulan kedua sampai ke lima yaitu sebesar 2.56%, hal tersebut sesuai
dengan hasil peningkatan kadar air yang menunjukkan kedelai pada kemasan
HDPE memiliki kadar air tertinggi. Kedelai dengan kemasan hermetik memiliki
peningkatan bobot sebesar 1.05% dan vakum memiliki peningkatan bobot sebesar
0.96% selama penyimpanan bulan kelima. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis
kemasan terhadap perubahan bobot tidak berbeda nyata (Lampiran 2) namun
berdasarkan tren parameter perubahan bobot yang diukur memperlihatkan
perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.
Peningkatan bobot tersebut membuktikan bahwa biji-bijian memiliki
kandungan kadar air yang rendah dan rentan terhadap lingkungan sehingga biji
kedelai menyerap uap air lingkungan dan membuat bobotnya semakin meningkat.
Selama penyimpanan kedelai berusaha menyeimbangkan kandungan airnya
dengan udara sekitar, maka dari itu perubahan kadar air selama penyimpanan akan
mempengaruhi perubahan berat (Indartono 2011).
Penambahan bobot (%)
3
HDPE
Hermetik
vakum
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 6 Penambahan bobot selama penyimpanan
Mutu Kedelai Selama Penyimpanan
Banyaknya kerusakan yang terjadi pada kedelai baik rusak fisik (butir
belah, rusak, warna, keriput) maupun fisiologis pada awal penyimpanan sampai
12
dengan bulan kelima, kemungkinan karena kedelai sudah terserang hama dan
penyakit selama di lahan. Mengingat bahwa pada masa tanam kedelai dibulan
Juli-September 2014 memiliki curah hujan yang tinggi sehingga kedelai rentan
akan hama dan penyakit. Mutu kedelai yang diamati adalah butir rusak, butir
belah, butir keriput, dan perubahan warna. Pemisahan kedelai dilakukan secara
manual, dan dihitung persentasenya perberat sampel (± 100 gram) yang diambil.
Butir rusak yang dimaksud adalah butir yang berlubang bekas serangan hama,
pecah karena mekanis, biologis, fisik, dan enzimatis seperti berkecambah, busuk,
timbul bau yang tidak disukai. Pada Gambar 7 menunjukkan kondisi kedelai yang
mengalami kerusakan : butir yang berlubang (a), pecah karena mekanis/biologis
(b).
(a)
(b)
Gambar 7 Contoh butir berlubang (a) dan pecah kulit karena mekanis/biologis(b)
Butir berlubang terjadi karena adanya hama/penyakit pada kedelai tesebut,
sedangkan adanya perbedaan antara pecah kulit yang disebabkan dengan mekanis
maupun biologis adalah dapat diamati dari pengamatan. Pecah kulit karena
mekanis tidak meninggalkan bekas hitam pada kulit kedelai sedangkan pada
pecah secara biologis terjadi kerusakan pada kulit kedelai yang ditandai dengan
bercak hitam ataupun biru lebam akibat kerusakan dari dalam kedelai (Nguyen
2013). Persentase butir rusak pada kedelai selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 8.
60.00
Butir Rusak (%)
50.00
40.00
41.05 %
48.25 %
45.24 %
34.06 %
26.29 %
30.00
Kon HDPE
20.00
Kon Hermetik
10.00
Kon Vakum
0.00
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 8 Persentase butir rusak selama penyimpanan
Butir rusak yang banyak terjadi adalah pecah kulit pada biji kedelai, hal
tersebut disebabkan oleh rendahnya kadar air pada saat pemanenan dan pada saat
13
awal penyimpanan yaitu 8.15 %. Peningkatan butir rusak cukup besar selama
penyimpanan. Persentase butir rusak rata-rata pada setiap bulannya ditunjukkan
pada tren yang terdapat pada Gambar 8. Pada bulan kedua persentase butir rusak
mengalami kenaikan sebesar 7.7 %, 14.76 % pada bulan ketiga, 18.95 % pada
bulan keempat dan 21.96 % pada bulan kelima. Berdasarkan uji statistik pengaruh
jenis kemasan terhadap butir rusak tidak berbeda nyata (Lampiran 3) namun
berdasarkan tren parameter mutu butir rusak yang diukur memperlihatkan
perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian kedelai dengan kemasan HDPE memiliki
persentase butir rusak yang paling tinggi sedangkan kedelai dengan kemasan
vakum memiliki persentase butir rusak yang paling rendah. Pada awal
penyimpanan butir rusak masuk kedalam mutu IV berdasarkan mutu standar SNI
untuk tiap jenis kemasan plastik sampai dengan bulan kelima penyimpanan.
Butir belah pada kedelai dapat dilihat pada Gambar 9. Belahan pada butir
kedelai biasanya terletak pada tengah biji dan seolah-olah membelah biji. Butir
belah dapat didefinisikan sebagai kerusakan pada biji yang kurang dari ¾ bijinya
terpisah dari kotiledon (Nguyen 2013). Butir belah dapat disebabkan akibat
perontokan kedelai dengan menggunakan mesin atau oleh hama dan penyakit
pada kedelai tersebut selama penyimpanan yang disebabkan oleh kebersihan
gudang penyimpanan.
Gambar 9 Contoh butir belah pada kedelai
Kedelai dengan kemasan hermetik tidak menunjukkan persentase butir belah
yang tinggi pada penyimpanan bulan kedua sampai dengan bulan kelima
sedangkan kedelai dengan kemasan HDPE memiliki persentase butir belah yang
paling tinggi. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap butir
belah tidak berbeda nyata (Lampiran 4) namun berdasarkan tren parameter mutu
butir belah yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis
kemasan yang berbeda. Berdasarkan standar mutu SNI butir belah kedelai dari
awal penyimpanan sampai dengan bulan kelima penyimpanan masuk kedalam
mutu ke IV untuk ketiga jenis kemasan yang diuji. Persentase butir belah selama
penyimpanan dapat dlihat pada Gambar 10 di bawah ini.
14
HDPE
6.00
Hermetik
Butir Belah (%)
5.00
Vakum
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 10 Persentase butir belah selama penyimpanan
Perubahan warna pada kedelai selama penyimpanan juga mempengaruhi
pemutuan kedelai. Kedelai yang diteliti merupakan jenis kedelai kuning yang
memiliki warna biji kuning terang keemasan, sehingga perbedaan warna dapat
dilihat dari perbandingan biji kedelai yang masih berkualitas baik. Umumnya
perubahan warna tidak selalu diikuti oleh kerusakan yang lainnya. Perubahan
warna menunjukkan butir yang masih utuh tanpa adanya kerusakan fisik maupun
biologis ,terbelah, dan keriput namun hanya menunjukkan perubahan warna coklat
pekat dan kehijauan (Gambar 11).
(a)
(b)
Gambar 11 Contoh butir berubah warna pada kedelai
Pada awal penyimpanan kedelai masuk kedalam mutu III berdasarkan
standar mutu SNI dan pada saat bulan kelima penyimpanan kedelai masuk
kedalam mutu IV untuk masing-masing jenis kemasan. Perubahan warna kedelai
sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, dan bisa juga disebabkan oleh
kondisi cuaca dan iklim suatu wilayah. Perubahan warna pada kedelai dapat
ditandai dengan berubah menjadi hijau, hitam, coklat pekat, atau memiliki lebih
dari satu warna. Meningkatnya persentase perubahan warna pada kedelai diiringi
pula dengan kerusakan kerusakan lain yang terjadi pada kedelai seperti kerusakan
fisik (USDA 2011).
15
Butir berubah warna (%)
7.00
6.00
HDPE
5.00
Hermetik
4.00
Vakum
3.00
2.00
1.00
0.00
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 12 Persentase butir berubah warna pada kedelai selama penyimpanan
Kedelai dengan kemasan HDPE menunjukkan persentase butir berubah
warna yang paling kecil dibandingkan kedelai dengan kemasan vakum dan
hermetik. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap butir berubah
warna tidak berbeda nyata (Lampiran 5) namun berdasarkan tren parameter mutu
butir berubah warna yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada
jenis kemasan yang berbeda.
Butir kedelai keriput pada kedelai ditandai dengan adanya pengerutan biji.
Contoh butir kedelai keriput dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini,
begitupun dengan dengan persentase butir keriput selama penyimpanan (Gambar
14).
Gambar 13 Contoh butir keriput pada kedelai
Butir keriput biasanya tidak diikuti dengan kerusakan secara fisik seperti
belah maupun kulit yang robek, kedelai masih terlihat utuh secara keseluruhan
bentuknya namun ¼ bagiannya mengalami pengkerutan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 14 kedelai dengan masing-masing
kemasan menunjukkan mutu ke III pada awal penyimpanan dan mutu IV pada
penyimpanan bulan kelima. Kedelai dengan kemasan vakum menunjukkan
kerusakan butir keriput yang paling tinggi diantara kemasan yang lain namun
tidak pada kerusakan butir lainnya hal tersebut memungkinkan bahwa butir
keriput lebih mudah terjadi pada kemasan yang kedap udara. Berdasarkan uji
statistik pengaruh jenis kemasan terhadap butir keriput tidak berbeda nyata
16
(Lampiran 6) namun berdasarkan tren parameter mutu butir keriput yang diukur
memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.
Butir keriput (%)
6.00
5.00
4.00
3.00
HDPE
2.00
Hermetik
1.00
Vakum
0.00
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 14 Persentase butir keriput selama penyimpanan
Kandungan Protein
Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama yaitu kulit biji,
daging/kotiledon, dan hipokotil. Sedangkan kompisisi kimia kedelai adalah 40.5%
protein, 20.5% lemak, 22.2% karbohidrat, 4.3% abu dan 6.6% air. Kedelai
merupakan sumber gizi yang penting, komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung
varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit maupun kotiledonnya.
Kandugan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48 % (Dwinaningsih
2010).
Biji kedelai lebih cepat mengalami kerusakan dibandingkan biji-bijian
lainnya (jagung, padi, gandum) meskipun di produksi, ditangani, dan disimpan
pada kondisi yang sama. Selama penyimpanan terjadi penurunan kandungan
karbohidrat pada biji yang diikuti oleh perombakan gula-gula sederhana. Hal
tersebut akan mengakibakan berkurangnya subsrat respirasi pada biji. Selama
penyimpanan juga terjadi penurunan dan kerusakan protein biji. Kerusakan
protein akan merusak aroma kedelai dan berpengaruh terhadap kualitas produk
olahan yang dihasilkan (Sari 2014). Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 15.
Nilai kandungan protein kedelai pada pengamatan awal adalah sebesar 40.67 %.
Pada bulan kelima penyimpanan kedelai dengan kemasan hermetik memiliki
kandungan protein sebesar 41.76 %, kedelai dengan kemasan HDPE memiliki
kandungan protein 41.28% dan kedelai dengan kemasan vakum memiliki
kandungan protein sebesar 41.55%. Penurunan mutu cepat dialami kedelai selama
proses penyimpanan yang disebabkan oleh kandungan lemak dan protein yang
tinggi (Tatipata et al 2008).
Kandungan Protein (%)
17
50.00
40.00
HDPE
30.00
Hermetik
20.00
Vakum
10.00
0.00
0
1
2
3
4
Bulan penyimpanan
5
Gambar 15 Kandungan protein pada kedelai selama penyimpanan
Menurut Nursiam (2009) persentase kandungan protein pada kedelai
berkisar antara 30-45 %. Berdasarkan hasil penelitian maka penyimpanan kedelai
selama lima bulan masih mampu mempertahankan kandungan protein dengan
hanya memiliki kenaikan kurang dari 2% dan membuat kandungan protein pada
kedelai masih dapat diterima. Kadar air awal, kemasan, dan lama simpan
berpengaruh terhadap kadar protein membran dalam mitokondria serta pola
pitanya (Tatipata et al 2008). Penurunan protein pada bulan pertama dan keempat
penyimpanan dapat dipengaruhi oleh kadar air yang menurun, suhu, dan
kelembaban pada saat penyimpanan mengingat penyimpanan pada daerah tropis
akan sangat sulit untuk mempertahankan kadar air.
18
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengaruh teknik kemasan terhadap mutu kedelai terlihat dari tren
parameter yang diukur pada masing-masing kemasan walaupun tidak berbeda
nyata pada uji statistik. Kedelai dengan kemasan hermetik mampu
mempertahankan kadar air yang paling baik (8.51%), persentase butir belah
(3.17%) dan keriput (4.11%) yang paling sedikit sampai bulan kelima
penyimpanan sedangkan kedelai dengan kemasan vakum lebih baik dalam
mempertahankan bobot (0.96%) dan menunjukkan persentase butir rusak yang
paling kecil (45.36%) pada bulan kelima penyimpanan. Kedelai dengan kemasan
HDPE menunjukkan peningkatan kadar air yang paling tinggi (9.26%) sehingga
mengalami penambahan bobot yang tertinggi (2.56%) sampai bulan kelima
penyimpanan, namun disamping itu kedelai dengan kemasan HDPE mampu
memperlihatkan perubahan butir berubah warna pada kedelai yang paling kecil
(5.01%) dan lebih baik dalam mempertahankan kandungan protein kedelai pada
akhir penyimpanan sebesar 41.28%. Kadar air pada kedelai yang tidak kurang dari
10 % mampu menunjukkan kedelai dapat disimpan sampai dengan lima bulan
penyimpanan. Maka dari itu untuk penyimpanan kedelai selama 5 bulan kriteria
yang perlu diperhatikan adalah kadar air dari kedelai itu sendiri karena kadar air
mempengaruhi jumlah kerusakan pada kedelai nantinya. Adapun hal lainnya yaitu
jenis kemasan sekunder seperti karung berbahan nylon yang mampu
mempengaruhi penambahan bobot selama penyimpanan dikarenankan nylon
merupakan jenis plastik polamida yang memiliki sifat sedikit higrokopis sehingga
perlu dikeringkan sebelum dipakai.
Saran
Perlu diadakannya penelitian lanjutan terkait pengaruh kemasan plastik pada
kedelai selama penyimpanan dengan mutu awal kedelai yang baik, sehingga akan
terlihat perubahan kualitas dari awal penyimpanan sampai pada akhir bulan
penyimpanan. Penelitian perlu dilakukan pada ukuran kemasan yang digunakan
petani kedelai pada saat penyimpanan agar hasilnya menggambarkan kondisi yang
sebenarnya. Jika ingin melanjutkan penelitian maka sebaiknya menggunakan
kedelai dengan varietas yang sama dari sumber literatur yang didapat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T. 2009. Kedelai penebar swadaya [Internet]. [diunduh pada 2014
Desember 25]. Tersedia dari : http : //www.litbang.deptan.co.id.
Danapriatna N. 2006. Pengaruh penyimpanan terhadap viabilitas benih kedelai
[Internet]. [diunduh pada 2014 Agustus 12]. Tersedia dari : http : //www.
pengaruh-penyimpanan-benih-kedelai.co.id.
Dwinaningsih E. 2010. Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi
bahan baku kedelai/beras dan penambahan angkak serta variasi lama
fermentasi. Semarang (ID) : Universitas Negeri Semarang Press.
Indartono. 2011. Pengkajian suhu ruang penyimpanan dan teknik pengemasan
terhadap kualitas benih kedelai. Gema Teknologi. 16 (3) : 158-163.
Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta (ID) : Grafindo Persada. Terjemahan dari : Principles
and Practice of Seed Storage. 446 p.
Kamsiati. 2013. Sceerning varietas padi dan penggunaan kemasan plastik fleksibel
untuk meningkatkan daya tahan simpan beras [tesis]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Kartono. 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai varietas wilis pada kadar air
dan suhu penyimpanan yang berbeda [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 1].
Tersedia dari : http ://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi.
Lestari M. 2015. Sifat kimia plastik [Internet]. [diunduh pada 2015 Juni 4].
Tersedia dari : http://www.academia.edu//SIFAT_KIMIA_PLASTIK.
Mulianti K. 2015. Pentingnya keamanan pengolahan susu kedelai [Internet].
[diunduh pada 2015 April 1]. Tersedia dari:
http://jambi.litbang.pertanian.go.id.
Nguyen V. 2013. Technical specification for soybean [Internet]. [diunduh pada
2015 Mei 10]. Tersedia dari: http://documents.wfp.org/stellent/groups/public.
Nursiam Intan. 2009. Kandungan nutrisi jagung dan kedelai [Internet]. [diunduh
pada 2015 April 16]. Tersedia dari : http://intannursiam.wordpress.com.
Purwanti S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas kedelai hitam dan
kedelai kuning [Study of storage temperature on the quality of black and
yellow sobean]. JIPI. 11(1) : 22-31.
Rifai Hakim. 2009. Pengecilan Ukuran Kedelai dan Jagung. Jakarta (ID) : PT.
Erlangga.
Robertson LG. 2010. A Practical Guide of Food Packaging and Self Life. London
(GB) : CRC Pr.
Sadaka S. 2014. Handbook On-farm drying and storage of soybean. Arkansas
(USA) : Division of Agricultural Research and Extension University of
Arkansas System.
Sinartani. 2008. Komposisi kimia kedelai [Internet]. [diunduh pada 2014
Desember 25]. Tersedia pada : http://www.komposisi kimia
kedelai.sinartani.com.
Sukarman, Rahardjo M. 2000. Mutu fisiologis benih kedelai (Glycine max (L)
Merr) selama masa simpan di dataran tinggi [catatan penelitian]. Tanaman
Pangan 1 sisipan 2 – 26.
20
Tatipata A, Prapto Y, Aziz P, Woerjono M. 2004. Kajian aspek fisiologis dan
biokomia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. JIPL. 11 (2): 76-87.
USDA. 2006. U.S soybean inspection [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 10].
Tersedia pada : http://www.usda.gov/oce/commodity/wasde/latest.pdf.
Zakiah. 2012. Preferensi dan permintaan kedelai pada industri dan implikasinya
terhadap manajemen usaha tani. JMA. 1(28) : 77-84.
Sari Purnama. 2014. Penyimpanan benih kedelai (Glycine max (L) Merr) pada
berbagai kadar air benih dan jenis kemasan [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
21
Lampiran 1 Kadar air kedelai selama penyimpanan
Bulan
1
2
3
4
5
*
HDPE
7.76 ± 0.56 (a)
8.6876 ± 0.56 (a)
8.6876 ± 0.56 (a)
8.9676 ± 0.56 (a)
9.2676 ± 0.56 (a)
Kadar Air (%)
Hermetik
7.48 ± 0.47 (a)
7.47 ± 0.47 (a)
8.20 ± 0.47 (a)
8.16 ± 0.47 (a)
8.51 ± 0.47 (a)
Vakum
8.37 ± 0.19 (a)
8.43 ± 0.19 (a)
8.70 ± 0.19 (a)
8.60 ± 0.19 (a)
8.85 ± 0.19 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
Lampiran 2 Penambahan bobot selama penyimpanan
Jenis kemasan
HDPE
Hermetik
Vakum
*
1
0.94 ±0.47 (a)
0.78 ±0.47 (a)
0.06 ±0.47 (a)
Penambahan Bobot pada Bulan ke2
3
4
5
1.47 ±0.46 (a) 1.83 ±0.62 (a) 2.25 ±0.77 (a) 2.56 ±0.9 (a)
0.92 ±0.46 (a) 0.91 ±0.62 (a) 1.00 ±0.77 (a) 1.05 ±0.9 (a)
0.56 ±0.46 (a) 0.67 ±0.62 (a) 0.84 ±0.77 (a) 0.96 ±0.9 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
Lampiran 3 Persentase butir rusak selama penyimpanan
Butir Rusak (%)
Bulan
HDPE
*
Hermetik
Vakum
1
2
3
31.77 ±7.68 (a)
35.68 ±7.68 (a)
40.56 ±7.68 (a)
29.69 ±7.82 (a)
33.48 ±7.82 (a)
43.93 ±7.82 (a)
18.92 ±11.39 (a)
33.02 ±11.39 (a)
38.67 ±11.39 (a)
4
5
44.01 ±7.68 (a)
51.65 ±7.68 (a)
44.51 ±7.82 (a)
47.73 ±7.82 (a)
47.19 ±11.39 (a)
45.36 ±11.39 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
22
Lampiran 4 Persentase belah selama penyimpanan
Butir Belah (%)
Bulan
*
HDPE
Hermetik
1
3.60 ±0.63 (a)
3.31 ±0.26 (a)
2.50 ±0.59 (a)
2
4.01 ±0.63 (a)
2.62 ±0.26 (a)
3.64 ±0.59 (a)
3
4.09 ±0.63 (a)
2.98 ±0.26 (a)
4.04 ±0.59 (a)
4
5.30 ±0.63 (a)
3.01 ±0.26 (a)
3.64 ±0.59 (a)
5
4.25 ±0.63 (a)
3.17 ±0.26 (a)
3.79 ±0.59 (a)
Vakum
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
Lampiran 5 Persentase butir berubah warna selama penyimpanan
Butir Berubah Warna (%)
Bulan
HDPE
*
Hermetik
Vakum
1
1.79 ±1.47 (a)
1.38 ±2.30 (a)
2.07 ±1.38 (a)
2
2.12 ±1.47 (a)
1.01 ±2.30 (a)
2.25 ±1.38 (a)
3
3.30 ±1.47 (a)
2.64 ±2.30 (a)
2.66 ±1.38 (a)
4
4.74 ±1.47 (a)
6.13 ±2.30 (a)
4.12 ±1.38 (a)
5
5.01 ±1.47 (a)
5.22 ±2.30 (a)
5.29 ±1.38 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
Lampiran 6 Persentase butir keriput selama penyimpanan
Bulan
1
2
3
4
5
*
HDPE
2.04±1.18 (a)
2.59 ±1.18 (a)
3.68 ±1.18 (a)
4.85 ±1.18 (a)
4.35 ±1.18 (a)
Butir Keriput (%)
Hermetik
2.16 ±0.87 (a)
2.82 ±0.87 (a)
3.97 ±0.87 (a)
3.95 ±0.87 (a)
4.11 ±0.87 (a)
Vakum
2.98 ±0.77 (a)
3.13 ±0.77 (a)
4.05 ±0.77 (a)
4.68 ±0.77(a)
4.46 ±0.77 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT
23
Lampiran 7 Kandungan protein selama penyimpanan (%)
Kandungan Protein (%)
Bulan
HDPE
*
Hermetik
Vakum
1
37.21 ±1.85 (a)
34.34 ±2.73 (a)
33.99 ±2.87 (a)
2
41.0 ±1.85 (a)
38.52 ±2.73 (a)
38.38 ±2.87 (a)
3
40.87 ±1.85 (a)
39.86 ±2.73 (a)
40.34 ±2.87 (a)
4
38.40 ±1.85 (a)
38.14 ±2.73 (a)
38.57 ±2.87 (a)
5
41.28 ±1.85 (a)
41.76 ±2.73 (a)
41.55 ±2.87 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Oktober 1992 dari ayah
Juhara dan ibu Mien Aminah. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Polisi IV Bogor,
kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Bogor
dan lulus pada tahun 2009. Tahun 2011 penulis menamatkan pendidikan
menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis
diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi rapor.
Selama masa perkuliahan, penulis memperoleh juara 2 (Vocal Group)
FAC (Fateta Art Contest), juara 1 (Vocal Group) IAC (IPB Art Contest) tahun
2013, dan juara II (Vocal Group) IAC 2014. Penulis juga aktif sebagai anggota
Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin dan Biosistem (HIMATETA) masa jabatan
2011-2014. Penulis juga menjadi asisten praktikum Teknologi Pengolahan Pangan
(TPP) pada tahun 2015.
Pada bulan Juni-Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di
PT Kebun Sayur Segar Parung (Parung Farm), Parung, Kabupaten Bogor dengan
judul Penanganan Produksi dan Pascapanen Sayuran di PT Kebun Sayur Segar
Parung (Parung Farm). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan
MUTU SIMPAN KEDELAI (Glycine max (L) Merrill)
ANNA OCTAVIANI CANDRA
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pengemasan
untuk Mempertahankan Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Anna Octaviani Candra
NIM F14110062
ABSTRAK
ANNA OCTAVIANI CANDRA. Teknik Pengemasan Untuk Mempertahankan
Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill). Dibimbing oleh EMMY
DARMAWATI.
Penurunan mutu kedelai terus terjadi selama proses penyimpanan. Kemasan
berpengaruh penting selama penyimpanan. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji pengaruh teknik kemasan menggunakan plastik terhadap perubahan
mutu kedelai selama penyimpanan. Penyimpanan kedelai di lakukan pada tiga
jenis plastik yaitu hermetik, HDPE yang dikombinasikan dengan karung berbahan
nylon dan vakum pack. Sampel disimpan selama 5 bulan pada suhu ruang 2730oC dengan RH 60-70% ditumpuk pada gudang dengan tumpukan kunci lima.
Parameter yang diukur adalah: kadar air, perubahan bobot, mutu kedelai (butir
rusak, belah, berubah warna, keriput), dan protein. Kedelai dengan kemasan
hermetik lebih baik dalam mempertahankan kadar air (8.51%), butir belah
(3.17%) dan keriput (4.11%) sedangkan kedelai dengan kemasan vakum lebih
baik dalam mempertahankan bobot (0.96%) dan butir rusak (45.36%) sampai
bulan kelima penyimpanan. Kedelai dengan kemasan HDPE memperlihatkan
perubahan warna pada kedelai yang paling sedikit (5.01%) dan lebih baik dalam
mempertahankan kandungan protein kedelai pada akhir penyimpanan (41.28%).
Kata kunci : kedelai, pengemasan, penyimpanan, plastik,
ABSTRACT
ANNA OCTAVIANI CANDRA. Packaging Technique To Maintain Quality of
Soybean Storage (Glycine max (L) Merrill). Supervised by EMMY
DARMAWATI.
Deterioration of quality soybeans was continued happen during the storage
process. Packaging has important effect during storage. The objective of this study
was to examine the effect of plastic packaging techniques against the change
quality of soybeans during storage. Soybean was stored on three kinds of plastic
packaging material they are hermetic, HDPE combined with nylon sack bag and
vacuum pack. Sample was stored for 5 months in room temperature of 27-30oC
and RH of 60-70% with 5 bags bonding pattern. Parameters were measured are:
moisture content, weight change, the quality of soybean (damaged grain, split,
discolored, wrinkled), and protein. Soybean which package in hermetic plastic
was better in maintaining the water content (8.51%), split grains (3.17%) and
wrinkled grains (4.11%) in the other side soybean which package in vacuum was
better in weight change (0.96%) and damaged grains (45.36%) during the fifth
month of storage. HDPE packaging was showing a little discolored grain (5.01%)
and better in maintaining the protein content of soybeans in storage (41.28%).
Keyword : packaging, plastic, soybean, storage
TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN
MUTU SIMPAN KEDELAI (Glycine max (L) Merrill)
ANNA OCTAVIANI CANDRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah
Teknik Pengemasan, dengan judul Teknik Pengemasan untuk Mempertahankan
Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill).
Dengan telah diselesaikannya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada:
1.
Dosen pembimbing akademik, Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si atas
bimbingannya dan arahannya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah
ini.
2.
Dosen penguji skripsi, Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr dan Ir. Mad Yamin,
MT atas kritik dan saran yang sangat bermanfaat.
3.
Laboran Lab TPPHP, Pak Sulyaden dan Mas Abas atas bantuan selama
penelitian berlangsung.
4.
Laboran Lab Analisis Kimia dan Pangan , Pak Taufik dan Bu Endang atas
bantuan selama penelitian berlangsung.
5.
Keluarga Penulis, Bapak Juhara, Ibu Mien Aminah, Nur Candra Irawan, ST
, dan Alda Rahayu Candra atas doa, dukungan, serta semangat positif yang
telah diberikan untuk penulis.
6.
Teman-teman satu bimbingan (Irna Dwi Destiana, Rusnaldi, Maulita,
Rosari) dan Regenboog 48 atas kebersamaan, bantuan, serta semangat bagi
penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan
memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2015
Anna Octaviani Candra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Protein dan Mutu Kedelai (Glycine max (L) Merrill)
2
Penyimpanan Kedelai
3
Pengemasan
4
METODE
4
Waktu dan Tempat Penelitian
5
Alat dan Bahan
5
Prosedur Penelitian
5
Prosedur Analisis Data
7
Kadar Air
7
Perubahan Bobot
7
Penentuan Mutu
8
Uji Kadar Protein
8
Rancangan Percobaan
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
9
9
Perubahan Bobot
11
Mutu Kedelai Selama Penyimpanan
11
Kandungan Protein
16
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL
1 Komposis kimia kedelai
2 Spesifikasi persyaratan mutu kedelai
3
3
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Kemasan penyimpanan
Kondisi tumpukan kunci lima
Diagram alir penelitian
Penimbangan bobot dengan mengunakan timbangan digital
Persentase kadar air kedelai selama penyimpanan
Penambahan bobot kedelai selama penyimpanan
Contoh butir berlubang dan pecah karena mekanis/biologis
Persentase butir rusak selama penyimpanan
Contoh butir belah pada kedelai
Persentase butir belah selama penyimpanan
Contoh butir berubah warna pada kedelai
Persentase butir berubah warna pada kedelai selama penyimpanan
Contoh butir keriput pada kedelai
Persentase butir keriput selama penyimpanan
Persentase kandungan protein pada kedelai
5
5
6
8
10
11
12
12
13
14
14
15
15
16
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Kadar air selama penyimpanan
Penambahan bobot selama penyimpanan
Persentase butir rusak selama penyimpanan
Persentase butir belah selama penyipanan
Persentase butir berubah warna selama penyimpanan
Persentase butir keriput selama penyimpanan
Persentase kandungan protein selama penyimpanan
21
21
21
22
22
22
23
1
PENDAHULUAN
Sebagai salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan jagung,
kedelai merupakan bahan pangan yang mendapat perhatian besar bagi Indonesia.
Perkembangan secara historis dan kultural menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk Indonesia mengkonsumsi bahan kedelai dalam berbagai produk
makanan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, dan susu. Selain itu kedelai merupakan
bahan baku industri makanan yang kaya protein nabati dan sebagai bahan baku
industri pakan ternak. Namun perkembangan produksi kedelai di Indonesia masih
rendah jika dibandingkan dengan negara-negara produsen utama kedelai di dunia
(Sari 2014). Kebutuhan akan kedelai yang semakin meningkat mendorong
berkembangnya teknologi yang menangani masalah produksi, pengolahan, dan
penyimpanan. Sasaran utama dalam pengembangan teknologi ini adalah untuk
menghasilkan kedelai yang bermutu baik mencakup mutu fisik, fisiologis, dan
mutu genetik (Tatipata et al 2008).
Penurunan mutu cepat dialami kedelai selama proses penyimpanan yang
disebabkan oleh kandungan lemak dan protein yang tinggi sehingga perlu
ditangani secara serius sebelum disimpan karena kadar air akan meningkat jika
suhu dan kelembaban ruang simpan cukup tinggi. Untuk mencegah peningkatan
kadar air selama penyimpanan, diperlukan kemasan yang kedap udara dan air
(Tatipata et al 2008). Menurut Sukarman dan Rahardjo (2000) kemasan dari
kantong plastik lebih baik untuk mempertahankan daya simpan kedelai
dibandingkan dengan kemasan dari kantong lain. Plastik merupakan kemasan
yang penting didalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dari kemasan lain
diantaranya adalah harga yang relatif rendah, dapat dibentuk berbagai rupa dan
mengurangi biaya transportasi.
Memilih beberapa jenis plastik untuk diuji coba dalam penyimpanan
kedelai menjadi latar belakang penelitian. Bahan kemasan seperti plastik hermetik,
HDPE, dan plastik PP (vacuum pack) memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Akan tetapi ketiganya memiliki ketahanan terhadap uap air dan
oksigen. Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui pengaruh kemasan
terhadap perubahan mutu kedelai selama penyimpanan, maka perlu dilakukannya
penelitian tentang teknik pengemasan untuk mempertahankan mutu simpan
kedelai (Glycine max (L) Merrill).
Perumusan Masalah
Kemasan diperlukan dalam penyimpanan produk pertanian secara umum.
Kemasan yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik produk pertanian. Plastik
merupakan jenis kemasan yang digunakan untuk penyimpanan kedelai. Salah satu
masalah selama masa penyimpanan adalah penurunan mutu , sehingga salah satu
cara untuk mempertahankan mutu kedelai adalah dengan pemilihan jenis plastik
yang tepat.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh teknik kemasan
menggunakan kemasan plastik terhadap perubahan mutu kedelai dalam
penyimpanan. Parameter yang dihitung adalah : perubahan bobot, kadar air, mutu
kedelai yang terdiri dari perubahan fisik (butir belah, butir rusak, dan butir
keriput), fisiologis, perubahan warna, dan kandungan protein pada kedelai.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh teknik kemasan
menggunakan kemasan plastik terhadap perubahan mutu kedelai selama
penyimpanan serta mengetahui perubahan bobot, kadar air, protein pada kemasan
selama penyimpanan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi
petani kedelai untuk mempertahankan kualitas kedelai selama beberapa waktu
penyimpanan setelah pemanenan.
TINJAUAN PUSTAKA
Protein dan Mutu Kedelai (Glycine max (L) Merrill)
Kedelai merupakan jenis kacang-kacangan penting yang telah lama dikenal
oleh masyarakat Indonesia. Biji kedelai memiliki kandungan protein tinggi (34%)
dan juga kaya akan lemak (18%), vitamin dan mineral. Sebagai sumber protein
nabati yang penting dalam masyarakat, kedelai banyak dikonsumsi sebagai tempe,
tahu, kecap, susu kedelai, tepung kedelai dan minyak kedelai. Berdasarkan data
dan perhitungan, penggunaan langsung dari kedelai diperkirakan 70 % untuk
produksi tempe, tahu, kecap dan makanan lainnya (Sari 2014).
Kandugan gizi kedelai cukup tinggi, terutama proteinnya mencapai 34%
sehingga sangat diminati sebagai sumber protein nabati yang relatif murah
dibandingkan dengan protein hewani. Adapun komposisi kimia kedelai basah dan
kering dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini
Tabel 1 Komposisi Kimia Kedelai
Komponen
Air (g)
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin B (mg)
Sumber : Sari 2014
Basah
20
286
30,2
15,6
30,1
196
506
6,9
95
0,99
Kering
7,5
331
34,9
18,1
34,8
227
595
8
110
1,07
3
Penurunan kadar protein kedelai selama penyimpanan dapat disebabkan
oleh degradasi protein oleh mikroba yang bersifat proteolitik, dimana mikroba ini
akan menguraikan protein menjadi senyawa-senyawa lain seperti senyawa asam
penghasil bau busuk (Sari 2014). Untuk menyeragamkan kualitas dari produksi
yang dihasilkan, maka ketentuan persyaratan mutu harus diatur. Spesifikasi
persyaratan mutu kedelai telah di atur oleh SNI, adapun persyaratan tersebut dapat
di lihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu kedelai (SNI 01-3922-1995)
Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Kerusakan atau umur simpan dari bahan pangan dipengaruhi oleh faktor
interinsik yang merupakan sifat dari produk itu sendiri dan faktor ekstrinsik
(lingkungan). Faktor ekstrinsik diantaranya adalah profil suhu dan waktu selama
processing, kontrol suhu, RH, paparan terhadap cahaya selama penyimpanan dan
distribusi, komposisi gas di dalam kemasan dan penanganan oleh konsumen.
Serangga dan mikroba mudah berkembang bila penyimpanan kedelai
mempunyai kadar air lebih besar dari 12 % dan RH ruang penyimpanan lebih
besar dari 80%. Ruang penyimpanan yang kotor dan berlubang mempermudah
infeksi serangga. Serangga yang sering menyerang biji kedelai di tempat
penyimpanan adalah dari kelompok Coleoptera (serangga bersayap keras) dan
Lepidoptera (ngengat). Serangga Lepidoptera yang sering menyerang biji kedelai
di gudang antara lain Ephestia cautella. Larva serangga ini menggerek biji atau
membuat lubang, menjalin benang untuk melindungi diri (Kartono 2010).
Penyimpanan Kedelai
Cara penyimpanan biji kedelai untuk konsumsi dilakukan dengan dua cara
yaitu penyimanan ditempat terbuka dan ditempat kedap udara. Penyimpanan di
tempat terbuka kondisi lingkungan harus bersih agar biji kedelai tidak
terkontaminasi kotoran, debu serta gangguan hama dan penyakit. Ruang
penyimpanan sebaiknya memiliki ventilasi udara dan alat penghalang tikus dan
kadar air biji diatur tidak lebih dari 14%. Upaya untuk meningkatkan biji kedelai
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1) Menurunkan kadar air sesuai standar
2) Menggunakan kemasan
3) Menurunkan kelembaban
4) Memberantas hama secara periodik
Penyimpanan biji kedelai dengan sistem kedap udara lebih baik dari cara
secara sebelumnya, karena kedelai dapat terhindar dari kontaminasi kotoran, udara,
dan juga gangguan hama dan penyakit. Kadar air dipengaruhi oleh pegemasan dan
selama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar air awal kedelai saat disimpan.
4
Kualitas biji kedelai masih dapat dipertahankan 4,5 bulan bila kadar air awal
berkisar dibawah 10% serta dikemas dalam kantong plastik dan di lapis dengan
karung goni (Mulianti 2015).
Pengemasan
Kemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya
sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Perubahan kadar air,
pengaruh gas, dan cahaya merupakan gangguan paling umum terjadi pada bahan
pangan. Produk dengan kadar air rendah harus dilindungi terhadap masuknya uap
air, maka pengemas harus mempuyai nilai permeabiltas air yang rendah untuk
mencegah bahan pangan menjadi basah. Jenis kemasan yang dipilih pada
penelitian ini adalah plastik hermetik, HDPE, dan PP (Vacuum pack).
Plastik Hermetik
Plastik hermetik adalah kantong plastik yang dibuat dari bahan dan teknik
khusus untuk menciptakan lingkungan hermetik (kedap dari pengaruh udara luar).
Plastik hermetik terbuat dari campuran plastik jenis LDPE dengan bahan alam dan
dibuat memiliki lapisan yang banyak, mampu menahan uap air dan gas masuk
dalam jumlah besar ke dalam bahan pangan yang dikemas (Lestari 2015). Jenis
plastik ini memiliki ketebalan 0.078 mm dengan lapisan pelindung di bagian luar
dan barrier gas di tengah. Plastik ini memiliki permeabilitas yang rendah pada uap
air dan gas (8 g m-2 /24 jam untuk uap air dan 0.3 cm-3.m-2 24 jam oksigen).
Plastik hermetik ini dipilih karena merupakan salah satu penemuan terbaru dalam
teknologi pengemasan, dimana penggunaannya sudah berhasil digunakan untuk
penyimpanan beras dan jagung (Robertson 2010).
High Density Poli Etilen (HDPE)
Pemilihan jenis plastik ini karena laju transmisinya yang kecil, yaitu
(WVTR) 5-10 g m-2/24 jam untuk uap air dan laju transmisi oksigen 3.585 cm-3
m-2/24. Plastik ini juga dikombinasikan dengan bahan pengemas karung yang
biasa digunakan oleh petani kedelai (Robertson 2010).
PP (Polipropilen)
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifatnya juga serupa.
Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah yaitu 810 g m-2/ 24 jam dan laju transmisi oksigen 8.964 cm-3 m-2 /24 jam (Robertson
2010).
Salah satu metode yang efektif untuk memperpanjang umur simpan produk
adalah menggunakan pengemasan plastik secara vakum. Pengemasan vakum
merupakan metode pengemasan dengan mengeluarkan udara dari kemasan dan
kemasan ditutup rapat untuk membuat kondisi vakum terjadi di dalam kemasan.
Pengemasan vakum banyak digunakan di industri makanan karena efekifitasnya
dalam menekan reaksi oksidasi yang terjadi dalam produk dengan biaya yang
relatif rendah.
5
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – April 2015 di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, dan Laboratorium Kimia Pangan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, cawan,
timbangan digital, desikator, termometer, destruktor, buret, labu kjeldahl, gelas
ukur, dan vacuum sealer machine.
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kedelai varietas
Argomulyo yang diperoleh dari Kelompok Tani Mekar di Kabupaten Majalengka
masa tanam Juli – September tahun 2014 dan dipanen pada 80-82 HST (Hari
Setelah Tanam). Bahan kemasan yang digunakan adalah plastik hermetik, HDPE
(High Density Poli Etilen), plastik PP (untuk vacuum pack), dan karung berbahan
nylon.
Prosedur Penelitian
Penelitian dimulai dengan sortasi kedelai kemudian pengemasan kedelai ke
dalam tiga jenis plastik, yaitu hermetik, HDPE, dan plastik vakum. Kedelai
masing-masing ditimbang seberat 1000 gram kemudian dimasukan ke dalam
kemasan plastik tersebut. Kemasan penyimpanan (Gambar 1) berdimensi panjang
x lebar x tebal adalah 25 x 18 x 3 cm. Kemasan plastik kemudian di sealer dan
dimasukan ke dalam karung dan dijahit. Khusus kemasan vakum tidak
menggunakan karung, melainkan langsung di vakum menggunakan vacuum sealer
machine. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang 27-30oC dengan RH 60-70%
dengan kondisi tumpukan kunci lima (Gambar 2).
Gambar 1 Kemasan penyimpanan
Gambar 2 Kondisi tumpukan kunci lima
6
Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh teknik kemasan
menggunakan kemasan plastik terhadap perubahan mutu kedelai dengan
parameter yang diukur : kadar air, perubahan bobot, menentukan mutu kedelai
berdasarkan perubahan fisik (butir belah, butir rusak, butir keriput) dan perubahan
warna dan protein pada masing-masing sampel kedelai yang sudah disimpan
sesuai dengan jenis bulan perlakuannya. Kondisi penyimpanan kedelai saat ini
yaitu dengan menggunakan plastik HDPE dan karung berbahan nylon. Kedelai
memiliki berat 20 kg/karung ditumpuk pada gudang dengan tumpukan kunci lima
sebanyak 10 tumpukan dengan kondisi alas menggunakan alas kayu bernama
palet.
Pengamatan dilakukan satu bulan sekali selama lima bulan (5 kali
pengamatan). Jumlah kombinasi perlakuannya adalah 3 kombinasi pada satu
kelompok jenis kedelai. Jumlah sampel yang dibutuhkan 6 sampel/pengamatan
pada tiap bulannya dan 6 sampel untuk parameter perubahan bobot. Jumlah total
sampel yang dibutuhkan adalah 36 sampel dengan berat masing-masing sampel
sebesar 1000 gram. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir penelitian
7
Prosedur Analisis Data
1. Kadar Air
Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau berdasarkan basis kering (dry
basis). Pengukuran kadar air basis kering dengan menggunakan metode oven
adalah sebagai berikut :
KA(%) = M2 – M3 x 100 %....................................................................(1)
M3 – M1
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan disebut kadar air
basis basah. Pada penelitian kali ini perhitungan kadar air menggunakan basis
basah dengan menggunakan metode oven dengan melakukan pengecilan ukuran
terhadap kedelai. Hal yang pertama dilakukan adalah dengan mengecilkan ukuran
kedelai dan mensterilisasikan cawan sebelum ditimbang Proses pengecilan ukuran
juga dapat menurunkan kadar air yang terdapat pada jaringan dan serat bahan ikut
terbuang pada saat penghancuran jaringan-jaringan tersebut (Rifai 2009).
Pengecilan ukuran kedelai dilakukan dengan gaya mekanis, yaitu dengan
ditumbuk. Cawan disterilisasi pada suhu 150oC selama satu jam kemudian
didinginkan ke dalam desikator selama satu jam. Setelah cawan sudah dingin
maka dilakukan penimbangan berat cawan beserta tutupnya sebagai M1 kemudian
ditambahkan dengan kedelai ± 10 gram sebagai M2. Cawan beserta kedelai
kemudian dioven pada suhu 105oC selama 12 jam dan dilakukan penimbangan
kembali setelah didinginkan di dalam desikator selama 1 jam sebagai M3.
Perhitungan kadar air basis basah :
KA(%) = M2 – M3 x 100…………………………………………….(2)
M2 – M1
Keterangan :
M1 = Berat cawan beserta tutupnya
M2 = Berat cawan beserta tutup & isinya sebelum dipanaskan
M3 = Berat cawan beserta tutup & isinya setelah dipanaskan
2. Perubahan Bobot
Perubahan bobot diukur dengan menggunakan timbangan digital (Gambar
4). Pengukuran dilakukan pada awal sebelum kedelai disimpan dan setelah kedelai
disimpan. Adanya penambahan bobot menandakan bahwa kedelai merupakan
produk pangan dengan tingkat kadar air rendah rentan terhadap lingkungan,
memiliki kulit yang tipis dan bersifat higroskopis. Persamaan yang digunakan
untuk mengukur penambahan bobot tersebut adalah sebagai berikut :
................................................................(3)
8
Dimana
:
a = berat bahan pada penyimpanan (g)
b = berat bahan setelah disimpan (g)
Gambar 4 Penimbangan bobot dengan menggunakan timbangan digital
3. Menentukan Mutu Kedelai
Parameter pemutuan kedelai terdiri dari kerusakan secara fisik seperti butir
rusak, butir belah, dan butir keriput dan perubahan warna. Butir rusak yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah butir yang tidak sempurna, mengalami
kerusakan baik secara fisik maupun fisiologis. Butir rusak adalah biji kedelai yang
berlubang bekas serangan hama, pecah karena mekanis, biologis, fisik, dan
enzimatis seperti berkecambah, busuk, timbul bau yang tidak disukai. Perubahan
warna pada butir kedelai menunjukkan warna coklat yang tua pekat atau
mengalami perubahan sampai warna kehijau-hijauan. Penentuan mutu dilakukan
dengan cara pemisahan/pemilihan secara manual. Kedelai diambil seberat ± 100
gram secara acak, kemudian diamati secara visual berdasarkan parameter
pemutuan kedelai. Setelah didapatkan kedelai butir rusak, belah, keriput dan butir
berubah warna kemudian ditimbang dan dihitung persentasenya dan disesuaikan
dengan standar mutu SNI. Perhitungan persentase pemutuan kedelai adalah
sebagai berikut :
Mutu kedelai (%) = W1/2/3/4 parameter pemutuan kedelai (gram) X 100%..........(4)
Ws (± 100 gram)
Keterangan :
W1/2/3/4 = Berat butir rusak, butir belah, butir keriput, dan butir berubah warna
(gram)
Ws
= Berat sampel acak awal kedelai (±100 gram)
4. Uji Kadar Protein
Kadar protein dalam kedelai akan berpengaruh terhadap kualitas produk
olahan kedelai seperti tempe, tahu, susu, dan lain sebagainya. Rendahnya kadar
protein mengakibatkan rasa yang kurang disukai dan aroma yang tidak khas (Sari
2014). Kadar protein yang terlalu tinggi juga mengakibatkan rasa dan aroma yang
9
kurang disukai karena munculnya bau langu. Parameter ini hanya dilakukan untuk
jenis kedelai konsumsi. Pengujian kadar protein dipergunakan metode Kjeldahl
dengan perhitungan:
………………………………….(5)
Kadar Protein: N x F
Keterangan :
A : HCl titrasi sampel
B : HCl titrasi Blangko
F : Faktor konversi N menjdai protein 5.75
5. Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan faktor kemasan 3 taraf. Jenis kemasan yang digunakan adalah plastik
Hermetik , HDPE yang dikombinasikan dengan karung, dan plastik vakum.
Model matematik dari rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut.
Yi = μ + αi + εi
i=1,2,3
Keterangan :
Yi
= Pengamatan pada kombinasi perlakuan taraf ke-i
μ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh faktor jenis bahan kemasan
εi
= Pengaruh acak dari perlakuan ke i
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Perubahan kadar air akan terus berlangsung sampai tercapainya
kesetimbangan. Hasil penelitian Sari (2014) kedelai yang disimpan pada suhu 19
– 22 oC dan RH 64-67% menunjukkan kadar air kesetimbangan ±10%.
Berdasarkan hasil penelitian, kedelai disimpan pada suhu 28oC dan RH rata-rata
82.5 % sehingga kadar air kesetimbangannya menurut Sadaka (2014) adalah
18.69 %. Kadar air merupakan salah satu faktor utama yang menentukan daya
simpan. Kerusakan selama penyimpanan sebagian besar dipengaruhi oleh kadar
air (Justice dan Bass 2002). Indartono (2011) menyatakan bahwa terjadi kenaikan
kadar air setelah disimpan dalam plastik tanpa vakum selama 4 bulan karena sifat
biji kedelai yang higrokopis. Hasil penelitian Purwanti (2004) menunjukkan
10
bahwa laju kenaikan kadar air pada suhu rendah berlangsung lebih lambat dari
pada suhu tinggi yaitu rata-rata 0.3 % tiap bulannya.
Kadar air awal kedelai adalah 8.15 % , pada akhir penyimpanan kedelai
dengan kemasan HDPE memiliki kadar air sebesar 9.27 %, kedelai dengan
kemasan hermetik sebesar 8.51 %, dan kedelai dengan kemasan vakum sebesar
8.85 %. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap kadar air
kedelai tidak berbeda nyata (Lampiran 1) namun berdasarkan tren parameter mutu
kadar air yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis
kemasan yang berbeda. Kadar air kedelai pada masing-masing jenis kemasan yang
diuji pada awal penyimpanan sampai dengan bulan kelima penyimpanan masuk
kedalam mutu I berdasarkan standar mutu SNI. Peningkatan kadar air terjadi pada
bulan kedua untuk kemasan HDPE dan bulan ke tiga untuk kemasan hermetik
sedangkan untuk kemasan vakum cenderung mengalami peningkatan yang sedikit
demi sedikit dari bulan pertama sampai dengan kelima. Peningkatan kadar air
tersebut dapat dipegaruhi oleh faktor lingkungan selama penyimpanan seperti
suhu, dan kelembaban. Peningkatan kadar air kedelai selama penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 5. Jika suhu dan kelembaban berubah-ubah maka sulit untuk
mempertahankan kadar air bahan. Kelembaban yang tinggi selama penyimpanan
menjadi pendorong perpindahan masa uap air dari lingkungan ke dalam bahan.
Kadar Air (%)
12
8
HDPE
Hermetik
4
Vakum
0
0
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 5 Persentase kadar air kedelai selama penyimpanan
Sifat permeabiltas plastik terhadap gas dan uap air mampu melindungi
produk yang dikemas dengan menjaga agar oksigen dan uap air tetap berada di
luar kemasan. Akan tetapi pada kenyataanya ternyata plastik pengemas tidak
secara absolut mampu menahan gas dan uap air tersebut. Berdasarkan literatur,
permeabilitas plastik hermetik, HDPE, dan PP (vakum) berkisar diantara 5 – 10 g
m-2/24 jam. Hal tersebut memperlihatkan banyaknya uap air yang masuk ke dalam
bahan polimer plastik persatuan luas permukaan plastik tersebut.
Pada tahapan awal, uap air masuk ke dalam dinding plastik sehingga
menyerap bahan polimer pada sisi film dan terkena konsentrasi yang lebih tinggi.
Tahap ke dua, gas dan uap air menyebar, bergerak menuju sisi film dan terkena
konsentrasi yang lebih rendah. Tahap ketiga, melibatkan desorpsi gas atau uap air
dan penguapan dari pemukaan film. Pada saat uap air masuk ke dalam kemasan
dan berada disekitar kedelai, pada saat itulah kedelai menyerap uap air yang ada
sampai terjadinya kadar air kesetimbangan.
11
Pada hasil penelitian menujukkan bahwa kedelai dengan kemasan hermetik
memiliki kadar air yang paling rendah dikarenakan plastik tersebut terdiri dari
beberapa lapisan (Lestari 2015). Banyaknya lapisan tersebut melindungi bahan
yang dikemas sehingga uap air yang masuk ke dalam kemasan dan berada
disekitar kedelai sudah berkurang banyak dari jumlah uap air yang masuk pada
awal dinding kemasan.
Kedelai dengan kemasan PP memiliki kadar air diakhir bulan penyimpanan
terendah kedua. Kondisi vakum mempengaruhi pertukaran gas antara bahan dan
lingkungan menjadi lebih kecil yang mengakibatkan kadar air kedelai dibulan
akhir penyimpanan lebih kecil dibandingkan dengan kemasan HDPE.
Perubahan Bobot
Peningkatan bobot dipengaruhi oleh peningkatan kadar air selama
penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 6
kedelai dengan kemasan HDPE memiliki peningkatan bobot yang paling tinggi
mulai dari bulan kedua sampai ke lima yaitu sebesar 2.56%, hal tersebut sesuai
dengan hasil peningkatan kadar air yang menunjukkan kedelai pada kemasan
HDPE memiliki kadar air tertinggi. Kedelai dengan kemasan hermetik memiliki
peningkatan bobot sebesar 1.05% dan vakum memiliki peningkatan bobot sebesar
0.96% selama penyimpanan bulan kelima. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis
kemasan terhadap perubahan bobot tidak berbeda nyata (Lampiran 2) namun
berdasarkan tren parameter perubahan bobot yang diukur memperlihatkan
perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.
Peningkatan bobot tersebut membuktikan bahwa biji-bijian memiliki
kandungan kadar air yang rendah dan rentan terhadap lingkungan sehingga biji
kedelai menyerap uap air lingkungan dan membuat bobotnya semakin meningkat.
Selama penyimpanan kedelai berusaha menyeimbangkan kandungan airnya
dengan udara sekitar, maka dari itu perubahan kadar air selama penyimpanan akan
mempengaruhi perubahan berat (Indartono 2011).
Penambahan bobot (%)
3
HDPE
Hermetik
vakum
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 6 Penambahan bobot selama penyimpanan
Mutu Kedelai Selama Penyimpanan
Banyaknya kerusakan yang terjadi pada kedelai baik rusak fisik (butir
belah, rusak, warna, keriput) maupun fisiologis pada awal penyimpanan sampai
12
dengan bulan kelima, kemungkinan karena kedelai sudah terserang hama dan
penyakit selama di lahan. Mengingat bahwa pada masa tanam kedelai dibulan
Juli-September 2014 memiliki curah hujan yang tinggi sehingga kedelai rentan
akan hama dan penyakit. Mutu kedelai yang diamati adalah butir rusak, butir
belah, butir keriput, dan perubahan warna. Pemisahan kedelai dilakukan secara
manual, dan dihitung persentasenya perberat sampel (± 100 gram) yang diambil.
Butir rusak yang dimaksud adalah butir yang berlubang bekas serangan hama,
pecah karena mekanis, biologis, fisik, dan enzimatis seperti berkecambah, busuk,
timbul bau yang tidak disukai. Pada Gambar 7 menunjukkan kondisi kedelai yang
mengalami kerusakan : butir yang berlubang (a), pecah karena mekanis/biologis
(b).
(a)
(b)
Gambar 7 Contoh butir berlubang (a) dan pecah kulit karena mekanis/biologis(b)
Butir berlubang terjadi karena adanya hama/penyakit pada kedelai tesebut,
sedangkan adanya perbedaan antara pecah kulit yang disebabkan dengan mekanis
maupun biologis adalah dapat diamati dari pengamatan. Pecah kulit karena
mekanis tidak meninggalkan bekas hitam pada kulit kedelai sedangkan pada
pecah secara biologis terjadi kerusakan pada kulit kedelai yang ditandai dengan
bercak hitam ataupun biru lebam akibat kerusakan dari dalam kedelai (Nguyen
2013). Persentase butir rusak pada kedelai selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 8.
60.00
Butir Rusak (%)
50.00
40.00
41.05 %
48.25 %
45.24 %
34.06 %
26.29 %
30.00
Kon HDPE
20.00
Kon Hermetik
10.00
Kon Vakum
0.00
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 8 Persentase butir rusak selama penyimpanan
Butir rusak yang banyak terjadi adalah pecah kulit pada biji kedelai, hal
tersebut disebabkan oleh rendahnya kadar air pada saat pemanenan dan pada saat
13
awal penyimpanan yaitu 8.15 %. Peningkatan butir rusak cukup besar selama
penyimpanan. Persentase butir rusak rata-rata pada setiap bulannya ditunjukkan
pada tren yang terdapat pada Gambar 8. Pada bulan kedua persentase butir rusak
mengalami kenaikan sebesar 7.7 %, 14.76 % pada bulan ketiga, 18.95 % pada
bulan keempat dan 21.96 % pada bulan kelima. Berdasarkan uji statistik pengaruh
jenis kemasan terhadap butir rusak tidak berbeda nyata (Lampiran 3) namun
berdasarkan tren parameter mutu butir rusak yang diukur memperlihatkan
perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian kedelai dengan kemasan HDPE memiliki
persentase butir rusak yang paling tinggi sedangkan kedelai dengan kemasan
vakum memiliki persentase butir rusak yang paling rendah. Pada awal
penyimpanan butir rusak masuk kedalam mutu IV berdasarkan mutu standar SNI
untuk tiap jenis kemasan plastik sampai dengan bulan kelima penyimpanan.
Butir belah pada kedelai dapat dilihat pada Gambar 9. Belahan pada butir
kedelai biasanya terletak pada tengah biji dan seolah-olah membelah biji. Butir
belah dapat didefinisikan sebagai kerusakan pada biji yang kurang dari ¾ bijinya
terpisah dari kotiledon (Nguyen 2013). Butir belah dapat disebabkan akibat
perontokan kedelai dengan menggunakan mesin atau oleh hama dan penyakit
pada kedelai tersebut selama penyimpanan yang disebabkan oleh kebersihan
gudang penyimpanan.
Gambar 9 Contoh butir belah pada kedelai
Kedelai dengan kemasan hermetik tidak menunjukkan persentase butir belah
yang tinggi pada penyimpanan bulan kedua sampai dengan bulan kelima
sedangkan kedelai dengan kemasan HDPE memiliki persentase butir belah yang
paling tinggi. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap butir
belah tidak berbeda nyata (Lampiran 4) namun berdasarkan tren parameter mutu
butir belah yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis
kemasan yang berbeda. Berdasarkan standar mutu SNI butir belah kedelai dari
awal penyimpanan sampai dengan bulan kelima penyimpanan masuk kedalam
mutu ke IV untuk ketiga jenis kemasan yang diuji. Persentase butir belah selama
penyimpanan dapat dlihat pada Gambar 10 di bawah ini.
14
HDPE
6.00
Hermetik
Butir Belah (%)
5.00
Vakum
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 10 Persentase butir belah selama penyimpanan
Perubahan warna pada kedelai selama penyimpanan juga mempengaruhi
pemutuan kedelai. Kedelai yang diteliti merupakan jenis kedelai kuning yang
memiliki warna biji kuning terang keemasan, sehingga perbedaan warna dapat
dilihat dari perbandingan biji kedelai yang masih berkualitas baik. Umumnya
perubahan warna tidak selalu diikuti oleh kerusakan yang lainnya. Perubahan
warna menunjukkan butir yang masih utuh tanpa adanya kerusakan fisik maupun
biologis ,terbelah, dan keriput namun hanya menunjukkan perubahan warna coklat
pekat dan kehijauan (Gambar 11).
(a)
(b)
Gambar 11 Contoh butir berubah warna pada kedelai
Pada awal penyimpanan kedelai masuk kedalam mutu III berdasarkan
standar mutu SNI dan pada saat bulan kelima penyimpanan kedelai masuk
kedalam mutu IV untuk masing-masing jenis kemasan. Perubahan warna kedelai
sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, dan bisa juga disebabkan oleh
kondisi cuaca dan iklim suatu wilayah. Perubahan warna pada kedelai dapat
ditandai dengan berubah menjadi hijau, hitam, coklat pekat, atau memiliki lebih
dari satu warna. Meningkatnya persentase perubahan warna pada kedelai diiringi
pula dengan kerusakan kerusakan lain yang terjadi pada kedelai seperti kerusakan
fisik (USDA 2011).
15
Butir berubah warna (%)
7.00
6.00
HDPE
5.00
Hermetik
4.00
Vakum
3.00
2.00
1.00
0.00
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 12 Persentase butir berubah warna pada kedelai selama penyimpanan
Kedelai dengan kemasan HDPE menunjukkan persentase butir berubah
warna yang paling kecil dibandingkan kedelai dengan kemasan vakum dan
hermetik. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap butir berubah
warna tidak berbeda nyata (Lampiran 5) namun berdasarkan tren parameter mutu
butir berubah warna yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada
jenis kemasan yang berbeda.
Butir kedelai keriput pada kedelai ditandai dengan adanya pengerutan biji.
Contoh butir kedelai keriput dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini,
begitupun dengan dengan persentase butir keriput selama penyimpanan (Gambar
14).
Gambar 13 Contoh butir keriput pada kedelai
Butir keriput biasanya tidak diikuti dengan kerusakan secara fisik seperti
belah maupun kulit yang robek, kedelai masih terlihat utuh secara keseluruhan
bentuknya namun ¼ bagiannya mengalami pengkerutan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 14 kedelai dengan masing-masing
kemasan menunjukkan mutu ke III pada awal penyimpanan dan mutu IV pada
penyimpanan bulan kelima. Kedelai dengan kemasan vakum menunjukkan
kerusakan butir keriput yang paling tinggi diantara kemasan yang lain namun
tidak pada kerusakan butir lainnya hal tersebut memungkinkan bahwa butir
keriput lebih mudah terjadi pada kemasan yang kedap udara. Berdasarkan uji
statistik pengaruh jenis kemasan terhadap butir keriput tidak berbeda nyata
16
(Lampiran 6) namun berdasarkan tren parameter mutu butir keriput yang diukur
memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.
Butir keriput (%)
6.00
5.00
4.00
3.00
HDPE
2.00
Hermetik
1.00
Vakum
0.00
1
2
3
4
5
Bulan penyimpanan
Gambar 14 Persentase butir keriput selama penyimpanan
Kandungan Protein
Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama yaitu kulit biji,
daging/kotiledon, dan hipokotil. Sedangkan kompisisi kimia kedelai adalah 40.5%
protein, 20.5% lemak, 22.2% karbohidrat, 4.3% abu dan 6.6% air. Kedelai
merupakan sumber gizi yang penting, komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung
varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit maupun kotiledonnya.
Kandugan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48 % (Dwinaningsih
2010).
Biji kedelai lebih cepat mengalami kerusakan dibandingkan biji-bijian
lainnya (jagung, padi, gandum) meskipun di produksi, ditangani, dan disimpan
pada kondisi yang sama. Selama penyimpanan terjadi penurunan kandungan
karbohidrat pada biji yang diikuti oleh perombakan gula-gula sederhana. Hal
tersebut akan mengakibakan berkurangnya subsrat respirasi pada biji. Selama
penyimpanan juga terjadi penurunan dan kerusakan protein biji. Kerusakan
protein akan merusak aroma kedelai dan berpengaruh terhadap kualitas produk
olahan yang dihasilkan (Sari 2014). Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 15.
Nilai kandungan protein kedelai pada pengamatan awal adalah sebesar 40.67 %.
Pada bulan kelima penyimpanan kedelai dengan kemasan hermetik memiliki
kandungan protein sebesar 41.76 %, kedelai dengan kemasan HDPE memiliki
kandungan protein 41.28% dan kedelai dengan kemasan vakum memiliki
kandungan protein sebesar 41.55%. Penurunan mutu cepat dialami kedelai selama
proses penyimpanan yang disebabkan oleh kandungan lemak dan protein yang
tinggi (Tatipata et al 2008).
Kandungan Protein (%)
17
50.00
40.00
HDPE
30.00
Hermetik
20.00
Vakum
10.00
0.00
0
1
2
3
4
Bulan penyimpanan
5
Gambar 15 Kandungan protein pada kedelai selama penyimpanan
Menurut Nursiam (2009) persentase kandungan protein pada kedelai
berkisar antara 30-45 %. Berdasarkan hasil penelitian maka penyimpanan kedelai
selama lima bulan masih mampu mempertahankan kandungan protein dengan
hanya memiliki kenaikan kurang dari 2% dan membuat kandungan protein pada
kedelai masih dapat diterima. Kadar air awal, kemasan, dan lama simpan
berpengaruh terhadap kadar protein membran dalam mitokondria serta pola
pitanya (Tatipata et al 2008). Penurunan protein pada bulan pertama dan keempat
penyimpanan dapat dipengaruhi oleh kadar air yang menurun, suhu, dan
kelembaban pada saat penyimpanan mengingat penyimpanan pada daerah tropis
akan sangat sulit untuk mempertahankan kadar air.
18
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengaruh teknik kemasan terhadap mutu kedelai terlihat dari tren
parameter yang diukur pada masing-masing kemasan walaupun tidak berbeda
nyata pada uji statistik. Kedelai dengan kemasan hermetik mampu
mempertahankan kadar air yang paling baik (8.51%), persentase butir belah
(3.17%) dan keriput (4.11%) yang paling sedikit sampai bulan kelima
penyimpanan sedangkan kedelai dengan kemasan vakum lebih baik dalam
mempertahankan bobot (0.96%) dan menunjukkan persentase butir rusak yang
paling kecil (45.36%) pada bulan kelima penyimpanan. Kedelai dengan kemasan
HDPE menunjukkan peningkatan kadar air yang paling tinggi (9.26%) sehingga
mengalami penambahan bobot yang tertinggi (2.56%) sampai bulan kelima
penyimpanan, namun disamping itu kedelai dengan kemasan HDPE mampu
memperlihatkan perubahan butir berubah warna pada kedelai yang paling kecil
(5.01%) dan lebih baik dalam mempertahankan kandungan protein kedelai pada
akhir penyimpanan sebesar 41.28%. Kadar air pada kedelai yang tidak kurang dari
10 % mampu menunjukkan kedelai dapat disimpan sampai dengan lima bulan
penyimpanan. Maka dari itu untuk penyimpanan kedelai selama 5 bulan kriteria
yang perlu diperhatikan adalah kadar air dari kedelai itu sendiri karena kadar air
mempengaruhi jumlah kerusakan pada kedelai nantinya. Adapun hal lainnya yaitu
jenis kemasan sekunder seperti karung berbahan nylon yang mampu
mempengaruhi penambahan bobot selama penyimpanan dikarenankan nylon
merupakan jenis plastik polamida yang memiliki sifat sedikit higrokopis sehingga
perlu dikeringkan sebelum dipakai.
Saran
Perlu diadakannya penelitian lanjutan terkait pengaruh kemasan plastik pada
kedelai selama penyimpanan dengan mutu awal kedelai yang baik, sehingga akan
terlihat perubahan kualitas dari awal penyimpanan sampai pada akhir bulan
penyimpanan. Penelitian perlu dilakukan pada ukuran kemasan yang digunakan
petani kedelai pada saat penyimpanan agar hasilnya menggambarkan kondisi yang
sebenarnya. Jika ingin melanjutkan penelitian maka sebaiknya menggunakan
kedelai dengan varietas yang sama dari sumber literatur yang didapat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T. 2009. Kedelai penebar swadaya [Internet]. [diunduh pada 2014
Desember 25]. Tersedia dari : http : //www.litbang.deptan.co.id.
Danapriatna N. 2006. Pengaruh penyimpanan terhadap viabilitas benih kedelai
[Internet]. [diunduh pada 2014 Agustus 12]. Tersedia dari : http : //www.
pengaruh-penyimpanan-benih-kedelai.co.id.
Dwinaningsih E. 2010. Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi
bahan baku kedelai/beras dan penambahan angkak serta variasi lama
fermentasi. Semarang (ID) : Universitas Negeri Semarang Press.
Indartono. 2011. Pengkajian suhu ruang penyimpanan dan teknik pengemasan
terhadap kualitas benih kedelai. Gema Teknologi. 16 (3) : 158-163.
Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta (ID) : Grafindo Persada. Terjemahan dari : Principles
and Practice of Seed Storage. 446 p.
Kamsiati. 2013. Sceerning varietas padi dan penggunaan kemasan plastik fleksibel
untuk meningkatkan daya tahan simpan beras [tesis]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Kartono. 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai varietas wilis pada kadar air
dan suhu penyimpanan yang berbeda [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 1].
Tersedia dari : http ://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi.
Lestari M. 2015. Sifat kimia plastik [Internet]. [diunduh pada 2015 Juni 4].
Tersedia dari : http://www.academia.edu//SIFAT_KIMIA_PLASTIK.
Mulianti K. 2015. Pentingnya keamanan pengolahan susu kedelai [Internet].
[diunduh pada 2015 April 1]. Tersedia dari:
http://jambi.litbang.pertanian.go.id.
Nguyen V. 2013. Technical specification for soybean [Internet]. [diunduh pada
2015 Mei 10]. Tersedia dari: http://documents.wfp.org/stellent/groups/public.
Nursiam Intan. 2009. Kandungan nutrisi jagung dan kedelai [Internet]. [diunduh
pada 2015 April 16]. Tersedia dari : http://intannursiam.wordpress.com.
Purwanti S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas kedelai hitam dan
kedelai kuning [Study of storage temperature on the quality of black and
yellow sobean]. JIPI. 11(1) : 22-31.
Rifai Hakim. 2009. Pengecilan Ukuran Kedelai dan Jagung. Jakarta (ID) : PT.
Erlangga.
Robertson LG. 2010. A Practical Guide of Food Packaging and Self Life. London
(GB) : CRC Pr.
Sadaka S. 2014. Handbook On-farm drying and storage of soybean. Arkansas
(USA) : Division of Agricultural Research and Extension University of
Arkansas System.
Sinartani. 2008. Komposisi kimia kedelai [Internet]. [diunduh pada 2014
Desember 25]. Tersedia pada : http://www.komposisi kimia
kedelai.sinartani.com.
Sukarman, Rahardjo M. 2000. Mutu fisiologis benih kedelai (Glycine max (L)
Merr) selama masa simpan di dataran tinggi [catatan penelitian]. Tanaman
Pangan 1 sisipan 2 – 26.
20
Tatipata A, Prapto Y, Aziz P, Woerjono M. 2004. Kajian aspek fisiologis dan
biokomia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. JIPL. 11 (2): 76-87.
USDA. 2006. U.S soybean inspection [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 10].
Tersedia pada : http://www.usda.gov/oce/commodity/wasde/latest.pdf.
Zakiah. 2012. Preferensi dan permintaan kedelai pada industri dan implikasinya
terhadap manajemen usaha tani. JMA. 1(28) : 77-84.
Sari Purnama. 2014. Penyimpanan benih kedelai (Glycine max (L) Merr) pada
berbagai kadar air benih dan jenis kemasan [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
21
Lampiran 1 Kadar air kedelai selama penyimpanan
Bulan
1
2
3
4
5
*
HDPE
7.76 ± 0.56 (a)
8.6876 ± 0.56 (a)
8.6876 ± 0.56 (a)
8.9676 ± 0.56 (a)
9.2676 ± 0.56 (a)
Kadar Air (%)
Hermetik
7.48 ± 0.47 (a)
7.47 ± 0.47 (a)
8.20 ± 0.47 (a)
8.16 ± 0.47 (a)
8.51 ± 0.47 (a)
Vakum
8.37 ± 0.19 (a)
8.43 ± 0.19 (a)
8.70 ± 0.19 (a)
8.60 ± 0.19 (a)
8.85 ± 0.19 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
Lampiran 2 Penambahan bobot selama penyimpanan
Jenis kemasan
HDPE
Hermetik
Vakum
*
1
0.94 ±0.47 (a)
0.78 ±0.47 (a)
0.06 ±0.47 (a)
Penambahan Bobot pada Bulan ke2
3
4
5
1.47 ±0.46 (a) 1.83 ±0.62 (a) 2.25 ±0.77 (a) 2.56 ±0.9 (a)
0.92 ±0.46 (a) 0.91 ±0.62 (a) 1.00 ±0.77 (a) 1.05 ±0.9 (a)
0.56 ±0.46 (a) 0.67 ±0.62 (a) 0.84 ±0.77 (a) 0.96 ±0.9 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
Lampiran 3 Persentase butir rusak selama penyimpanan
Butir Rusak (%)
Bulan
HDPE
*
Hermetik
Vakum
1
2
3
31.77 ±7.68 (a)
35.68 ±7.68 (a)
40.56 ±7.68 (a)
29.69 ±7.82 (a)
33.48 ±7.82 (a)
43.93 ±7.82 (a)
18.92 ±11.39 (a)
33.02 ±11.39 (a)
38.67 ±11.39 (a)
4
5
44.01 ±7.68 (a)
51.65 ±7.68 (a)
44.51 ±7.82 (a)
47.73 ±7.82 (a)
47.19 ±11.39 (a)
45.36 ±11.39 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
22
Lampiran 4 Persentase belah selama penyimpanan
Butir Belah (%)
Bulan
*
HDPE
Hermetik
1
3.60 ±0.63 (a)
3.31 ±0.26 (a)
2.50 ±0.59 (a)
2
4.01 ±0.63 (a)
2.62 ±0.26 (a)
3.64 ±0.59 (a)
3
4.09 ±0.63 (a)
2.98 ±0.26 (a)
4.04 ±0.59 (a)
4
5.30 ±0.63 (a)
3.01 ±0.26 (a)
3.64 ±0.59 (a)
5
4.25 ±0.63 (a)
3.17 ±0.26 (a)
3.79 ±0.59 (a)
Vakum
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
Lampiran 5 Persentase butir berubah warna selama penyimpanan
Butir Berubah Warna (%)
Bulan
HDPE
*
Hermetik
Vakum
1
1.79 ±1.47 (a)
1.38 ±2.30 (a)
2.07 ±1.38 (a)
2
2.12 ±1.47 (a)
1.01 ±2.30 (a)
2.25 ±1.38 (a)
3
3.30 ±1.47 (a)
2.64 ±2.30 (a)
2.66 ±1.38 (a)
4
4.74 ±1.47 (a)
6.13 ±2.30 (a)
4.12 ±1.38 (a)
5
5.01 ±1.47 (a)
5.22 ±2.30 (a)
5.29 ±1.38 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
Lampiran 6 Persentase butir keriput selama penyimpanan
Bulan
1
2
3
4
5
*
HDPE
2.04±1.18 (a)
2.59 ±1.18 (a)
3.68 ±1.18 (a)
4.85 ±1.18 (a)
4.35 ±1.18 (a)
Butir Keriput (%)
Hermetik
2.16 ±0.87 (a)
2.82 ±0.87 (a)
3.97 ±0.87 (a)
3.95 ±0.87 (a)
4.11 ±0.87 (a)
Vakum
2.98 ±0.77 (a)
3.13 ±0.77 (a)
4.05 ±0.77 (a)
4.68 ±0.77(a)
4.46 ±0.77 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT
23
Lampiran 7 Kandungan protein selama penyimpanan (%)
Kandungan Protein (%)
Bulan
HDPE
*
Hermetik
Vakum
1
37.21 ±1.85 (a)
34.34 ±2.73 (a)
33.99 ±2.87 (a)
2
41.0 ±1.85 (a)
38.52 ±2.73 (a)
38.38 ±2.87 (a)
3
40.87 ±1.85 (a)
39.86 ±2.73 (a)
40.34 ±2.87 (a)
4
38.40 ±1.85 (a)
38.14 ±2.73 (a)
38.57 ±2.87 (a)
5
41.28 ±1.85 (a)
41.76 ±2.73 (a)
41.55 ±2.87 (a)
Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % DMRT .
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Oktober 1992 dari ayah
Juhara dan ibu Mien Aminah. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Polisi IV Bogor,
kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Bogor
dan lulus pada tahun 2009. Tahun 2011 penulis menamatkan pendidikan
menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis
diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi rapor.
Selama masa perkuliahan, penulis memperoleh juara 2 (Vocal Group)
FAC (Fateta Art Contest), juara 1 (Vocal Group) IAC (IPB Art Contest) tahun
2013, dan juara II (Vocal Group) IAC 2014. Penulis juga aktif sebagai anggota
Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin dan Biosistem (HIMATETA) masa jabatan
2011-2014. Penulis juga menjadi asisten praktikum Teknologi Pengolahan Pangan
(TPP) pada tahun 2015.
Pada bulan Juni-Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di
PT Kebun Sayur Segar Parung (Parung Farm), Parung, Kabupaten Bogor dengan
judul Penanganan Produksi dan Pascapanen Sayuran di PT Kebun Sayur Segar
Parung (Parung Farm). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan